Anda di halaman 1dari 20

TUGAS :

“SISTEM REPRODUKSI”
LAPORAN PENDAHULUAN dan ASUHAN KEPERAWATAN
CA.CERVIKS

OLEH :
KELOMPOK 2

KIKI ANDRIANI P201601128

DEWI FITRIYANINGSIH OKTAVIANI P201601118


SRI DAMAYANTI P201601146

RISNAI P201601110
JOKO SUSILO P201501330

AYU INDAH SARI P201501021

Q3. KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MANDALA WALUYA
KENDARI
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker serviks merupakan kanker tersering kedua di dunia pada


perempuan namun merupakan kanker yang sifatnya tersering terjadi di daerah
berkembang. Pada tahun 2002prevalensi kasus kanker serviks di dunia mencapai 1,4
juta dengan 193/000 kasus baru dan 273.000 kasus kematian. Dari data tersebut lebih
dari 80% penderita berasal dari Asia Aelatan, Sub-saharan Afrika, Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Dari data WHO menyatakan bahwa setiap tahunnya 230.000
perempuan meninggal akibat kanker serviks dan 190.000 penderita berasal dari negara
berkembang (WHO, 2000).

Insiden kanker serviks bervariasi dari 10:10.000 dinegara barat sampai


40:100.000 di negara berkembang. Tingginya angka penderita kanker serviks di negara
berkembang disebabkan oleh kurangnya program skrining dan fasilitas kesehatan yang
berkualita, serta tingginya prevalensi infeksi Human Papilloma Virus yang onkogenik.

Kanker serviks merupakan kanker tersering di Indonesia dengan perkiraan


insidens 25-40: 100.000. Menurut data tahun 2000. Kanker serviks merupakan 28%
dari seluruh kanker yang diderita oleh perempuan dan 18% dari sleuruh kanker yang
terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus baru sekitar 3256 kasus. Data tersebut
diperkirakan bukan angka yang sebenarnya dikarenakan masih banyak penderita yang
tidak mau datang ke pelayanan kesehatan untuk mengontrol penyakitnya.

Kanker serviks terjadi mulai dari dekade ke-2 kehidupan. Insidens puncak pada
usia 45 tahun untuk kanker invasif dan 30 tahun untuk lesi prekanker. Di negara
berkembang seperti di negara Indonesia, puncak insidens kanker serviks terdapat pada
usia 35-45 tahun. Penurunan puncak insidens kanker serviks diperkirakan akibat
adanya program skrinning aktif yang bertujuan mendeteksi lesi prekanker sedini
mungkin dari faktor risiko lain sepertui perilaku seksual dan paritas.
Kanker serviks di Indonesia menjadi masalah besar dalam pelayanan kesehatan
karena kebanyakn pasien datang dalam stadiun yang lanjut. Hal itu diperkirakan akibat
program skrining yang sifatnya masih kurang. Schwartz et al menyatakan bahwa
setengah dari perempuan yang menderita kanker serviks belum pernah menjalani pap
smear dan pasien dengan kanker stadium lanjut baru mencari pertolongan medis
setelah mengeluarkan sekret, pendarahan pervagina atau nyeri yang sudah tidak
tertahankan lagi oleh si penderita.

Symonds et al juga mengatakan bahwa progresi kanker serviks lebih dipengaruhi


oleh sifat biologis dari tumor tersebut daripada oleh keterlambatan diagnosis. Kanker
pda stadium lanjut mempunyai tingkat proliferasi yang lebih cepat dan waktu
pembelahan yang lebih singkat. Kanker serviks yang progesif terutama terjadi pada
perempuan yang berusia lebih tua.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi dan fisiologi rahim ?


2. Apa definisi dari Ca. Serviks?
3. Apa etiologi dari Ca. Serviks ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Ca. Serviks ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Ca. Serviks ?
6. Bagimana WOC dari Ca. Serviks ?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Ca. Serviks ?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari Ca. Serviks ?
9. Bagaimana komplikasi dari Ca. Serviks ?
10. Bagimana prognosis dari Ca. Serviks ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Ca. Serviks ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan mengidentifikasi
gangguan dalam sistem Reproduksi, yaitu kanker Serviks.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bagaimana anatomi dan
fisiologi rahim.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasiapa definisi dari Ca.
Serviks.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasiapa etiologi dari Ca.
Serviks.
d. Mahasiswa dapat mengidentifikasibagaimana patofisiologi
dari Ca. Serviks.
e. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bagaimana manifestasi
klinis dari Ca. Serviks.
f. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bagaimana WOC dari Ca.
Serviks.
g. Mahasiswa dapat mengidentifikasibagaimana pemeriksaan
diagnostik dari Ca. Serviks.
h. Mahasiswa dapat mengidentifikasibagaimana
penatalaksanaan dari Ca. Serviks.
i. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bagaimana komplikasi
dari Ca. Serviks.
j. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bagaimana prognosis
dari Ca. Serviks.
k. Mahasiswa dapat mengidentifikasibagaimana asuhan
keperawatan pada klien Ca. Serviks.
BAB II

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya.
B. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya kelainan pada sel sel serviks tidak diketahui secara pasti,
tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya
kanker serviks:

1. HPV (human papillomavirus)


Adalah virus penyebab kutil genitalis (kandiloma akuminata) yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya
adalah HPV tipe 16,18,45,dan 56.
2. Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini
4. Berganti ganti pasangan seksual
5. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama pada
usia dibawah 18 tahun, berganti ganti pasangan dan pernah menikah dengan
wanita yang menderita kanker serviks
6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran
7. Gangguan sistem kekebalan
8. Pemakaian pil KB
9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear secara
rutin)
Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000:
Staidum 0 Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial

Stadium 1 Karsinoma masish terbatas di serviks (penyebaran kekorpus


uteri di abaikan)

Stadium 1A Invasi kanker ke stroma hanya dapat di diagnosis secara


mikroskopik. Lesi yang dapat dilihat secara makroskopik
walau dengan invasi yang supervicial dikelompokkan pada
stadium 1B

I A1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan


lebar horizontal lesi tidak lebih 7 mm

I A2 Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tetapi kurang dari 5 mm dan


perluasan horizontal tidak lebih 7 mm

Stadium 1B Lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara


mikroskopik lesi lebih luas stadium I A2

I B1 Lesi yang tampak tidak lebih dari 4 cm dari dimensi terbesar

I B2 Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar

Stadium II Tumor telah menginvasi diluar uterus, tetapi belum mengenai


dinding panggul atau sepertiga distal/bawah vagina

II A Tanpa invasi ke parametrium

II B Sudah menginvasi parametrium

Stadium III Tumor telah meluas kedinding panggul dan atau mengenai
sepetiga bawah vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis
atau tidak berfungsinya ginjal

III A Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak


invasi ke perimetrium tidak sampai ke dinding panggul

III B Tumor telah meluas ke dinding panggul dan atau


menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal

Stadium IV Tumor meluas keluar dari organ reproduksi

IV A Tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum


dan atau keluar dari rongga panggul minor

IV B Metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan


kedalaman 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel
tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat
dengan lesi kanker serviks

C. PATOFISIOLOGI
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan
displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada
aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi,
infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 –
10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif
pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya
dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain
mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap,
dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan
(Suryohudoyo, 1998; Debbie, 1998).
Serviks mempunyai dua jenis sel epitel yang melapisi nektoserviks dan
endoserviks, yaitu sel epitel kolumner dan sel epitel squamosa yang disatuka oleh
Sambungan SquamosaKolumner (SSK).Proses metaplasia adalah proses pergantian epitel
kolumner dan squamosa. Epitel kolumner akan digantikan oleh squamosa baru sehingga
SSK akan berubah menjadi SambunganSquamosaSquamosa (SSS)/ squamosa berlapis.
Pada awalnya metaplasia berlangsung fisiologis Namun dengan adanya mutagen dari
agen yang ditularkan melalui hubungan seksual seperti sperma, virus herpes simplek tipe
II, maka yang semula fisiologis berubah menjadi displasia. Displasia merupakan
karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas.Hampir semua ca.
serviks didahului dengan derajat pertumbuhan prakanker yaitu displasia dan karsinoma
insitu. Proses perubahan yang terjadi dimulai di daerah Squamosa Columner Junction
(SCJ) atau SSK dari selaput lendir portio. Pada awal perkembangannya, ca. serviks tidak
memberikan tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan speculum, tampak sebagai
portio yang erosive (metaplasia squamosa) yang fisiologik atau patologik.
Tumor dapat tumbuh sebagai berikut:
1. Eksofitik, mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.
2. Endofitik, mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif, mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Displasia pada serviks disebut Neoplasia Servikal Intraepitelial (CIN). CIN ada
tiga tingkatan yaitu:
1. CIN I : displasia ringan, terjadi di epitel basal lapisan ketiga, perubahan
sitoplasmik terjadi di atas sel epitel kedua dan ketiga.
2. CIN II : displasia sedang, perubahan ditemukan pada epitel yang lebih
rendah dan pertengahan, perubahan sitoplasmik terjadi di atas sel epitel ketiga.
3. CIN III : displasia berat, terjadi perubahan nucleus, termasuk pada semua
lapis sel epitel, diferensiasi sel minimal dan karsinoma insitu.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda tanda dini kanker serviks kebanyakan tidak menimbulkan gejala.
Akan tetapi dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala seperti :
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan nekrosis
jaringan
2. Perdarahan yang terjadi diluar senggama (tingkat II dan III)
3. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80 %)
4. Perdarahan spontan saat defekasi
5. Perdarahan spontan pervaginam

Pada tahap lanjut keluhan berupa : (sarwono)

1. Cairan pervaginam yang berbau busuk


2. Nyeri panggul
3. Nyeri pinggang dan pinggul
4. Sering berkemih
5. Buang air kecil atau air besar yang sakit
6. Gejala penyakit yang redidif (nyeri pinggang, edema kaki unilateral,
dan obstruksi ureter)
7. Anemi akibat perdarahan berulang
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sitologi/pap smear
2. Schillentest
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat dan dibesarkan 10-40 kali
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (papsmear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5. Biopsi : dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya
6. Konisasi : konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan
7. Pemeriksaan foto paru paru dan CT-scan hanya dilakukan atas indikasi dari
pemeriksaan klinis atau gejala yang timbul

F. PENATALAKSANAAN
Terapi kanker serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutann (tim
onkologi). Pemilihan pengobatan kanker serviks tergantung pada lokasi
dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan
rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak
memerlukan pengobatan lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan
pada lesi prekanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi
(pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk
menghancurkan sel sel abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat
disekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau
konisasi. (winjosastro,H)
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :

a. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri intraservikal disertai
dengan keputihan meyerupai air, berbau, bahkan perdarahan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang
mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluhan seperti: perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
c. Riwayat penyakit dahulu
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat
ooperasi kandungan, serta adanya tumor.Riwayat keluarga yang
menderita kanker.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
e. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah
dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker
serviks.Kanker serviks sering dijumpai padakelompok sosial ekonomi
yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitasmakanan atau
gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal
hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.
f. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Klien tampak kelelahan, rambut jarang, tubuh pasien kurus dan
tampak sering ingin mual, kulit pucat disebabkan karena anemia, mata
cekung disebabkan karena kurang tidur, klien tanpak meringis
menahan kesakitan, klien mengalami keputihan, klien juga mengalami
pendarahan yang sering
2. Palpasi
Pada palpasi didapati nyeri pada abdomen dan nyeri pada punggung
bawah
g. Pemeriksaan diagnostic
1.Mendeteksi kanker serviks dengan Pap Smear
2.Biopsi
3.Konisasi
4.IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)
5.Mendiagnosis serviks dengan kolposkop
6.Vagina inflammation self test card
7.Schillentest
8.Kolpomikroskopi
9.Gineskopi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Disfungsi seksual berhubungan dengan adanya cairan pervaginam yang
berbau busuk
3. Resti infeksi berhubungan dengan imunitas tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
5. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pigmentasi kulit
6. Resti kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
7. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
sekunder terhadap penyakit dan pengobatan

INTERVENSI
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri berhubungan Kriteria hasil : Pain management :
dengan agen cidera 1.mampu mengontrol 1.lakukan pengkajian
biologis nyeri (tahu penyebab nyeri secara
nyeri, mampu komperehensif
menggunakan teknik termasuk lokasi,
nonfarmakologi untuk karakteristik, durasi,
mengurangi frekuensi, kualitas, dan
nyeri,mencari bantuan) faktor presipitasi
2.melaporkan bahwa 2.observasi reaksi
nyeri berkurang dengan nonverbal dari
menggunakan ketidaknyamanan
menejemen nyeri 3.pilih dan lakukan
3.mampu mengenali penanganan nyeri
nyeri (skala intesitas, (farmakologi,
frekuensi dan tanda nonfarmakologi, dan
nyeri) interpersonal).
4.menyatakan rasa 4.berikan analgetik
nyaman setelah nyeri untuk mengurangi
berkurang nyeri
5.evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
6.kolaborasikan
dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Analgesik
administration :
1.tentukan lokasi
karakteristik,kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
2.cek riwayat alergi
3.berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri berat
2. Disfungsi seksual 1.adabtasi terhadap 1.peningkatan
berhubungan disabilitas fisik kesadaran diri
dengan adanya 2.tingkat kelelahan 2.konseling
cairan pervaginam 3.pengetahuan fungsi 3.pengajaran individu
yang berbau busuk seksual
4.identitas seksual
3. Resti infeksi Kriteria hasil : Kontrol infeksi :
berhubungan 1.klien bebas dari tanda 1.bersihkan
dengan imunitas dan gejala infeksi lingkungan setelah
tidak adekuat 2.mendeskripsikan dipakai pasien lain
proses penularan 2.pertahankan teknik
penyakit, faktor yang isolasi
mempengaruhi 3.batasi pengunjung
penularan serta bila perlu
penatalaksanaannya 4.berikan terapi
3.menunjukan perilaku antibiotik bila perlu
hidup sehat 5.monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
6.monitor kerentanan
terhadap infeksi
4. Intoleransi aktivitas Kriteria hasil : 1.kolaborasikan
berhubungan 1.mampu melakukan dengan tenaga
dengan kelemahan aktivitas sehari hari rehabilitasi medik
umum secara mandiri dalam merencanakan
2.tanda tanda vital program terapi yang
normal tepat
3.level kelemahan 2.bantu klien untuk
4.mampu berpindah mengembangkan
dengan atau tanpa motivasi diri dan
bantuan alat penguatan
5.status 3.monitor respon fisik,
kardiopulmunari emosi, sosial, dan
adekuat spritual
6.sirkulasi status baik
5. Resti kerusakan Kriteria hasil : Preassure
integritas kulit 1.integritas kulit yang management :
berhubungan baik bisa dipertahankan 1.jaga kebersihan kulit
dengan perubahan 2.tidak ada luka atau agar tetap bersih dan
pigmentasi kulit lesi pada kulit kering
3.perfusi jaringan baik 2.monitor kulit akan
4.mampu melindungi adanya kemerahan
kulit dan 3.monitor aktivitas dan
mempertahankan mobilisasi pasien
kelembaban kulit dan 4.monitor status nutrisi
perawatan alami pasien
Insision site care :
1.monitor kesembuhan
daerah insisi
2.monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
6. Resti kekurangan Kriteria hasil : Fluid management :
volume cairan 1.mempertahankan 1.pertahankan catatan
berhubungan urine output sesuai intake dan output yang
dengan kehilangan dengan usia BB, BJ akurat
volume cairan urine normal, HT normal 2.monitor status
aktif(perdarahan) 2.tekanan darah, nadi, hidrasi jika diperlukan
suhu tubuh normal 3.monitor masukan
3.tidak ada tanda tanda makanan/cairan dan
dehidrasi, elastisitas hitung intake kalori
turgor kulit baik, harian
membran mukosa 4.monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa 5.kolaborasi dengan
haus yang berlebihan. dokter
Hypovolemia
management :
1.monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
2.monitor tingkat hb
dan hematokrit
3.monitor tanda vital
4.monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
7. nutrisi kurang dari Kriteria hasil : 1.kolaborasi dengan
kebutuhan tubuh 1.adanya peningkatan ahli gizi untuk
berhubungan berat badan sesuai menentukan jumlah
dengann mual, dengan tujuan kalori dan nutrisi yang
muntah sekunder 2.mampu dibutuhkan pasien
terhadap penyakit mengidentifikasi 2.anjurkan pasien
dan pengobatan kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
3.tidak ada tanda tanda protein dan vitamin C
malnutrisi 3.berikan makanan
yang terpilih
4.monitor jumlah
nutrisi dan kandungan
kalori
Nutrition monitoring :
1.BB pasien dalam
batas normal
2.monitor daanya
penurunan berat
badan
3.monitor mual dan
muntah
DAFTAR PUSTAKA

http//www.ZAKIAH%20SURAYA.html

http//www.scribd.com

Nurarif Huda Amin dan Kusuma Hardi.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan Nanda Nic-N0c.Jilid 2.Jogjakarta : Medication Jogja

Anda mungkin juga menyukai