Disusun Oleh :
Kelompok 8
1
Poliol dapat disintesis dari minyak nabati seperti minyak sawit, namun hal ini
dipandang umum walaupun berkapasitas besar. Bahan-bahan yang bermanfaat untuk
makanan yang digunakan sebagai bahan dasar industri poliol dengan keperluan dalam
jumlah banyak sehingga mempengaruhi ketersediaan bahan pangan. Berdasarkan hal
tersebut, biji karet yang termasuk nabati non-food dengan produksi melimpah dapat
menjadi alternatifnya ((Mudjijono dkk., 2013).
Poliol minyak biji karet berpotensi untuk dibuat poliol nabati dan dapat
digunakan sebagai bahan baku poliuretan karena memiliki fungsionalitas (jumlah
gugus OH dalam satu molekul) lebih dari satu. Minyak biji karet dikonversi dari bentuk
epoksi menjadi hidroksi melalui beberapa cara di antaranya dengan hidrogenasi
katalitik, reaksi dengan asam hidroklorida atau hidrobromida, serta dengan reaksi
pembukaan cincin dengan katalis asam.
2
poliol. Penggunaan poliol yang diperoleh dari bahan baku dalam negeri dapat
mengurangi impor Indonesia terhadap bahan baku poliuretan sebagai bahan pelapis
dapat terpenuhi. Manfaat lain yang ingin dicapai adalah terbukanya lapangan pekerjaan
dan memacu rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang pada akhirnya
dapat meningkatkan aspek perekonomian negara Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Genus : Ficus
Spesies : Ficus elastica Roxb. ex Hornem
5
1,5 ton minyak per hektar (Mulyadi, 2011). Bentuk biji karet dapat dilihat pada Gambar
2.2 berikut.
Bobot biji karet sekitar 3-5 gram tergantung dari varietas, umur biji, dan kadar air.
Komposisi kimia daging biji karet disajikan pada Tabel 2.1
Kandungan asam lemak tidak jenuh dalam minyak biji karet meliputi: 28-30%
asam oleat, 33-35% asam linoleat dan 20-21% asam linolenat. Minyak biji karet
6
tergolong minyak berwujud cair dan mempunyai sifat mudah mengering. Asam linoleat
adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (C18) yang mempunyai dua ikatan rangkap
pada kedudukan atom C nya. Adanya ikatan rangkap tersebut memungkinkan
terbentuknya minyak
2.3 Epoksidasi
Epoksida (oksirena) ialah eter siklik dengan cincin beranggota tiga yang
mengandung satu atom oksigen (Hart, 2003). Alkena dapat diokasidasi menjadi
anekaragam produk, bergantung pada reagensia yang digunakan. Epoksida sederhana
sering disebut etilena oksida. Metode yang umum digunakan untuk mensintesis
epoksida adalah reaksi alkena dengan asam peroksida dan prosesnya dinamakan
epoksidasi.
Reaksi Epoksidasi sebagai berikut:
Dalam reaksi ini, asam peroksida memberikan sebuah atom oksigen ke alkena.
Karena cincinnya beranggotakan tiga, cincin epoksida sangat terikat sehingga epoksida
jauh lebih reaktif dibanding eter yang lain. Misalnya, cincin epoksida dari epoksietana
mudah membuka. Senyawa alkena yang memiliki ikatan π dapat dioksidasi menjadi
anekaragam produk, tergantung kepada reagensia yang digunakan.
Epoksidasi dari minyak nabati merupakan hal yang penting dan sangat berguna
terutama dalam hal sebagai stabilisator dan plastisasi bahan polimer. Berdasarkan pada
kereaktifan yang tinggi dari cincin oksiran, epoksida juga dapat dipakai untuk berbagai
7
jenis bahan kimia yaitu alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa
olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan.
Ada empat teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan epoksida dari molekul
olefin:
1. Epoksida dengan asam perkarboksilat yang sering digunakan dalam industri dan
dapat dipercepat dengan bantuan katalis atau enzim
2. Epoksida dengan peroksida organik dan anorganik, termasuk epoksidasi alkali
dengan hydrogen peroksida nitril dan epoksida yang dikatalisis logam transisi.
3. Epoksida dengan halohidrin, menggunakan asam hipohalogen (HOX) dengan
garamnya sebagai reagen, dan epoksida olefin dengan defisiensi elektron ikatan
rangkap.
4. Epoksida dengan menggunakan molekul oksigen, untuk minyak nabati jarang
digunakan karena dapat menyebabkan degradasi dari minyak menjadi senyawa
yang lebih kecil seperti aldehid dan keton atau asam dikarboksilat berantai pendek
sehingga oksidasi dengan O2 merupakan metode yang tidak efisien untuk epoksida
minyak nabati (Goud dkk,2006).
Secara umum, reaksi epoksidasi yang kemudian dilanjutkan oleh reaksi hidrolisis
ditulikan sebagai berikut:
8
z
Gambar 2.5 Reaksi epoksidasi yang kemudian dilanjutkan oleh reaksi hidrolisis
2.4 Poliol
Poliol merupakan senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil lebih dari
satu dan dalam industri material sangat luas digunakan baik sebagai bahan pereaksi
maupun bahan additif. Senyawa poliol dapat diperoleh langsung di alam seperti
amilum, selulosa, sukrosa dan lignin ataupun hasil olahan industri kimia. Pengolahan
senyawa tersebut secara industri masih banyak dilakukan dengan mengandalkan hasil
olahan industri petrokimia yang mana bahan bakunya berasal dari gas alam maupun
minyak bumi terbatas dan tidak dapat derperbaharui disamping pengolahannya
memerlukan energi yang besar, sehingga perlu dikembangkan untuk diteliti sebagai
bahan alternatif.
Poliol dapat disintesis dari minyak nabati melalui epoksidasi dilanjutkan
dengan pembukaan cincin epoksida (Rios, 2003 dan Petrovic 2005). Pembuatan poliol
dari minyak nabati melibatkan pengubahan ikatan rangkap pada rantai samping
trigliserida menjadi gugus hidroksil (Sudradjat dkk., 2010). Poliol dari minyak nabati
telah banyak dikembangkan untuk dapat menggantikan petroleum berbasis poliol
dalam pembuatan poliuretan dan poliester, juga telah banyak digunakan sebagai bahan
pemelastis dalam matrik polimer untuk menghasilkan suatu material, demikian juga
9
sebagai pelunak maupun pemantap yang bertujuan agar diperoleh kekerasan dan
kelunakan tertentu sehingga material tersebut mudah dibentuk keberbagai jenis barang
sesuai kebutuhan (Harjono, 2008).
10
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat-alat
1. Mesin Pengupas Kulit
2. Grinder
3. Tangki Maserasi
4. Bed-Filter
5. Rotary Evaporator
6. Stirred Tank
7. pH-meter
11
3.3 Metode Percobaan
Biji karet dikupas dari kulitnya, dan
didapatkan biji karetnya.
Membuat poliol, dengan menambahkan HCOOH 90 %, H2O2 30%, dan diaduk didalam
tangki. Kemudian ditambahkan H2SO4 dengan suhu 40-45 oC selama 1 jam. Selanjutnya
ditambahkan minyak biji karet lalu diaduk selama 2 jam, Hasil sintesis diendapkan selama
1 hari,.
Reaksi Epoksidasi
Kemudian dipisahkan lapisan bagian bawah, lalu di uapkan dengan menggunakan rotary
evaporator, Pada suhu 55-60 0C, residu yang diperoleh ditambahkan NaHCO3 sampai pH
netral, kemudian diuapkan kembali pada suhu 55-60 0C. dan didapatkan poliol dari
minyak biji karet
12
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1.2 Viskositas
Viskositas sangat sensitif terhadap berat molekul. Kenaikan viskositas
pada poliol karena keberadaan gugus polar (-OH) yang meningkatkan interaksi
antar molekul (Mudjijono dkk., 2013).
Tabel 4.2 Hasil Karakterisasi Viskositas Minyak dan Poliol
No Sampel Viskositas (cP)
1 Minyak Bijih Karet 42,6
2 Poliol Minyak Bijih Karet 563
13
2 Asam formiat (90%) 12.500/kg 500 6.250.000
Hidrogen peroksida
3 26.000/kg 500 13.000.000
30 %
4 n-heksana 35.000/L 200 7.000.000
5 asam sullfat 98% 97.500/L 1 97.500
6 PEG-400 95.000/kg 1 95.000
7 Sodium bikarbonat 17.000/kg 200 3.400.000
8 Aquades 5.000/L 1.000 5.000.000
TOTAL Rp. 36.842.500
14
= 78.000.000-36.842.500
= 41.157.500
15
DAFTAR PUSTAKA
Faleh, S.B., & Zainal, A. (2001). The Study of Conversion CPO to Polyol. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Gala, S. (2011). Sintesa Poliol dari Minyak Sawit dengan Reaksi Epoksidasi dan
Hidroksilasi The Poliol Sithesis from Sawit Oil with Epoksidasion and
Hidroksilasion Reaction. Jurnal Chemica, 12(2), 36–43.
Goud, V. V., Pradhan, N. C., & Padwardhan, A.V. (2006). Epoxidation of Karanja Oil
by H2O2. Jurnal of Oil Chemistry. 83(2): 635-640.
Harjono. (2009). Sintesis Poliuretan dari Minyak Jarak Pagar dan Aplikasinya sebagai
Bahan Pelapis. Tesis. IPB. Bogor.
Hart, H. (2003). Kimia Organik. Edisi Kesebelas. Jakarta: UI-Press.
Mudjijono, Rudiyanti, I. P., & Utami, S. (2013). Minyak Bijih Karet sebagai Sumber
Poliol. Seminar Nasiolnal Kimia Dan Pendidikan Kimia V, (April), 420–427.
Mulyadi, E. (2011). Proses Produksi Biodiesel Berbasis Biji Karet. Rakayasa Proses,
5(2), 40–44.
Ketaren, S. (2008). Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak Pangan. Jakarta: UI-Press
Riswiyanto. (2009). Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Rios, L.A. (2003). Heterogeneously catalysed reactions with vegetable oils:
epoxidation and nucleophilic epoxide ring-opening with alcohol (disertasi].
Aachen: The Institute of Chemical Technology and Heterogeneous Catalysis.
University RWTH.
Sudradjat, R., Yulita, R. I., & Setiawan, D. (2010). Pembuatan Poliol dari Minyak Jarak
Pagar sebagai Bahan Baku Poliuretan ( Polyol Manufacturing from Jatropa curcas
L . Oil as Raw Material for Polyurethane ). Penelitian Hasil Hutan, 28(3), 231–
240.
Susila, I. W. (2009). Pengembangan Proses Produksi Biodiesel Biji Karet Metode Non-
Katalis “ Superheated Methanol ” pada Tekanan Atmosfir. Teknik Mesin, 11(2),
115–123.
Petrovic. Z.S., Zhang. W., & Javni. I. (2005). Structure and properties of poliuretans
16
prepared from triglyceride poliols by ozonolysis. Biomacromolecules, 6: 713-719.
17