Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. HIRARC
A. Definisi
Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3
untukmencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara
komprehensif,terencana dan terstruktur dalam suatu sistem yang baik. Risk
assessment merupakan bagian yang paling penting dan fundamental dalam
proses pengelolaan risiko. Oleh karena itu, organisasi perlu melakukan risk
assessmentyang benar agar memperoleh laporan profil risiko yang tepat
sehingga organisasi dapat secara cermat mengelola risikonya.7
Penerapan peraturan perundang-undangan dan pengawasan serta
perlindungan para buruh merupakan prinsip dasar dalam manajemen ini.
Salah satu sistem manajemen K3 yang berlaku global adalah OHSAS 18001
(Occupatioanal Health and Safety Assesment Series - 18001). Menurut
OHSAS 1800I, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard
Identification, Risk Assessment and Risk Control, biasanya dikenal dengan
singkatan (HIRARC).8,9
Proses pembuatan HIRARC dibagi rnenjadi 4 langkah yaitu:
1) Mengklasifikasikan jenis pekerjaan
2) Mengidentifikasi jenis bahaya.
3) Melakukan penilaian risiko (menganalisa danmenghitung
kemungkinan terjadinya bahayabeserta tingkat keparahannya)
4) Menentukan apakah risiko dapat ditoleransi danmengimplementasikan
pengukuran tingkat bahayajika diperlukan.
B. Tujuan HIRARC
Tujuan HIRARC adalah:8
a. Untuk mengenal pasti semua faktor yang mungkin boleh mendatangkan
mudarat kepada pekerja dan orang lain (hazard);

4
b. Untuk mempertimbangkan kemungkinan mudarat tersebut menimpa
sesiapa dalam keadaan tertentu dan keterukan yang mungkin boleh
timbul daripadanya (risiko); dan
c. Untuk membolehkan majikan merancang, memperkenalkan dan
memantau langkah pencegahan untuk memastikan risiko tersebut
dikawal secukupnya sepanjang masa.
C. Langkah-langkah melakukan HIRARC
a. Klasifikasikan aktifitas kerja yang akan dinilai 8
Aktifitas kerja yang akan dinilai merupakan pekerjaan yang dilakukan
sehari-hari oleh para pekerja dan merupakan aktifitas yang spesifik,
misalnya: memasang iv line, melakukan sampel darah.
b. Identifikasi hazard 8
Hazard yang diidentifikasi meliputi:
1) Health hazard
Merupakan agent yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja
padapekerja, dapat diklasifikasikan:
a) Chemical hazard
b) Biological hazard
c) Physycal hazard
d) Ergonomic hazard
2) Safety hazard
Berbagai macam jenis penyebab bahaya yang dapat menyebabkan
cidera pada pekerja ataupun kerusakan pada property, misalnya
kabel listrik yang tidak pada tempatnya, mengangkat beban berat,
bekerja di ketinggian tanpa pengaman.
3) Environmental hazard
Berbagai agent yang berbahaya yang terlepas ke lingkungan kerja,
misalnya: larutan desinfektan, karbonmonoksida.
c. Penilaian risiko (risk assessment) 8
Risiko merupakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/ kerugian pada
pekerja pada suatu periode waktu tertentu. Penilaian risiko merupakan

5
suatu proses untuk menentukan pengendalian terhadap tingkat
keseringan (likelihood of occurance) dan keparahan (severity) risiko
terjadinya kecelakaan kerja/ penyakit akibat kerja. Langkah-langkah
melakukan risk assessment:
1) Tentukan derajat kemungkinan (likelihood) terjadinya risiko bisa
ditentukan berdasarkan pengalaman kejadian-kejadian sebelumnya.
Tabel 2.1 Derajat kemungkinan (likelihood) terjadinya risiko.

2) Tentukan derajat keparahan (severity) dari risiko yang terjadi.


Derajat keparahan bisa didasarkan pada kesehatan manusia,
kerusakan lingkungan dan property.
Tabel 2.2 Derajat keparahan (severity) dari risiko yang terjadi

3) Tentukan derajat risiko


Secara kualitatif, risiko dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:

6
Risiko = Likelihood x Severity

Tabel 2.3 Matrix risiko

Severity

Likelihood 1 2 3 4 5
5 5 10 15 20 25
4 4 8 12 16 20
3 3 6 9 12 15
2 2 4 6 8 10
1 1 2 3 4 5

Keterangan:
15-25 = Risiko tinggi, membutuhkan tindakan yang segera untuk
mengontrol hazard, dan harus terdokumentasi secara baik.
5-14 = Risiko sedang, membutuhkan pendekatan perencanaan
dalam mengontrol hazard dan sewaktu-waktu dilakukan kontrol
bila diperlukan. Tindakan harus terdokumentasi dengan baik.
1-4 = Risiko rendah, kontrol terhadap hazard tidak diperlukan.
Namun apabila risiko akan diselesaikan dengan cepat dan
efisien, maka tindakan tetap harus terdokumentasikan dengan
baik.
d. Tindakan pengendalian resiko
Pedoman pengendalian risiko tersebut dikenal dengan Hirarki
Pengendalian Risiko (Hierarchy Of Control Hazard), untuk menerapkan
solusi pengendalian yang layak dan efektif.
Pengendalian risiko menurut standar AS/NZS 4360 dilakukan
dengan pendekatan sebagai berikut:
1. Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk
menghentikan kegiatan atau penggunaan proses, bahan, alat yang
berbahaya.
2. Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood)

7
Mengurangi kemungkinan dapat dilakukan dengan
pendekatan:8,9
a) Pendekatan teknis (engineering control)
1) Eliminasi
Risiko dapat dihindarkan dengan menghilangkan
sumbernya, cara ini kemungkinan merupakan cara
terbaik untuk melindungi pekerja. Contoh teknik
eliminasi, proses yang berbahaya di dalam perusahaan
dihentikan. Perusahaan tidak memproduksi bahan
berbahaya sendiri tetapi memesan dari pemasok. Dengan
demikian perusahaan bebeas dari kegiatan berbahaya .

2) Substitusi

Teknik substitusi adalah mengganti bahan, alat,


atau cara kerja dengan yang lain sehingga kemungkinan
kecelakaan dapat ditekan. Pengendalian harus
melindungi pekerja dari bahaya baru yang dibuat
3) Isolasi
Jika bahaya tidak dapat dihilangkan atau diganti,
maka sumber bahaya di isolasi artinya sumber bahaya
dengan penerima diisolir dengan penghalang/ pelindung.
Sebagai
contoh, ruang kontrol dapat melindungi operator dari
sumber bahaya

4) Pengendalian Jarak
Kemungkinan kecelakaan atau risiko dapat
dikurangi dengan melakukan pengandalian jarak antara
sumber bahaya dengan penerima.Sebagai contoh
menggunakan kontrol jarak jauh (remote control) dari
ruang kendali. Dengan demikian, kontak manusia dengan
sumber bahaya dapat dikurangi (14).

8
5) Pendekatan Administratif
Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan
kerja seperti rotasi kerja, pelatihan, pengembangan
standar kerja (SOP), shift kerja, housekeeping
b) Menekan Konsekuensi Kejadian (reduce concequences)
Berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mengurangi konsekuensi antara lain:
1) Tanggap darurat (Emergency Plan)

Keparahan suatu kejadian dapat ditekan jika perusahaan


memiliki sistem tanggap darurat yang baik dan terencana.
2) Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD)
Penggunaan APD bukan untuk mencegah
kecelakaan tetapi untuk mengurangi dampak atau
konsekuensi dari suatu kejadian. APD yang biasa
digunakan, meliputi: safety helmet, safety shoes, ear muff
atau ear plug, safety google, sarung tangan, masker, apron.

9
II. ERGONOMI
A. Definisi
Ergonomi ialah studi tentang tingkah laku dan aktifitas manusia yang
bekerja dengan menggunakan mesin atau peralatan mekanik dan listrik.
Dengan perkataan lain, ergonomi ialah studi mengenai hubungan antara
manusia dengan mesin, berdasarkan data yang diperoleh dari bidang
engineering, biomekanika, fisiologi, antropologi dan psikologi. Tugas ahli
ergonomi ialah merencanakan atau memperbaiki tempat kerja, perlengkapan
dan prosedure kerja para pekerja guna menjamin keamanan, kesehatan dan
keberhasilan perorangan maupun organisasi secara efisien.8,9

B. Prinsip Ergonomi
Memahami prinsip ergonomi mempermudah evaluasi setiap
tugas/pekerjaan, meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus
mengalami kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut
terus berubah. Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan
ergonomi di tempat kerja, dalam prinsip itu terdapat 12 prinsip yaitu:8
1. Bekerja dalam posisi atau postur normal
2. Mengurangi beban berlebihan
3. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan
4. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh
5. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan
6. Minimalisasi gerakan statis
7. Minimalisasikan titik beban
8. Mencakup jarak ruang

C. Aplikasi Ergonomi
Aplikasi penerapan ergonomi sebagai berikut:7
1. Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan berdiri, posisi duduk dimana kaki

10
tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat
badan bertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2. Proses kerja, para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai dengan
posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran antropometrinya. Harus
dibedakan ukuran antropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja, display harus jelas terlihat pada waktu melakukan
aktifitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara internasional lebih
banyak digunakan dari pada kata-kata.
4. Mengangkat beban, bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni
dengan kepala, bahu, tangan, punggung dan lain sebagainya. Beban yang
terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot, dan
persendian akibat gerakan yang berlebihan.
a. Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan oleh ILO,
adalah
Tabel 2.4 Beban yang diangkat
Jenis kelamin Berat beban
Laki-laki dewasa 40 kg
Wanita dewasa 15-20 kg
Laki-laki (16-18) 15-20 kg
Wanita (16-18) 12-15 kg

b. Organisasi kerja
Pekerjaan harus diatur dengan berbagai cara :
1) Alat bantu mekanik
2) Frekuensi pergerakan diminimalisasi
3) Jarak mengangkat beban dikurangi
4) Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi.
5) Prinsip ergonomi yang relavan bisa diterapkan.

11
c. Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik dari
pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua prinsip:
1) Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
2) Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum
berat badan
Metode ini termasuk lima faktor dasar :
1) Posisi kaki yang benar
2) Punggung kuat dan kekar
3) Posisi lengan dekat dengan tubuh
4) Mengangkat dengan benar
5) Menggunakan berat badan
d. Supervisi medis
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur,
yaitu :
1) Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban

kerjanya.

2) Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan

pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan.

3) Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya

pada wanita muda dan yang sudah berumur.

D. Program Ergonomi

Program ergonomi adalah metode yang sistematis untuk mencegah,

mengevaluasi dan mengatur pekerjaan yang dihubungkan dengan

muskuloskeletal disorders (MSDs). Empat elemen dalam program ergonomi

12
yaitu:8,9

1. Analisis tempat kerja

Mengidentifikasi pekerjaan dan area kerja (work station) yang mungkin

mengandung bahaya MSDs, faktor risiko dan penyebab faktor risiko.

2. Pencegahan dan pengendalian bahaya

a. Pengendalian engineering : desain area kerja, worksurface, seating.

b. Pengendalian work practice : training metode kerja, rotasi kerja.

c. Alat pelindung diri

3. Manajemen kesehatan

Tujuan medical management :

a. Mempromosikan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja

b. Mengidentifikasi gejala-gejala yang terjadi

c. Menjamin evaluasi dan treatment yang tepat terhadap pekerja yang

cidera

d. Menjamin keamanan dan waktu untuk bekerja kembali bagi pekerja yang

cidera

e. Mengurangi kerugian langsung dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja

f. Mengurangi kerugian tidak langsung dari kecelakaan dan penyakit akibat

kerja dengan memelihara produktifitas

4. Pelatihan dan Pendidikan

Pelatihan dan pendidikan mengenai gejala, faktor risiko dan penyebab

potensial, dan bagaimana untuk melaporkan faktor risiko pada tim ergonomi

E. Ergonomic Risk Factor


Ergonomic risk factor adalah sebuah alat, karakteristik atau eksposur yang

13
dapat menyebabkan atau berkontribusi pada kerusakan muskuleskeletal.
Umumnya, dua atau lebih faktor risiko pada waktu yang bersamaan dapat
meningkatkan risiko kejadian. Penilaian pada ERA, sebagai berikut :8,9
1. Awkward posture
Awkward postures (postur kaku) mengacu pada posisi tubuh saat
melakukan aktivitas kerja yang menyimpang secara ignifikan dari posisi
netral.
2. Static and sustained work postures
Postur statis atau berkelanjutan mengacu pada minimal atau terbatas atau
tidak ada gerakan dimana tubuh berpegang pada posisi tertentu dalam
jangka waktu lama. Mempertahankan postur dapat menyebabkan kelelahan,
rasa sakit, dan cedera yang memberikan berbagai gangguan. Contohnya
berdiri dan duduk yang berkepanjangan. Lama berdiri mengacu pada setiap
aktivitas kerja yang melibatkan posisi berdiri untuk durasi lebih dari 2 jam.
Duduk lama mengacu pada setiap aktivitas kerja yang melibatkan posisi
duduk lebih dari 30 menit. Namun, durasinya subjektif, dan dapat bervariasi
tergantung pada penilaian orang yang terlatih.
3. Forcefull exertion
Pengerahan tenaga yang kuat melibatkan penggunaan kekuatan tingkat
tinggi saat mengangkut atau memindahkan beban, termasuk mengangkat,
menurunkan, mendorong, menarik, mengayun, dan memindahkan beban
menggunakan tangan atau melalui penerapan kekuatan tubuh. Pengerahan
tenaga juga bisa terjadi postur yang tidak aman yang menempatkan
kekuatan berlebihan pada sendi dan membebani otot dan tendon.
4. Repetitive motion
Gerakan yang berulang-ulang akan mengakibatkan gangguan pada sendi-
sendi yang sama. Pekerjaan dengan gerakan berulang biasanya melibatkan
faktor risiko lain seperti posisi dan kekuatan tubuh tetap.
5. Vibration
Vibration(getaran) meliputi getaran seluruh tubuh dan getaran tangan.
Getaran seluruh tubuh mengacu energi kinetik yang secara mekanik

14
ditransmisiskan melalui kursi atau kaki karyawan seperti mesin penggerak
atau kendaraan kerja lainnya, di atas permukaan yang keras dan tidak rata.
Getaran tangan mengacu pada eksposur tangan dan lengan ke energi kinetik
bergetar dan oerkusi tangan memegang alat-alat listrik.
6. Environmental risk factors
Faktor risiko lingkungan mengacu pada faktor stess di lingkungan yang
mempengaruhi kenyamanan, aktivitas, dan kesehatan manusia. Ini termasuk
lingkungan termal, pencahayaan, kebisingan, dan tekanan atmosfer ekstrim.

15

Anda mungkin juga menyukai