Bangunan yang terdapat di daerah irigasi, ada dua katagori yaitu Bangunan Utama dan
Bangunan Pelengkap.
Yang dimaksud bangunan utama adalah semua bangunan yang berguna sebagai sarana
dimana air untuk irigasi diambil.
1. Waduk
Dari sisi irigasi berfungsi untuk menyimpan air berlebih (musim hujan) untuk
dikeluarkan pada waktu diperlukan (musim kemarau). Jadi fungsi utama waduk
adalah pengatur debit.
2. Bangunan pengelak/Bendung
Bangunan ini melintang dipalung sungai, untuk menaikkan dan membelokkan air
sungai ke jaringan irigasi.Type bangunan ini ada dua
b. Bangunan Pengambilan
Pengambilan merupakan bangunan yang berupa pintu air. Air sungai
dibelokkan ke Jaringan Irigasi lewat pintu ini.
Salamun 3
Irigasi dan Bangunan Air – 2
c. Bangunan Pembilas
Pembilas pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan
pembilas ini guna mencegah masuknya bahan sedimen dasar ke jaringan
irigasi
d. Kantong Lumpur
Kantong lumpur berfungsi untuk pengendapan lumpur yang terbawa oleh air
sungai. Hal ini berguna apabila air sungai mengandung lumpur dengan
diameter d > 0,06 mm.
e. Pengaman Sungai
Pekerjaan pengaman sungai ini khusus di sekitar bendung guna menjaga
bendung tersebut dari penggerusan.
4. Station Pompa
Bangunan ini apabila pengambilan air sungai tidak mungkin membangun bendung,
maka untuk menaikan muka air sungai kejaringan irigasi digunakan pompa.
Station Pompa ini juga dapat digunakan apabila sumber air irigasi diambil dari air
tanah.
Di setiap areal perlu bangunan Pengatur aliran/debit untuk mendapatkan air yang
proporsional.
Fleksibilitas
Dalam perencanaan bangunan pengatur aliran (bagi, sadap, boks tersier, boks
kuarter) harus mempertimbangkan Fleksibilitas.
Fluktuasi, yaitu perbandingan antara besarnya perubahan debit satu bukaan dengan
besarnya perubahan debit bukaan lainnya.
Salamun 4
Irigasi dan Bangunan Air – 2
dQ1
Q
F 1
dQ2
Q2
dimana
F = Fleksibilitas
Q1 = Debit yang lewat bukaan 1
Q2 = Debit yang lewat bukaan 2
a. Bangunan Bagi
Salamun 5
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Ke saluran sekunder
Ke saluran Sekunder
b. Bangunan Sadap.
Bangunan mengatur aliran dari saluran sekunder ke saluran tersier.
Sawah A < 10 Ha
Pipa pralon 10 cm
Bangunan ini mengatur aliran dari saluran induk maupun sekunder ke areal
irigasi yang akan diairi luasnya kurang dari 10 Ha. Hal ini hampir sama dengan
Bangunan Bagi Sadap, namun lokasi bangunan ini di saluran, baik di saluran
induk maupun sekunder.
Setiap bangunan bagi, sadap, box tertier maupun box kuarter seharusnya dilengkapi
dengan bangunan ukur debit. Hal ini agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif
Dalam perencanaan bangunan ukur debit harus mempertimbangkan :
- Kecocokkan bangunan untuk mengukur debit
- Ketelitian pengukuran di lapangan
- Kokoh, sederhana dan teliti
- Exploitasi dan pembacaan papan duga/mistar ukur mudah
- Pemeliharaan sederhana dan murah
- Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima petani
a. Ambang lebar
Ambang Lebar merupakan alat ukur yang memerlukan alat pengatur, alat
pengatur ini berupa pintu sorong. Sebetulnya pintu sorong juga dapat digunakan
sebagai alat ukur, namun bukaan pintu ini dibawah sehingga sering tertutup oleh
sampah atau kotoran sehingga menjadi tidak akurat ukurannya. Bila alat terpaksa
dipakai sebagai alat ukur karena ssuatu maka formulanya sebagai berikut;
Q=BH 2 gz
Dimana
Q = Debit (m3/dt)
= Koefisien debit
H = Tinggi bukaan pintu (m)
g = Gravitasi bumi
B = Lebar alat ukur (m)
Z = Beda tinggi air hulu dan hilir pintu (m)
Jika digunakan ambang lebar, maka pintu sorong tersebut digunakan sebagai
pengatur bukaan Pintu
saja. Alat ukur ambang lebar ini sangat baik untuk mengukur
Sorong
debit dan dianjurkan untuk dipakai karena Mistar
konstruksinya
Ukur kokoh dan mudah
dibuat.
Salamun h1 7
p
L
> H1 2 - 3H1
Irigasi dan Bangunan Air – 2
b. Pintu Romijn
Romijn sama dengan ambang lebar, perbedaannya hanya pada meja ambang
yang dapat digerakkan naik turun. Kegunaan meja ini untuk mengatur debit.
Salamun 8
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Dimana
Q = Debit yang lewat pintu
Cd = Koefisien debit
Cv = Koefisien kecepatan datang
.g = Percepatan gravitasi
.b = Lebar pintu
.h = Tinggi air diatas meja Romijn
1,20
Koefisien Kecepatan Cv
1,15
1,10
1,05
Q = 1,71 B.h3/2
Dimana
Q = Debit yang lewat pintu
B = Lebar pintu
h = Tinggi air diatas Ambang
c. Cipoletty
Salamun 9
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Alat ukur ini sangat baik apabila digunakan di daerah pegunungan. Hal ini
dikarenakan membutuhkan peluapan yang sempurna.
B > 3h L > 2h
>3 H
.h<60 Cm
.t < 0,1 h > 5 cm
Lubang penguras
.p >3h
Perencanaan Hidrolis
Q = 1,86 B . h3/2
Dimana
Q = Debit yang lewat pintu
B = Lebar pintu
h = Tinggi air di atas pisau Cipoletty
a. Skotbalk
Salamun 10
Irigasi dan Bangunan Air – 2
1,30
1,20
Koefisien debit Cd
1,10
1,00
L
0,90 H1 b
h1
h1
0 0.5 1.0 2.0 2.5 3.0
p
Jika h1/(h1+p)<3,5
Perencanaan
H1 h1 hidrolis
b. Gorong-gorong
Bangunan ini melintas dibawah bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat
aliran nya bebas dan bertekanan (pressure flow). Untuk aliran bebas hidroliknya
seperti pada saluran.
Hf1 Hf2 Hf3
Salamun 11
L
Irigasi dan Bangunan Air – 2
V2 L.V 2 V2
Hf = Hf1 + Hf2 + Hf3 = 0,5 + f +
2g 2 g .d 2g
Hf
V 2g
L
1,5 f .
d
Q=AxV
Hf = Beda tinggi (m)
V = Kecepatan aliran dalam gororng-gorong (m/dt)
A = Luas penampang gorong-gorong (m2)
Q = Debit yang lewat gorong-gorong (m3/dt)
f = Kekasaran dinding gorong-gorong
c. Talang
Bangunan ini melintas diatas bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat
aliran nya bebas. Sistem hidraulikanya sama dengan aliran dalam saluran.
Salamun 12
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Bangunan ini melintas dibawah bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat
alirannya tertekan. Perencanaan hidrolis bangunan syphon ini harus
mempertimbangkan kecepatan aliran, kehilangan pada peralihan masuk,
kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku syphon serta
kehilangan pada peralihan keluar.
Perencanaan Hidrolis
Salamun 13
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Misal tebal jeruji s = 10 mm dan jarak jeruji kisi-kisi b =100 mm dan sudut
kemiringan dengan bidang horizontal = 750 serta bentuk jeruji bulat
=1,8. kecepatan dalam syphon V = 2 m/dtk maka
L 1 =19,40 m L3 = 22,25 m
L2 = 17,40 m
Kehilangan energy akibat gesekan dapat dipakai rumus aliran dalam pipa,
V 2L
Hf
K 2R4/3
dimana
Hf = Kehilangan energy akibat gesekan, m
V = Kecepatan aliran dalam syphon , m/dtk
L = Panjang syphon, m
K = Koefisien kekasaran Stirckler, m1/2.dtk
R = Jari-jari hidraulik, m
Salamun 14
Irigasi dan Bangunan Air – 2
0,25 H
H=B
dimana
Hf = Kehilangan energy akibat gesekan, m
V = Kecepatan aliran dalam syphon, m/dtk
Kb = Koefisien akibat belokan.
g = Gravitasi bumi, m2/dtk
Untuk talang seperti gambar belokan pertama sudutnya 16,500 ; kedua 150.
Dari daftar belokan untuk sudut 16,500 Kb = 0,042 ; sudut 150 Kb = 0,04.
22
Hf (0,042 0,04). 0,017 m
2 x9,81
dimana
Va = Kecepatan didalam syphon
V2 = Kecepatan setelah syphon
V1 = Kecepatan sebelum masuk syphon
masuk = 0,20;
keluar = 0,40
e. Jembatan
Bangunan ini melintang diatas saluran/sungai yang berfungsi untuk sarana transportasi.
Perencanaan Jembatan sesuai dengan peraturan Bina marga mengenai klas jembatannya.
Perencanaan hidrolis seperti saluran kecuali kalau abutmen mempersempit saluran.
e. Bangunan Terjun
Bangunan terjun atau got miring diperlukan apabila kemiringan tanah lebih curam
daripada kemiringan maksimum saluran. Bangunan ini ada 4 bagian yang perlu mendapat
perhatian antara lain:
1. Bagian pengontrol
Bagian pengontrol ini merupakan bagian pertama yaitu untuk mengontrol aliran diatas
ambang. Hubungan tinggi energi yang memakai ambang sebagai acuan.
Salamun 16
Irigasi dan Bangunan Air – 2
H1
penurunan grs energi
h1 tirai luapan
.y1
.p
Z
Hd Yd .y2
Lp Lj
Panjang kolam LB
H1=tinggi energi
Perencanaan Hidrolis
Salamun 17
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Z = (H + Hd) - H1
Hd = 1,67 H1
Vu = 2 gz ; Yu = q/vu
vu
Fr
gy u
Dimana
H1 = Tinggi energi dimuka ambang
H = Perubahan tinggi energi pada bangunan
Hd = Tinggi energi dihilir pada kolam olak
q = Debit persatuan lebar ambang
n = Tinggi ambang pada ujung kolam olak.
2. Terjun Miring
Terjun miring apabila tinggi terjun > 1,50 m. Hal ini untuk menghilangkan
pemisahan aliran pada sudut miring.
H1 Yc
Loncat air H
Hu
Z
H2 Y2
Yu n
g. Got Miring
Bangunan ini untuk mengatasi perbedaan elevasi seperti pada terjun namun panjang
salurannya cukup panjang. Permasalahan yang timbul adalah aliran dalam got miring
adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin dan berangsur agar tidak terjadi
gelombang.
Perencanaan hidrolis
Salamun 18
Irigasi dan Bangunan Air – 2
L
peralihan masuk
Dimana
V
Fr
(1 K ) g .d .Cot
Salamun 19
Irigasi dan Bangunan Air – 2
USBR membatasi harga K < 0,50 hal ini untuk menjamin tekanan positif pada
lantai tetap ada.
Bagian masuk ini dapat dianggap mercu ambang lebar sehingga rumus ambang lebar
dapat dipakai pada bagian masuk ini.
Bagian normal
Bagian ini diperoleh aliran yang seragam. Namun karena adanya penyerapan udara.
Formula pada saluran tidak dapat dipakai disini.
V = kt Rb2/3 sin1/2
Q = n.hb2 kt Rb2/3 sin1/2
Dimana
n = b/hb = Perbandingan kedalaman dan lebar
Rb = Fb/Ob = Jari-jari hidraulik total
Fb = n.hb2 = Luas penampang basah total
Ob = (n+2).hb = Keliling basah total
Ko = Koefisien kekasaran Strickler
kt = k0(1-sin) = Koefisien yang telah disesuaikan
Salamun 20
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Tinggi maksimum got miring ditentukan dari tinggi air (ho) ditambah tinggi jagaan
atau 0,4 kali kedalaman kritis ditambah tinggi jagaan, dipilih dimana yang lebih
besar.
Bila kecepatan aliran di got miring > 9 m/dtk kemungkinan terjadi penambahan
volume air akibat adanya penghisapan udara.
Bila got miring panjangnya lebih 30 meter kemungkinan bahaya ketidak stabilan
aliran akan timbul, sering disebut dengan aliran getar (slug/pulsating). Maka harus
dicek dengan cara menghitung bilangan “Vedernikov” ( V ) dan “Montouri” (M)
sbb;
2bv v2
V M
3P gdCos gILCos
dimana
Bilangan Verdenikiv (V)
V = Bilangan Vedernikov
M = Bilangan Montouri
.b = Lebar dasar potongan got miring (m)]
.v = Kecepatan di got miring (m/dtk)
P = Keliling basah got miring (m)
.d = Kedalaman air rata-rata di got miring (m)
I = Kemiringan rata-rata, gradien energy = tan
Daerah dengan aliran getar
L = Panjang got miring (m)
0.2
0.1
0 0 0.1 0.2
Kemiringan x0.3tan 0.4
Daerah
Gambardengan aliran
2.16. Faktor getar
bentuk
Bagian peralihan
Salamun 22
Irigasi dan Bangunan Air – 2
dimana
v1 = Kecepatan aliran di bagian pemasukkan
v2 = Kecepatan aliran di bagian got miring
m = 0,80 – 0,90
Panjang Bagian peralihan L = H/I
Yang terpenting disini adalah peredam gelombang yang dapat dihitung dengan rumus
Q .F 2 gz
Didalam kolam olak ini ditentukan dengan besarnya nilai bilangan Froude :
1. Bila Fr < 1,7 tidak diperlukan kolam olak
2. Bila 1,7 < Fr < 2,5 kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif.
3. Bila 2,5 < Fr < 4,5 ini menyebabkan beberapa kondisi baik loncatan air
dsb. Kalau dapat Fr dikurangi dengan merubah geometrinya. Kalau
tidak dapat diubah memakai type USBR IV.
Dasar saluran
Kolam II
Kolam I
Kolam II
Salamun 23
Saluran setelah got
Kolam I miring
Irigasi dan Bangunan Air – 2
h. Pelimpah Samping
Bangunan ini terletak ditanggul saluran untuk mengurangi debit/elevasi air akibat adanya
debit pembuang yang masuk ke saluran di sebelah hulunya. Sering disebut dengan
bangunan lindung karena untuk melindungi saluran dan bangunan dari debit yang
berlebihan. Sebetulnya bangunan lindung ini ada 4 macam al:
1. Saluran Pelimpah
2. Syphon Pelimpah
3. Pintu Otomatis
4. Cross drain
Bangunan tersebut berguna untuk membuang kelebihan air yang terjadi akibat adanya
debit yang masuk ke saluran selain debit kebutuhan Irigasi, seperti pembuangan air
berlebih dari sawah diatasnya atau lahan lainnya.
Debit yang dijinkan untuk dimensi saluran setelah pelimpah sebesar 120% debit rencana.
Sehingga kapasitas bangunan pelimpah ini harus memenuhi elevasi dari mercu pelimpah,
dimana mercu ini sanggup melimpahkan air kelebihan tersebut.
Sifat aliran yang lewat pelimpah samping ini tidak seragam yaitu “Gradually varied flow”
atau aliran tetap berubah beraturan. Tergantung dari debit yang lewat diatas mercu.
Salamun 24
d1
h1 d2
C Ic>Ikr
Irigasi dan Bangunan Air – 2
a)
b) d1 h2
h1 C Ic < Ikr
c) h2
h1
C Ic < Ikr
d) h1
h2
C Ic < Ikr
Dimana;
Ic = Kemiringan dasar saluran
Ikr = Kemiringan kritis
C = Tinggi mercu pelimpah
.h1 = Tinggi air dekat ujung hulu pelimpah
.h2 = Tinggi air dekat ujung hilir pelimpah
.d1 = Kedalaman air diatas mercu hulu
.d2 = Kedalaman air diatas mercu hilir
Methode Perhitungan
Salamun 25
Irigasi dan Bangunan Air – 2
a. Methode Analitis
Garis energy
V 2
2g
V2
H 2g
Ho
.ho
.h .hx
C
O
Potongan memanjang X
Potongan melintang
.h
C
Vo 2
1. Tinggi energy saluran sebelah hilir pelimpah Ho h
2
2g
2. Jarak X dari ujung pelimpah tinggi energy juga Ho
Vx 2
Hx h 2 Qx =Q0 + qx
2g
Qx
2 Qx = debit lewat pelimpah sepanjang x
Hx h 2
2 gX
b. Methode Grafis
Salamun 26
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Dimana
H = Tinggi energi diujung pelimpah
A = Luas potongan penampang basah saluran dengan kedalaman air h
.h Qo
Q2
Q1
.q
.h0
H .h2 .hc C
.h1
Contoh Perhitungan ;
Data-data saluran
Ruas K mKi m Ka Lbar Tnggi K bsh Kmrgn Pn Bsh Kec Debit Db renc
b h p I A v Q Qr
Saluran (Q100) 35 0 0,50 1,00 0,490 2,038 0,0057 0,551 1,105 0,609 0,598
Saluran (QT) 35 0 0,50 1,00 0,640 2,356 0,0057 0,720 1,224 0,881 0,850
Salamun 27
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Saluran (Q1.2) 35 0 0.50 1,00 0,560 2,186 0,0057 0,630 1,153 0,726 0,718
Debit Drainase/Pembuang
Debit Drain Qsal 1,2 Qren hren ho Tgg mercu
0,500 0,609 0,731 0,560 0,640 0,560
Perhitungan pelimpah
Delta X Qo Ho ho ho-c qx Qo+qx Px Ax Vx hx delta X
2 0,609 0,716 0,640 0,080 0,076 0,685 2,712 0,742 1,114 0,669 2
2 0,685 0,716 0,669 0,109 0,122 0,807 3,016 0,781 1,074 0,664 2
2 0,807 0,716 0,664 0,104 0,112 0,920 3,297 0,774 1,006 0,656 2
2 0,920 0,716 0,656 0,096 0,100 1,019 3,546 0,763 0,949 0,648 2
1 1,019 0,716 0,648 0,088 0,044 1,064 3,656 0,753 0,922 0,644 1
0,5 0,920 0,716 0,656 0,096 0,025 0,945 3,359 0,763 0,984 0,653 0,5
0,3 0,945 0,716 0,653 0,093 0,014 0,959 3,395 0,760 0,974 0,652 0,3
0,2 0,959 0,716 0,652 0,092 0,009 0,968 3,418 0,758 0,968 0,651 0,2
Jumlah 0,503 >0,50 OK 10.00
Lebar pelimpah 10 m dengan tinggi mercu 0,560 m, debit yang dapat dilimpahkan
0,503 m3/dt > 0,50 m3/dt OK
Aliran dinamakan subkritis apabila nilai bilangan Froude kurang dari 1 (Fr<1). Pada
umumnya aliran pada bangunan ini dibuat lebih cepat daripada sebelah hulu dan sebelah
hilir dari bangunan.
Untuk menghindari terjadinya gelombang tegak lurus permukaan air dan mencegah agar
aliran tidak menjadi kritis, disarankan bilangan Froude untuk aliran yang dipercepat tidak
boleh lebih dari 0,50.
Salamun 28
Irigasi dan Bangunan Air – 2
VA
Fr 0,50
g. A
B
Dengan : VA = Kecepatan rerata di bangunan
A = Luas penampang aliran
B = Lebar permukaan
Telah dijelaskan didepan bila diameter sedimen > 0,60 mm, maka sebelum masuk saluran
irigasi perlu dibuatkan saluran pengendap.
A V
w
V
w H H
Lumpur
L B
Partikel yang masuk ke kantong lumpur pada titik A, dengan kecepatan endap partikel (W)
dan kecepatan air (V) harus mencapai dasar pada titik C. Ini berarti bahwa partikel
tersebut mencapai dasar (kedalaman H) selama waktu (H/W), akan berjalan (berpindah)
secara horisontal sepanjang L selama (L/V).
Jadi H/W = L/V dengan V = Q/HB.
Dimana
Salamun 29
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Sebaiknya dimensi kantong lumpur memnuhi kaidah L > 8 x B, hal ini untuk menghindari
aliran agar tidak “meander” di dalam kantong disamping untuk memudahkan pengurasan.
Bila kaidah ini tidak terpenuhi akibat kondisi topografi dapat dibuat dengan dinding
pemisah (devider wall) sehingga kaidah L dan B terpenuhi.
Volume kantong lumpur ditentukan dari lama waktu pengurasan, dan kandungan
lumpur yang terbawa oleh air 0,05%, maka;
V = 0,0005 Qn T
Dimana
V = Volume kantong lumpur.
Qn = Debit kebutuhan.
T = Jangka pengurasan.
Jika debit rencana kebutuhan air irigasi Qn = 10,90 m3/dtk, pengurasan seminggu
sekali maka volume kantong lumpur dapat dihitung sbb;
V = 0,0005 x 10,90 x 7 x 24 x 3600 = 3290 m3
Dengan diketahui partikel yang terbawa oleh air sungai ke saluran dan waktu
pengurasan, dapat ditentukan besar volume kantong lumpur.
Qn
L.B
W
dimana
L = Panjang kantong lumpur.
B = Lebar rerata kantong lumpur.
Qn = Kebutuhan air rencana.
Salamun 30
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Di Indonesia suhu air 20o C dan diameter lumpur 0,007 m, kecepatan endap W=
0,04 m/dt. Panjang kantong minimum 8 kali lebar (L > 8 x B).
Qn
L.B = 10,90/0,04 = 2725 m2
W
Ambil B = 18,50 m maka L = 2725/18,50 = 147,30 m (minimum)
Salamun 31
Irigasi dan Bangunan Air – 2
An 27,75
Dengan B rerata 18,50 m, maka hn B 18,50 1,47 m
hn =1,47m
1:2
.hs = 0,56 m
15,56 m
18,50 m
Sebenarnya In ini kurang tepat untuk seluruh penampang kantong lumpur luasnya
akan bertambah ke arah hilir. Namun perbedaan elevasi sangat kecil maka boleh
diabaikan.
Dari KP – 02 disarankan
Untuk sedimen pasir halus Vs = 1,00 m/dt
Untuk sedimen pasir kasar Vs = 1,50 m/dt
Untuk sedimen pasir kasar dan kerikil Vs = 2,00 m/dt
Debit penguras diambil Qs = 1,2 x Qn = 1,2 x 10,90 = 13,10 m3/dtk
Qs 13,10
As 8,75 m2
Vs 1,50
Salamun 32
Irigasi dan Bangunan Air – 2
As 87,75
Rs 0,52 m
Os 15,56 2 x 0,56
Cek bilangan Froude agar pembilasan dapat berjalan dengan baik maka Fr<1
atau aliran sub kritis
Vs 1,50
Fr 0,64 1 ok
gd 9,8 x 0,56
In = 0,00006
Is = 0,0336 0,50 m
0,78 m
L = 240 m
Gambar 2.28. Sket Panjang kantong lumpur
Salamun 33
Irigasi dan Bangunan Air – 2
Untuk menjamin terjaminnya pengurasan dan agar air sungai tidak masuk ke kantong
lumpur menurut KP – 02 disyaratkan elevasi dasar saluran pembilas di pertemuan
dengan sungai harus lebih tinggi dari elevasi air banjir sungai dengan debit rencana
lima tahunan (Q5)
H untuk Q5
Salamun 34