Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“INTERAKSI OBAT”
Untuk Memenuhi Tugas Kapita Selekta Farmakologi

Kelompok I

1. Dani Ramdhani (24041215259)

2. Muhamad Zainuri (24041215268)

3. Ujang Rahmat Mulyana (24041215282)

4. Wahyu Abdillah (24041215283)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Kapita Selekta
Farmakologi tentang “INTERAKSI OBAT”. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada
bapak Doni Anshar Nuari M. Farm., Apt. selaku dosen mata kuliah Kapita Selekta
Farmakologi karena dengan adanya tugas ini dapat menambah wawasan kami.
Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita
Selekta Farmakologi. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan
makalah ini dengan memberikan gambaran secara deskriptif agar mudah di pahami.

Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari pada itu penyusun memohon saran dan arahan yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan makalah ini di masa akan datang dan penyusun berharap makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Garut, Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................

Daftar Isi ...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................

1.2 Tujuan ..........................................................................................................

1.3 Rumusan Masalah .......................................................................................

BAB II ISI

2.1 Pengertian .....................................................................................................


2.2 Definisi Antagonisme ..................................................................................
2.3 Jenis Antagonis ............................................................................................
2.4 Mekanisme Antagonis Kompetitif Dan Non-Kompetitif ............................
2.5 Contoh Peristiwa Antagonis ........................................................................
2.6 Sinergisme....................................................................................................
2.7 Mekanisme Sinergisme ...............................................................................
2.8 Contoh Peristiwa Sinergisme .......................................................................
2.9 Interaksi Obat Dan Reseptor ........................................................................
2.10 Hubungan Dosis Dengan Reseptor .............................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................

3.1 Saran .............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam arti luas, obat ialah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup,
maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. Namun untuk tenaga
medis, ilmu ini dibatasi tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud
pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu agar mengerti bahwa
penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. Farmakologi mencakup
pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat kimia dan fisik, komposisi, efek fisiologi dan
biokimia, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi, ekskresi dan penggunaan
obat. Seiring berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah
berkembang menjadi ilmu tersendiri (Setiawati dkk,1995)
Cabang farmakologi diantaranya farmakognosi ialah cabang ilmu farmakologi yang
mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat, farmasi
ialah ilmu yang mempelajari cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan
menyediakan obat. farmakologi klinik ialah cabang farmakologi yang mempelajari efek
obat pada manusia. farmakoterapi cabang ilmu yang berhubungan dengan penggunaan
obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, toksikologi ialah ilmu yang mempelajari
keracunan zat kimia, termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, pestisida
dan lain-lain serta farmakokinetik ialah aspek farmakologi yang mencakup nasib obat
dalam tubuh yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya dan farmakodinamik
yang mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia berbagai oran tubuh serta
mekanisme kerjanya. Pada penulisan makalah ini akan di bahas tentang aspek farmakologi
yaitu farmakodinamik
1.2 Tujuan
1. Untuk memahami definisi dari jenis antagonisme serta dapat memberikan contoh
peristiwa antagonisme.
2. Untuk mengetahui mekanisme antagonis kompetitif dan non kompetitif.
3. Untuk mengetahui tentang sinergisme beserta mekanisme dalam sinergisme dan dapat
memberikan contoh peristiwa yang berhubungan dengan sinergisme.
4. Untuk mengetahui interaksi obat dan reseptor obat.
5. Untuk mengetahui hubungan obat dan respon obat.

1.3 Rumusan masalah


1. Apa definisi dari jenis antagonisme serta dapat memberikan contoh peristiwa
antagonisme ?
2. Bagaimana mekanisme antagonis kompetitif dan non kompetitif ?
3. Apa definisi dari sinergisme dan bagaimana mekanisme dalam sinergisme serta dapat
memberikan contoh peristiwa yang berhubungan dengan sinergisme?
4. Bagaimana interaksi obat dan reseptor obat ?
5. Bagaimana hubungan obat dengan respon obat ?
BAB II

TINJAUAN

2.1 PENGERTIAN

Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan,
atau dengan obat lain. Dalam hal ini pembahasan akan kami batasi hanya pada interaksi
antar obat.

Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan ataupun merugikan.


Pengobatan dengan beberapa obat sekaligus (polifarmasi) memudahkan terjadinya
interaksi obat dan dapat terjadi interaksi yang merugikan. Dari suatu survei yang
dilakukan pada tahun 1977 didapati kesimpulan bahwasanya peningkatan insidensi efek
samping diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat akibat banyaknya jenis ataupun
jumlah obat yang diberikan secara bersamaan.

Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika mengakibatkan peningkatan


toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi, terutama jika
menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit. Demikian juga interaksi yang
menyangkut obat-obatan yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu
lebih penting daripada obat yang jarang dipakai.

Insidensi interaksi obat yang dianggap penting secara klinis sukar diperkirakan oleh
sebab :

1. Dokumentasinya yang masih sangat kurang,

2. Seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan dari para dokter
akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, dan

3. Kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual, penyakit


tertentu, dan faktor – faktor lain.
Secara garis besar, mekanisme interaksi obat dapat dibedakan atas 3 mekanisme,
yaitu interaksi farmaseutik / inkompatibilitas, interaksi farmakokinetik dan interaksi
farmakodinamik.

2.2 DEFINISI ANTAGONISME


Antagonisme adalah suatu keadaan ketika efek dari sutau obat menjadi berkurang
atau hilang sama sekali yang disebabkan oleh keberadaan satu obat lainnya.

2.3 JENIS ANTAGONISME


Antagonisme Farmakodinamik, terdirir dari 2 jenis antagonisme :
1. Antagonisme fisiologik
Terjadi pada organ yang sama, tetai ada system reseptor yang berlainan.
Missal : efek bronkokonstriksi histamine dapat dilawan dengan adrenalin yang
bekerja pada adrenoreseptor beta

2. Antagonisme pada reseptor


Terjadi melalui sistem reseptor yang sama. Antagonis mengikat reseptor di
tempat ikatan agonis sehingga terjadi antagonisme antara agonis dengan
antagonisnya. Misalnya, efek histamin yang dilepaskan dalam reaksi alergi dapat
dicegah dengan pemberian antihistamin yang menduduki reseptor yang sama.

2.4 MEKANISME ANTAGONIS KOMPETITIF DAN NON-KOMPETITIF


1. Mekanisme Antagonis Kompetitif
Dalam hal ini, antagonis mengikat reseptor ditempat ikatan agonis (receptor site
atau active site) secara reversible sehingga dapat digeser oleh agonis kadar tinggi.
Dengan demikian hambatan efek agonis dapat diatasi dengan meningkatkan kadar
agonis sampai akhirnya dicapai efek maksimal yang sama. Jadi, diperlukan kadar
agonis yang lebih tinggi untuk memperoleh efek yang sama. Ini berarti afinitas agonis
terhadap reseptornya menurun. Contoh antagonis kompetitif adalah β˗bloker dan
antihistamin.
Kadang-kadang suatu antagonis mengikat reseptor di tempat lain dari reseptor
site agonis dan menyebabkan perubahan konformasi reseptor sedemikian sehingga
afinitas terhadap agonisnya menurun. Jika penurunan afinitas agonis ini dapat diatasi
dengan meningkatkan dosis agonis, maka keadaan ini tidak disebut antagonisme
kompetitif, tetapi disebut kooperativitas negatif.

2. Antagonis Non-Kompetatif
Antagonis ini adalah suatu keadaan ketika obat antagonis memblokade suatu
tempat tertentu dari rangkaian kejadian yang diperlukan untuk menghasilkan respon
suatu agonis. (Departemen Farmakologi, 2008)
Hambatan efek agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai akan berkurang,
tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.

2.5 CONTOH PERISTIWA ANTAGONISME


Menurut mekanisme terjadinya, antagonisme dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Antagonisme Kimiawi
Antagonisme yang terjadi pada 2 senyawa yang mengalami reaksi kimia pada suatu
larutan atau media sehingga mengakibatkan efek obat berkurang.
Contoh : tetrasiklin mengikat secara kelat logam-logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg,
Al) → efek obat berkurang.

b. Antagonisme Farmakokinetik
Antagonisme ini terjadi jika suatu senyawa secara efektif menurunkan konsentrasi
obat dalam bentuk aktifnya pada sisi aktif reseptor.
Contoh : fenobarbital → induksi enzim metabolisme warfarin → konsentrasi warfarin
berkurang → efek berkurang.

c. Antagonisme Non-Kompetitif
Agonis dan antagonis berikatan ada waktu yang bersamaan, pada daerah selain
reseptor.
Contoh: aksi papaverin terhada histamine ada reseptor histamine-1 otot polos trakea.
2.6 SINERGISME
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme antara dua
obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang sama dengan efek farmakologi
yang sama. Semua obat yang mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat-
sebagai contoh, etanol, antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam,
estazolam, bromazepam, alprazolam), fenotiazin (klorpromazina, tioridazina, flufenazina,
perfenazina, proklorperazina, trifluoperazina), metildopa, klonidina dapat meningkatkan
efek sedasi.

2.7 MEKANISME SINERGISME


2.7.1 Sinergisme pada tempat yang sama

Interaksi dimana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang sama saling
memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang merugikan dengan mekanisme
ini tetapi banyak pula interaksi yang menguntungkan secara terapetik.

2.7.2 Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.

Obat-obat dengan efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun tempat kerja
ata reseptornya berlainan, kalau diberikan bersamaan akan memberikan efek yang
saling memperkuat.

2.8 CONTOH PERISTIWA SINERGISME


2.8.1 Contoh sinergisme pada tempat yang sama
 Efek obat pelemas otot depolarisasi akan diperkuat/diperberat oleh antibiotika
aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja pada tempat yang
sama yakni pada motor end plate otot seran lintang.
 Kombinasi obat β-blocker dan Ca2+-channel blocker seperti verapamil dapat
menyebabkan aritmia/asistole. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot
jantung yang sama.
2.8.2 Contoh sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir
sama
 Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat,
 Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf pusat,
misalnya depresi susunan saraf pusat.
 Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida
 Kombinasi beberapa obat antihipertensi

2.9 INTERAKSI OBAT DAN RESEPTOR


Obat harus berintekasi dengan target aksi obat (salah satunya adalah reseptor) untuk
dapat menimbulkan efek. Interaksi obat dan reseptor dapat membentuk komplek obat-
reseptor yang merangsang timbulnya respon biologis, baik respon antagonis maupun
agonis. Mekanisme timbulnya respon biologis dapat dijelaskan dengan teori interaksi
obat-reseptor. Ada beberapa teori interaksi obat-reseptor, antara lain:

1. Teori Klasik
Ehrlich (1907) memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep sederhana tentang
interaksi antara obat-reseptor, dimana obat tidak akan dapat menimbulkan efek tanpa
mengikat reseptor. Interaksi yang terjadi antara struktur dalam tubuh (sisi reseptor)
dengan molekul asing yang sesuai (obat) yang saling mengisi akan menimbulkan suatu
respon biologis.

2. Teori Pendudukan
Dikemukakan oleh Clark pada tahun 1926. Teori ini memperkirakan satu molekul obat
akan menempati satu sisi reseptor. Obat harus diberikan dalam jumlah 5 berlebih agar
tetap efektif selama proses pembentukan kompleks. Besar efek biologis yang terjadi
sesuai dengan jumlah reseptor spesifik yang diduduki molekul obat yang juga sebanding
dengan banyak kompleks obat-reseptor yang terbentuk. Setiap struktur molekul obat
harus mengandung bagian yang secara bebas dapat menunjang afinitas interaksi obat
dengan reseptor dan mempunyai efisiensi untuk menimbulkan respon biologis akibat
kompleks obat – resptor. Jadi respon biologis merupakan fungsi dari jumlah kompleks
obat-reseptor. Respon biologis yang terjadi dapat merupakan rangsangan aktivitas (efek
agonis) dan pengurangan aktivitas (efek antagonis)
3. Teori Kecepatan
Croxatto dan Huidobro (1956), memberikan postulat bahwa obat hanya efisien pada saat
berinteraksi dengan reseptor. Kemudian teori ini dijelaskan oleh Paton (1961) yang
mengemukakan bahwa efek biologis setara dengan kecepatan ikatan obat-reseptor dan
bukan dari jumlah reseptor yang diduduki oleh obat. Pada teori ini, tipe kerja obat
ditentukan oleh kecepatan penggabungan (asosiasi) dan peruraian (disosiasi) komplek
obat-reseptor dan bukan dari pembentukan komplek obat-reseptor yang stabil. Senyawa
dikatakan agonis jika kecepatan asosiasi (sifat mengikat reseptor) dan disosiasi besar.
Senyawa dikatakan antagonis jika kecepatan asosiasi sangat besar sedangkan disosiasinya
kecil. Dan senyawa agonis parsial adalah jika kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak
maksimal

2.10 HUBUNGAN DOSIS-RESPON

Menggambarkan suatu distribusi frekuensi individu yang memberikan respons


pada rentang dosis tertentu. Dosis berbanding lurus dengan respon obat, Respon
berhenti pada konsentrasi tertentu .
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Antagonisme merupakan respon obat yang tidak menimbulkan efek, dikarenakan
adanya obat lain yang dapat menghilangkan zat aktif dari obat tersebut. Namun
ada beberapa obat yang dapat bekerja pada tempat yang sakit atau efek yang
diinginkan dengan cara mengurangi kadar obat yang satunya. Contohnya yaitu
pemberian obat Na-bikarbonat untuk alkalinisasi urine pada keracunan
fenobarbital
2. Sinergisme merupakan obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang
sama dengan efek farmakologi yang sama. Contohnya benzodiazepin (diazepam,
lorazepam, prazepam, estazolam, bromazepam, alprazolam).

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Setiawati dkk. Pengantar Farmakologi dalam Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta.
Gaya Baru:1995

Staf Pengajar Departemen Farmakologi, 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Fakultas


Kedokteran Universitas Brawijaya Ed. II. Jakarta : EGC, 2008

Anda mungkin juga menyukai