Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dengue adalah infeksi yang ditularkan oleh nyamuk dimana dalam

dekade terakhir menjadi masalah kesehatan publik secara internasional.

Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub-tropik di seluruh dunia.

Menurut data WHO (2014) Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue

(DBD) di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta

kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus ditahun 2010. Pada tahun

2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana

37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat

global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi

1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009. 1

Diperkirakan untuk Asia Tenggara (ASEAN) terdapat 100 juta kasus

demam dengue (DD) dan 500.000 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang

memerlukan perawatan dirumah sakit, dan 90% penderitanya anak-anak usia

kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit demam berdarah

dengue (DBD) mencapai 5% dengan perkiraan 25.000 kematian setiap

tahunnya.2

Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di

Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita

1
DBD dengan jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang

mengalami DBD di Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan

usia 15-44 tahun mencapai 33,25%.3

Incidence rate DBD provinsi Bali pada tahun 2015 yaitu, 208,7 per

100.000 penduduk.4 sedangkan di Kabupaten K lungkung Angka insiden

penyakit DBD selama kurun waktu 3 tahun ( 2010 – 2012) mengalami

kecendrungan adanya penurunan, namun tahun 2013 terjadi peningkatan

dimana angka insiden penyakit DBD sebesar 142,63 per 100.000 penduduk

dan menurun lagi menjadi 177,9 per 100.000 di tahun 2014. Angka

kematian/case fatality rate (CFR) DBD sebesar 0 %. 5

1.2. Tujuan Penulisan

1. Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang

demam berdarah dengue pada anak.

2. Memenuhi sebagai syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi Dokter

di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Klungkung Bali

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue tipe 1-

4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai gejala

perdarahan dengan atau tanpa syok; disertai pemeriksaan laboratorium

menunjukkan trombo-sitopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan

peningkatan hematokrit 20% atau lebih, dari harga normal.6

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus dengue tipe I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh

nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya

semakin meningkat dan penyebarannya semakin meluas. Penyakit DBD

merupakan penyakit menular terutama menyerang anak-anak. 7

2.2. Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi

virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue

ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk

Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat

juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di

3
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation

period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan

berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada

telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus

tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh

nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya

(infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari

(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari

manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia

yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari

setelah demam timbul.8

2.3. Epidemiologi

Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, seperti

yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda.

Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai

penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga

sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang

terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri

otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara

hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian.

Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan

manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina.

4
Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia,

dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan

Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. 8

Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus

DBD sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2)

Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol

vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana

transportasi.8

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai

faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi

virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis

setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di

Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah

penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD

telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah

melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005

per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per

100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh

iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan

kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk

jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak

sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda

untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi

5
mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada

sekitar bulan April-Mei setiap tahun.8

2.4. Patogenesis

Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel

hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel

manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan

protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila

daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun

bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan

bahkan dapat menimbulkan kematian.9

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan

masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan

SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous

infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan

secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua

kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat

yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah

ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan

dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena

antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan

bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai

6
antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. 9

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary

heterologous infection dapat dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh

Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue

yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan

terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi

limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue.

Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini

akan mengakibatkan terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus

antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem

komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma

dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok

berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan

berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan

adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang

tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia,

7
yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting

guna mencegah kematian. 9

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus

binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu

virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat

menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi

dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain

virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua

hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.9

8
9
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-

antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi

trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel

pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor tersebut akan menyebabkan

perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari

perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit

melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh

RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi

trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi

intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen

degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. 9

10
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi

baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor

Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan

permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,

perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan

faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan

11
dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat syok yang

terjadi.8

2.5. Gejala Klinis

1. Demam

Demam tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 – 7

hari, naik turun (demam bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi

sampai 40 C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan

fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai

menurun dan pasien seajan sembuh hati – hati karena fase tersebut sebagai

awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.

2. Tanda – tanda perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,

trombosipunio gangguan fungsi trombosit serta koasulasi intravasculer yang

menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit

seperti retekia, purpura, ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia

merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan. Muncul pada hari

pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam.

Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis.

3. Hepatomegali

Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari

haya sekedar diraba sampai 2 – 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat

hepatomegali tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada

daerah tepi hepar berhubungan dengan adanya perdarahan.

12
4. Syok

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang

setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi

dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit.

Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari

perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus

berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari

demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3 – 7, terdapat

tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada

ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi

cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien

mengeluh nyeri perut 10,11

2.6. Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat

Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji tourniquet.

Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

perdarahan lain.

Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak

tampak gelisah.

13
Derajat IV: Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.9

2.7. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

Pada demam berdarah dengue umum dijumpai trobositopenia

(<100.000) dan hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif merupakan

pemeriksaan penting. Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi

masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan

masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan

penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah

hipoproteinemia, hiponatremia, dan hipokloremia.8,9,10

2. Urine

Ditemukan albuminuria ringan

3. Serologi

a. Uji serologi memakai serum ganda.

Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen

menaikkan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk

dalam uji ini pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji

dengue blot. 8,9,10

14
B . Uji serologi memakai serum tunggal.

Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji dengue yang

mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya uji Ig M

antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas Ig M. 8,9,10

2.8. Diagnosis

Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis

menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.

A. Kriteria Klinis

1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung selama 2 – 7

hari dan biasanya bersifat bifasik.

2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :

a. Uji tourniquet positif

b.Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.

c. Hemetamesis dan atau melena.

3. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak

gelisah.

B. Kriteria Laboratoris

1. Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)

2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih

15
Dua kriteria pertama ditambah trombositopemia dan hemokonsentrasi

atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis

demam berdarah dengue.8

2.9. Diagnosis Banding 8

a. Demam Tifoid

b. Campak

c. Demam Cikungunya

d. Purpura Trombositopeni Idiopatik (PTI)

2.10. Tatalaksana

Pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif

yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral

tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang berlebihan

maka cairan intravenaperlu diberikan. Medikamentosa yang bersifat

simptomatis :

a. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak,

inguinal.

b. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.

c. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.

16
Gambar 3. Tatalaksana Kasus Tersangka Infeksi Virus Dengue

17
Gambar 4. Tatalaksana Kasus Demam Dengue

18
Gambar 5. Tatalaksana Kasus DBD derajat 1 dan 2

19
20
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : IKW

Tempat Tanggal Lahir: 01-02-2001

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 17 tahun

Agama : Hindu

Alamat : Nusa Penida

No. RM : 238898

Tanggal MRS : 26-11-2018

Tanggal Pemeriksaan : 28-11-2018

3.2 Anamnesa

3.2.1 Keluhan utama

Demam

3.2.2 Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSU Klungkung dalam keadaan sadar

diantar oleh keluarganya mengeluh demam sejak 6 hari yang lalu,

demam yang dirasakan pasien terus tinggi hingga pasien menggigil

dan mengeluarkan keringat, demam yang dirasakan pasien tidak

membaik dengan pemberian obat-obatan. Pasien menceritakan,

demam mulai terasa ketika disekolahnya, saat itu pasien merasa

21
tubuhnya kurang begitu bugar. Setelah pulang dari sekolah pasien

mencuci baju dan mandi. Beberapa saat kemudian setelah malam

tiba demam tinggi muncul secara mendadak hingga pasien

menggigil dan berkeringat, badan trasa menggigil muncul beberapa

menit setelah itu berhenti tapi pasien tetap demam. Dirumahnya,

pasien dipijat oleh anggota keluarganya agar demamnya membaik

akan tetapi tidak ada perbaikan, setelah 3 hari tidak ada perbaikan

keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien ketempat

praktik dokter akan tetapi demamnya tidak membaik.

Selain demam pasien juga mengeluhkan sakit kepala, nyeri

otot, nyeri pada persendian sejak 3 hari yang lalu, nyeri dirasakan

pasien seperti tertusuk yang hilang timbul. Nyeri kepala, otot dan

persendian diperberat jka suhu tubuhnya meningkat, dan akan

berkurang dengan sendirinya, pasien menceritakan nyeri kepala,

otot, dan persendian mulai muncul setelah beberapa hari demam.

3.2.3. Riwayat penyakit dahulu

a. Pasien pernah mengalami mencret 8 hari yang lalu sebanyak 4

kali dengan BAB cair dan berampas serta berbau busuk, lender

(-), darah (-)

b. Pasien menyangkal pernah mengalami DBD, typoid, malaria

sebelumnya.

22
3.2.3 Riwayat pengobatan

Pasien diberikan 3 macam obat ditempat praktik dokter, tapi pasien

lupa nama obat yang diberikan.

3.2.4 Riwayat alergi

Riwayat alergi (-)

3.2.5 Riwayat penyakit keluarga

1. DHF, typoid, malaria (-)

2. Ibu pasien mengalami gangguan sel darah putih (+)

3. Hipertensi (-)

4. Diabetes Melitus (-)

5. TB (-)

6. Jantung (-)

3.2.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Pasien lahir cukup bulan di bidan, lahir langsung menangis, BBL

3200 gram. Sejak lahir kulit tidak pernah biru atau kuning, sakit

selama masa bayi (-).

3.2.7 Riwayat Nutrisi

1. 0-6 bulan : Asi Ekslusif

2. Sejak usia 6 bulan: ASI dan MPASI

3.2.8 Riwayat Tumbuh Kembang

1. Keluarga pasien mengatakan pasien tumbuh dan berkembang

seperti anak normal pada umumnya. Keluarga pasien tidak

23
mengetahui usia perkembangan dan pertumbuhan anak secara

spesifik, seperti mengangkat kepala, membolak balik badan,

duduk, berdiri maupun berjalan.

3.2.9 Riwayat Imunisasi

1. BCG : + 1 kali

2. DPT : 1,2,3 (+)

3. Polio : 1,2,3,4 (+)

4. Hepatitis B : 3 kali

5. Campak : + 1 kali

6. HIB : 4 kali

1.2.10 Status Gizi

a) Jenis Kelamin: laki-laki

b) Umur: 17 tahun

c) BB: 50 kg

d) Tinggi Badan : 165 cm

BB/U = Persentil 5

PB/U = Persentil 5-10

BBI = 65 kg

Waterlow =BB actual/BBIx100%=50/65x100%= 76%

(gizi kurang)

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Tanda Vital

2. Keadaan umum : sakit sedang

24
3. Kesadaran : Composmentis, GCS: E4V5M6

4. Nadi : 57 x/menit

5. Respiratory Rate : 24 x/menit

6. Temperatur : 38 ˚C

7. SpO2 : 99 %.

3.3.2 Status Generalis

3.3.2.1 Kepala Leher

1. Kepala : Normocephali, cephal hematom (-).

2. Mata : Mata cowong (-/-), palpebra odem (-/-),

konjungtiva hiperemi (-/-), konjungtiva anemis (-/-)

3. Hidung : Sekret (-/-), konka hipertropi -/-

4. Telinga : kesan Normal, discharge (-/-)

5. Mulut : Sianosis (-), stomatitis (-), bibir kering (-).

6. Tenggorokan: hiperemis (-), tonsil T1-T1 detritus (-),

kripta (-)

7. Leher :Pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-

),massa (-)

3.3.2.2 Thoraks

1 Paru-Paru

a) Inspeksi :

Statis :Hemithorax dextra sama dengan

sinistra

25
Dinamis :Hemithorax dextra sama dengan

sinistra

b) Palpasi : Femitus taktil dextra sama dengan

sinistra

c) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

d) Auskultasi : Vesikuler +/+, Wheezing (-), Ronki

(-)

2. Jantung

a) Inspeksi : Pulsasi iktus cordis tidak terlihat

b) Palpasi : Ictus kordis teraba di ICS 5 MCL S

c) Perkusi :

Batas atas jantung: ICS 2 linea parasternalis

sinistra

Batas jantung kanan : ICS 4 linea parasternalis

dekstra

Batas jantung kiri : ICS 5 linea midclavicularis

sinistra

d) Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-),

gallop (-)

3.3.2.3 Abdomen

1. Inspeksi : Datar, masa (-), tanda radang (-)

2. Auskultasi : Bising usus (+) normal, distensi (-)

26
3. Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, Turgor kulit

normal

4. Perkusi : timpani di semua lapang abdomen

3.3.2.1 Genetalia : Dalam Batas Normal

3.3.2.2 Anus : (+)

3.3.2.3 Ekstremiras :

Hangat

+ +

+ +

Edema

- -

- -

Rumple leed test

27
3.4 . Pemeriksaan Penunjang

3.4.1 Laboratorium : Darah lengkap (26-11-2018)

Hematologi Hasil Nilai Rujukan

4.17 103/ul 4,6 – 10,2


WBC

67.1 % 20– 40
LYM%

4,71 106/ul 4.19 – 5.96


RBC

13.6 g/dl 11,5 – 13,5


HGB

39.8 % 37– 54
HCT

59 103//ul 150 – 400


PLT

3.5 Diagnosis Banding

1. Demam Dengue

2. Demam Berdarah Dengue grade 1

3. Demam typoid

3.6 Diagnosa Kerja

Demam Berdarah Dengue grade 1

3.7 Penatalaksanaan

28
1. IVFD RL 30 tetes/menit Macro

2. Paracetamol 500 mg Oral @ 4 jam bila suhu > 38 C

3. Ranitidin 40 mg IV

4. Cek DL jam 16.00 diulang tiap 12 jam

3.8 Follow Up

Tanggal Follow Up

S: Pasien mengeluh nyeri kepala (+), demam (-), Bak (+)


27/11-2018
baik, BAB konsistensi cair 2x, perdarahan spontan (-)

O: TD: 110/60 mmhg

Tax : 36.20C

Nadi: 92x/menit

RR: 20x/menit

SpO2: 98%

Status lokalis

Tanda tanda perdarahan spontan (-)

DL: WBC : 7.10 103/ul

HGB: 14.6 d/dl

HCT: 42.4 %

PLT: 59 103/ul

A: Demam Berdarah Dengue grade 1

P: - IVFD RL 30 tpm makro

- Zink tab 1x1 PO

29
- Rillus 1x1 tab

S: Nyeri kepala berkurang, demam (-), BAB cair (+)


28-11-2018
berwarna kehijauan dan berbau, napsu makan menurun,

nyeri ulu hati (+).

O:TD: 110/70 mmhg

KU: Sakit sedang

Tax : 36,70C

Nadi: 80 x/menit

RR: 20x/menit

SpO2 :97%

Status generalis

Tanda tanda perdarahan spontan (-)

DL: WBC: 6.99 103/ul

HGB: 14.1 g/dl

HCT: 41.2 %

PLT; 54 103/ul

A: Demam Berdarah Dengue grade 1

Gastroenteritis Akut ec susp bacterial infection

P: - IVFD RL 30 tpm makro

- Cefixime syr 2 x 1 ½ cth

30
- Rillus tab 1x1

- Ranitidin 2x 50 mg IV

S: keluhan tidak ada


29-11-2018
O:

KU: Baik

TD: 110/70 mmhg

Tax : 36.7 0C

Nadi: 80 x/menit

RR: 18 x/menit

DL: WBC: 7.26 103/ul

HGB: 14.1 g/dl

HCT:40.6 %

PLT: 70 103/ul

A: Demam Berdarah Dengue grade 1

P: - IVFD RL 20 tpm makro

- Cefixime 2x 1 ½ cth

- Ranitidin 2x 50 mg IV

S: tidak ada keluhan


20-11-2018
O: TD; 110/70 mmhg

KU: Baik

Tax : 36,60C

Nadi: 80x/menit

RR: 18 x/menit

31
DL: WBC: 8.12 103/ul

HGB: 14.6 g/dl

HCT:40.4 %

PLT: 97 103/ul

A: Demam Berdarah Dengue grade 1

P: BPL

32
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 17 Tahun

mengalami demam, nyei kepala, nyeri otot serta persendian. Hal ini sesuai dengan

data epidemiologi bahwa golongan terbanyak yang mengalami DBD di Indonesia

pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai 33,25%.

Pasien dengan DD dan DBD pada umumnya mengalami hal seperti diatas

serta didapatkan tanda tanda kecendrungan perdarahan baik spontan maupun di

provokasi. Pada kasus ini ditemukan tanda tanda perdarahan dengan provokasi

berupa uji rumple leed positif yaitu muncul bintik perdarahan dengan jumlah lebih

dari 10 bintik dalam lingkaran berdiameter 2.5 cm.

Berdasarkan anamnesa pada kasus, pasien dikeluhkan adanya demam

mendadak yang berlangsung selama 6 hari dengan diikuti nyeri kepala, otot dan

persendian sebelum masuk rumah sakit. Hal ini menunjukan bahwa pada kasus ini

sesuai dengan teori dimana pada demam dengue didapatkan demam akut dengan

dua atau lebih gejala atau tanda berikut: nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri

sendi, nyeri otot, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, dan ada kejadian

dilokasi waktu yang sama, serta telah dikonfirmasi oleh kriteria laboratorium.

Sedangkan pada demam berdarah dengue selain adanya demam yang

berlangsung 2 sampai 7 hari serta tanda tanda kecendrungan perdarahan dilakukan

juga pemeriksaan laboratorium untuk menilai trombosit dan tanda tanda

33
kebocoran plasma dengan menilai parameter hematokrit. Pada kasus ini terjadi

penurunan trombosit dibawah 100.000 dengan hematokrit yang normal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kenaikan suhu tubuh, laju

respirasi meningkat, dan denyut nadi yang menurun serta ditemukannya rumple

leed test positif. Pemeriksaan fisik paru meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi tidak ditemukan kelainan . Pada seluruh anggota tubuh tidak

ditemukan tanda tanda perdarahan spontan.

Simpulan, dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang pasien didiagnosa dengan Demam Berdarah Dengue. Tatalaksana

dengan pengobatan simptomatis dan suportif.

Prognosis pada kasus ini baik karena tidak ditemukan adanya perdarahan

spontan maupun tanda tanda syok. Jika dilihat berdasarkan gambaran klinis

selama perawatan pasien dikatakan mengalami perbaikan. Keluhan secara

perlahan berkurang dan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang pasien

menunjukan adanya perbaikan pada parameter hematocrit dan trombosit setelah

diberika terapi cairan.

34
BAB V

KESIMPULAN

Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan

dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi. Virus dengue

tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN – 3, merupakan

serotie yang paling banyak.Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes

Aegypti. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam,

pendarahan, hepatomegali dan syok. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis

dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah trombosipenia dan

peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis demam berdarah

dengue. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simtomatif yaitu

mengobati gejala penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. 2014. Dengue and Severe Dengue, A Review of Entomological


Sampling Methods and Indication for Dengue Vectors. Switzerland
2. World Health Organization (WHO) Regional Office for South-East Asia.
Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and
dengue hemorrhagic fever. 2011.
3. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Wilayah Kejadian Luar biasa Demam
Berdarah Dengue di 11 provinsi. Jakarta. Dikutip dari
http://www.depkes.go.id/article/print/16030700001/wilayah-klb-dbd-ada-
di-11-provinsi.html diunduh pada tanggal 10 desember 2018
4. Kementerian Kesehatan RI. 2016. Pusat Data dan Informasi Kesehatan RI.
Jakarta
5. Anonim. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Klungkung. Klungkung-Bali
6. Hadinegoro SRH, Satari HI. Demam berdarah Dengue: Naskah lengkap
pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak & dokter penyakit dalam,
dalam tata laksana DBD. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.
7. DW Vaughn, Barrett A, Salomo T., 2010. Dengue Haemorrhagic Fever,
Journal Pudmed, www.pubmed.com
8. Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. 2004. Tatalaksana Demam
Berdarah Dengue di Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan.. Edisi 3. Jakarta.
9. Suhendro dkk. 2006. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal. 1731-5.
10. Hendrawanto. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
Ketiga Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Hal 417 – 426.
11. Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu
Ika. Setiowulan, Wiwiek. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FK – UI Edisi ketiga Jilid I. Hal 428 – 433.

36

Anda mungkin juga menyukai