Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan individu.

Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan kurangnya olahraga telah

menjadi pola hidup masyarakat modern sekarang ini yang kemudian memicu

timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu

Diabetes Mellitus. Saat ini Diabetes Mellitus (DM ) merupakan penyakit

degeneratif yang diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya.

diperkirakan akan mencapai 333 juta jiwa ditahun 2025 sebagai konsep

Diabetes Mellitus konsekuensi dan harapan hidup yang lebih lama, gaya hidup

santai dan perubahan pola makan penduduk. Keadaan ini akan merupakan

beban dan biaya yang tinggi yang dapat mengakibatkan komplikasi yang

berat, bahkan kematian (Soegondo dkk, 2011).

Diabetes Mellitus yang selanjutnya disingkat DM merupakan penyakit

kronis yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi insulin dengan cukup

atau,ketika tubuh tidak mampu secara efektif menggunakan insulin yang

dihasilkan sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam

darah (hiperglikemia) (WHO, 2014). Diabetes Mellitus merupakan salah satu

penyakit serius, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.WHO (2013)

memprediksi Diabetes Mellitus akan menjadi 7 penyebab kematian utama

pada tahun 2030 dan lebih dari 80% kematian Diabetes Mellitus terjadi di

negara berpenghasilan rendah dan menengah.

1
2

Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2014), DM adalah

penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu membuat

insulin, atau ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan.

IDF (2014) mengatakan bahwa pada tahun 2013 penderita DM mencapai 382

juta jiwa dan akan meningkat sebanyak 55% atau sekitar 592 juta jiwa pada

tahun 2035.

Indonesia, penyakit DM mencapai 7,6 juta jiwa dan diprediksi akan

mencapai 11,8 juta jiwa pada tahun 2030 atau meningkat enam persen setiap

tahunnya (Tempo, 2013). Pada awalnya DM tidak menimbulkan masalah yang

serius pada kesehatan,namun apabila tidak segera ditangani DM dapat

merusak jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. DM dapat

menimbulkan berbagai komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, ulkus kaki

dan diabetic retinopathy (WHO, 2013).

Prevalensi penyakit DM di Indonesia yang berdasarkan wawancara

terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). DM

terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen diuraikan tertinggi terdapat

di DI Yogyakarta (2,6%), sedangkan DM sendiri di Sulawesi Selatan (3,4%)

(Riskesdas, 2013).

Peningkatan kejadian DM selain ditingkat dunia dan Indonesia juga

tercermin ditingkat provinsi khususnya Provinsi Sulawesi Selatan.

Berdasarkan surveilans rutin penyakit tidak menular berbasis rumah sakit di

Sulawesi Selatan tahun 2008, DM termasuk dalam urutan keempat penyakit

tidak menular (PTM) terbanyak yaitu sebesar 6,65% dan urutan kelima
3

terbesar PTM penyebab kematian yaitu sebesar 6,28%, Bahkan pada tahun

2010, DM menjadi penyebab kematian tertinggi PTM di Sulawesi Selatan

yaitu sebesar 41,56% (Dinkes Provinsi SulSel, 2012).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk

Indonesia dengan prevalensi DM Tipe II di daerah urban sebesar 14,7% dan

daerah rural 7,2% dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penduduk dengan

asumsi prevalensi DM Tipe II mencapai 12 juta diabetesi. Sedangkan untuk di

daerah Jawa Tengah pada tahun 2011, prevalensi penyakit DM Tipe II

mengalami peningkatan sebesar 9,7% dengan prevalensi tertinggi di kota

Semarang (Depkes, 2011).

Berdasarkan dengan jurnal penelitian sebelumnya, oleh Ayu D ( 2013 )

tentang hubungan pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga dengan

kejadian DM Tipe II menunjukkan ada hubungan yang signifikan dimana

nilai < dari nilai 0,05. Ridwan A ( 2014 ) didapatkan hasil (91%) dapat

diinterpretasikan bahwa responden dengan pola makan yang buruk memiliki

10 kali lipat risiko terhadap kejadian DM Tipe II, 97 % hubungan genetik

dapat diinterpretasikan bahwa responden yang dengan riwayat keluarga

diabetes memiliki 25 kali lipat risiko terhadap kejadian DM Tipe II dan dapat

dintepretasikan bahwa kebiasaan olahraga yang kurang memiliki lima kali

terjadi diabetes dari pada yang cukup olahraga.

Hasil penelitian yang lain yang dilakukan oleh Wandasari K ( 2013)

dengan penelitian hubungan pola makan dan akivitas olahraga dengan

kejadian DM Tipe II didapatkan hasil tidak ada hubungan antara pola makan
4

dengan kejadian DM Tipe II. Sebagian besar responden banyak yang tidak

pernah mengatur pola makan dibandingkan yang mengatur pola makan. Dan

hasil menunjukkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian

DM Tipe II di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Seseorang yang teratur

melakukan olahraga yaitu 3 kali/minggu selama minimal 30 menit dapat

menurunkan risiko terjadinya DM Tipe II sebesar 3,217 kali dibandingkan

dengan yang tidak melakukan aktivitas fisik.

Menurut Suyono (2007), penyakit DM Tipe II merupakan penyakit

degeneratif yang sangat terkait pola makan. Gaya hidup perkotaan dengan

pola diit yang tinggi lemak, garam, dan gula secara berlebihan mengakibatkan

berbagai penyakit termasuk DM. Macam-macam, jumlah dan komposisi

bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh seseorang merupakan gambaran

pola makan yang menjadi salah satu faktor resiko seseorang untuk menderita

DM , selain pola makan, faktor lain yang memberikan andil sangat besar pada

prevalensi penyakit DM Tipe II adalah faktor keturunan atau genetik.

Beberapa penelitian yang telah membuktikan bahwa keturunan atau

genetik yang dimiliki pada keluarga dengan menderita DM lebih berisiko dari

pada orang yang tidak memiliki riwayat DM. Hal ini selaras dengan

penelitian- penelitian sebelumnya yang menunjukkan terjadinya DM Tipe II

akan meningkat dua sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara

kandung mengalami penyakit ini, risiko untuk mengalami diabetes tipe II pada

kembar identik 75-90%, yang menandakan bahwa faktor genetik (keturunan)

berperan sangat penting. Tetapi risiko tersebut dapat dicegah dengan


5

melakukan aktifitas fisik / olahraga yang teratur yang tentunya mejadi

perhatian bagi penderita DM .

Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga merupakan salah satu faktor

terjadinya DM Tipe II. Menurut penelitian yang telah dilakukan di Cina

beberapa waktu yang lalu, jika seseorang dalam hidupnya kurang melakukan

latihan fisik ataupun olahraga maka cadangan glikogen ataupun lemak akan

tetap tersimpan di dalam tubuh, hal inilah yang memicu terjadinya berbagai

macam penyakit degenratif salah satu contohnya DM Tipe II (Yunir, 2008).

Secara epidemologik DM Tipe II, mungkin tidak terdeteksi dan onset atau

mulai tejadinya diabetes 7 tahun sebelum diagnosis dikatakan, sehingga

mordibitas dan mortalitas dini terjadi pada kasus tidak terdeteksi ini.

Penelitian lain menyatakan bahwa populasi diabetes tipe II akan meningkat 5-

10 kali lipat karena terjadinya perubahan peilaku rural-tradisional menjadi

urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemologi diperkirakan adalah

gaya hidup beresiko.

RSUD. A. Makkasau merupakan Rumah Sakit rujukan dengan kelas type

B dengan melayani rujukan dari 5 PKM dan 3 RS dari kota parepare serta RS

dari berbagai Kabupaten yang ada disekitar wilayah Parepare serta Rumah

Sakit dari Sulawesi Barat dengan pelayanan rawat inap penyakit dalam, Bedah

dan poliklinik DM serta poliklinik interna dan bedah serta banyak lagi lainya.

Terkhusus pada pelayanan penyakit DM difokuskan pada rawat inap interna

dan poliklinik DM dan bekerja sama dengan dokter dan perawat bedah bila

ada komplikasi ulkus Diabetes Mellitus. Jumlah layanan Berdasarkan studi


6

pendahuluan tercatat data dari rekam medis RSUD. A. Makkasau pada periode

bulan Januari sampai Desember tahun 2015 sebanyak 1989 jiwa ( 0,61%) /

kunjungan dengan jumlah rawat inap sebanyak 360 (18.1%) jiwa dan rawat

jalan sebanyak 1629 jiwa ( 81,9% ), periode bulan Januari hingga Desember

tahun 2016 sebanyak 2100 ( 0,83% ) / kunjungan dengan jumlah rawat inap

sebanyak 384 jiwa ( 18,2%) dan rawat jalan sebanyak 1716 jiwa ( 81,8%) dan

periode Januari hingga Maret tahun 2017 sebanyak 447 ( 0,86 % ) / kunjungan

DM dengan rawat inap sebanyak 111 ( 24,8%) dan rawat jalan sebanyak 336

( 75,2%), Dari uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan

Antara Pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga terhadap Kejadian DM

Tipe II di RSUD. A. Makkasau Parepare.

DM Tipe II adalah kombinasi akibat antara jaringan tubuh yang

mengalami resistansi terhadap aksi insulin dan ketidakmampuan pankreas

untuk menghasilkan cukup insulin ekstra untuk mengatasi kondisi tersebut

(Bryer, 2012). DM Tipe II merupakan suatu kelainan patofisiologi dari

resistensi insulin, dimana terjadi sekresi insulin untuk mengimbangi resistensi

jaringan perifer walaupun pada akhirnya mekanisme mengalami kegagalan.

Kelainan utama dalam hasil laboratorium berupa kadar gula darah yang tinggi

( Berkowtz, 2013 ).

Menurut Price (2006), DM Tipe II ditandai dengan kelainan sekresi

insulin yang kurang, resistensi insulin, serta kenaikan produksi glukosa di hati.

Pada awalnya terdapat resistensi sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin

mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,


7

kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa

GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel.

Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe II terdapat kelainan dalam pengikat

insulin dengan reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap

insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks

reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan

postreseptor dapat menganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan

sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi dapat

untuk mempertahankan euglikemia. Pada awalnya, resistensi insulin belum

menyebabkan diabetes klinis. Sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi,

sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru

sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel beta pankreas, akan

terjadi DM klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang

meningkat, memenuhi kriteria diagnosis diabetes.

Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah

dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.

Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan

dengan kebiasaan makan setiap harinya (Hardani, 2002), pola makan atau pola

konsumsi merupakan susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi

seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola makan sehat untuk

Diabetes adalah 25-30% lemak, 50-55% karbohidrat, dan 20% protein.

Menurut Suyono (2007) dan Suiraoka (2012), gaya hidup di perkotaan dengan
8

pola makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan masyarakat

cenderung mengkonsumsi makanan secara berlebihan, selain itu pola makanan

yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat,

tetapi dapat mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit

menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti DM meningkat

sangat tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan cara

hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota telah bergeser dari pola makan

yang tradisional yang banyak mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran

berubah menjadi pola makan yang kebarat-baratan dan sedikit serat.

Komposisi makanan yang tinggi lemak, garam, dan sedikit serat pada

makanan siap saji yang pada akhir-akhir ini sangat digemari dikalangan

masyarakat Indonesia.

Pada uji laboratorium yang telah dilakukan pada beberapa produk

makanan siap saji kandungan tipe lemak jenuh dan tipe lemak trans yang

dapat meningkatkan resiko terjadinya Diabetes Mellitus, khusunya DM Tipe

II (Herbold & Edelstein, 2012). Penelitian yang telah dilakukan oleh majalah

Fortune, yang menganalisis mengenai perkembangan penyakit degeneratif di

Asia membuktikan bahwa terjadinya peningkatan penyakit seperti DM Tipe II

berbanding urus dengan peningkatan beberapa jumlah restoran seperti

contohnya meningkatkan resiko prevalensi DM Tipe II. Pada DM Tipe II,

jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya banyak, akan tetapi jumlah

rsptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel berkurang. Akibatnya

glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa di dalam pembuluh
9

darah meningkat. Pada penderita diabetes, metabolisme hidrat arang terganggu

disebabkan oleh terganggunya produksi hormon insulin oleh pankreas.

Defisiensi insulin menyebabkan tidak semua glukosa dapat diubah menjadi

glikogen, sehingga sebagian besar glukosa yang berasal dari makanan tetap

berada dalam darah (hiperglikemia) akan mendorong pembuangan kelebihan

glukosa tersebut keluar tubuh melalui urin. Inilah yang menyebabkan

terjadinya glikosuria, dengan sedikitnya glukosa yang dapat diubah menjadi

glikogen, maka untuk memenuhi kebutuhan energi otot, akan terjadi proses

pengubahan glikogen hati menjadi glukosa melalui jalur glukoneogenesis.

Hilangnya sebagian besar glukosa karena tidak dapat diambil tubuh dan

terbuang melalui urin menyebabkan lemak tubuh (liposis) dan protein

(proteolisis) dijadikan sumber energi. Tingginya kadar glukosa dalam darah

disebabkan oleh menurunnya kemampuan tubuh mengubah glukosa menjadi

glikogen, dan terjadinya proses glukoneogenesis dalam hati menyebabkan

terbentuknya glukosa dan masuk ke dalam peredaran darah (Budiyanto, 2002).

Perubahan pola makan yang tidak sehat menyebabkan gangguan metabolisme

zat-zat makanan baik berupa karbohidrat, protein dan lemak yang

menyebabkan penyakit DM Tipe II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pola makan sampel terbanyak (59,50%) terdapat pada pola makan yang tidak

baik, yaitu jika salah satu dari ketepatan jenis makanan, ketepatan jumlah

kalori atau ketepatan waktu makan tidak tepat.

Bukti untuk determinan genetik diabetes adalah kaitan dengan tipe-tipe

histokompatibilitas HLA (human leukocyte antigen) spesifik. Tipe dari gen


10

histokompabilitas yang berkakitan dengan diabetes (DW 3 dan DW 4) adalah

yang memberi kode kepada protein-protein yang berperan penting dalam

interkasi monosit-limfosit. Protein-protein ini mengatur respon sel T yang

merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, maka

limfosit T akan terganggu dan sangat berperan penting pada patogenesis

perusakan sel-sel pulau Langerhans.

Olahraga adalah latihan gerak badan untuk menguatkan dan

menyehatkan badan seperti sepak bola, berenang, dan lain-lain. Olahraga atau

aktivitas fisik didefinisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot dan

sistem penunjangnya Pengelolaan DM Tipe II yang meliputi 4 pilar, aktivitas

fisik atau olahraga merupakan salah satu dari keempat pilar tesebut. Aktivitas

minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal

paru,dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetesi

B. Rumusan Masalah

Ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan cukup insulin

merupakan hal yang menjadi masalah bagi penderita DM Tipe II yang

diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya, Data Riskesdas ( 2013 )

menunjukkan terjadinya peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1

persen (2013) yang didiagnosis DM dan kejadian DM di RSUD. A.

Makkasau meningkat setiap tahunnya. Pola hidup masyarakat modern yang

tidak sehat seperti pola makan yang tidak terkontrol dengan pemenuhan gizi

yang tidak sehat serta aktifitas fisik tubuh yang kurang tentunya menjadi hal

yang perlu menjadi perhatian untuk dapat melakukan pencegahan terjadinya


11

DM Tipe II dan tak kalah pentingnya juga menjadi perhatian adalah riwayat

penyakit keluarga yang menderita DM .

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan rumusan masalah “ Apakah Ada Hubungan Pola makan,

genetik dan kebiasaan olahraga dengan kejadian DM Tipe II di RSUD. A.

Makkasau Parepare. ? “

C. Tujuan Penelitian.

1. Tujuan Umum.

Untuk mengetahui hubungan Pola makan, genetik dan kebiasaan

olahraga dengan kejadian DM Tipe II di RSUD. A. Makkasau Parepare.

2. Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian DM Tipe II

di RSUD. A. Makkasau Parepare.

b. Untuk mengetahui hubungan genetik dengan kejadian DM Tipe II di

RSUD. A. Makkasau Parepare.

c. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan olahraga dengan kejadian DM

Tipe II di RSUD. A. Makkasau Parepare.

D. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Ilmiah.

Menambah pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan dasar, dan

wawasan dalam hubungan pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga

dengan kejadian DM Tipe II.


12

2. Manfaat Institusi.

a. Menjadi bahan informasi kepada rumah sakit terkait dengan hubungan

pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga dengan kejadian DM

Tipe II.

b. Menambah pengetahuan perawat khususnya hubungan pola makan,

genetik dan kebiasaan olahraga dengan kejadian DM Tipe II.

c. Sebagai bahan acuan untuk mengetahui faktor – faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian DM Tipe II.

d. Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan khususnya melakukan pencegahan kejadian

DM Tipe II.

3. Manfaat Praktis.

Menambah wawasan penulis serta menambah pengetahuan tentang

hubungan pola makan, genetik dan kebiasaan olahraga dengan kejadian

DM Tipe II.

Anda mungkin juga menyukai