BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah mewajibkan seluruh
Kementerian dan Lembaga untuk mengendalikan seluruh kegiatan dengan
menyelenggarakan sistem pengendalian intern. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai sesuai visi dan misi
yang telah ditetapkan.
3
d. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan
organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri;
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Permendagri Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Pedoman pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri;
h. Permendagri Nomor 40 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dilingkungan Kementerian
Dalam Negeri;
i. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061.05-282 Tahun 2011
tentang Pembentukan kelompok Kerja Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri;
j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata kerja Institut
Pemerintahan Dalam Negeri;
k. Keputusan Rektor IPDN Nomor 060-122 Tahun 2016 tentang
Pembentukan Satuan Tugas Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Di Lingkungan Institut
Pemerintahan Dalam Negeri Tahun 2016.
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman ini mengatur teknis penyelenggaraan sistem
pengendalian intern di lingkungan IPDN.
E. KERANGKA LOGIS PEDOMAN
Pedoman Teknis penyelenggaraan SPIP di lingkungan IPDN disusun
mengacu pada Permendagri Nomor 21, Tanggal 16 Februari 2012 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kemendagri.
4
Pedoman Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan IPDN disusun dengan
sistematika penyajian sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
(memuat alasan tentang mengapa desain pengendalian intern perlu
disusun, intinya adalah sebagai acuan teknis dalam
menyelenggarakan SPIP).
b. Maksud dan Tujuan
(memuat tujuan disusunnya desain pengendalian intern, yaitu agar
sistem pengendalian intern di IPDN dapat terselenggara sesuai
ketentuan yang berlaku).
c. Dasar Hukum
d. Ruang Lingkup
e. Kerangka Logis Pedoman
VII. PENUTUP
LAMPIRAN :
(berisi gambaran pelaksanaan SPIP, prosedur tahapan penyusunan SPIP dan
SOP penyelenggaraan SPIP IPDN)
5
BAB II
GAMBARAN UMUM
1. Latar Belakang
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di
lingkungan IPDN merupakan sebuah konsekuensi logis bagi sebuah
institusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Setiap lembaga
pemerintah sebaiknya memiliki suatu sistem pengendalian yang dapat
meminimalkan risiko yang ada.
Pedoman Penyelenggaraan SPIP dibagi atas beberapa tahapan
kegiatan, sejak persiapan pembentukan satuan tugas sampai dengan
pelaporan. Setiap tahapan pedoman ini tentunya tetap mengacu pada
Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP yang telah ada. Hal ini untuk
menghindari penyimpangan dan kesalahan persepsi dalam
menginterprestasikan pedoman /standar yang ada, serta untuk
memudahkan setiap eselon I (IPDN) dan satuan kerja (IPDN Kampus
Daerah) dalam mengimplementasikan SPIP sesuai standar yang
berlaku.
Kegiatan-kegiatan tersebut dihimpun dalam dokumen anggaran yang
disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) beserta rinciannya
yakni Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). DIPA/POK pada
hakikatnya adalah amanat dari Kemendagri yang harus dilaksanakan
oleh IPDN dalam rangka mencapai tujuan renstra. Oleh sebab itu maka
diperlukan adanya upaya dan kreativitas pengendalian oleh para
pelaksana kegiatan yang bersifat sistemik dan terintegrasi (built in)
secara berkesinambungan, yang disebut sebagai sistem
pengendalian intern.
2. Pengertian SPIP
Pengertian SPIP sesuai dengan PP Nomor. 60 Tahun 2008 adalah
proses yang integral pada kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara
terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi, melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,
6
pengamanan aset negara, serta ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
3. Tujuan SPIP
Tujuan SPIP adalah memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui :
a. Kegiatan yang efektif dan efisien;
b. Laporan keuangan yang dapat diandalkan;
c. Pengamanan aset negara; serta
d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Unsur-unsur SPIP
SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu :
a. Lingkungan pengendalian;
b. Penilaian risiko;
c. Kegiatan pengendalian;
d. Informasi dan komunikasi; serta
e. Pemantauan pengendalian intern.
5. Prinsip umum penyelenggaraan SPIP
Terdapat beberapa prinsip umum dalam penyelenggaraan SPIP, yaitu :
a. Sistem pengendalian intern sebagai proses yang integral dan
menyatu dengan instansi atau kegiatan secara terus menerus;
b. Sistem pengendalian intern dipengaruhi oleh manusia;
c. Sistem pengendalian intern memberikan keyakinan yang memadai,
bukan keyakinan yang mutlak;
d. Sistem pengendalian intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan,
ukuran, kompleksitas, sifat, tugas, dan fungsi instansi pemerintah.
8
BAB III
9
mengkoordinasikan pelaksanaan seluruh tahapan penyelenggaraan
SPIP dan memfasilitasi seluruh kebutuhan atas pedoman dan materi
yang diperlukan utuk melaksanakan SPIP. Dengan kata lain, satgas
bertugas untuk mengawal seluruh tahapan penyelenggaraan SPIP di
lingkungan IPDN.
b. Pemahaman/Knowing.
Pemahaman/knowing adalah tahap untuk membangun kesadaran
(awareness) dan persamaan persepsi. Kegiatan ini dimaksudkan agar
setiap individu mengerti dan memiliki persepsi yang sama tentang
SPIP. Materi yang perlu dipahami dalam tahap ini meliputi:
1) Pentingnya SPIP sebagai sarana pengendalian berkelanjutan dan
perangkat pengamanan dalam proses pencapaian tujuan;
2) Perkembangan sistem pengendalian intern di Indonesia sampai
saat ini;
3) Pengertian SPIP;
4) Uraian unsur dan sub unsur SPIP;
5) Menjelaskan perbedaan Waskat dengan SPIP ditinjau dari faktor:
definisi, sifat, framework, tanggung jawab, keberadaan, dan
penekanan;
Pemahaman/knowing dapat dilakukan melalui:
1) Sosialisasi
Sosialisasi diberikan oleh Satgas Penyelenggaraan SPIP di
lingkungan IPDN, Inspektorat Jenderal Kemendagri atau BPKP.
Metode yang digunakan tergantung pada kebutuhan unit kerja,
antara lain:
a) Pelatihan di IPDN Pusat dan IPDN Kampus Daerah dan tanya
jawab. Metode ini membutuhkan interaksi yang lebih rendah
dan digunakan apabila pemahaman peserta terhadap SPIP
masih relatif rendah;
b) Diskusi panel atau seminar. Metode ini digunakan apabila
pemahaman peserta sudah relatif tinggi karena membutuhkan
interaksi yang lebih tinggi.
10
2) Diklat SPIP
Unit kerja dapat mengikutkan peserta ke dalam diklat yang
diadakan oleh Satgas Penyelenggaraan SPIP Kemendagri yang
bekerja sama dengan BPKP.
3) Focus group discussion (FGD) untuk membangun persamaan
persepsi di antara seluruh pegawai setelah mendapat sosialisasi
SPIP. FGD dipandu oleh Satgas Penyelenggaraan yang bertindak
sebagai fasilitator. Fasilitator FGD bertugas untuk:
a) Memandu diskusi;
b) Menyiapkan materi diskusi yang diarahkan pada pemahaman
berbagai unsur SPIP, termasuk sub unsur, butir-butir dan hal -
hal yang tercantum dalam daftar uji;
c) Memberi contoh penyelenggaraan masing-masing unsur.
4) Diseminasi berbagai informasi yang terkait dengan SPIP dengan
menggunakan media internet dan multimedia.
c. Pemetaan
Pemetaan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pengendalian
intern pada IPDN, yang mencakup keberadaan kebijakan dan
prosedur dan implementasi dari kebijakan dan prosedur tersebut
terkait penyelenggaraan sub unsur SPIP. Data untuk pemetaan dapat
diperoleh melalui penyebaran kuesioner atau melalui
penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD). Data tersebut perlu
diuji validitasnya melalui uji silang dengan melakukan wawancara,
Review dokumen secara sepintas (walkthrough test) dan observasi.
Pada tahap ini diidentifikasikan :
1) Sub unsur SPIP yang telah diterapkan;
2) Sub unsur SPIP yang penerapannya belum memadai;
3) Sub unsur SPIP yang belum diterapkan.
Hasil pemetaan dituangkan dalam peta sistem pengendalian intern,
yang memuat hal-hal yang perlu diperbaiki (areas of
improvement/AOI). Pedoman yang digunakan sebagai acuan dalam
kegiatan pemetaan adalah pedoman pemetaan yang dikeluarkan oleh
BPKP.
11
d. Penyusunan rencana kerja penyelenggaraan/pengembangan SPIP
Dalam rangka penyelenggaraan SPIP, perlu disusun rencana kerja
penyelenggaraan/ pengembangan SPIP dengan memperhatikan
karakteristik organisasi yang meliputi kompleksitas organisasi, SDM,
dan perspektif pengembangannya. Berdasarkan operasionalisasi
SPIP tersebut ditetapkan tujuan, lingkup kerja, prioritas, dan strategi
pengembangan SPIP.
2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap penyelenggaraan SPIP di unit
kerja, dengan mempertimbangkan areas of improvement (AOI) yang
dihasilkan pada saat pemetaan. Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga
tahapan, yaitu pembangunan infrastruktur (norming), internalisasi
(forming), dan pengembangan berkelanjutan (performing).
a. Pembangunan Infrastruktur (norming)
Infrastruktur meliputi segala sesuatu yang digunakan oleh
organisasi untuk tujuan pengendalian seperti kebijakan, prosedur,
standar, pedoman, yang dibangun untuk melaksanakan kegiatan.
Pembangunan infrastruktur dilakukan dengan melakukan
identifikasi tujuan dan aktivitas utama organisasi, yang selanjutnya
dinilai risikonya dan ditetapkan skala prioritas penanganannya.
Berdasarkan skala prioritas tersebut, unit kerja menyusun kebijakan
pendukung penyelenggaraan SPIP dilengkapi pedoman
penyelenggaraan sub-sub unsur SPIP. Unit kerja bertanggung
jawab atas area yang dibangun/diperbaiki membentuk tim untuk
menyusun kebijakan dan prosedur penyelenggaraan SPIP.
Infrastruktur yang terbangun kemudian dikomunikasikan kepada
seluruh pegawai dan diadministrasikan/ didokumentasikan.
b. Internalisasi (forming)
Internalisasi merupakan proses yang dilakukan unit kerja untuk
membuat kebijakan dan prosedur menjadi kegiatan operasional
melalui pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas
seluruh personil serta mendapat supervisi oleh pejabat unit kerja
yang bersangkutan untuk perbaikan dan penyempurnaan.
12
c. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)
Tahap ini memanfaatkan hasil proses pemantauan
penyelenggaraan SPIP. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh
setiap tingkat pimpinan di unit kerja agar setiap penyimpangan
yang terjadi dapat segera diidentifikasi untuk dilakukan tindakan
perbaikannya.
Pemantauan dilakukan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi
terpisah, tindak lanjut hasil audit. Kegiatan ini menghasilkan laporan
hasil pemantauan atau evaluasi. Pemantauan juga dapat dilakukan
melalui penilaian sendiri (self assessment). Saran yang dihasilkan
saat pemantauan dapat berupa :
1) perlunya penyempurnaan sistem, pejabat terkait harus
menyempurnakan dan melakukan sosialisasi penyempurnaan
sistem kepada seluruh pegawai, untuk memperlancar tahapan
internalisasi;
2) terkait implementasi infrastruktur yang tidak memadai akibat
rendahnya kompetensi (soft maupun hard), pejabat terkait
harus segera melakukan tindakan peningkatan kompetensi
pegawai.
3. Tahap Pelaporan
Dalam rangka pengadminstrasian kegiatan SPIP, perlu disusun laporan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan SPIP. Laporan
penyelenggaraan SPIP disusun untuk seluruh tahapan
penyelenggaraan SPIP, yang antara lain memuat :
1) Pelaksanaan kegiatan, menjelaskan persiapan dan pelaksanaan
kegiatan, serta tujuan pelaksanaan kegiatan pada setiap tahapan
penyelenggaraan;
2) Hambatan kegiatan, menguraikan hambatan pelaksanaan kegiatan
yang berakibat pada tidak tercapainya target kegiatan tersebut;
3) Saran perbaikan, berisi saran untuk mengatasi hambatan agar
permasalahan tersebut tidak terulang dan saran dalam upaya
peningkatan pencapaian tujuan.
4) Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya.
B. Pendidikan dan Latihan
Seluruh personil Satgas perlu mendapat kesempatan mengikuti pendidikan
dan latihan (diklat) tentang SPIP agar mampu memahami peran, tugas, dan
fungsinya secara tepat.
13
C. Sosialisasi
IPDN wajib melakukan sosialisasi tentang SPIP kepada seluruh pegawainya,
mengingat pada hakikatnya pengendalian intern atas kegiatan-kegiatan
merupakan kewajiban bagi seluruh pegawai yang terlibat di kegiatan terkait.
Dengan mengikuti sosialisasi diharapkan akan dapat membangun kesadaran
(awareness) dan menyamakan persepsi tentang arti pengendalian intern.
14
BAB IV
PENYUSUNAN DESAIN PENGENDALIAN INTERN
15
2 Komitmen terhadap a. Apakah standar kompetensi untuk jabatan di
kompetensi bawah eselon IV, kepanitiaan, atau tim tertentu
telah disusun?
b. Apakah rencana untuk mengikuti berbagai diklat
bagi pegawai telah dibuat?
Catatan:
*) penilaian setiap sub unsur meliputi penilaian atas seluruh parameternya, dan hasilnya
dinyatakan dengan huruf: B (baik), C (cukup), atau K (kurang).
**) kolom ini diisi jika parameter sub unsur lingkungan pengendalian bernilai K (kurang).
B. Penilaian Risiko
Tahap kedua dalam menyusun desain pengendalian intern adalah penilaian
risiko. Penilaian risiko terdiri dari identifikasi risiko dan analisis risiko, dengan
penjelasan sebagai berikut.
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan dengan cara melakukan pemetaan risiko.
Pemetaan risiko mencakup dua dimensi yaitu sumber risiko dan letak
terjadinya risiko disebut wilayah risiko. Jika disajikan pada suatu matriks,
maka sumber risiko sebagai baris matriks sedangkan wilayah risiko
sebagai kolom matriks.
Sumber risiko, selain berasal dari kegiatan yang tercantum di dalam
dokumen anggaran, juga dapat berasal dari kegiatan tugas/fungsi
lainnya selanjutnya disingkat dengan ‘kegiatan lainnya’ yang tidak
17
tercantum dalam dokumen anggaran. Sedangkan wilayah risiko, adalah
letak terjadinya risiko yang meliputi dua area utama yaitu capaian kinerja
dan penyusunan Laporan Keuangan (akun-akun Neraca dan Laporan
Realisasi Anggaran).
dst
18
lainnya. Pada ilustrasi di atas, sumber risiko berasal dari kegiatan yang
berupa pengadaan barang/jasa dan Akreditasi mutu pendidikan bagi
program pasca sarjana, serta dari kegiatan lainnya yang berupa
pengelolaan BMN.
Identifikasi risiko dapat dilakukan antara lain melalui:
a. Temuan hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal
maupun BPK RI;
b. Hasil pencermatan/monitoring/evaluasi yang dilaksanakan Irjen;
c. Hasil pemantauan dan evaluasi SPIP tahun berjalan maupun tahun
yang lalu.
Dari hasil identifikasi di atas, diperoleh titik-titik pada wilayah risiko untuk
setiap sumber risiko. Pada titik-titik tersebut selanjutnya ditandai (R1, R2,
R3, dst) sehingga menghasilkan peta risiko yang berupa matriks/tabel
dimana baris tabel menyajikan sumber risiko, dan kolom tabel
menyajikan wilayah risiko. Tanda-tanda pada peta risiko yang
mengindikasikan adanya potensi risiko (yakni R1, R2, R3, dst), perlu
diberikan keterangan atau penjelasan berupa deskripsi dari risiko yang
teridentifikasi dimaksud. Dalam ilustrasi peta risiko di atas, teridentifikasi
adanya 9 risiko dari 3 kegiatan yang dianalisis.
2. Analisis Risiko
Seluruh risiko yang teridentifikasi (selanjutnya disebut risiko
teridentifikasi) harus dikaji lebih lanjut dalam rangka memilih dan
menetapkan risiko-risiko mana saja yang dinilai cukup signifikan
(selanjutnya disebut risiko signifikan). Untuk dapat menetapkan apakah
suatu risiko teridentifikasi dapat dikategorikan sebagai risiko signifikan
atau tidak, terlebih dahulu harus dibangun kriteria risiko signifikan. Jika
suatu risiko teridentifikasi memenuhi kriteria dimaksud maka risiko
teridentifikasi itu ditetapkan menjadi risiko signifikan.
19
Tabel 4.4 Rekapitulasi Risiko Teridentifikasi
20
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Bobot atas Risiko Teridentifikasi
Nama Kegiatan
Risiko Nilai*)
No atau Kegiatan
Teridentifikasi BR Simpulan**)
Lainnya
1 PR DR
1 2
dst
1
2
2
1
3 2
dst
dst
Catatan :
*) PR : probabilitas timbulnya risiko; DR: dampak risiko; BR : bobot risiko
**) diisi dengan pilihan: S (signifikan) atau TS (tidak signifikan). Suatu risiko
teridentifikasi dapat ditetapkan sebagai risiko signifikan jika memiliki BR
bernilai 3 atau lebih.
No Kegiatan/
Tujuan Kegiatan Risiko Signifikan
Kegiatan lainnya
1 Pengadaan Tujuan kegiatan /kegiatan 1) R1: risiko adanya
Barang/Jasa lainnya, diisi sesuai dg pengadaan barang
yang ditentukan eselon I persediaan yang tidak
atau ketentuan lainnya dibukukan
2) R2: risiko kualitas aset tetap
yang dibeli dibawah standar
3) R3: risiko terjadi kemahalan
harga barang yang dibeli
2 Akreditasi mutu 1) R4: risiko rendahnya nilai
pendidikan bagi akreditasi program studi
program studi 2) R5: risiko adanya piutang
PNBP yang tidak tercatat
3) R6: risiko adanya kerugian
negara atas PNBP yang
tidak terhitung
3 Pengelolaan 1) R7: risiko terjadinya
BMN pelaporan nilai barang
persediaan yang tidak akurat
2) R8: risiko adanya BMN yang
hilang
21
Melanjutkan ilustrasi di atas, terhadap contoh 9 risiko teridentifikasi,
selanjutnya dilakukan penilaian bobot risikonya dengan mengukur resultante
dari kedua faktor (probabilitas dikalikan dampak) sebagaimana dijelaskan di
atas. Misalkan dari 9 risiko yang teridentifikasi, 2 diantaranya (yaitu R5 dan
R9) memiliki BR dibawah 3 sehingga jumlah risiko signifikan tinggal 7 buah.
Untuk itu maka terhadap risiko-risiko signifikan yang terpilih perlu
direkapitulasi ke dalam bentuk tabel Tabel 4.7
C. Kegiatan Pengendalian
Tahap ketiga dalam penyusunan desain pengendalian intern adalah
merumuskan kegiatan pengendalian intern yang akan dilaksanakan
selama satu tahun untuk setiap risiko signifikan yang telah ditetapkan.
Kegiatan pengendalian yang dirumuskan pada dasarnya mencakup dua
hal, yaitu (1) kebijakan pengendalian, dan (2) prosedur tentang
bagaimana cara melakukan kebijakan itu, atau yang disebut dengan SOP
pengendalian. Tahap ketiga ini dilakukan dengan menyiapkan Tabel
Rencana Kegiatan Pengendalian seperti berikut.
Catatan:
*) Tujuan kegiatan, adalah tujuan sebagaimana ditetapkan oleh eselon I atau
ketentuan lainnya (bukan menurut persepsi satker).
22
Beberapa catatan tentang SOP pengendalian kegiatan:
a. SOP adalah singkatan dari standard operating procedure (bukan
standar operasional prosedur). Istilah SOP merujuk pada pengertian
umum (generic), yaitu prosedur baku untuk melakukan suatu aktivitas.
Bentuk, wujud, atau substansi dari SOP dapat berupa pedoman,
petunjuk, panduan, instruksi kerja, rencana kerja, manual, dan
sejenisnya.
23
Tabel 4.9 Format Rencana Tindak Pengendalian
Subbidang/Subbagian (Eselon IV :
RENCANA STRATEGIS :
Visi (Vision) :
Misi (Mision) :
Program (Tahunan) :
IDENTIFIKASI RISIKO
Tahapan
N Kegiatan Tujuan Uraian UC Risk
Proses Penyebab Dampak
o Utama Kegiatan Risiko /C Owner
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Penyusun Laporan 1 Penyusun 1 Risiko 1 Kurangnya c 1 Kinerja Subba
an bulanan an konsep keterlam kesadaran/i organis g
Laporan yang laporan batan ntegritas asi Evalua
Bulanan berkualit penyusu pegawai tidak si
as nan dlm tercapa Pelapo
konsep pelaksanaa i ran
n TUSInya
2 Pengetika 2 Risiko 1 Kurangnya c 1 Stake Subba
n laporan kesalah kemampua holder g
(finalisasi) an n/integritas komplai Evalua
substan pegawai n atas si
si dlm substan Pelapo
laporan pengetikan si/ ran
laporan konten
laporan
tidak
tepat
24
KEMUDIAN DAPAT KITA ANALISIS SEBAGAI BERIKUT:
Dampak
Probabilitas
Pengendalian Setelah
Tujuan Setelah Adanya
N Kegiatan Uraian yang telah ada Adanya
dari Pengendalian
o Utama Risiko Pengendalian
Kegiatan
Efektivitas
uraian Katagori Nilai Katagori Nilai
s.d saat ini
1 Penyusun Laporan 1 Risiko 1 SOP 1 Belum 1 Kemung 4 Berdamp 3
an bulanan keterla penyusu efektif kinan ak
Laporan yang mbata nan besar sedang/
bulanan berkualit n laporan terjadi medium
as penyus bulanan terhadap
unan kinerja
konsep organisa
si
Pengendalian
Kegiatan Tujuan yang telah ada
No Uraian Risiko Penyebab Dampak
Utama Kegiatan (KSOP,
Implementasi)
1 Penyusunan Laporan 1 Risiko 1 Kurangnya 1 Kinerja 1
laporan bulanan keterlambatan kesadaran/integritas organisasi tidak SOP
yang penyusunan pegawai dalam tercapai penyusunan
berkualitas konsep pelaksanaan laporan
TUSInya
25
Rencana Tindak Tanggal Tanggal
Penanggungjawab
Pengendalian (RTP) yang Pembangunan Implementasi
(RTP)
perlu dibangun (RTP) (RTP)
- Pelatihan/sosialisasi SOP
Subbagian Evaluasi dan
penyusunan laporan 30/5/2016
Pelaporan
bulanan
No. Bentuk komunikasi yang ada saat ini Tindakan yang akan diambil
Desain pengendalian intern beserta seluruh SOP
pengendalian merupakan bentuk informasi yang
sangat menentukan keberhasilan sistem
1
pengendalian intern. Langkah apa yang akan
diambil dan bagaimana metodanya dalam
mensosialisasikan kepada seluruh pegawai.
Pimpinan IPDN dapat menggunakan berbagai
sarana dalam mengkomunikasikan informasi
penting kepada pegawai seperti buku pedoman,
2 surat edaran, memo, papan pengumuman, situs
internet, email, arahan lisan dsb. Langkah apa
yang akan diambil untuk meningkatkan mutu
komunikasi (jika ada).
Setiap kegiatan harus terlaksana untuk dapat
mencapai tujuannya. Adakah mekanisme yang
3 memungkinkan pegawai dapat menyampaikan
rekomendasi penyempurnaan suatu kegiatan.
Jika tidak ada, langkah apa yg akan diambil.
Saluran komunikasi yang terbuka dan efektif
dengan masyarakat (untuk pengaduan,
pertanyaan dll) mutlak diperlukan, terlebih jika
4
terkait dengan pelayanan masyarakat. Langkah
apa yang akan diambil untuk meningkatkan hal
itu.
Bentuk komunikasi lainnya (jika ada)
5
26
A. Pemantauan dan Evaluasi
No Kegiatan/Kegiatan Kebijakan Hasil Kendala Tindakan
Lainnya Pengendalian pantauan Perbaikan
1 2 3 4 5 6
1
2
3
Dst.
Tabel 4.10
Petunjuk pengisian:
kol 2 : Nama kegiatan/kegiatan lainnya sesuai Desain
Pengendalian.
kol 3 : Kebijakan pengendalian sesuai dengan yang tercantum pada
Desain Pengendalian.
kol 4 : diisi dengan pilihan nilai: E (efektif), CE (cukup efektif), atau
KE (kurang efektif).
kol 5 : diisi kendala yang ada secara ringkas, jika kol 4 berisi CE
atau KE.
kol 6 : diisi tindakan perbaikan yang telah atau akan diakukan jika
kol 4 berisi CE atau KE.
27
2. Pemantauan atas tindaklanjut rekomendasi audit/reviu/evaluasi
(triwulanan)
No Instansi Rekomendasi Hasil Kendala Tindakan
pengawasan audit/reviu/evaluasi pantauan yg akan
tahun-tahun diambil
sebelumnya
1 2 3 4 5 6
Catatan:
Hasil pantauan diisi dengan pilihan: T (tuntas) atau BT (belum tuntas).
28
BAB V
TATA WAKTU PENYELENGGARAAN
29
BAB VI.
ILUSTRASI DESAIN PENGENDALIAN INTERN
A. Penilaian Risiko
Akreditasi mutu R4 - - R5 - - R6 -
pendidikan bagi
program studi
- - R7 - R8 R9 - -
Pengelolaan
BMN
30
Berdasarkan peta risiko di atas, teridentifikasi potensi terjadinya risiko pada 9
titik (R1 s.d. R9). R1, adalah potensi risiko kegiatan pengadaan barang/jasa
terhadap nilai barang persediaan. R2, adalah potensi risiko kegiatan
pengadaan barang/jasa terhadap nilai aset tetap, dan seterusnya.
Selanjutnya, risiko-risiko yang teridentifikasi tersebut direkapitulasi ke dalam
Tabel Risiko Teridentifikasi seperti Tabel 7.2 di bawah ini.
Risiko Teridentifikasi
Nama Kegiatan atau
No
Kegiatan Lainnya Kode Deskripsi Risiko
31
Menentukan bobot dari setiap risiko teridentifikasi, dilakukan melalui diskusi
yang intens antara unsur pimpinan IPDN dengan para penanggung jawab
kegiatan, Satgas, dll. Setiap risiko teridentifikasi didiskusikan perihal
probabilitas/kemungkinan tingkat keterjadiannya, dan tingkat dampaknya
(kecil, sedang, atau besar). Nilai-nilai probabilitas dan dampak untuk setiap
risiko teridentifikasi selanjutnya dimasukkan ke dalam Tabel Hasil Penilaian
Bobot Risiko Teridentifikasi seperti disajikan pada Tabel 6.4 di bawah ini.
Tabel 6.4 Hasil Penilaian Bobot atas Risiko Teridentifikasi
Nama
Kegiatan atau Nilai*) BR Simpulan**)
No Risiko Teridentifikasi
Kegiatan
Lainnya PR DR
1 Pengadaan R1 Adanya pengadaan 3 3 9 Signifikan
Barang/Jasa barang persediaan
yang tidak
tercatat/dibukukan.
R2 Kualitas aset yang 3 2 6 Signifikan
dibeli dibawah
standar.
R3 Terjadi kemahalan 4 2 8 Signifikan
harga atas barang
yang dibeli
2 Akreditasi mutu R4 Risiko rendahnya 1 3 3 Signifikan
pendidikan nilai akreditasi
bagi program program studi
studi
R5 Adanya piutang 1 2 2 Tidak
PNBP yang tidak Signifikan
tercatat.
R6 Adanya kerugian 3 2 6 Signifikan
negara atas PNBP
yang tidak terhitung.
3 Pengelolaan R7 Terjadinya 3 3 9 Signifikan
BMN pelaporan nilai
barang persediaan
yang tidak akurat.
R8 Adanya BMN yang 2 2 4 Signifikan
hilang.
4 R9 Adanya pencatatan 1 1 1 Tidak
nilai aset lainnya Signifikan
yang di bawah nilai
sesungguhnya.
5 Dst
Keterangan:
*) PR : probabilitas timbulnya risiko;
DR : dampak risiko;
BR : bobot risiko, yaitu PR x DR.
**) Suatu risiko teridentifikasi dapat ditetapkan sebagai risiko signifikan jika memiliki BR (bobot
risiko) bernilai 3 atau lebih.
32
Dari Tabel 4 tampak bahwa risiko R5 dan R9 memiliki bobot risiko (BR) dibawah
3 sehingga tidak memenuhi kriteria risiko signifikan. Risiko yang signifikan adalah
R1, R2, R3, R6, R7, dan R8, yang selanjutnya direkapitulasi ke dalam tabel
seperti tampak pada Tabel 6.5.
Tabel 6.5
Rekapitulasi Risiko Signifikan
No Kegiatan/ Tujuan Kegiatan Risiko Signifikan
Kegiatan lainnya
1 Pengadaan Barang/Jasa memperoleh barang/ jasa 1. Risiko adanya
berkualitas dg harga pengadaan barang
terjangkau dan memenuhi persediaan yang
prinsip: efisien, efektif, tidak tercatat/
bersaing, terbuka transparan, dibukukan.
adil, dan akuntabel. 2. Risiko kualitas aset
yang dibeli
dibawah standar.
3. Risiko terjadi
kemahalan harga
barang yang dibeli.
2 Akreditasi mutu pendidikan diisi sesuai NSPK (pedoman 1. Risiko rendahnya
bagi program studi pelaksanaan) dari eselon I nilai akreditasi
program studi
2. Risiko adanya
kerugian negara
atas PNBP yang
tidak terhitung.
3 Pengelolaan BMN diisi sesuai PP tentang 1. Risiko terjadinya
pengelolaan BMN pelaporan nilai
barang persediaan
yang tidak akurat.
2. Risiko adanya
BMN yang hilang.
4
dst
Tabel 6.5 selanjutnya akan menjadi dasar atau titik awal dalam menyusun
Rencana Kegiatan Pengendalian seluruh kegiatan/kegiatan lainnya yang
mengandung risiko signifikan, seperti disajikan di bawah ini.
33
B. Rencana Kegiatan Pengendalian
Nama Kegiatan : Pegadaan Barang/Jasa
Tujuan Kegiatan : Memperoleh barang/jasa berkualitas dengan harga terjangkau
dan memenuhi prinsip efisien, efektif, bersaing, terbuka,
transparan, adil dan akuntabel.
Aktivitas/tindakan pengendalian
PenanggungJawab
No. Risiko signifikan Kebijakan Prosedur
pengendalian pengendalian
1 adanya pengadaan pengadaan barang SOP Kasubbag TU
barang persediaan persediaan dilakukan pengendalian
yang tidak tercatat melalui satu pintu. No.1
atau tidak dibukukan.
2 adanya kualitas aset PPHP boleh SOP PPK
yang dibeli dibawah menandatangani BAST pengendalian
standar. hanya jika spec barang No.2
/jasa sesuai kontrak
/SPK, dan bendahara
dpt membayar setelah
adanya BAST yg
ditandatangani PPHP.
3 terjadi kemahalan memastikan setiap HPS SOP
harga atas barang dilampiri bukti survei pengendalian
yang dibeli. harga. No.3
4 Dst
Catatan:
Seluruh kegiatan dan atau kegiatan lainnya yang mengandung risiko signifikan, harus dibuat
Tabel Rencana Kegiatan Pengendalian seperti tersebut diatas, beserta SOP-SOP
pengendaliannya.
34
Ilustrasi SOP Pengendalian
(Ilustrasi Lampiran Nomor 1 dari Desain Pengendalian Intern)
SOP Pengendalian Nomor 1
a. Risiko yang akan diatasi : adanya pengadaan barang persediaan yang tidak
tercatat/tidak dibukukan.
b. Kebijakan pengendalian : pengadaan barang persediaan dilakukan melalui satu
pintu.
c. Prosedur pelaksanaan kebijakan pengendalian sebagai berikut.
1. Kepala Bagian mengidentifikasi kebutuhan barang persediaan (contoh ATK)
seluruh seksi/Sub Bagian TU yang ada di Bagian untuk tahun T-0 (dilakukan pada
tahun T-1).
2. Kepala Bagian mengusulkan alokasi anggaran barang persediaan (ATK) dalam
RKA-K/L tahun T-0 berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan tersebut pada butir 1.
3. Setelah RKA-K/L menjadi DIPA Kepala Bagian menetapkan Petugas Pengelola
Barang Persediaan beserta uraian tugasnya antara lain membuat buku persediaan
untuk mencatat setiap kali ada penambahan (mutasi tambah) dan pengurangan
(mutasi kurang) barang.
4. PPK atau pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang persediaan
menyampaikan salinan daftar barang persediaan yang dibeli (salinan faktur)
kepada Pengelola Barang Persediaan, setiap kali selesai melakukan pembelian
barang.
5. Kasubbag TU menandatangani salinan faktur setelah diperoleh keyakinan bahwa
jumlah dan spesifikasi barang yang dibeli telah sesuai dengan kontrak/SPK.
6. Barang persediaan yang dibeli disimpan pada tempat/ruang yang ditetapkan, dan
Petugas Barang Persediaan mencatat mutasi tambah pada buku persediaan,
sekaligus mengecek kembali kesesuaian jumlah barang dengan salinan faktur.
Pengelola Barang Persediaan melapor kepada Kasubag TU jika terdapat
ketidaksesuaian. salinan faktur disimpan oleh Petugas Barang Persediaan sebagai
dokumen sumber untuk buku persediaan.
7. Setiap orang yang akan meminta barang persediaan (ATK) wajib mengisi blanko
surat permintaan ATK yang disetujui oleh atasan langsungnya, selanjutnya
menyerahkan surat permintaan ATK tersebut kepada Petugas Barang Persediaan.
8. Petugas Barang Persediaan mencatat setiap pengeluaran barang persediaan
sebagai mutasi kurang dalam buku persediaan ATK.
9. Setiap akhir semester Petugas Barang Persediaan dan Kasubbag TU wajib
melakukan stock opname terhadap sisa barang persediaan yang ada didalam
tanggungjawabnya dengan membuat berita acara stock opname.
.........Tgl , Bln..... Thn.....
Kepala Biro.....
35
BAB VII.
PELAPORAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Dasar Hukum
B. Tujuan
1. Sebagai akuntabilitas Rektor IPDN atas penyelenggaraan SPIP di
lingkungan Unit Kerja/Satker IPDN;
2. Sebagai bahan pemantauan dan evaluasi atas penyelenggaraan SPIP di
lingkungan Unit Kerja/Satker IPDN.
C. Ruang Lingkup
1. Periode Pelaporan : 1 Januari sampai dengan 31 Desember 20XX
2. Laporan ini meliputi penyelenggaraan SPIP di lingkungan IPDN.
36
BAB III PENUTUP
A. Rencana tindak yang sudah ditindaklanjuti dan yang belum selama setahun
periode pelaporan. Pada bagian ini diuraikan mengenai pelaksanaan rencana
aksi pelaksanaan SPIP selama setahun yang telah dilaporkan pada tiap
triwulan dan rencana aksi yang belum berhasil dilaksanakan.
C. Rencana Aksi Tahun berikutnya dan Usulan kepada Biro / Satgas SPIP.
Lampiran :
PERSIAPAN
a. Pemahaman (Knowing)
b. Pemetaan (Mapping)
PELAKSANA
a. Pembangunan Infrastruktur (Norwing)
b. Internalisasi (Forming)
c. Perkembangan Berkelanjutan (Performing)
PELAPORAN
a. Pelaporan Penyelenggaraan SPIP
37
BAB VIII.
PENUTUP
REKTOR
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
38
BAB VIII.
PENUTUP
REKTOR
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
39