Anda di halaman 1dari 39

PEDOMAN TEKNIS

SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP)


INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) telah mewajibkan seluruh
Kementerian dan Lembaga untuk mengendalikan seluruh kegiatan dengan
menyelenggarakan sistem pengendalian intern. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai sesuai visi dan misi
yang telah ditetapkan.

Berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2012 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
dilingkungan Kementerian Dalam Negeri. Pada BAB I ayat (9) yang
dimaksud Instansi Pemerintah adalah Unit Kerja eselon I, eselon II , eselon
III dan eselon IV yang melaksanakan penerapan SPIP di lingkungan
Kementerian dan selanjutnya pasal 1 ayat 10 Satuan Tugas kegiatan yang
selanjutnya disebut satgas adalah pejabat eselon II/III yang
bertanggungjawab atas penyelenggaraan SPIP dilingkup komponen.

Bab II, pasal 4 ayat (1) Penyelenggaraan SPIP pada Tingkat


Komponen dan Unit Kerja Mandiri, dilaksanakan oleh Satgas Komponen dan
Unit Kerja Mandiri, selanjutnya ayat (2) Satgas Komponen dan Unit Kerja
Mandiri, terdiri dari para pejabat Komponen dan Unit Kerja Mandiri yang
terkait dengan program sejak dari penanggung jawab program sampai
dengan pelaksana Program. Tanggung jawab tersebut mendasari IPDN
untuk membuat sebuah pedoman Teknis SPIP di lingkungan IPDN.
Pedoman Teknis SPIP tersebut diarahkan untuk menjadi sebuah
acuan yang ringkas dan dapat diterapkan dalam penyelenggaraan SPIP
pada masing-masing unit kerja di lingkungan IPDN. Untuk menjamin
keselarasan Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan IPDN
ini dengan ketentuan lain yang lebih tinggi, maka pedoman ini disusun
dengan mengacu kepada Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP,
sebagaimana telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-
1326/K/LB/2009 tanggal 7 Desember 2009. Menurut pasal 2 pedoman teknis
1
ini, tujuan diterbitkannya pedoman teknis adalah untuk dapat membantu
pimpinan instansi Pemerintah dalam menerapkan SPIP di lingkungannya,
disesuaikan dengan karakteristik, fungsi, sifat, tujuan, dan kompleksitas
masing-masing instansi.
Perkembangan penyelenggaraan SPIP di lingkungan IPDN sampai
sekarang masih belum seperti yang diharapkan, antara lain disebabkan oleh
adanya kesulitan yang dialami oleh Unit Kerja dalam memahami konsep
dasar sistem pengendalian intern sebagaimana yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Berdasarkan
hambatan/kendala dalam penerapan SPIP yang ditemui di lapangan itu,
disimpulkan bahwa Unit Kerja sebenarnya membutuhkan suatu panduan
yang sederhana, operasional, praktis, dan aplikatif yang mampu memandu
tentang apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana
program/kegiatan berjalan dengan efektif dan efisien, sehingga
mengurangi kesalahan/penyimpangan.
Selain itu, pedoman teknis ini diharapkan dapat menjembatani
kesenjangan antara pemahaman yang telah melekat pada setiap individu
dengan bagaimana menerapkan SPIP itu sendiri disetiap unit kerja, sehingga
SPIP dapat mewarnai setiap aktivitas rutin sehari-hari dan pada akhirnya
dapat menjadi sebuah budaya organisasi.

B. Maksud dan Tujuan


Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP disusun dengan maksud untuk
memberikan pedoman /acuan bagi pimpinan, para pejabat struktural,
fungsional, maupun seluruh pegawai dalam menyelenggarakan SPIP di
lingkungan IPDN.
Pedoman Penyelenggaraan SPIP di lingkungan IPDN disusun dengan
tujuan:
1. Petunjuk pengendalian program/kegiatan dan pengelolaan Anggaran
pembangunan dan Belanja Negara (APBN) yang efektif, dan efisien serta
taat asas guna terciptanya keandalan pelaporan keuangan dan
pengamanan aset negara.
2. Menciptakan kesamaan persepsi dalam menyelenggarakan SPIP di
lingkungan IPDN dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-
masing kegiatan di unit utama dan satuan kerja di lingkungan IPDN;
2
3. Memberikan panduan tentang proses, tahapan, pedoman serta formulir-
formulir yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan dan penerapan
SPIP;
C. Dasar Hukum
Aspek hukum yang mendasari diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP pada Tingkat
Satuan Kerja Lingkup Kementerian Dalam Negeri ini adalah dasar
mandat/kewenangan, dasar teknis, serta dasar hukum lainnya terkait SPIP
yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.
1. Dasar Mandat/Kewenangan
Permendagri Nomor 21 Tahun 2012, Bab II, Pasal 2 ayat 1
menyatakan SPIP wajib diselenggarakan oleh Menteri, Pimpinan
Komponen dan Unit Kerja Mandiri serta seluruh pegawai di lingkungan
Kementerian Dalam Negeri yang dilaksanakan oleh Satgas Komponen
dan Unit Kerja Mandiri.
2. Dasar Teknis
Dasar teknis penyusunan pedoman teknis ini adalah Peraturan Kepala
BPKP Nomor Per-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah beserta
aturan-aturan turunannya. Pasal 2 pada peraturan tersebut menyatakan
bahwa tujuan disusunnya pedoman teknis adalah untuk membantu
pimpinan instansi Pemerintah dalam menerapkan SPIP di
lingkungannya.
3. Dasar hukum yang terkait dengan penyusunan pedoman teknis Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) antara lain:
a. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
b. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara
Negara Republik Indonesia Nomor 4890);

3
d. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,
Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan
organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Di
Lingkungan Kementerian Dalam Negeri;
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri;
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2015 tentang
Perubahan Atas Permendagri Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Pedoman pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri;
h. Permendagri Nomor 40 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dilingkungan Kementerian
Dalam Negeri;
i. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 061.05-282 Tahun 2011
tentang Pembentukan kelompok Kerja Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Di Lingkungan
Kementerian Dalam Negeri;
j. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39
Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata kerja Institut
Pemerintahan Dalam Negeri;
k. Keputusan Rektor IPDN Nomor 060-122 Tahun 2016 tentang
Pembentukan Satuan Tugas Penyelenggaraan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Di Lingkungan Institut
Pemerintahan Dalam Negeri Tahun 2016.
D. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pedoman ini mengatur teknis penyelenggaraan sistem
pengendalian intern di lingkungan IPDN.
E. KERANGKA LOGIS PEDOMAN
Pedoman Teknis penyelenggaraan SPIP di lingkungan IPDN disusun
mengacu pada Permendagri Nomor 21, Tanggal 16 Februari 2012 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kemendagri.

4
Pedoman Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan IPDN disusun dengan
sistematika penyajian sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
(memuat alasan tentang mengapa desain pengendalian intern perlu
disusun, intinya adalah sebagai acuan teknis dalam
menyelenggarakan SPIP).
b. Maksud dan Tujuan
(memuat tujuan disusunnya desain pengendalian intern, yaitu agar
sistem pengendalian intern di IPDN dapat terselenggara sesuai
ketentuan yang berlaku).
c. Dasar Hukum
d. Ruang Lingkup
e. Kerangka Logis Pedoman

II. GAMBARAN UMUM


a. Gambaran Umum SPIP
b. Keterkaitan Antar Unsur-Unsur SPIP

III. PERSIAPAN PENYELENGGARAAN SPIP


a. Prosedur dan Tahapan Penyelenggaraan SPIP
b. Pendidikan dan Latihan
c. Sosialisasi

IV. PENYUSUNAN DESAIN PENGENDALIAN INTERN


a. Analisis Lingkungan Pengendalian
(berisi tabel analisis lingkungan pengendalian).
b. Penilaian Risiko
(berisi tabel-tabel: peta risiko , rekapitulasi risiko teridentifikasi, hasil
penilaian bobot risiko teridentifikasi, dan rekapitulasi risiko
signifikan).
c. Kegiatan Pengendalian
(berisi tabel rencana kegiatan pengendalian untuk seluruh kegiatan
dan atau kegiatan lainnya).
d. INFORMASI DAN KOMUNIKASI
(berisi tabel rencana pengelolaan informasi dan komunikasi).
e. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
(berisi tabel rencana pemantauan dan evaluasi).

V. TATA WAKTU PENYELENGGARAAN

VI. ILUSTRASI DESAIN PENGENDALIAN INTERN


a. Penilaian Risiko
b. Rencana Kegiatan Pengendalian

VII. PENUTUP

LAMPIRAN :
(berisi gambaran pelaksanaan SPIP, prosedur tahapan penyusunan SPIP dan
SOP penyelenggaraan SPIP IPDN)
5
BAB II
GAMBARAN UMUM

A. GAMBARAN UMUM SPIP

1. Latar Belakang
Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di
lingkungan IPDN merupakan sebuah konsekuensi logis bagi sebuah
institusi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Setiap lembaga
pemerintah sebaiknya memiliki suatu sistem pengendalian yang dapat
meminimalkan risiko yang ada.
Pedoman Penyelenggaraan SPIP dibagi atas beberapa tahapan
kegiatan, sejak persiapan pembentukan satuan tugas sampai dengan
pelaporan. Setiap tahapan pedoman ini tentunya tetap mengacu pada
Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP yang telah ada. Hal ini untuk
menghindari penyimpangan dan kesalahan persepsi dalam
menginterprestasikan pedoman /standar yang ada, serta untuk
memudahkan setiap eselon I (IPDN) dan satuan kerja (IPDN Kampus
Daerah) dalam mengimplementasikan SPIP sesuai standar yang
berlaku.
Kegiatan-kegiatan tersebut dihimpun dalam dokumen anggaran yang
disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) beserta rinciannya
yakni Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). DIPA/POK pada
hakikatnya adalah amanat dari Kemendagri yang harus dilaksanakan
oleh IPDN dalam rangka mencapai tujuan renstra. Oleh sebab itu maka
diperlukan adanya upaya dan kreativitas pengendalian oleh para
pelaksana kegiatan yang bersifat sistemik dan terintegrasi (built in)
secara berkesinambungan, yang disebut sebagai sistem
pengendalian intern.
2. Pengertian SPIP
Pengertian SPIP sesuai dengan PP Nomor. 60 Tahun 2008 adalah
proses yang integral pada kegiatan dan tindakan yang dilakukan secara
terus-menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi, melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,

6
pengamanan aset negara, serta ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
3. Tujuan SPIP
Tujuan SPIP adalah memberikan keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui :
a. Kegiatan yang efektif dan efisien;
b. Laporan keuangan yang dapat diandalkan;
c. Pengamanan aset negara; serta
d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Unsur-unsur SPIP
SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu :
a. Lingkungan pengendalian;
b. Penilaian risiko;
c. Kegiatan pengendalian;
d. Informasi dan komunikasi; serta
e. Pemantauan pengendalian intern.
5. Prinsip umum penyelenggaraan SPIP
Terdapat beberapa prinsip umum dalam penyelenggaraan SPIP, yaitu :
a. Sistem pengendalian intern sebagai proses yang integral dan
menyatu dengan instansi atau kegiatan secara terus menerus;
b. Sistem pengendalian intern dipengaruhi oleh manusia;
c. Sistem pengendalian intern memberikan keyakinan yang memadai,
bukan keyakinan yang mutlak;
d. Sistem pengendalian intern diterapkan sesuai dengan kebutuhan,
ukuran, kompleksitas, sifat, tugas, dan fungsi instansi pemerintah.

B. KETERKAITAN ANTAR UNSUR-UNSUR SPIP


SPIP terdiri dari lima unsur yaitu: (1) lingkungan pengendalian, (2)
penilaian risiko, (3) kegiatan pengendalian, (4) informasi dan komunikasi,
dan (5) pemantauan pengendalian intern. Kelima unsur tersebut bersifat
integral dan tidak berdiri sendiri, melainkan saling kait mengait antar unsur
yang satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, unsur lingkungan
pengendalian (unsur nomor 1) akan berpengaruh kepada unsur penilaian
risiko (unsur nomor 2). Semakin rendah/buruk kualitas lingkungan
pengendalian pada suatu satker, maka akan semakin tinggi/banyak risiko
7
yang terdapat di dalam satker dimaksud. Demikian pula sebaliknya,
semakin tinggi/baik kualitas lingkungan pengendalian, akan semakin
rendah/sedikit risiko yang dihadapi satker.
Keterkaitan unsur penilaian risiko (unsur nomor 2) dengan unsur
kegiatan pengendalian (unsur nomor 3) adalah bahwa semakin banyak
risiko yang teridentifikasi pada suatu satker, akan semakin banyak kegiatan
pengendalian yang harus dirancang dan dilaksanakan, demikan pula
sebaliknya. Kegiatan-kegiatan pengendalian yang dirancang berdasarkan
hasil pemetaan risiko tersebut, wajib diinformasikan dan dikomunikasikan
kepada seluruh pegawai yang terlibat di dalamnya (pelaksanaan unsur
nomor 4). Rancangan kegiatan pengendalian beserta pelaksanaannya
(unsur nomor 3) harus dipantau selama tahun berjalan dan dievaluasi pada
akhir tahun, untuk dijadikan umpan balik dalam menyempurnakan desain
pengendalian intern tahun berikutnya (pelaksanaan unsur nomor 5).

8
BAB III

PERSIAPAN PENYELENGGARAAN SPIP

A. Prosedur dan Tahapan Penyelenggaraan SPIP


Prosedur penerapan SPIP secara sederhana dilaksanakan sebagai berikut :
1. Pada setiap awal tahun IPDN Kampus Pusat dan IPDN Kampus Daerah
wajib menyusun desain sistem pengendalian intern. Desain tersebut wajib
dikomunikasikan kepada seluruh pegawai yang terlibat dalam
pelaksanaan suatu kegiatan, dengan maksud agar setiap pegawai yang
terlibat dalam suatu kegiatan akan menjadi tahu dan paham tentang
“siapa harus melakukan apa, dan dengan prosedur bagaimana”.

2. IPDN Kampus Pusat dan IPDN Kampus Daerah melaksanakan


aktivitas/tindakan pengendalian intern kegiatan sepanjang tahun
berdasarkan pada desain pengendalian intern yang telah disusun pada
awal tahun. Dengan kata lain, harus mengimplementasikan desain
dimaksud.
3. Implementasi atas desain pengendalian intern perlu dipantau secara
berkala selama tahun berjalan, dan dilakukan evaluasi setelah akhir
tahun, sebagai bahan penyempurnaan desain pengendalian intern tahun
berikutnya.
Penyelenggaraan SPIP terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap pelaporan.
1. Tahap Persiapan
a. Pembentukan Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP
Dalam penyelenggaraan SPIP, perlu membentuk Satuan Tugas
(Satgas) penyelenggaraan SPIP. Satgas ini terdiri dari pejabat atau
personil yang mewakili seluruh unit kerja, baik unit kerja teknis
maupun pendukung yang memegang peran penting dalam sistem
pengendalian. Satu hal yang perlu diperhatikan, salah satu anggota
Satgas sebaiknya personil yang memiliki pengetahuan memadai
tentang Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran)
mengingat didalam proses penilaian risiko akan dilakukan identifikasi
atas kemungkinan adanya risiko setiap kegiatan terhadap akun-akun
Laporan Keuangan. Satgas tersebut bertugas untuk

9
mengkoordinasikan pelaksanaan seluruh tahapan penyelenggaraan
SPIP dan memfasilitasi seluruh kebutuhan atas pedoman dan materi
yang diperlukan utuk melaksanakan SPIP. Dengan kata lain, satgas
bertugas untuk mengawal seluruh tahapan penyelenggaraan SPIP di
lingkungan IPDN.
b. Pemahaman/Knowing.
Pemahaman/knowing adalah tahap untuk membangun kesadaran
(awareness) dan persamaan persepsi. Kegiatan ini dimaksudkan agar
setiap individu mengerti dan memiliki persepsi yang sama tentang
SPIP. Materi yang perlu dipahami dalam tahap ini meliputi:
1) Pentingnya SPIP sebagai sarana pengendalian berkelanjutan dan
perangkat pengamanan dalam proses pencapaian tujuan;
2) Perkembangan sistem pengendalian intern di Indonesia sampai
saat ini;
3) Pengertian SPIP;
4) Uraian unsur dan sub unsur SPIP;
5) Menjelaskan perbedaan Waskat dengan SPIP ditinjau dari faktor:
definisi, sifat, framework, tanggung jawab, keberadaan, dan
penekanan;
Pemahaman/knowing dapat dilakukan melalui:
1) Sosialisasi
Sosialisasi diberikan oleh Satgas Penyelenggaraan SPIP di
lingkungan IPDN, Inspektorat Jenderal Kemendagri atau BPKP.
Metode yang digunakan tergantung pada kebutuhan unit kerja,
antara lain:
a) Pelatihan di IPDN Pusat dan IPDN Kampus Daerah dan tanya
jawab. Metode ini membutuhkan interaksi yang lebih rendah
dan digunakan apabila pemahaman peserta terhadap SPIP
masih relatif rendah;
b) Diskusi panel atau seminar. Metode ini digunakan apabila
pemahaman peserta sudah relatif tinggi karena membutuhkan
interaksi yang lebih tinggi.

10
2) Diklat SPIP
Unit kerja dapat mengikutkan peserta ke dalam diklat yang
diadakan oleh Satgas Penyelenggaraan SPIP Kemendagri yang
bekerja sama dengan BPKP.
3) Focus group discussion (FGD) untuk membangun persamaan
persepsi di antara seluruh pegawai setelah mendapat sosialisasi
SPIP. FGD dipandu oleh Satgas Penyelenggaraan yang bertindak
sebagai fasilitator. Fasilitator FGD bertugas untuk:
a) Memandu diskusi;
b) Menyiapkan materi diskusi yang diarahkan pada pemahaman
berbagai unsur SPIP, termasuk sub unsur, butir-butir dan hal -
hal yang tercantum dalam daftar uji;
c) Memberi contoh penyelenggaraan masing-masing unsur.
4) Diseminasi berbagai informasi yang terkait dengan SPIP dengan
menggunakan media internet dan multimedia.
c. Pemetaan
Pemetaan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi pengendalian
intern pada IPDN, yang mencakup keberadaan kebijakan dan
prosedur dan implementasi dari kebijakan dan prosedur tersebut
terkait penyelenggaraan sub unsur SPIP. Data untuk pemetaan dapat
diperoleh melalui penyebaran kuesioner atau melalui
penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD). Data tersebut perlu
diuji validitasnya melalui uji silang dengan melakukan wawancara,
Review dokumen secara sepintas (walkthrough test) dan observasi.
Pada tahap ini diidentifikasikan :
1) Sub unsur SPIP yang telah diterapkan;
2) Sub unsur SPIP yang penerapannya belum memadai;
3) Sub unsur SPIP yang belum diterapkan.
Hasil pemetaan dituangkan dalam peta sistem pengendalian intern,
yang memuat hal-hal yang perlu diperbaiki (areas of
improvement/AOI). Pedoman yang digunakan sebagai acuan dalam
kegiatan pemetaan adalah pedoman pemetaan yang dikeluarkan oleh
BPKP.

11
d. Penyusunan rencana kerja penyelenggaraan/pengembangan SPIP
Dalam rangka penyelenggaraan SPIP, perlu disusun rencana kerja
penyelenggaraan/ pengembangan SPIP dengan memperhatikan
karakteristik organisasi yang meliputi kompleksitas organisasi, SDM,
dan perspektif pengembangannya. Berdasarkan operasionalisasi
SPIP tersebut ditetapkan tujuan, lingkup kerja, prioritas, dan strategi
pengembangan SPIP.
2. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap penyelenggaraan SPIP di unit
kerja, dengan mempertimbangkan areas of improvement (AOI) yang
dihasilkan pada saat pemetaan. Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga
tahapan, yaitu pembangunan infrastruktur (norming), internalisasi
(forming), dan pengembangan berkelanjutan (performing).
a. Pembangunan Infrastruktur (norming)
Infrastruktur meliputi segala sesuatu yang digunakan oleh
organisasi untuk tujuan pengendalian seperti kebijakan, prosedur,
standar, pedoman, yang dibangun untuk melaksanakan kegiatan.
Pembangunan infrastruktur dilakukan dengan melakukan
identifikasi tujuan dan aktivitas utama organisasi, yang selanjutnya
dinilai risikonya dan ditetapkan skala prioritas penanganannya.
Berdasarkan skala prioritas tersebut, unit kerja menyusun kebijakan
pendukung penyelenggaraan SPIP dilengkapi pedoman
penyelenggaraan sub-sub unsur SPIP. Unit kerja bertanggung
jawab atas area yang dibangun/diperbaiki membentuk tim untuk
menyusun kebijakan dan prosedur penyelenggaraan SPIP.
Infrastruktur yang terbangun kemudian dikomunikasikan kepada
seluruh pegawai dan diadministrasikan/ didokumentasikan.
b. Internalisasi (forming)
Internalisasi merupakan proses yang dilakukan unit kerja untuk
membuat kebijakan dan prosedur menjadi kegiatan operasional
melalui pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas
seluruh personil serta mendapat supervisi oleh pejabat unit kerja
yang bersangkutan untuk perbaikan dan penyempurnaan.

12
c. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)
Tahap ini memanfaatkan hasil proses pemantauan
penyelenggaraan SPIP. Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh
setiap tingkat pimpinan di unit kerja agar setiap penyimpangan
yang terjadi dapat segera diidentifikasi untuk dilakukan tindakan
perbaikannya.
Pemantauan dilakukan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi
terpisah, tindak lanjut hasil audit. Kegiatan ini menghasilkan laporan
hasil pemantauan atau evaluasi. Pemantauan juga dapat dilakukan
melalui penilaian sendiri (self assessment). Saran yang dihasilkan
saat pemantauan dapat berupa :
1) perlunya penyempurnaan sistem, pejabat terkait harus
menyempurnakan dan melakukan sosialisasi penyempurnaan
sistem kepada seluruh pegawai, untuk memperlancar tahapan
internalisasi;
2) terkait implementasi infrastruktur yang tidak memadai akibat
rendahnya kompetensi (soft maupun hard), pejabat terkait
harus segera melakukan tindakan peningkatan kompetensi
pegawai.
3. Tahap Pelaporan
Dalam rangka pengadminstrasian kegiatan SPIP, perlu disusun laporan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan SPIP. Laporan
penyelenggaraan SPIP disusun untuk seluruh tahapan
penyelenggaraan SPIP, yang antara lain memuat :
1) Pelaksanaan kegiatan, menjelaskan persiapan dan pelaksanaan
kegiatan, serta tujuan pelaksanaan kegiatan pada setiap tahapan
penyelenggaraan;
2) Hambatan kegiatan, menguraikan hambatan pelaksanaan kegiatan
yang berakibat pada tidak tercapainya target kegiatan tersebut;
3) Saran perbaikan, berisi saran untuk mengatasi hambatan agar
permasalahan tersebut tidak terulang dan saran dalam upaya
peningkatan pencapaian tujuan.
4) Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya.
B. Pendidikan dan Latihan
Seluruh personil Satgas perlu mendapat kesempatan mengikuti pendidikan
dan latihan (diklat) tentang SPIP agar mampu memahami peran, tugas, dan
fungsinya secara tepat.
13
C. Sosialisasi
IPDN wajib melakukan sosialisasi tentang SPIP kepada seluruh pegawainya,
mengingat pada hakikatnya pengendalian intern atas kegiatan-kegiatan
merupakan kewajiban bagi seluruh pegawai yang terlibat di kegiatan terkait.
Dengan mengikuti sosialisasi diharapkan akan dapat membangun kesadaran
(awareness) dan menyamakan persepsi tentang arti pengendalian intern.

14
BAB IV
PENYUSUNAN DESAIN PENGENDALIAN INTERN

A. Analisis Lingkungan Pengendalian


Analisis lingkungan pengendalian merupakan tahap pertama dalam
menyusun desain pengendalian intern, yang dilakukan dengan langkah kerja
sebagai berikut.
1. Pemetaan Lingkungan Pengendalian
Pada tahapan ini dilakukan analisis dan penilaian terhadap kualitas
lingkungan pengendalian yang ada di IPDN saat ini (existing). Tujuannya
adalah untuk mengetahui sub unsur dari unsur lingkungan pengendalian
mana yang dapat dikategorikan baik, cukup, atau kurang.
Sub unsur dari unsur lingkungan pengendalian yang perlu dipetakan
(dianalisis, dinilai, dan didokumentasikan) adalah sub-sub unsur yang
berada di dalam batas kewenangan IPDN, yang mencakup sub-sub
unsur berikut:
a. penegakan integritas dan nilai etika;
b. komitmen terhadap kompetensi;
c. kepemimpinan yang kondusif;
d. pembinaan pegawai;
e. pendelegasian wewenang dan tanggung jawab;
f. hubungan kerja yang baik.
Adapun contoh parameter minimal yang digunakan dalam menilai setiap sub
unsur, sebagaimana tabel berikut.

Tabel 4. 1 Parameter Minimal Penilaian Sub Unsur Lingkungan


Pengendalian

No Sub Unsur Parameter penilaian


1 Penegakan a. Apakah IPDN telah menyusun dan atau
Integritas dan Nilai menerapkan aturan perilaku dan kode etik PNS?
Etika b. Apakah unsur pimpinan IPDN telah menerapkan
tindakan disiplin yang tepat terhadap
penyimpangan kebijakan prosedur atau
pelanggaran aturan perilaku?
c. Apakah unsur pimpinan IPDN telah memberi
keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada
setiap tingkatan pimpinan satker?
d. Apakah IPDN telah menerapkan PP 46 Tahun
2011 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penilaian Sasaran Kerja Pegawai Negeri Sipil.

15
2 Komitmen terhadap a. Apakah standar kompetensi untuk jabatan di
kompetensi bawah eselon IV, kepanitiaan, atau tim tertentu
telah disusun?
b. Apakah rencana untuk mengikuti berbagai diklat
bagi pegawai telah dibuat?

3 Kepemimpinan a. Apakah unsur pimpinan IPDN sudah


yang kondusif mempertimbangkan faktor risiko dalam setiap
pengambilan keputusan?
b. Apakah unsur pimpinan IPDN telah menerapkan
manajemen berbasis kinerja?
c. Apakah unsur pimpinan IPDN telah memberikan
dukungan yang memadai dalam penyusunan
laporan keuangan, pengelolaan pegawai, dan
pengendalian?
d. Apakah unsur pimpinan IPDN melakukan
interaksi yang cukup intensif dengan level di
bawahnya?
e. Apakah unsur pimpinan IPDN memiliki sikap
yang positif dan responsif terhadap laporan-
laporan yang terkait dengan kegiatan,
penganggaran, dan keuangan?

4 Pembinaan a. Apakah unsur pimpinan IPDN telah mengambil


pegawai langkah-langkah untuk memastikan ketepatan
pelaksanaan pekerjaan, mengurangi
kesalahpahaman, dan mendorong berkurangnya
tindak pelanggaran?
b. Apakah unsur pimpinan IPDN berupaya agar
pegawai memahami tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik, serta memahami apa
yang diharapkan pimpinannya?
5 Pendelegasian a. Apakah wewenang diberikan kepada pegawai
wewenang dan yang tepat sesuai dengan tingkat tanggung
tanggung jawab jawabnya?
b. Apakah pegawai yang diberi wewenang
memahami bahwa wewenang dan tanggung
jawab yang diterimanya itu terkait dengan pihak
lain di dalam instansinya, dan juga terkait dengan
sistem pengendalian?

6 Hubungan kerja a. Apakah IPDN memiliki hubungan kerja yang baik


yang baik dengan instansi di bawah Kementerian
Keuangan?
b. Apakah IPDN memiliki hubungan kerja yang baik
dengan instansi pengawasan (intern maupun
ekstern)?

Proses penilaian terhadap 6 sub unsur dengan 17 parameter sebaiknya


melibatkan seluruh pegawai agar diperoleh hasil yang lebih objektif.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat
kuesioner anonim (tidak menyebut identitas responden) yang berisi
pertanyaan atau pendapat sesuai parameter-parameter tersebut.
16
Jawaban kuesioner akan mencerminkan persepsi seluruh pegawai atas
kualitas lingkungan pengendalian di instansinya secara lebih objektif.
2. Rencana Tindak Perbaikan
Dalam merumuskan bentuk tindakan perbaikan yang akan diambil,
pimpinan IPDN diharapkan berperan secara aktif mengingat kualitas
lingkungan pengendalian sangat ditentukan atau dipengaruhi oleh faktor
kepemimpinan.
Output dari analisis lingkungan pengendalian tersebut di atas, dapat
disajikan dalam bentuk Tabel Analisis Lingkungan Pengendalian sebagai
berikut.
Tabel 4.2 Analisis Lingkungan Pengendalian

No. Sub Unsur Lingkungan Pengendalian dan Hasil Rencana


Parameternya penilaian*) tindak
perbaikan**)
1 Penegakan integritas dan nilai etika (4 parameter)
2 Komitmen terhadap kompetensi (2 parameter)
3 Kepemimpinan yang kondusif (5 parameter)
4 Pembinaan pegawai (2 parameter)
5 Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab (2
parameter)
6 Hubungan kerja yang baik (2 parameter)

Catatan:
*) penilaian setiap sub unsur meliputi penilaian atas seluruh parameternya, dan hasilnya
dinyatakan dengan huruf: B (baik), C (cukup), atau K (kurang).
**) kolom ini diisi jika parameter sub unsur lingkungan pengendalian bernilai K (kurang).

B. Penilaian Risiko
Tahap kedua dalam menyusun desain pengendalian intern adalah penilaian
risiko. Penilaian risiko terdiri dari identifikasi risiko dan analisis risiko, dengan
penjelasan sebagai berikut.
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dilakukan dengan cara melakukan pemetaan risiko.
Pemetaan risiko mencakup dua dimensi yaitu sumber risiko dan letak
terjadinya risiko disebut wilayah risiko. Jika disajikan pada suatu matriks,
maka sumber risiko sebagai baris matriks sedangkan wilayah risiko
sebagai kolom matriks.
Sumber risiko, selain berasal dari kegiatan yang tercantum di dalam
dokumen anggaran, juga dapat berasal dari kegiatan tugas/fungsi
lainnya selanjutnya disingkat dengan ‘kegiatan lainnya’ yang tidak
17
tercantum dalam dokumen anggaran. Sedangkan wilayah risiko, adalah
letak terjadinya risiko yang meliputi dua area utama yaitu capaian kinerja
dan penyusunan Laporan Keuangan (akun-akun Neraca dan Laporan
Realisasi Anggaran).

Tabel 4.3 Ilustrasi Peta Risiko

Wilayah risiko (letak terjadinya risiko)

Sumber risiko Laporan Keuangan


(Kegiatan dan
Kegiatan Capaian Neraca LRA
Lainnya) kinerja
Kas Persediaan Piutang Aset Aset Pen Belanja
Tetap Lain dapat
an
Pengadaan - - R1 - R2 - - R3
Barang/Jasa
Akreditasi R4 - - R5 - - R6 -
mutu
pendidikan
bagi program
studi
Pengelolaan - - R7 - R8 R9 - -
BMN

dst

Keterangan/deskripsi dari risiko yang teridentifikasi:

rendahnya nilai akreditasi program studi

pencatatan aset lainnya yang dibawah nilai sesungguhnya.


(Catatan: jenis kegiatan dan deskripsi risiko yang ada dalam tabel diatas adalah sekedar
ilustrasi untuk membantu memudahkan pemahaman).

Sebagaimana terlihat pada tabel di atas, pemetaan risiko dimulai dengan


penulisan kegiatan dan atau kegiatan lainnya pada kolom sumber risiko,
dilanjutkan dengan mengeksplorasi titik-titik kemungkinan terjadinya
risiko pada wilayah risiko (capaian kinerja dan Laporan Keuangan).
Pemetaan risiko pada wilayah risiko dilakukan pada seluruh sumber
risiko yang dimiliki IPDN, yaitu pada setiap kegiatan maupun kegiatan

18
lainnya. Pada ilustrasi di atas, sumber risiko berasal dari kegiatan yang
berupa pengadaan barang/jasa dan Akreditasi mutu pendidikan bagi
program pasca sarjana, serta dari kegiatan lainnya yang berupa
pengelolaan BMN.
Identifikasi risiko dapat dilakukan antara lain melalui:
a. Temuan hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal
maupun BPK RI;
b. Hasil pencermatan/monitoring/evaluasi yang dilaksanakan Irjen;
c. Hasil pemantauan dan evaluasi SPIP tahun berjalan maupun tahun
yang lalu.
Dari hasil identifikasi di atas, diperoleh titik-titik pada wilayah risiko untuk
setiap sumber risiko. Pada titik-titik tersebut selanjutnya ditandai (R1, R2,
R3, dst) sehingga menghasilkan peta risiko yang berupa matriks/tabel
dimana baris tabel menyajikan sumber risiko, dan kolom tabel
menyajikan wilayah risiko. Tanda-tanda pada peta risiko yang
mengindikasikan adanya potensi risiko (yakni R1, R2, R3, dst), perlu
diberikan keterangan atau penjelasan berupa deskripsi dari risiko yang
teridentifikasi dimaksud. Dalam ilustrasi peta risiko di atas, teridentifikasi
adanya 9 risiko dari 3 kegiatan yang dianalisis.
2. Analisis Risiko
Seluruh risiko yang teridentifikasi (selanjutnya disebut risiko
teridentifikasi) harus dikaji lebih lanjut dalam rangka memilih dan
menetapkan risiko-risiko mana saja yang dinilai cukup signifikan
(selanjutnya disebut risiko signifikan). Untuk dapat menetapkan apakah
suatu risiko teridentifikasi dapat dikategorikan sebagai risiko signifikan
atau tidak, terlebih dahulu harus dibangun kriteria risiko signifikan. Jika
suatu risiko teridentifikasi memenuhi kriteria dimaksud maka risiko
teridentifikasi itu ditetapkan menjadi risiko signifikan.

19
Tabel 4.4 Rekapitulasi Risiko Teridentifikasi

No Nama Kegiatan atau Kegiatan


Risiko Teridentifikasi
Lainnya
1 Kode Deskripsi Risiko
R1
R2
dst
2 R1
R2
dst
Kriteria risiko signifikan dan penetapan risiko signifikan dijelaskan secara
berurutan sebagai berikut.
1) Kriteria Risiko Signifikan
Ada dua faktor yang memengaruhi tingkat signifikansi suatu risiko, yaitu: (1)
dampak risiko terhadap kinerja dan laporan keuangan IPDN, dan (2)
probabilitas munculnya risiko. Resultante dari kedua faktor tersebut akan
menentukan signifikansi suatu risiko teridentifikasi. Untuk memudahkan cara
penilaiannya, maka resultante kedua faktor tersebut diukur dengan
pendekatan kuantitatif (berupa nilai hasil perkalian antara kedua faktor)
sebagaimana diuraikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5 Probabilitas Risiko dan Dampak Risiko

Dampak risiko terhadap kinerja dan


Probabilitas munculnya risiko
Laporan Keuangan IPDN

Kecil Sedang Besar


Prosentase kejadian Nilai
(nilai 1) (nilai 2) (nilai 3)
Jarang Terjadi (<25%) 1 BR= 1 BR= 2 BR= 3
Mungkin Terjadi (25-75%) 2 BR= 2 BR= 4 BR= 6
Sering Terjadi (>75%) 3 BR= 3 BR= 6 BR= 9
Keterangan:
BR (bobot risiko teridentifikasi) = nilai probabilitas munculnya risiko dikalikan nilai
dampak risiko.

Suatu risiko teridentifikasi ditetapkan sebagai risiko signifikan, jika memiliki BR


bernilai 3 atau lebih. Untuk itu maka seluruh risiko teridentifikasi harus diukur
bobot risikonya dalam rangka memilih dan menetapkannya sebagai risiko
signifikan.

20
Tabel 4.6 Hasil Penilaian Bobot atas Risiko Teridentifikasi

Nama Kegiatan
Risiko Nilai*)
No atau Kegiatan
Teridentifikasi BR Simpulan**)
Lainnya
1 PR DR
1 2
dst
1
2
2
1
3 2
dst
dst

Catatan :
*) PR : probabilitas timbulnya risiko; DR: dampak risiko; BR : bobot risiko
**) diisi dengan pilihan: S (signifikan) atau TS (tidak signifikan). Suatu risiko
teridentifikasi dapat ditetapkan sebagai risiko signifikan jika memiliki BR
bernilai 3 atau lebih.

2) Penetapan Risiko Signifikan


Tahapan ini merupakan tahapan yang cukup krusial di dalam proses
penyusunan desain pengendalian intern karena penetapan risiko signifikan
merupakan titik awal dalam proses penetapan bentuk pengendalian intern
pada tahap berikutnya.
Tabel 4.7 Ilustrasi Risiko Signifikan

No Kegiatan/
Tujuan Kegiatan Risiko Signifikan
Kegiatan lainnya
1 Pengadaan Tujuan kegiatan /kegiatan 1) R1: risiko adanya
Barang/Jasa lainnya, diisi sesuai dg pengadaan barang
yang ditentukan eselon I persediaan yang tidak
atau ketentuan lainnya dibukukan
2) R2: risiko kualitas aset tetap
yang dibeli dibawah standar
3) R3: risiko terjadi kemahalan
harga barang yang dibeli
2 Akreditasi mutu 1) R4: risiko rendahnya nilai
pendidikan bagi akreditasi program studi
program studi 2) R5: risiko adanya piutang
PNBP yang tidak tercatat
3) R6: risiko adanya kerugian
negara atas PNBP yang
tidak terhitung
3 Pengelolaan 1) R7: risiko terjadinya
BMN pelaporan nilai barang
persediaan yang tidak akurat
2) R8: risiko adanya BMN yang
hilang
21
Melanjutkan ilustrasi di atas, terhadap contoh 9 risiko teridentifikasi,
selanjutnya dilakukan penilaian bobot risikonya dengan mengukur resultante
dari kedua faktor (probabilitas dikalikan dampak) sebagaimana dijelaskan di
atas. Misalkan dari 9 risiko yang teridentifikasi, 2 diantaranya (yaitu R5 dan
R9) memiliki BR dibawah 3 sehingga jumlah risiko signifikan tinggal 7 buah.
Untuk itu maka terhadap risiko-risiko signifikan yang terpilih perlu
direkapitulasi ke dalam bentuk tabel Tabel 4.7
C. Kegiatan Pengendalian
Tahap ketiga dalam penyusunan desain pengendalian intern adalah
merumuskan kegiatan pengendalian intern yang akan dilaksanakan
selama satu tahun untuk setiap risiko signifikan yang telah ditetapkan.
Kegiatan pengendalian yang dirumuskan pada dasarnya mencakup dua
hal, yaitu (1) kebijakan pengendalian, dan (2) prosedur tentang
bagaimana cara melakukan kebijakan itu, atau yang disebut dengan SOP
pengendalian. Tahap ketiga ini dilakukan dengan menyiapkan Tabel
Rencana Kegiatan Pengendalian seperti berikut.

Tabel 4.8 Rencana Kegiatan Pengendalian Intern


Nama Kegiatan : ......................................................
Tujuan Kegiatan:.......................................................*)
Aktivitas/tindakan pengendalian
Penanggung
Risiko
No. Jawab
signifikan Kebijakan Prosedur
pengendalian pengendalian
1 berisi risiko berisi kebijakan yang siapkan SOP
sesuai Tabel akan diambil oleh pengendalian No.1
Risiko pimpinan IPDN untuk
Signifikan mengatasi/meminimalisir
terjadinya risiko.
2 siapkan SOP siapkan SOP
pengendalian pengendalian No.2
No.2
dst dst dst Dst

Catatan:
*) Tujuan kegiatan, adalah tujuan sebagaimana ditetapkan oleh eselon I atau
ketentuan lainnya (bukan menurut persepsi satker).

Seluruh kegiatan dan atau kegiatan lainnya yang mengandung risiko


signifikan, harus dibuat Tabel Rencana Kegiatan Pengendalian Intern
seperti contoh diatas, beserta SOP-SOP pengendaliannya.

22
Beberapa catatan tentang SOP pengendalian kegiatan:
a. SOP adalah singkatan dari standard operating procedure (bukan
standar operasional prosedur). Istilah SOP merujuk pada pengertian
umum (generic), yaitu prosedur baku untuk melakukan suatu aktivitas.
Bentuk, wujud, atau substansi dari SOP dapat berupa pedoman,
petunjuk, panduan, instruksi kerja, rencana kerja, manual, dan
sejenisnya.

b. SOP pengendalian untuk setiap kebijakan pengendalian, yang


selanjutnya disebut SOP pengendalian kegiatan, dapat disusun
secara terpisah sebagai lampiran yang tak terpisahkan dari desain
pengendalian intern dan diberi nomor urut.

c. prinsip dasar dalam penyusunan SOP pengendalian adalah, suatu SOP


harus mampu menerangkan “siapa harus melakukan apa, dengan
prosedur bagaimana”.

d. SOP pengendalian suatu kegiatan harus sudah selesai disiapkan


(ditandatangani pimpinan IPDN) sebelum kegiatannya dimulai. Untuk
tahun kedua dan seterusnya, SOP-SOP pengendalian telah selesai
disusun bersamaan dengan penyusunan desain pengendalian intern.

e. penyusunan SOP pengendalian kegiatan merupakan kewenangan


eselon I sebagai pembuat kebijakan (regulator), sedangkan
penyusunan SOP pelaksanaan kegiatan merupakan kewajiban Unit
Kerja sebagai pelaksana kebijakan (operator).

f. penanggung jawab penyusunan SOP pengendalian adalah para


penanggung jawab dari setiap kebijakan pengendalian (bukan satgas).
Dalam merumuskan kebijakan pengendalian (dalam desain
pengendalian intern), pimpinan IPDN dibantu oleh para penanggung
jawab kegiatan terkait.

23
Tabel 4.9 Format Rencana Tindak Pengendalian

LEVEL MANAJEMEN ENTITAS


Kementerian/Lembaga :

Unit Organisasi Eselon I :

Unit Organisasi Eselon II :

Bidang/Bagian (Eselon III) :

Subbidang/Subbagian (Eselon IV :

RENCANA STRATEGIS :

Visi (Vision) :

Misi (Mision) :

Tujuan Jangka Panjang (Goals) :

Program (Tahunan) :

Tujuan Jangka Pendek :

IDENTIFIKASI RISIKO
Tahapan
N Kegiatan Tujuan Uraian UC Risk
Proses Penyebab Dampak
o Utama Kegiatan Risiko /C Owner
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Penyusun Laporan 1 Penyusun 1 Risiko 1 Kurangnya c 1 Kinerja Subba
an bulanan an konsep keterlam kesadaran/i organis g
Laporan yang laporan batan ntegritas asi Evalua
Bulanan berkualit penyusu pegawai tidak si
as nan dlm tercapa Pelapo
konsep pelaksanaa i ran
n TUSInya
2 Pengetika 2 Risiko 1 Kurangnya c 1 Stake Subba
n laporan kesalah kemampua holder g
(finalisasi) an n/integritas komplai Evalua
substan pegawai n atas si
si dlm substan Pelapo
laporan pengetikan si/ ran
laporan konten
laporan
tidak
tepat

24
KEMUDIAN DAPAT KITA ANALISIS SEBAGAI BERIKUT:

Dampak
Probabilitas
Pengendalian Setelah
Tujuan Setelah Adanya
N Kegiatan Uraian yang telah ada Adanya
dari Pengendalian
o Utama Risiko Pengendalian
Kegiatan
Efektivitas
uraian Katagori Nilai Katagori Nilai
s.d saat ini
1 Penyusun Laporan 1 Risiko 1 SOP 1 Belum 1 Kemung 4 Berdamp 3
an bulanan keterla penyusu efektif kinan ak
Laporan yang mbata nan besar sedang/
bulanan berkualit n laporan terjadi medium
as penyus bulanan terhadap
unan kinerja
konsep organisa
si

2 Risiko 1 SOP 2 Belum 2 Kemung 4 Berdamp 3


kesala penyusu efektif kinan ak
han nan besar sedang/
substa 2 laporan terjadi medium
nsi isi Review terhadap
lapora mandiri organisa
n 3. si

Toleransi Risiko Target risiko Respon Prioritas


Risiko Residual
Residual residual Risiko Risiko
Nilai Status Nilai Status Nilai Status Residual Residual
4 x 3 = 12 Risiko ≤4 Risiko 2 x 2 = 4 Risiko Mengurangi
tinggi rendah rendah probabilitas
dan dampak
risiko

SELANJUTNYA, TERHADAP RISIKO PRIORITAS KITA BANGUN


RENCANA TINDAK PENGENDALIANNYA SEBAGAI BERIKUT :

RENCANA TINDAK PENGENDALIAN

Pengendalian
Kegiatan Tujuan yang telah ada
No Uraian Risiko Penyebab Dampak
Utama Kegiatan (KSOP,
Implementasi)
1 Penyusunan Laporan 1 Risiko 1 Kurangnya 1 Kinerja 1
laporan bulanan keterlambatan kesadaran/integritas organisasi tidak SOP
yang penyusunan pegawai dalam tercapai penyusunan
berkualitas konsep pelaksanaan laporan
TUSInya

2 Risiko 1 Kurangnya 1 Stakeholder 1 SOP


kesalahan kemampuan/integritas komplain atas penyusunan
substansi isi pegawai dalam substansi/konten laporan
laporan pengetikan laporan laporan yang bulanan
tidak tepat
2 Reviu
mandiri
2

25
Rencana Tindak Tanggal Tanggal
Penanggungjawab
Pengendalian (RTP) yang Pembangunan Implementasi
(RTP)
perlu dibangun (RTP) (RTP)
- Pelatihan/sosialisasi SOP
Subbagian Evaluasi dan
penyusunan laporan 30/5/2016
Pelaporan
bulanan

- Pembuatan routling slip Subbagian Evaluasi dan


1/5/2016 1/6/2016
dan checklist Pelaporan

- Reviu laporan secara Subbagian Evaluasi dan


1/6/2016
berjenjang Pelaporan

D. Informasi dan Komunikasi


Tahap keempat dalam penyusunan desain pengendalian intern adalah
merumuskan rencana aktivitas yang terkait dengan informasi dan
komunikasi yang menunjang terselenggaranya sistem pengendalian intern
melalui SOP-SOP pengendalian. Aktivitas terkait informasi dan
komunikasi yang perlu dilakukan IPDN dalam rangka penyelenggaraan
sistem pengendalian intern adalah sebagaimana tabel berikut.

Tabel 4.9 Informasi dan Komunikasi terkait Penyelenggaraan Sistem


Pengendalian Intern.

No. Bentuk komunikasi yang ada saat ini Tindakan yang akan diambil
Desain pengendalian intern beserta seluruh SOP
pengendalian merupakan bentuk informasi yang
sangat menentukan keberhasilan sistem
1
pengendalian intern. Langkah apa yang akan
diambil dan bagaimana metodanya dalam
mensosialisasikan kepada seluruh pegawai.
Pimpinan IPDN dapat menggunakan berbagai
sarana dalam mengkomunikasikan informasi
penting kepada pegawai seperti buku pedoman,
2 surat edaran, memo, papan pengumuman, situs
internet, email, arahan lisan dsb. Langkah apa
yang akan diambil untuk meningkatkan mutu
komunikasi (jika ada).
Setiap kegiatan harus terlaksana untuk dapat
mencapai tujuannya. Adakah mekanisme yang
3 memungkinkan pegawai dapat menyampaikan
rekomendasi penyempurnaan suatu kegiatan.
Jika tidak ada, langkah apa yg akan diambil.
Saluran komunikasi yang terbuka dan efektif
dengan masyarakat (untuk pengaduan,
pertanyaan dll) mutlak diperlukan, terlebih jika
4
terkait dengan pelayanan masyarakat. Langkah
apa yang akan diambil untuk meningkatkan hal
itu.
Bentuk komunikasi lainnya (jika ada)
5

26
A. Pemantauan dan Evaluasi
No Kegiatan/Kegiatan Kebijakan Hasil Kendala Tindakan
Lainnya Pengendalian pantauan Perbaikan
1 2 3 4 5 6
1
2
3
Dst.

Pemantauan pengendalian intern merupakan unsur pengendalian


kelima atau terakhir. Hasil pemantauan secara triwulanan termasuk
pemantauan terhadap tindak lanjut atas rekomendasi hasil audit dan atau
reviu oleh instansi pengawasan, baik intern (Inspektorat Jenderal) maupun
ekstern (BPKP, BPK) direkapitulasi untuk mendapatkan hasil pemantauan
selama satu tahun sebagai bahan evaluasi pada akhir tahun (atau awal
tahun berikutnya).
Evaluasi berjalannya sistem pengendalian dilakukan pada awal
tahun bersamaan dengan penyusunan desain pengendalian intern tahun
berikutnya. Evaluasi dilakukan secara bersama-sama antara pimpinan IPDN,
para penanggung jawab kegiatan, Satgas, dan pejabat/personil lain yang
dipandang perlu.
Aktivitas terkait pemantauan dan evaluasi yang perlu dilakukan IPDN
dalam rangka penyelenggaraan sistem pengendalian intern adalah
sebagaimana tabel berikut

Tabel 4.10

Pemantauan dan Evaluasi terkait Penyelenggaraan


Sistem Pengendalian Intern

1. Pemantauan atas kebijakan pengendalian (triwulanan)

Petunjuk pengisian:
 kol 2 : Nama kegiatan/kegiatan lainnya sesuai Desain
Pengendalian.
 kol 3 : Kebijakan pengendalian sesuai dengan yang tercantum pada
Desain Pengendalian.
 kol 4 : diisi dengan pilihan nilai: E (efektif), CE (cukup efektif), atau
KE (kurang efektif).
 kol 5 : diisi kendala yang ada secara ringkas, jika kol 4 berisi CE
atau KE.
 kol 6 : diisi tindakan perbaikan yang telah atau akan diakukan jika
kol 4 berisi CE atau KE.

27
2. Pemantauan atas tindaklanjut rekomendasi audit/reviu/evaluasi
(triwulanan)
No Instansi Rekomendasi Hasil Kendala Tindakan
pengawasan audit/reviu/evaluasi pantauan yg akan
tahun-tahun diambil
sebelumnya
1 2 3 4 5 6

Catatan:
Hasil pantauan diisi dengan pilihan: T (tuntas) atau BT (belum tuntas).

3. Evaluasi (awal tahun berikutnya)


Bentuk tabel evaluasi sama dengan tabel pemantauan kebijakan
pengendalian (tabel nomor 1) dengan perbedaan pada kolom 4 ,
dimana “hasil pantauan” diganti menjadi “hasil evaluasi”.

28
BAB V
TATA WAKTU PENYELENGGARAAN

Tata waktu penyelenggaraan SPIP dan aktivitas-aktivitas pengendalian yang


dilaksanakan setiap periode waktu, seperti disajikan berikut.

Tabel 5.1 Aktivitas Pengendalian

No. Waktu Aktivitas Pengendalian Yang Dilakukan


1 Bulan Januari 1. Melakukan evaluasi atas berjalannya sistem pengendalian intern
tahun tahun sebelumnya, yaitu antara lain:
berjalan a. mempelajari hasil pemantauan pengendalian triwulanan
tahun sebelumnya sebagai umpan balik dalam
penyempurnaan desain pengendalian intern tahun berjalan.
b. mereviu butir-butir dalam desain pengendalian intern tahun
lalu yang belum/tidak dapat terlaksana dengan baik (sesuai
hasil pemantauan butir a), untuk bahan perbaikan desain
pengendalian intern tahun berjalan.
c. mereviu SOP-SOP pengendalian tahun lalu dan
menyempurnakannya untuk dasar operasional pengendalian
tahun berjalan (untuk kegiatan tahun lalu yang berlanjut).
2. Menyusun desain pengendalian intern tahun berjalan dengan
memperhatikan hasil evaluasi atas berjalannya sistem
pengendalian intern tahun lalu. Desain pengendalian intern atas
kegiatan-kegiatan yang sama dengan tahun sebelumnya, lebih
bersifat updating dengan memperhatikan adanya perubahan
kondisi di tahun berjalan.
3. Menyiapkan SOP-SOP pengendalian yang diperlukan dalam
rangka melaksanakan kebijakan pengendalian yang telah
ditetapkan dalam desain pengendalian intern tahun berjalan.
4. Menyusun laporan tahunan atas penyelenggaraan SPIP (tahun
lalu).

2 12 bulan 1. Mengimplementasikan 5 unsur sistem pengendalian intern


selama tahun sebagaimana yang telah ditetapkan dalam desain pengendalian
berjalan intern.
2. Melakukan revisi keanggotaan Satgas SPIP jika dipandang
perlu.

3 Satu kali 1. Melaksanakan pemantauan atas berjalannya sistem


setiap pengendalian intern setiap kegiatan dan atau kegiatan lainnya,
triwulan utamanya tentang hambatan-hambatan yang timbul dalam
merealisasikan kegiatan pengendalian yang ditetapkan dalam
desain pengendalian intern.
2. Melakukan koreksi atas desain pengendalian intern (dan SOP
pengendalian) jika dipandang perlu, dengan
mendokumentasikan tindakan koreksi dimaksud.
3. Menyusun laporan triwulanan atas berjalannya sistem
pengendalian/ penyelenggaraan SPIP.
4 Bulan Januari Sama dengan bulan Januari tahun sebelumnya.
tahun
berikutnya

29
BAB VI.
ILUSTRASI DESAIN PENGENDALIAN INTERN

Bab ini menyajikan ilustrasi tentang cara penyusunan desain pengendalian


intern, khusus untuk tahap Penilaian Risiko (unsur SPIP nomor 2) dan Kegiatan
Pengendalian (unsur SPIP nomor 3). Data/informasi yang diisikan ke dalam
tabel-tabel pada Bab ini, hanyalah sebuah ilustrasi dengan maksud untuk
memudahkan dalam memahami proses penyusunan kedua unsur pengendalian
itu. Pada praktiknya, data/informasi yang diisikan ke dalam tabel akan sangat
tergantung pada kondisi (karakteristik dan kompleksitas) masing-masing satker.

A. Penilaian Risiko

Ilustrasi yang digambarkan disini adalah melakukan identifikasi risiko pada 2


jenis kegiatan yaitu kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dan Akreditasi mutu
pendidikan bagi program studi, dan pada 1 jenis kegiatan lainnya yaitu
Pengelolaan BMN.
Berdasarkan hasil diskusi antara unsur pimpinan IPDN dengan para
penanggung jawab kegiatan, Satgas, dll, dari 3 kegiatan dan kegiatan
lainnya tersebut disepakati (misalnya) adanya potensi terjadinya 9 buah
risiko (R1-R9) pada titik-titik di wilayah risiko sebagaimana tampak pada peta
risiko berikut ini.
Tabel 6.1 Peta Risiko

Wilayah risiko (letak terjadinya risiko)


Sumber
risiko Laporan Keuangan
(Kegiatan
Capaian Neraca LRA
dan Kegiatan
kinerja
Lainnya)
Aset Aset
Kas Persediaan Piutang
Tetap Lain
Pendapatan Belanja
Pengadaan - - R1 - R2 - - R3
Barang/Jasa

Akreditasi mutu R4 - - R5 - - R6 -
pendidikan bagi
program studi
- - R7 - R8 R9 - -
Pengelolaan
BMN

30
Berdasarkan peta risiko di atas, teridentifikasi potensi terjadinya risiko pada 9
titik (R1 s.d. R9). R1, adalah potensi risiko kegiatan pengadaan barang/jasa
terhadap nilai barang persediaan. R2, adalah potensi risiko kegiatan
pengadaan barang/jasa terhadap nilai aset tetap, dan seterusnya.
Selanjutnya, risiko-risiko yang teridentifikasi tersebut direkapitulasi ke dalam
Tabel Risiko Teridentifikasi seperti Tabel 7.2 di bawah ini.

Tabel 6. 2 Rekapitulasi Risiko Teridentifikasi

Risiko Teridentifikasi
Nama Kegiatan atau
No
Kegiatan Lainnya Kode Deskripsi Risiko

1 Pengadaan Barang/ Jasa R1 1. Risiko adanya pengadaan barang persediaan


yang tidak tercatat/dibukukan.
R2 2. Risiko adanya kualitas aset yang dibeli
dibawah standar.
R3 3. Risiko terjadi kemahalan harga atas barang
yang dibeli.
2 Akreditasi mutu R4 1. R4: risiko rendahnya nilai akreditasi program
pendidikan bagi program R5 studi
studi R6 2. R5: risiko adanya piutang PNBP yang tidak
tercatat
3. R6: risiko adanya kerugian negara atas PNBP
yang tidak terhitung
3 Pengelolaan BMN R7 1. Risiko terjadinya pelaporan nilai barang
persediaan yang tidak akurat.
R8 2. Risiko adanya BMN yang hilang.
R9 3. Risiko adanya pencatatan nilai aset lainnya
yang dibawah nilai sesunguhnya.

Risiko-risiko teridentifikasi seperti disajikan pada Tabel 6.2, dianalisis lebih


lanjut tentang bobot risikonya untuk dapat mengetahui risiko yang mana
yang tergolong risiko signifikan. Bobot dari setiap risiko teridentifikasi diukur
dengan menggunakan alat ukur seperti di Tabel 6.3 dibawah ini.

Tabel 6.3 Cara Menilai Bobot Risiko Teridentifikasi

Probabilitas Munculnya Risiko Dampak Risiko Terhadap Kinerja dan Laporan


Keuangan IPDN
Prosentase kejadian Nilai Kecil Sedang Besar
(nilai 1) (nilai 2) (nilai 3)
Jarang terjadi (<25%) 1 BR= 1 BR= 2 BR= 3
Mungkin terjadi (25-75%) 2 BR= 2 BR= 4 BR= 6
Sering terjadi (>75%) 3 BR= 3 BR= 6 BR= 9
Keterangan :
BR (bobot risiko) = nilai probabilitas risiko x nilai dampak risiko.

31
Menentukan bobot dari setiap risiko teridentifikasi, dilakukan melalui diskusi
yang intens antara unsur pimpinan IPDN dengan para penanggung jawab
kegiatan, Satgas, dll. Setiap risiko teridentifikasi didiskusikan perihal
probabilitas/kemungkinan tingkat keterjadiannya, dan tingkat dampaknya
(kecil, sedang, atau besar). Nilai-nilai probabilitas dan dampak untuk setiap
risiko teridentifikasi selanjutnya dimasukkan ke dalam Tabel Hasil Penilaian
Bobot Risiko Teridentifikasi seperti disajikan pada Tabel 6.4 di bawah ini.
Tabel 6.4 Hasil Penilaian Bobot atas Risiko Teridentifikasi

Nama
Kegiatan atau Nilai*) BR Simpulan**)
No Risiko Teridentifikasi
Kegiatan
Lainnya PR DR
1 Pengadaan R1 Adanya pengadaan 3 3 9 Signifikan
Barang/Jasa barang persediaan
yang tidak
tercatat/dibukukan.
R2 Kualitas aset yang 3 2 6 Signifikan
dibeli dibawah
standar.
R3 Terjadi kemahalan 4 2 8 Signifikan
harga atas barang
yang dibeli
2 Akreditasi mutu R4 Risiko rendahnya 1 3 3 Signifikan
pendidikan nilai akreditasi
bagi program program studi
studi
R5 Adanya piutang 1 2 2 Tidak
PNBP yang tidak Signifikan
tercatat.
R6 Adanya kerugian 3 2 6 Signifikan
negara atas PNBP
yang tidak terhitung.
3 Pengelolaan R7 Terjadinya 3 3 9 Signifikan
BMN pelaporan nilai
barang persediaan
yang tidak akurat.
R8 Adanya BMN yang 2 2 4 Signifikan
hilang.
4 R9 Adanya pencatatan 1 1 1 Tidak
nilai aset lainnya Signifikan
yang di bawah nilai
sesungguhnya.
5 Dst

Keterangan:
*) PR : probabilitas timbulnya risiko;
DR : dampak risiko;
BR : bobot risiko, yaitu PR x DR.
**) Suatu risiko teridentifikasi dapat ditetapkan sebagai risiko signifikan jika memiliki BR (bobot
risiko) bernilai 3 atau lebih.

32
Dari Tabel 4 tampak bahwa risiko R5 dan R9 memiliki bobot risiko (BR) dibawah
3 sehingga tidak memenuhi kriteria risiko signifikan. Risiko yang signifikan adalah
R1, R2, R3, R6, R7, dan R8, yang selanjutnya direkapitulasi ke dalam tabel
seperti tampak pada Tabel 6.5.

Tabel 6.5
Rekapitulasi Risiko Signifikan
No Kegiatan/ Tujuan Kegiatan Risiko Signifikan
Kegiatan lainnya
1 Pengadaan Barang/Jasa memperoleh barang/ jasa 1. Risiko adanya
berkualitas dg harga pengadaan barang
terjangkau dan memenuhi persediaan yang
prinsip: efisien, efektif, tidak tercatat/
bersaing, terbuka transparan, dibukukan.
adil, dan akuntabel. 2. Risiko kualitas aset
yang dibeli
dibawah standar.
3. Risiko terjadi
kemahalan harga
barang yang dibeli.
2 Akreditasi mutu pendidikan diisi sesuai NSPK (pedoman 1. Risiko rendahnya
bagi program studi pelaksanaan) dari eselon I nilai akreditasi
program studi
2. Risiko adanya
kerugian negara
atas PNBP yang
tidak terhitung.
3 Pengelolaan BMN diisi sesuai PP tentang 1. Risiko terjadinya
pengelolaan BMN pelaporan nilai
barang persediaan
yang tidak akurat.
2. Risiko adanya
BMN yang hilang.

4
dst

Tabel 6.5 selanjutnya akan menjadi dasar atau titik awal dalam menyusun
Rencana Kegiatan Pengendalian seluruh kegiatan/kegiatan lainnya yang
mengandung risiko signifikan, seperti disajikan di bawah ini.

33
B. Rencana Kegiatan Pengendalian
Nama Kegiatan : Pegadaan Barang/Jasa
Tujuan Kegiatan : Memperoleh barang/jasa berkualitas dengan harga terjangkau
dan memenuhi prinsip efisien, efektif, bersaing, terbuka,
transparan, adil dan akuntabel.

Aktivitas/tindakan pengendalian
PenanggungJawab
No. Risiko signifikan Kebijakan Prosedur
pengendalian pengendalian
1 adanya pengadaan pengadaan barang SOP Kasubbag TU
barang persediaan persediaan dilakukan pengendalian
yang tidak tercatat melalui satu pintu. No.1
atau tidak dibukukan.
2 adanya kualitas aset PPHP boleh SOP PPK
yang dibeli dibawah menandatangani BAST pengendalian
standar. hanya jika spec barang No.2
/jasa sesuai kontrak
/SPK, dan bendahara
dpt membayar setelah
adanya BAST yg
ditandatangani PPHP.
3 terjadi kemahalan memastikan setiap HPS SOP
harga atas barang dilampiri bukti survei pengendalian
yang dibeli. harga. No.3
4 Dst

Catatan:
Seluruh kegiatan dan atau kegiatan lainnya yang mengandung risiko signifikan, harus dibuat
Tabel Rencana Kegiatan Pengendalian seperti tersebut diatas, beserta SOP-SOP
pengendaliannya.

34
Ilustrasi SOP Pengendalian
(Ilustrasi Lampiran Nomor 1 dari Desain Pengendalian Intern)
SOP Pengendalian Nomor 1
a. Risiko yang akan diatasi : adanya pengadaan barang persediaan yang tidak
tercatat/tidak dibukukan.
b. Kebijakan pengendalian : pengadaan barang persediaan dilakukan melalui satu
pintu.
c. Prosedur pelaksanaan kebijakan pengendalian sebagai berikut.
1. Kepala Bagian mengidentifikasi kebutuhan barang persediaan (contoh ATK)
seluruh seksi/Sub Bagian TU yang ada di Bagian untuk tahun T-0 (dilakukan pada
tahun T-1).
2. Kepala Bagian mengusulkan alokasi anggaran barang persediaan (ATK) dalam
RKA-K/L tahun T-0 berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan tersebut pada butir 1.
3. Setelah RKA-K/L menjadi DIPA Kepala Bagian menetapkan Petugas Pengelola
Barang Persediaan beserta uraian tugasnya antara lain membuat buku persediaan
untuk mencatat setiap kali ada penambahan (mutasi tambah) dan pengurangan
(mutasi kurang) barang.
4. PPK atau pejabat yang bertanggung jawab atas pengadaan barang persediaan
menyampaikan salinan daftar barang persediaan yang dibeli (salinan faktur)
kepada Pengelola Barang Persediaan, setiap kali selesai melakukan pembelian
barang.
5. Kasubbag TU menandatangani salinan faktur setelah diperoleh keyakinan bahwa
jumlah dan spesifikasi barang yang dibeli telah sesuai dengan kontrak/SPK.
6. Barang persediaan yang dibeli disimpan pada tempat/ruang yang ditetapkan, dan
Petugas Barang Persediaan mencatat mutasi tambah pada buku persediaan,
sekaligus mengecek kembali kesesuaian jumlah barang dengan salinan faktur.
Pengelola Barang Persediaan melapor kepada Kasubag TU jika terdapat
ketidaksesuaian. salinan faktur disimpan oleh Petugas Barang Persediaan sebagai
dokumen sumber untuk buku persediaan.
7. Setiap orang yang akan meminta barang persediaan (ATK) wajib mengisi blanko
surat permintaan ATK yang disetujui oleh atasan langsungnya, selanjutnya
menyerahkan surat permintaan ATK tersebut kepada Petugas Barang Persediaan.
8. Petugas Barang Persediaan mencatat setiap pengeluaran barang persediaan
sebagai mutasi kurang dalam buku persediaan ATK.
9. Setiap akhir semester Petugas Barang Persediaan dan Kasubbag TU wajib
melakukan stock opname terhadap sisa barang persediaan yang ada didalam
tanggungjawabnya dengan membuat berita acara stock opname.
.........Tgl , Bln..... Thn.....

Kepala Biro.....

35
BAB VII.
PELAPORAN

Laporan penyelenggaraan SPIP dibuat setiap triwulan dan tahunan dengan


format sebagai berikut.

Format Laporan Triwulanan/Tahunan Penyelenggaraan SPIP

BAB I PENDAHULUAN

A. Dasar Hukum

1. Pasal 47 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang


Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;
2. Permendagri Nomor 21, Tanggal 16 Februari 2012 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Kemendagri.

B. Tujuan
1. Sebagai akuntabilitas Rektor IPDN atas penyelenggaraan SPIP di
lingkungan Unit Kerja/Satker IPDN;
2. Sebagai bahan pemantauan dan evaluasi atas penyelenggaraan SPIP di
lingkungan Unit Kerja/Satker IPDN.

C. Ruang Lingkup
1. Periode Pelaporan : 1 Januari sampai dengan 31 Desember 20XX
2. Laporan ini meliputi penyelenggaraan SPIP di lingkungan IPDN.

BAB II PENYELENGGARAAN SPIP

A. Tingkat Entitas Unit Kerja dan IPDN Kampus Daerah


Dalam bagian ini diuraikan pelaksanaan tahapan penyelenggaraan SPIP pada
tingkat entitas Unit Kerja dan IPDN Kampus Daerah sebagai berikut:
1. Penilaian risiko
2. Pembangunan infrastruktur
3. Internalisasi/ Implementasi

B. Penyelenggaraan SPIP Biro-Biro Dalam bagian ini diuraikan pelaksanaan


tahapan penyelenggaraan SPIP pada tingkat Unit Kerja sebagai berikut:
1. Penilaian risiko
2. Pembangunan infrastruktur
3. Internalisasi/ Implementasi

36
BAB III PENUTUP

A. Rencana tindak yang sudah ditindaklanjuti dan yang belum selama setahun
periode pelaporan. Pada bagian ini diuraikan mengenai pelaksanaan rencana
aksi pelaksanaan SPIP selama setahun yang telah dilaporkan pada tiap
triwulan dan rencana aksi yang belum berhasil dilaksanakan.

B. Hambatan, Penyebab, dan Alternatif Pemecahannya pada bagian ini diuraikan


hambatan dan penyebab dari tidak terlaksananya rencana aksi serta alternatif
pemecahan untuk mengatasi hambatan tersebut.

C. Rencana Aksi Tahun berikutnya dan Usulan kepada Biro / Satgas SPIP.

Lampiran :

 PERSIAPAN
a. Pemahaman (Knowing)
b. Pemetaan (Mapping)
 PELAKSANA
a. Pembangunan Infrastruktur (Norwing)
b. Internalisasi (Forming)
c. Perkembangan Berkelanjutan (Performing)
 PELAPORAN
a. Pelaporan Penyelenggaraan SPIP

37
BAB VIII.
PENUTUP

Pedoman Teknis pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan


IPDN ini disusun untuk dijadikan sebagai pedoman bagi Satuan Tugas
Pengendali Intern baik di IPDN Kampus Pusat dan Kampus Daerah dalam
melaksanakan tugas pengendalian terhadap pelaksanaan program kegiatan-
kegiatan sehingga terlaksana secara efektif, efisien dan akuntabel.
Pedoman ini bersifat umum dan dinamis, sehingga diharapkan dapat
mengakomodasi berbagai karakteristik kegiatan di setiap Bagian/Unit terutama
terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat strategis.
Pedoman teknis arah pada penyelenggaraan SPIP secara garis besar
dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu, tahap persiapan, pelaksanaan, dan
pelaporan. Pembagian ini merupakan pendekatan praktis untuk memudahkan
Pimpinan Unit IPDN dalam mengimplementasikan SPIP. Dalam rangka
pengadministrasian kegiatan SPIP, perlu disusun laporan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan SPIP dan memberikan gambaran
mengenai kemajuan yang dicapai untuk seluruh tahapan penyelenggaraan.
Pedoman teknis merupakan Pedoman Sistem Pengendalian Intern yang
disusun berdasarkan referensi yang ada di lingkup Kementerian Dalam Negeri
dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan sehingga dalam tindak
lanjut pelaksanaannya memungkinkan diperlukannya perubahan dan
penyesuaian seperlunya.

Jatinangor, November 2016

REKTOR
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Prof. Dr. Drs. ERMAYA SURADINATA, SH., MH.,MS

38
BAB VIII.
PENUTUP

Pedoman Teknis pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan


IPDN ini disusun untuk dijadikan sebagai pedoman bagi Satuan Tugas
Pengendali Intern baik di IPDN Kampus Pusat dan IPDN Kampus Daerah dalam
melaksanakan tugas pengendalian terhadap pelaksanaan program kegiatan-
kegiatan sehingga terlaksana secara efektif, efisien dan akuntabel.
Pedoman ini bersifat umum dan dinamis, sehingga diharapkan dapat
mengakomodasi berbagai karakteristik kegiatan di setiap Bagian/Unit terutama
terhadap pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersifat strategis.
Dalam pedoman teknis ini, penyelenggaraan SPIP secara garis besar
dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu, tahap persiapan, pelaksanaan, dan
pelaporan. Pembagian ini merupakan pendekatan praktis untuk memudahkan
Pimpinan Unit IPDN dalam mengimplementasikan SPIP.
Dalam rangka pengadministrasian kegiatan SPIP, perlu disusun laporan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan SPIP dan memberikan
gambaran mengenai kemajuan yang dicapai untuk seluruh tahapan
penyelenggaraan SPIP.
Pedoman teknis ini merupakan Pedoman SPI yang disusun berdasarkan
referensi yang ada di lingkup Kemendagri dan BPKP sehingga dalam tindak
lanjut pelaksanaannya memungkinkan diperlukannya perubahan dan
penyesuaian seperlunya.

Jatinangor, November 2016

REKTOR
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Prof. Dr. Drs. ERMAYA SURADINATA, SH., MH.,MS

39

Anda mungkin juga menyukai