Anda di halaman 1dari 14

PENGANGGARAN & PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

TUGAS MID
Topik : Sistem dan Mekanisme Perpajakan di Indonesia
Tema : Sistem Perpajakan dan Pengaruhnya Pada Perekonomian
di Indonesia

Dosen : Dr. Ir. Murshal Manaf, MT

Ainun Nadifa Patty (4516042017)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Doing Business 2009, menyebutkan “rata-rata sebuah kegiatan bisnis di Indonesia


harus membayar sedikitnya 22 jenis pajak dalam setahun dan membutuhkan waktu
sekitar 344 jam kerja. Konsekuensinya, Indonesia menempati posisi ke 104 dari 181
negara”. Dari studi tersebut, ADB (Asian Development Bank) mengusulkan perlunya
penyederhanaan dalam sistem pembayaran pajak di Indonesia.

Sistem perhitungan pajak setiap negara berbeda tergantung kepada kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintahnya. Seiring dengan penyempurnaan yang dilakukan secara
berkesinambungan, sistem perhitungan pajak di Indonesia telah beberapa kali
mengalami perubahan. Hal tersebut tercermin dari perubahan yang terjadi pada undang-
undang yang terkait dengan masalah perpajakan sebagai landasan hukum bagi
berlakunya sistem perpajakan di Indonesia.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang utama. Semakin hari peranan
penerimaan pajak bagi pembiayaan pengeluaran umum/negara semakin besar. Saat ini
pemerintah sedang mempersiapkan amandemen UU Perpajakan Tahun 2005 yang
menandai dilaksanakannya reformasi perpajakan keempat. Pertanyaan yang muncul
adalah apasajakah pengaruh perpajakan nasional yang telah dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Makalah ini disusun guna memabahas peran mendasar dan pengaruh-pengaruh


terhadap perekonomian dari sistem perpajakan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pajakan

Menurut Adam Smith, pajak adalah “a contribution from the citizen to support of the
state”. Bastable menyatakan pajak adalah “a compulsory contribution of the wealth of a
person or body of person for service of public powers”. Sedangkan menurut Sommerfeld
Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adalah “suatu pengalihan
sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum,
namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.”

Dari kalangan dalam negeri, Rochmat Soemitro menyatakan bahwa pajak adalah “iuran
kepada rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sector partikulir ke sector
pemerintah) berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum”. Menurut Prof.Dr.P.J.A. Adriani, pajak adalah “iuran masyarakat
kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.”

Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara
perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak
mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor
privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya
pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan
individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan
jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang
dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

2. Konsep Perpajakan

Tujuan Perpajakan

Perpajakan diperlukan untuk membiayai berbagai pengeluaran negara. Tujuan dari


perpajakan adalah untuk menekan konsumsi dan investasi dari sistem kegiatan sosial
sehingga sistem administrasi dapat menyediakan barang dan jasa publik, sosial atau
kolektif dan dapat memberikan subsidi kepada golongan miskin tanpa menimbulkan
inflasi dan kesukaran dalam neraca pembayaran.
Fungsi pokok dari perpajakan adalah untuk menekan berbagai permintaan akan
kapasitas produktif dari sistem kegiatan sosial. Dengan demikian, perpajakan
mempunyai tujuan lain, di samping sebagai sumber pendapatan negara. Perpajakan
yang eifisien dilaksanakan dengan suatu cara yang dapat membantu pembagian
pendapatan yang lebih merata, dapat membantu untuk memberikan dorongan tingkat
pertumbuhan ekonomi dan memperkuat kebijaksanaan pengeluaran anggaran yang
dilaksanakan oleh sistem administrasi.

Suatu sistem pajak yang baik haruslah memenuhi kriteria, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Distribusi dari beban pajak harus adil, setiap orang harus membayar sesuai dengan
“bagiannya yang wajar”.
2. Pajak-pajak harus sedikit mungkin mencampuri keputusan-keputusan ekonomi.
3. Pajak-pajak haruslah memperbaiki ketidakefisienan yang terjadi di sektor swasta,
apabila instrumen pajak dapat melakukannya.
4. Struktur pajak haruslah mampu digunakan dalam kebijakan fiskal untuk tujuan stabilisasi
dan pertumbuhan ekonomi.
5. Sistem pajak harus dimengerti oleh wajib pajak.
6. Administrasi pajak dan biaya pelaksanaannya haruslah sesedikit mungkin.
7. kepastian.
8. Dapat dilaksanakan.
9. Dapat diterima,

Suatu sistem pajak yang baik adalah suatu sistem pajak yang adil. Konsep keadilan ini
sifatnya relatif, sehingga harus dijelaskan lebih lanjut. Dalam bidang perpajakan konsep
keadilan menjadi dua klasifikasi, yaitu keadilan datar (horizontal equity) dan keadilan
tegak (vertical equity). Yang dimaksud dengan keadilan datar adalah pengenaan pajak
dimana setiap orang yang kedaannya sama haruslah menderita beban pajak yang sama
besarnya. Sedangkan keadilan tegak adalah situasi dimana orang yang keadaannya
berbeda adalah haruslah menderita beban pajak yang berbeda pula.

Landasan hukum

Landasan hukum adalah acuan hukum dasar yang menguatkan dilakukannya suatu
kegiatan atau yang melandasi pelaksanaan suatu kebijakan. Ada landasan hukum yang
bersumber dari hukum dasar, yaitu UUD 1945. Ada juga yang berbentuk undang-undang
sebagai turunan dari UUD 1945, landasan hukum pajak yang dimaksud adalah sebagai
berikut :

1. UUD 1945 Pasal 23 Ayat 1 sampai dengan 3.


2. Undang-Undang Perpajakan sebagai turunan dari UUD 1945 Pasal 23 yang telah
mengalami beberapa kali penyempurnaan, dan terakhir disyahkan serta berlaku mulai
tanggal 1 Januari 2001 sebagai berikut:
1) UU No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
Undang-undang di antaranya mengungkapkan hal-hal sebagai berikut.
a. Tanggung jawab pelaksanaan pajak ada pada anggota masyarakat.
b. Sistem pemungutan dan perhitungan pajak menggunakan sistem “self
assessment” yang artinya masyarakat diberi kepercayaan untuk
menghitung dan menyetor pajak sendiri kepada pemerintah.
c. Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001
2) UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini di antaranya adalah sebagai
berikut:
a. Objek pajak
Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomi
yang diterima wajib pajak, baik berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri atau segala sesuatu yang menambah kekayaan wajib pajak dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
b. Bentuk penghasilan
Maksud bentuk penghasilan adalah balas jasa yang diterima wajib pajak
berupa hadiah, laba usaha, honor, keuntungan, maupun warisan.
c. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP)
d. Tarif pajak penghasilan
3) UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
(PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM);
4) UU No. 20 Tahun 2000 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
5) UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP).

Prinsip-prinsip dalam perpajakan

1. Prinsip pemanfaatan dalam perpajakan


Pengenaan pajak dapat didasarkan pada kriteria efisiensi, yaitu dimana tingkat produksi
ditentukan pada biaya marginal sama dengan harga.
2. Prinsip kemampuan membayar
Setiap orang haruslah membayar bagiannya (pajak) sesuai dengan kemampuannya
untuk membayar.
3. Konsep equal sacrifice
Kesamaan pengorbanan absolut (equal absolute sacrifice) ialah bahwa pajak hendaknya
dibebankan kepada wajib pajak sedemikian rupa sehingga beban riil atau
kepuasan/guna yang hilang dari masing-masing pembayar pajak itu adalah sama
besarnya.

3. Arti penting perpajakan bagi Indonesia


Saat ini sektor pajak memberikan kontribusi yang terbesar dalam APBN. Bahkan pajak
adalah salah satu penerimaan negara yang paling potensial. Penerimaan dari sektor
pajak ini selanjutnya digunakan oleh negara untuk membiayai pembangunan sarana dan
prasarana kepentingan umum bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa betapa
pentingnya pajak bagi negara karena pajak merupakan sumber dana yang
diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran negara/pemerintah yang
disebut sebagai fungsi budgeteir.

Seperti diuraikan di atas bahwa pajak merupakan kontribusi masyarakat untuk ikut
berperan aktif dalam membangun negaranya, yaitu membangun sarana dan prasarana
kepentingan umum bagi masyarakat itu sendiri. Dengan kontribusi ini masyarakat
berhak untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah. Di pihak lain, tidak boleh
dilupakan bahwa pajak memang merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat
sebagai warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di
sinilah letak pentingnya pajak bagi masyarakat sebagai Wajib Pajak
4. Reformasi pajak di Indonesia
Reformasi pajak di Indonesia pertama kali diluncurkan tahun 1983, dengan perombakan
system pajak paling mendasar, yaitu digantikannya official assessment system menjadi
self assessment system.

Tahun 1994, pemerintah merilis reformasi perpajakan kedua. Perpajakan pada masa ini
banyak mengadopsi perkembangan baru di bidang perpajakan, khususnya secara teknis
perpajakan yang makin mengurangi kesenjangannya dengan praktik akuntansi.
Kemudian disusul dengan reformasi tahun 2000,2002, dan 2004.

Reformasi perpajakan di Indonesia merupakan langkah sistematis yang disusun melalui


perencanaan yang baik. Namun, evaluasi yang dibahas dalam bagian terdahulu menjadi
beberapa poin yang juga menunjukkan bahwa system perpajakan nasional harus
direformasi terus-menerus.

Reformasi perpajakan selama ini telah mencapai hasil yang baik, namun masih banyak
kekurangan yang harus segera diperbaiki. Pencapaian ukuran keberhasilan
pemungutan pajak masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara
tetangga. Konsekuensinya reformasi perpajakan harus terus dilanjutkan, baik dari sisi
peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak (tax compliance), kepastian
hukum bagi pembayar dan aparat pajak dan peningkatan kualitas pelayanan dan
administrasi perpajakan. Atau dengan kata lain, reformasi perpajakan edisi keempat
harus menyentuh aspek SDM, landasan hukum yang konsisten dan organisasi yang
modern yang menjamin efisiensi dan efektifitas sistem perpajakan yang ideal.

5. Sistem Perpajakan di Indonesia


Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah
naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. System perekonomian yang
dilakukan oleh Indonesia pada mulanya mencakup ketiga system, yaitu Official
assessment system, Self assessment system, dan withholding tax system.

1. Official Assessment System


Sistem ini dilaksanakan sampai dengan tahun 1967. Official Assessment System
adalah suatu cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada pada pemungut pajak (fiscus).
Sistem ini diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB
yang terhutang setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi
cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT)
yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar
2. Semi Self Assessment System dan With Holding System
Kedua sistem ini dilaksanakan di Indonesia dari tahun 1968 sampai dengan 1983.
Semi Self Assessment System adalah cara pemungutan pajak yang wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak bersama dengan
fiscus. Contohnya diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk
Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN.
WithHolding Tax System adalah cara pemungutan pajak yang wewenang untuk
menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga yang ditunjuk. System
ini diterapkan dalam mekanisme pemotongan/pemungutan sesuai PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal
15, dan PPN. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong
atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak
(SSP). Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh/SPT
Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan
3. Full Self Assessment System
System ini dilaksanakan sejak tahun 1983 sampai dengan sekarang. Full Self
Assessment System adalah suatu cara pemungutan pajak dengan penentuan
besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak. Dengan kata lain, wajib pajak yang
melakukan perhitunganya sendiri. Fiscus tidak ikut campur, ia hanya memberikan
petunjuk dan bantuan kepada wajib pajak yang belum bisa atau belum memahami
cara perhitunganya serta mengingatkan atau melakukan penagihan kepada wajib
pajak yang belum membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo.

Mekanisme perpajakan yang dianut di Indonesia saat ini untuk berbagai jenis
pajak didasarkan pada self assessment system. Dalam Self assessment system
mengandung hal yang penting, yang diharapkan ada dalam diri wajib pajak yaitu :
1. Tax consciousness atau kesadaran wajib pajak.
2. Kejujuran wajib pajak.
3. Tax mindedness wajib pajak, hasrat untuk membayar pajak.
4. Tax discipline, disiplin wajib pajak terhadap pelaksanaan peraturan perpajakan
sehingga pada waktu wajib pajak dengan sendirinya memenuhi kewajiban yang
dibebankan kepadanya oleh Undang-undang.
Hingga saat ini kantor pajak telah merubah sistem administrasinya menjadi tiga
yaitu KPP Besar, KPP Madya, KPP Pratama. Dimana ketiga KPP tersebut telah
menerapkan sistem administrasi modern diantaranya ada Account Representative
(AR), kring pajak, dan help desk.
Mereka mengharapkan dengan adanya perubahan sistem tersebut citra negatif
Pajak dimasyarakat dapat berubah dari yang semula enggan membayar pajak
karena takut berurusan dengan orang pajak menjadi lebih pro aktif untuk membayar
pajak. Tetapi yang lebih diinginkan masyarakat sebenarnya adalah perubahan
budaya orang pajak sendiri yaitu dari penguasa menjadi pelayan masyarakat sesuai
dengan namanya kantor pelayanan.
Kesulitan masyarakat untuk membayar pajak disebabkan kurangnya sosialisasi
dr aparat pajak khususnya dimana mereka hanya memberikan sosialisasi kepada
wajib pajak tertentu saja (besar & berpotensi) bukannya kepada seluruh wajib pajak.
salah satu contoh : ketika pelaporan SPT tahunan 2007 banyak wajib pajak yang
kecewa ternyata mereka sudah tidak terdaftar di KPP dimana sebelumnya mereka
terdaftar tetapi pindah ke KPP lain (KPP Pratama lainnya) tanpa ada pemberitahuan
sebelumnya (surat terlambat datang).
Hal-hal seperti ini diharapkan tidak terjadi lagi dalam penerapan sistem
administrasi modern yang telah berjalan selama ini sehingga minat masyarakat
untuk membayar pajak dapat tumbuh sehingga kelancaran pembangunan negeri ini
tidak terganggu.

6. Peranan dan Dampak Pajak dalam Perekonomian


Pajak merupakan suatu pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah untuk berbagai
tujuan, misalnya untuk membiayai penyediaan barang dan jasa publik, untuk mengatur
perekonomian, dapat juga mengatur konsumsi masyarakat. Karena sifatnya yang
dipaksakan tersebut maka pajak akan mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat atau
seseorang.
1. Peranan Pajak dalam Pembangunan
Pajak merupakan modal dasar pembangunan. Pada saat pemerintah melakukan
belanja barang dan jasa terjadi aliran pendapatan dari pemerintah ke dalam
masyarakat. Termasuk juga dalam hal ini beberapa multiplier effect dalam
bentuk, misalnya employment creation dan peningkatan output. Kenaikan
pendapatan masyarakat ini akan merangsang peningkatan permintaan dan
dalam kondisi penawaran yang relatif terbatas akan terjadi kecenderungan
kenaikan harga (untuk selanjutnya mengarah pada inflasi). Dalam situasi seperti
ini sebagian dari pendapatan masyarakat yang meningkat itu diambil oleh
pemerintah melalui pajak untuk membiayai defisit anggaran berikutnya. Hal inilah
yang dikatakan sebagai forced saving, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan
untuk pembentukan modal.

Adanya pajak pula sebagai upaya untuk mengatur alokasi pendapatan


masyarakat. Dengan menarik pajak sesuai mekanismenya, maka pemerintah
dapat mengalokasikan pendapatan pada upaya-upaya investasi yang dapat
dinikmati banyak orang. Dengan tersedianya banyak investasi, maka akan timbul
lapangan pekerja. Sehingga secara tidak langsung pemerintah telah melakukan
realokasi dan redistribusi pendapatan. Jadi secara tidak langsung adanya
penarikan pajak yang tepat akan membuka peluang bagi kemakmuran
masyarakat serta menjaga stabilitas dengan penciptaan lapangan kerja.
2. Dampak Pajak terhadap Kesejahteraan (Welfare)
Apabila suatu barang dikenakan pajak maka harga yang dibayar konsumen lebih
tinggi daripada harga yang diterima oleh produsen atau penjual, karena sebagian
harga dibayarkan kepada pemerintah. Kelebihan beban yang ditimbulkan oleh
pajak itulah yang disebut kesejahteraan yang hilang karena pajak (welfare cost
of taxation). Penting sekali membedakan secara jelas antara biaya tak langsung
(the welfare cost taxation) dan biaya langsung (direct cost of taxation) dalam
hubungannya dengan penarikan sumber-sumber produktif dari sektor swasta.
Misalnya suatu pajak penjualan dikenakan pada produk tertentu, tetapi pajak
tersebut dikenakan sedemikian tinggi sehingga produk tersebut menurun sampai
nol. Dalam hal demikian berarti tidak ada biaya langsung dari suatu pajak sebab
tidak ada penerimaan pajak yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah. Tetapi
jelas ada beban bagi masyarakat karena pajak yaitu produk tersebut tidak
diproduksi padahal sangat dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian ada mis-
alokasi sumber-sumber produksi sehingga konsumen menjadi kurang senang
dan kehilangan kesejahteraan, yang berarti mereka memikul beban pajak. Jadi
dalam hal ini ada welfare cost of taxation meskipun tidak ada direct cost of
taxation. Apabila pajak penjualan tersebut dipungut pada tingkat tertentu yang
masih menghasilkan sejumlah penerimaan pajak berarti akan timbul baik welfare
cost of taxation maupun direct cost of taxation
Harga

P1 B Harga

P0 A C S

0 Jumlah
Q1 Q0

Harga mula-mula sebelum dikenakan pajak terhadap produk tersebut adalah Po


dan kurva penawaran adalah S, namun ketika dikenakan pajak pada produk
tersebut maka kurva supply bergeser dari S ke S+T sehingga harga menjadi naik
dari Po menjadi P1 sedangkan produksi turun dari Qo menjadi Q1. Penerimaan pajak
(the direct cost taxation) sama dengan PoP1BA. Harga bagi konsumen sekarang
adalah P1 di atas harga awal yaitu Po dan inilah sumber mis-alokasi yang
menyebabkan adanya welfare cost. Pengurangan konsumsi atas produk tersebut
dari Qo ke Q1 berarti hilangnya manfaat sebesar BCQoQ1. Sumber-sumber produktif
yang dipakai untuk memproduksi Qo dan Q1 dapat digunakan untuk memproduksi
barang-barang lain yang lebih banyak. Jadi pajak membatasi produksi barang-
barang yang dikenakan pajak dan mendorong sumber-sumber ptoduktif berpindah
ke pemakaian lain. Tetapi nilai barang lain yang diproduksi (ACQoQ1) lebih sedikit
dibanding dengan hilangnya nilai barang-barang yang dikenakan pajak (BCQoQ1).
Perbedaan atau selisih antara BCQoQ1 dan ACQoQ1 = BAC merupakan welfare cost
sebab ini merupakan besarnya kehilangan neto akan manfaat.
Dengan mengetahui welfare cost maka dapat dibandingkan pajak yang satu
dengan yang lain dan menentukan mana yang memberikan beban lebih besar
kepada masyarakat sehingga pemerintah dapat membuat alternatif lain di bidang
perpajakan. Demikian pula besarnya welfare cost dapat memberi petunjuk kepada
pemerintah untuk mengalokasikan sumberdaya produktif seefisien mungkin.

3. Dampak Pajak terhadap Produksi


Dampak pajak terhadap produksi dapat dibagi dalam pengaruh pajak terhadap
produksi keseluruhan dan komposisi produksi. Pengaruhnya terhadap produksi
secara keseluruhan berlangsung melalui pengaruhnya terhadap kerja, tabungan
dan investasi. Lebih jauh dampak pajak ini terlihat dari kemampuan dan
keinginan untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
Kemampuan seseorang untuk bekerja akan berkurang apabila dikenai pajak
yang dapat mengurangi efisiensi kerjanya. Oleh karena itu, suatu pajak yang
dikenakan kepada golongan yang mempunyai tingkat penghasilan yang rendah
dalam suatu masyarakat hanya akan menurunkan tingkat efisiensi kerjanya.
Kemampuan menabung juga akan berkurang akibat dikenakannya pajak. Orang
yang dikenakan pajak penghasilan, kemampuannya untuk menabung akan
berkurang sebesar marginal propensity to save (mps) dikalikan dengan jumlah pajak
yang dikenakan. Bagi orang-orang yang tergolong mempunyai pengahasilan
rendah, pengenaan pajak tidak akan mengurangi kemampuannya untuk menabung
karena memang biasanya mereka itu sudah tidak mempunyai tabungan walaupun
belum dikenakan pajak. Sehingga kalau dikenakan pajak tidak akan mengurangi
tabungannya melainkan akan mengurangi konsumsinya. Dengan alasan yang
demikian ini maka masuk akal jika kemudian pajak yang dikenakan terhadap petani
yang sebagian besar berpenghasilan rendah tidak dilakukan.

Kemampuan untuk mengadakan investasi tergantung pada sumber-sumber dana


yang akan digunakan untuk mengadakan investasi itu. Jelaslah kiranya bahwa
kemampuan untuk mengadakan investasi ini akan berkurang dengan adanya pajak
yang mengurangi kemampuan untuk mengadakan tabungan. Karena tabungan
adalah sumber dana untuk investasi maka dengan sendirinya kemampuan untuk
mengadakan investasi juga akan berkurang bila kemampuan untuk menabung
berkurang dengan adanya pajak.

Pengaruh pajak juga dapat mengakibatkan adanya penyimpangan dalam


penggunaan faktor produksi yaitu penggunaan faktor produksi yang seharusnya
dapat menghasilkan produksi maksimum menuju ke arah penggunaan yang
menghasilkan produksi yang lebih sedikit. Oleh karenanya pajak yang dikenakan
jangan sampai mengakibatkan adanya penyimpangan penggunaan faktor-faktor
produksi atau kalau memang tidak dapat dihindarkan, pajak yang dikenakan jangan
sampai menimbulkan banyak penyimpangan-penyimpangan.

4. Dampak Pajak terhadap Distribusi Pendapatan


Tujuan pembangunan suatu negara pada umumnya adalah berupa peningkatan
pendapatan nasional per kapita, penciptaan lapangan kerja, distribusi
pendapatan yang merata dan keseimbangan dalam neraca pembayaran
internasional. Keempat tujuan umum pembangunan ini tidak sejalan dan selaras
dalam pencapaiannya, melainkan seringkali untuk mencapai tujuan yang satu
terpaksa harus mengurangi keberhasilan dari tujuan yang lain. Sebagai misal
untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali terjadi
ketidakmerataan pendapatan.
Pajak yang regresif cenderung untuk memperbesar ketidak merataan
penghasilan dalam masyarakat. Sebaliknya semakin progresif sistem pajak yang
dianut oleh suatu perekonomian akan semakin berkuranglah perbedaan
penghasilan yang terdapat dalam perekonomian, sehingga sistem pajak yang
digunakan hendaklah bersifat progresif tajam. Suatu pajak dikatakan mempunyai
struktur yang progresif apabila persentase beban pajak terhadap pendapatan
naik dengan meningkatnya pendapatan. Sedangkan struktur pajak dikatakan
bersifat regresif apabila persentase beban pajak terhadap pendapatan menurun
denagan meningkatnya pendapatan.
5. Dampak Pajak terhadap Keinginan untuk Bekerja
Jika pajak progresif dikenakan pada pendapatan tenaga kerja maka tenaga kerja
tersebut akan berkurang keinginannya untuk bekerja. Tenaga kerja yang
bersangkutan akan kurang berkehendak untuk bekerja giat, sebab apabila
penghasilannya bertambah maka sebagian besar hanya akan dipungut oleh
pemerintah saja. Jadi pajak progresif akan mengurangi insentif kerja. Sedangkan
pajak regresif merupakan pajak dengan perkembangan yang kurang dari
sebanding dengan perkembangan taxable capacity, persentase pajak yang
harus dibayar menjadi semakin kecil atau average tax rate menurun pada setiap
peningkatan tax base. Pajak regresif ini akan menambah insentif kerja, karena
dengan semakin tingginya penghasilan yang diperoleh, maka pajak yang harus
dibayarnya semakin rendah persentasenya. Para pekerja akan bekerja lebih giat
agar memperoleh penghasilan yang lebih besar dan dengan demikian pajak
yang harus dibayarnya akan menjadi semakin kecil persenatasenya.
6. Pengaruh Pajak Perseorangan terhadap Pengeluaran Konsumsi dan
Tabungan
Dalam analisis ini kita asumsikan bahwa seseorang menabung dengan tujuan
untuk melakukan konsumsi pada suatu waktu yang akan datang. Penghasilan
seseorang dapat digunakan untuk dua tujuan, yaitu untuk konsumsi dan untuk
tabungan (Y = C + S), jadi pertimbangan seseorang untuk melakukan
pengeluaran untuk konsumsi atau menabung. Kegiatan menabung tidak lain
adalah pertimbangan apakah pendapatan sekarang akan dikonsumsikan
sekarang ataukah akan dikonsumsi pada suatu waktu yang akan datang, jadi
dalam hal ini maka analisis yang harus digunakan adalah analisis antar-waktu
atau inter-temporal analysis. Untuk mempermudah analisis kita membedakan
waktu menjadi dua periode, yaitu periode 1 (waktu sekarang) dan periode 2
(waktu yang akan datang).
7. Pengaruh Pajak Perseorangan terhadap Pemilihan Bentuk Tabungan
Pada kenyataannya seseorang dapat memilih berbagai jenis tabungan yang
akan dilakukannya. Seseorang dapat menyimpan uangnya dalam bentuk uang
tunai dimana simpanan dalam bentuk ini mempunyai tingkat resiko yang sangat
rendah, bahkan dikatakan simpanan dalam bentuk tunai tidak mempunyai resiko
sama sekali. Yang dimaksud resiko dalam hal ini adalah resiko penurunan nilai
tabungan.
Sebaliknya, ada bentuk tabungan yang mempunyai tingkat resiko yang sangat
tinggi, misalnya tabungan dalam bentuk saham. Tabungan dalam bentuk saham
mempunyai unsur pertaruhan, karena nilai saham mengikuti mekanisme pasar,
suatu saat nilainya dapat naik tanggi sekali yaitu apabila permintaan suatu jenis
saham meningkat relatif dibandingkan penawarannya, akan tetapi suatu saat
nilainya mungkin menjadi rendah sekali apabila penawarannya jauh lebih besar
dibanding permintaan akan saham tersebut. Untuk mempermudah analisis kita
misalkan bahwa orang tidak meyukai resiko. Oleh karena itu, orang hanya
bersedia untuk hanya memegang sebagian besar tabungannya dalam bentuk
tabungan yang mengandung resiko hanya apabila hasil yang diharapkan akan
diterimanya besar. Semakin besar hasil yang diharapkan akan diterima semakin
besar pula seseorang bersedia menanggung resiko.
8. Pengaruh Pajak sebagai Perangsang Kerja dan Penawaran akan Tenaga
Kerja
Suatu pajak pendapatan yang proporsional adalah sama dengan pengurangan
proporsional dalam upah dan gaji. Suatu pajak akan menghasilkan efek
substitusi maupun efek pendapatan. Efek substitusi, dengan mengurangi
keuntungan relatif dari pekerjaan dibandingkan dengan waktu senggang, akan
mendorong orang untuk mengurangi kerja dan menikmati lebih banyak waktu
senggang. Efek pendapatan menyebabkan orang-orang bekerja lebih banyak
agar dapat mempertahankan tingkat kehidupan mereka yang sebelumnya.
Pajak pendapatan mengakibatkan dua perbedaan utama. Pertama, pajak relatif
bagi berbagai orang akan berbeda-beda. Golongan-golongan yang
berpendapatan rendah yang paling mungkin untuk meningkatkan usaha untuk
bekerja sebagai tanggapan atas suatu pajak, akan dibebaskan dari pajak, dan
jumlah-jumlah yang relatif lebih besar akan ditanggung oleh mereka yang berada
pada tingkat pendapatan tinggi. Kedua, pada pajak pendapatan, jumlah pajak
tergantung kepada jumlah pendapatan yang diperoleh, dan ada kemungkinan
suatu efek substitusi. Oleh karena itu, jumlah bekerja agak berkurang.
Penurunan dalam usaha bekerja dapat berbentuk macam-macam.
Ketidakhadiran menjadi lebih besar, orang yang bersangkutan enggan
melakukan kerja lembur, istri atau anak-anak keluar dari pasar tenaga kerja.
Orang-orang yang berpenghasilan besar yang bukan berasal dari bekerja
termasuk dalam golongan yang paling besar kemungkinannya untuk mengurangi
bekerja.
Selama ini kita menganggap semua pekerja memiliki tanggapan yang sama
terhadap kenaikan dalam pajak seperti halnya dalam penurunan upah. Tetapi
belum tentu demikian, ada kemungkinan seseorang mengurangi bekerja karena
sedemikian bencinya terhadap pajak pendapatan, sementara ia tidak akan
melakukan hal yang sama terhadap penurunan upah. Sebaliknya, yang
bersangkutan dapat menganggap pajak sebagai bayaran untuk jasa pemerintah
dan sama sekali tidak merubah tingkah laku bekerjanya, hal ini disebut efek
pembelian (purchase effect).
Pemakaian tarif-tarif progresif meningkatkan kemungkinan bahwa seorang
tertentu akan mengurangi bekerja dan bukan lebih giat bekerja pada suatu
tingkat tertentu. Kenyataan bahwa tarif adalah progresif meningkatkan pengaruh
relatif dari efek substitusi, karena tambahan uang yang diperoleh menyebabkan
pengorbanan yang lebih besar dari waktu senggang sebagi gantinya bekerja;
pendapatan netto dari tambahan jam bekerja secara progresif semakin menurun.
9. Pengaruh Pajak terhadap Persediaan Relatif Tenaga Kerja
Sejauh hal bahwa persediaan relatif tenaga kerja dipengaruhi pertimbangan
pendapatan uang, maka suatu pajak akan merubah persediaan relatif. Suatu
pajak poll (pajak langsung yang dipungut atas perorangan), dengan hanya suatu
efek pendapatan akan mendorong orang ke arah pekerjaan yang lebih tinggi.
Namun efek substitusi bekerja ke arah yang berlawanan. Bila pajak adalah
progresif, maka ada kemungkinan yang lebih besar, dibandingkan dengan pajak
poll, untuk mengurangi persediaan yang masuk kepada pekerjaan dengan
bayaran tinggi apabila perbedaannya dibatasi dengan cara yang progresif.

Arti efek ini bisa dipertanyakan karena pentingnya motif bukan uang dalam
membawa orang ke pekerjaan dengan bayaran yang lebih tinggi. Gengsi,
lingkungan pekerjaan yang baik, dll. merupakan daya tarik utama yang
membawa orang-orang kepada pekerjaan profesional dan kepemimpinan
dengan bayaran relatif tinggi.

10. Dampak Pengenaan Pajak secara Umum


Secara makro pengenaan pajak langsung yang beban pajaknya tidak dapat
digeserkan jelas akan mengurangi tingkat pendapatan yang siap dibelanjakan
(disposable income) dan tentu mengurangi tingkat konsumsi masyarakat dan
juga tingkat tabungan masyarakat. Turunnya konsumsi (C) dan tabungan (S)
masyarakat akan ditentukan oleh tingginya hasrat konsums marginal (marginal
propensity to consume = mpc) dan hasrat tabungan margine (marginal
propensity to save = mps), di mana mpc + mps = 1. Apabila tingkat konsumsi
masyarakat menurun, maka akan mempunyai pengaruh terhadap tingkat
pendapatan dalam perekonomian.

Pajak yang dikenakan pendapatan barang modal menurunkan net rate of return
to saving dan mengurangi tingkat tabungan. Pajak mempengaruhi investasi
secara langsung melalui pengaruhnya terhadap biaya kapital, jika marginal
effective tax rates bervariasi pada sektor dan aktivitas produksi, maka efisiensi
investasi dapat terpengaruh. Labor Tax mempengaruhi tingkat penawaran dan
permintaan tenaga kerja. Progresivitas pajak personal mengurangi investasi
pada human capital. Total pengaruh pajak pada pertumbuhan secara signifikan
menunjukkan hubungan negative antara tingkat rasio pajak terhadap produk
domestic bruto. Pada umumnya tingginya pajak mengurangi pertumbuhan
ekonomi.

11. Masa Depan Perpajakan Indonesia


Untuk menyongsong masa depan perpajakan yang memenuhi harapan semua
pihak yang dalam hal ini pemerintah dan masyarakat, maka harus ada
rekonsiliasi perpajakan nasional. Tingkat kepercayaan yang rendah,
menyebabkan tersumbatnya arus penerimaan negara dari sektor perpajakan.
Perluasan pengenaan pajak final dapat dijadikan strategi penyederhanaan pajak
sekaligus mengemat energi kedua belah pihak.
Rekonsiliasi perpajakan juga bisa dan tepat dilakukan dengan menggunakan
mediasi pengampunan pajak (tax amnesty). Tax Amnesty diharapkan akan
mampu meningkatkan cadangan devisa dan investasi di Indonesia.
Keuntungan jangka panjangnya adalah pemerintah dapat mengawasi secara
ketat, bahkan dapat melakukan law enforcement secara tegas terhadap perilaku
pembayar pajak nakal. Karena itu, tugas pemerintah ke depan dalam perpajakan
adalah bagaimana mengkondisikan agar partisipasi perpajakan masyarakat
meningkat. Partisipasi akan muncul ketika peluang untuk itu tersedia dengan
baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan
perpajakan. Harus dapat dicegah pemunculan apatisme perpajakan pada
masyarakat.
Rakyat khususnya pembayar pajak aktif perlu mengambil pilihan untuk terlibat
aktif dalam perumusan RUU perpajakan, agar RUU perpajakan dan sistem
perpajakan menjadi lebih baik, lebih memberikan harapan bagi masa depan
demokrasi, sebab pajak merupakan aspek yang krusial bagi bangunan Indonesia
yang lebih berkeadilan dan demokratis di masa depan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perlu disadari bahwa pajak mempunyai pengaruh terhadap ekonomi. Pada umumnya
kemauan untuk bekerja itu akan terpengaruh oleh pengenaan pajak bila pajak itu
dikenakan terhadap penghasilan wajib pajak. Kemampuan kerja yang menurun akan
menurunkan tingkat penghasilan lebih jauh lagi dan akan mempunyai dampak terhadap
kegiatan-kegiatan lainnya terutama dalam bentuk penurunan konsumsi barang-barang dan
jasa yang lain. Namun demikian pada umumnya kemampuan kerja wajib pajak itu akan
dipertahankan oleh wajib pajak itu sendiri.

Kemampuan untuk menabung berkurang karena bagian pendapatan yang dikonsumsikan


mungkin bertambah dengan adanya pajak-pajak. Pengenaan pajak akan meningkatkan
bagian pendapatan yang dikonsumsikan. Misalnya pengenaan pajak kendaraan bermotor,
pengenaan PBB, pengenaan pajak hiburan, pengenaan pajak-pajak lainnya akan
meningkatkan beban yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Dengan tingkat pendapatan
yang sama berarti pengenaan pajak akan mengurangi bagian pendapatan yang ditabung,
dan selanjutnya yang dapat diinvestasikan.

Semakin besar pungutan pajak yang dikenakan kepada wajib pajak akan mengurangi
semangat wajib pajak untuk bekerja, khususnya dalam hal pajak penghasilan. Tetapi
dengan pajak kemauan untuk bekerja ini tidak akan banyak terpengaruh. Pengenaan pajak
terhadap barang dan jasa seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan
bermotor, pajak tontonan akan mempunyai dampak terhadap tingkat penggunaan atau
tingkat konsumsi terhadap barang-barang yang bersangktuan. Wajib pajak akan cenderung
mengurangi kemauan untuk mengkonsumsi barang tersebut. Sehingga ekonomi Negara
akan cenderung terpengaruh dengan adanya pajak. Walaupun pendapatan tinggi,
konsumsi cenderung berkurang dan berakibat pada berkurangnya pendapatan Negara
suatu hari nanti.

DAFTAR PUSTAKA

http://angkringanmaswied.blogspot.com/2009/03/pajak-sebuah-perspektif-dan-
pengaruhnya.html
http://bisnis-journals.blogspot.com/2008/06/evaluasi-kinerja-sistem-perpajakan.html
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/sadha%20suardika.pdf
http://gurumuda.com/bse/sistem-perpajakan-indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/769/1/sosek-siti.pdf
http://robert.web.id/tag/pengaruh-pajak-terhadap-perekonomian/
http://www.ikpi.or.id/content/sistem-perpajakan-perlu-disederhanakan
http://www.skripsiekonomi.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=21

Anda mungkin juga menyukai