Anda di halaman 1dari 6

Kinerja dan Pengkuran Kinerja

Riki Nuryadin riki.nuryadin@gmail.com

Pengertian Kinerja

 Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara, 2006:67)
 Kinerja karyawan adalah hasil dari proses pekerjaan tertentu secara berencana pada waktu
dan tempat dari karyawan serta organisasi bersangkutan (Mangkuprawira dan Hubeis,
2007:153).
 Kinerja didefinisikan sebagai seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan
pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta (Stolovitch and Keeps, 1992)
 Kinerja adalah salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin, 1987)
 Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas
atau pekerjaan seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan
tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan
sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya (Hersey and Blanchard, 1993)
 Pengertian kinerja merujuk pada tingkat keberhasilan melaksanakan tugas serta
kemampuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika
tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (Donelly, Gibson and Ivancevich, 1994)
 Kinerja sebagai kualitas dan kuantitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh
individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn, 1991)
 Kinerja merupakan fungsi interaksi antara kemampuan (Ability=A), motivasi (motivation=M)
dan kesempatan (Opportunity=O) atau Kinerja = ƒ(A x M x O); artinya: kinerja merupakan
fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins,1996)
 Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya atas
kecakapan, usaha dan kesempatan. Berdasarkan paparan diatas kinerja adalah suatu hasil
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan serta waktu menurut standar dan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya (Hasibuan, 2002:160)

Pengukuran Kinerja

Penilaian kinerja bertujuan untuk memotivasi karyawan, dalam mencapai sasaran organisasi dan
dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan
dan hasil yang diinginkan.

Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam konteks
organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi
dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui
kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas.

Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, yaitu :

1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja


pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada
tujuan dan sasaran unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi sektor publik dalam pemberian pelayanan publik.

1
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan.
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan
memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan dalam bukunya “Balanced

Scorecard Menuju Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi”, mengemukakan bahwa :

“Suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif, paling tidak harus memiliki syarat-
syarat sebagai berikut :

1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri


sesuai perspektif pelanggan
2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang
customer validated
3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan,
sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif
4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi
mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan. “

(2004:28)

Selain beberapa syarat tersebut diatas, Mc. Mann dan Nanni sebagaimana diterjemahkan pula oleh

Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan dalam bukunya “Balanced Scorecard Menuju

Organisasi Yang Berfokus Pada Strategi”, mengemukakan bahwa :

“24 Atribut lain bagi suatu sistem pengukuran kinerja yang baik suatu sistem
pengukuran kinerja dikatakan baik, adalah sebagai berikut :

1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya dan faktor-faktor kunci
keberhasilan perusahaan.
2. Relevan dan mendukung strategi.
3. Sederhana untuk diimplementasikan.
4. Tidak kompleks.
5. Digerakkan oleh pelanggan.
6. Integral dengan seluruh fungsi dalam organisasi.
7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan organisasi.
8. Sesuai dengan lingkungan eksternal.
9. Mendorong kerjasama dalam organisasi baik secara horisontal maupun vertikal.
10. Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan.
11. Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan top down
dan bottom up.
12. Dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi.
13. Dapat dipahami.
14. Disepakati bersama.

2
15. Realistik.
16. Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat “sebuah
perbedaan”.
17. Terhubung dengan aktivitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan
akibat.
18. Difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya, ketimbang biaya yang sederhana.
19. Dimanfaatkan untuk memberi “real time feedback”.
20. Digunakan untuk memberi “action oriented feedback”.
21. Jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan lintas level
manajemen.
22. Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi.
23. Mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti.
24. Secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap 23 atribut di atas dan dibuang jika
kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau lebih relevan ditemukan.”

(2004:30)

Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Menurut Mahmudi dalam bukunya “Manajemen Kinerja Sektor Publik“, mengemukakan

bahwa :

“Tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah :

1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.


2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya.
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian
penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).
5. Memotivasi pegawai.
6. Menciptakan akuntabilitas publik.”
(2005:14)

3
Sistem Pengukuran Kinerja

Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar untuk
pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-
elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-
dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam
membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain
sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam menilai seorang
pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah dimenegerti
oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.

Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2010: 332-335), bahwa kriteria sistem
pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja dikatakan
mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya menggambarkan atau
berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan
pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus
mampu menilai seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur dan menilai
aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja yang
digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan

4
membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai
tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang
dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu perhatian serius
mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak
menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman menggunakannya.
5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja yang
diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang
diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan
erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja.

Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus didesain
sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Casio dan Noe et al, terutama
harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai
dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai
seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.

Menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan, kinerja karyawan bisa diukur dengan
beberapa metode berikut ini:

(1) Checklist. Biasanya digunakan untuk melaporkan attitude karyawan.

(2) Skala. Metode ini menggunakan indikator penilaian berdasarkan faktor-faktor penting yang
dibutuhkan dalam kerja. Misalnya skill, teamwork, dan tanggung jawab.
(3) Grading. Setelah mengevaluasi performa kerja masing-masing karyawan, maka setiap karyawan
kemudian diklasifikasikan ke dalam kategori yang telah ditetapkan berdasarkan evaluasi performa
yang telah dilakukan.
(4) Ranking. Yakni membandingkan performa kerja antar karyawan lalu dirangking untuk mencari
yang terbaik.

Hubungan antara Insentif dan Kinerja

Untuk mengetahui hubungan antara insentif dan kinerja diperlukan penelitian berupa explanatory
research, penelitian ini bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau
bahkan menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada. Penelitian eksploratori bersifat
mendasar dan bertujuan untuk memperoleh keterangan, informasi, data mengenai hal-hal yang
belum diketahui. Karena bersifat mendasar, penelitian ini disebut penjelajahan (eksploration).
Penelitian eksploratori dilakukan apabila peneliti belum memperoleh data awal sehingga belum
mempunyai gambaran sama sekali mengenai hal yang akan diteliti. Penelitian eksploratori tidak
memerlukan hipotesis atau teori tertentu. Peneliti hanya menyiapkan beberapa pertanyaan sebagai
penuntun untuk memperoleh data primer berupa keterangan, informasi, sebagai data awal yang
diperlukan.

Pengertian penelitian eksplanatori (explanatory research) menurut pendapat ahli, antara lain :

 Menurut Umar (1999:36) penelitian eksplanatori (explanatory research) adalah penelitian


yang bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan
variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya.
 Menurut Singarimbun dan Effendy (1995 : 4) penelitian eksplanatori (explanatory research)
merupakan penelitian penjelasan yang menyoroti hubungan kausal antara variable-variabel
penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

5
Penelitian eksplanatoris adalah menjelaskan suatu fenomena sosial khusus tentang mengapa (why)
dan bagaimana (how) sesuatu terjadi.

Daftar Pustaka

A.A Anwar Prabu Mangkunegara, tahun 2006, Perencanaan dan Pengembangan Manajemen Sumber
Daya Manusia, Pen. PT Refika Aditama

Cascio, Wayne F. 2003. Managing Human Resources. Colorado: Mc Graw–Hill

Husein, Umar, 1999, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi , Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama

Noe, Raymond A., et. al. (2010).Human Resource Management, Gaining Competitive Advantage 3rd
Edition. McGraw-Hill.

Ranupandojo, H., dan Suad Husnan, 2002, Manajemen Personalia, Yogyakarta: BPFE.

Yuwono, Sony, Edy Sukarno, Muhammad Ichsan, 2004, “Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced
Scorecard : Menuju Organisasi Yang berfokus Pada Strategi “, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai