Anda di halaman 1dari 10

Penerapan Hukum dalam Kasus Pelecehan Seksual berdasarkan Teori

Hukum dan Masyarakat

Disusun Oleh :

Bahtiar Juniarto Prastyaadi 11010115120110

Hukum dan Masyarakat (D)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pelecehan seksual pada dasarnya merupakan kenyataan yang ada dalam masyarakat
dewasa ini bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan banyak dan seringkali terjadi di
mana-mana, demikian juga dengan kekerasan atau pelecehan seksual terlebih perbuatan
mesum bahkan menjurus kepada perbuatan pemerkosaan. Kekerasan terhadap perempuan
adalah merupakan suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi, padahal perempuan berhak
untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi di
segala bidang. Selain itu, Pelecehan seksual telah menjadi momok dalam masyarakat yang
justru kian bertambah seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia sedari
dahulu menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan, entah karena public beranggapan bahwa
urusan seksual bukanlah hal yang pantas untuk dijadikan sebagai konsumsi public, atau
alasan lain yang berkenaan dengan moralitas. Hal inilah yang menjadi boomerang bagi pihak
– pihak yang pernah menjadi korban dari pelecehan seksual, dikarenakan untuk melaporkan
kasusnya kepada pihak yang berwajib sebagai hak dari Warga Negara yang pernah menjadi
korban pelecehan seksual. Tak jarang pula rasa takut dan kegelisaan telah menggeluti
perasaan dan pikiran dari korban akan berbagai pandangan dari pihak – pihak lain atas apa
yang mereka alami, tak jarang pula mereka yang sebagai korban dari pelecehan seksual
malah di cap sebagai penyebab utama dari terjadinya tragedy yang mereka alami1.
Kasus pelecehan seksual pun hanya terjadi di masyarakat - masyarakat yang lebih maju
dengan adanya perkembangan teknologi dan pengetahuan akan hokum, tak jarang pula
pelecehan seksual ini terjadi pada masyarakat dengan relative ekonomi yang lemah.
Contohnya, baru-baru ini terjadi pelecehan seksual di wilayah hukum Pengadilan Negeri
Mataram dimana sebut saja Baiq seorang tenaga Honorer di SMAN 07 Mataram, yang
kemudian melaporkan Kepala Sekolah SMAN 07 Mataram yang telah melakukan pelecehan
seksual terhadap Baiq, akan tetapi berdasarkan Putusan Pengadilan Baiq dinyatakan bersalah
dikarenakan telah melanggar UU ITE yang kemudian mendapatkan hukuman 6 bulan penjara
dan denda Rp. 500 juta.

1
Booklet 16 Pita Putih Bidang Pemberdayaan Perempuan BEM FH Undip 2018
Menurut Ratna Batara Munti dalam artiker berjudul “Kekerasan Seksual: Mitos dan
Realitas” menyatakan antara lain di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
(“KUHP”) tidak dikenal adanya istilah pelecehan seksual, KUHP, menurutnya hanya
mengenal istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 sampai dengan Pasal 296
KUHP. Menurut R. Soesilo dalam karya bukunya “KUHP serta komentar – komentarnya”,
menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul di jelaskan sebagai perbuatan yang melanggar
rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu birahi
kelamin. Misalnya cium – ciuman, meraba – raba anggota kemaluan, meraba – raba buah
dada dan sebagainya. Perbuatan ini rentan terjadi dimana saja dan kapan saja, baik di rumah,
di kantor dan sebagainya2. Sehingga perlunya kepekaan dan kejelian masyarakat terhadap
situasi, dan kondisi di dalam lingkungannya.
Kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi pada seorang perempuan dipengaruhi dan
dikarenakan sistem tata nilai yang mendudukkan perempuan sebagai makhluk yang lemah
dan lebih rendah dibandingkan laki-laki, dewasa ini perempuan masih ditempatkan dalam
posisi subordinasi dan marginalisasi yang harus dikuasai, dieksploitasi dan diperbudak laki-
laki dan juga karena perempuan masih dipandang sebagai second class citizens. Dalam hal
penerapan Hukum sepatutnya perempuan mendapatkan Perlindungan hukum yang diberikan
terhadap perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan atau pelecehan seksual dapat
diberikan melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang
menyangkut ’perkosaan atau pun perbuatan cabul’ Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak
kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak
asasi yang paling kejam terhadap perempuan, juga oleh UU No. 13 Tahun 2006 khususnya
dalam Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang
menjadi korban.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimanakah penerapan hokum terhadap pelecehan seksual menurut teori Hukum


dan Masyarakat?

2
Hukum Online.com
b. Bagaimanakah perlindungan hokum terhadap korban pelecehan seksual menurut teori
Hukum dan Masyarakat?

3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui penerapan hokum terhadap pelecehan seksual menurut teori Hukum dan
Masyarakat.
2. Mengetahui perlindungan hokum terhadap korban pelecehan seksual menurut teori
Hukum dan Masyarakat.

4. Kerangka Teori

Kerangka Teori yang hendak di gunakan dari Penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Teori Vinogradoff, bahwa norma hokum itu tumbuh dari praktek – praktek yang di
jalankan oleh anggota – anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain.
2. Teori Chambliss, beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada pembentukan
hokum, yaitu :
a. Pembentukan hokum akan dilihat sebagai suatu proses adu kekuatan, dimana
Negara merupakan senjata di tangan lapisan yang berkuasa.
b. Sekalipun terdapat pertentangan nila – nilai didalam masyarakat, namun Negara
tetap dapat berdiri sebagai badan yang tidak memihak, didalam mana nilai – nilai
dan kepentingan yang bertentangan dapat diselesaikan tanpa menggangu
kehidupan masyarakat.
3. Teori Mochtar, “Studi tradiisional dibidang hokum sebagaimana kita ketahui
menekankan pada pengembangan ketrampilan didalam hokum dengan cara
melakukan studi dan analisa dari kasus – kasus dan perundang – undangan.
4. Teori Chambliss dan Seidman, mengenai hasil – hasil yang akan diperoleh oleh
pengolahan yang dilakukan lembaga pengadilan sebagai berikut :
a. Setiap struktur pengambilan keputusan memaksakan dilakukannya pembatasan
dalam luas-lingkup bahan – bahan (factor – factor) yang masuk, seperti masalah
yang harus dipertimbangkan, hipotesa – hipotesa untuk penyelesaiannya serta data
yang harus diperhatikan.
b. Dengan pembatasan – pembatasan tersebut, maka struktur pengambilan keputusan
mau tidak mau sudah dapat menentukan sejak semula luas-lingkup hasil yang
secara potensial akan diperoleh.
c. Dengan demikian maka setiap struktur pengambilan keputusan dipaksa untuk
bersikap memihak kepada seperangkat hasil potensial yang tertentu untuk
kerugian seperangkat hasil potensial yang lain.
d. Dengan demikian, maka setiap struktur pengambilan keputusan ia tidak dapat
mengandung suatu penilaian, ia tidak dapat bebas dari pemihakan terhadap nilai –
nilai tertentu.
5. Teori Schuyt, tujuan hokum yang kemudian harus diwujudkan oleh organ – organ
pelaksananya itu adalah sangat umum dan kabur sifatnnya. Ia menunjuk pada nilai –
nilai : keadilan, keserasian dan kepastian hokum3.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Kasus

Kasus Baiq Nuril bermula dari Putusan Kasasi Nomor 574 K/PID.SUS/2018 bertanggal
26 September 2018 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram Nomor
265/Pid.Sus/2017//PN.MTR tanggal 26 Juli 2017. Putusan pada kasus Baiq Nuril Maknun
membuat mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram terancam hukuman 6 bulan penjara
dan denda sebesar Rp. 500 Juta. Dalam Putusan kasus tersebut dijelaskan bagaimana
kronologi lengkap tersebarnya rekaman mesum mantan Kepsek SMAN 7 Mataram yang

3
Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. PT. Angkasa:Bandung
menyeret Baiq Nuril. Baiq Nuril Maknun divonis atas pelanggaran Undang – Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (1).

Pelanggaran UU ITE yang di tuduh kepada Baiq adalah tersebarnya rekaman telepon
mesum Muslim, Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram saat itu. Berdasarkan salinan putusan PN
Mataram No. 265/Pid.Sus/2017/PN.MTR menimbang, bahwa terdakwa di persidangan telah
memberikan keterangan, yang pada pokoknya sebagai berikut :

1. Bahwa terdakwa dalam keadaan sehat walafiat, jasmani dan rohani.


2. Bahwa terdakwa Baiq pada waktu kejadian adalah bekerja sebagai tenaga honorer yang
membantu bendahara SMAN 7 Mataram yaitu Perempuan Landriati.
3. Bahwa terdakwa dan Landriati diajak oleh saksi korban Haji Muslim sebagai kepala
sekolah SMAN 7 Mataram untuk bekerja lembur di luar kantor sekolah, yaitu di hotel
Puri Saron, Senggigi.
4. . Bahwa tentang data rekaman digital elektronik yang berisi pembicaraan atau percakapan
antara Haji Muslim dan terdakwa adalah benar merupakan hasil rekaman pembicaraan
melalui handphone yang dilakukan terdakwa bahwa data rekaman digitai elektronik yang
berisi pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa sebagaimana
barang bukti digital elektronik yang diperlihatkan di persidangan adalah merupakan
rekaman pembicaraan atas peristiwa atau kejadian yang nyata tentang cerita saksi Haji
Muslim ketika melakukan persetubuhan atau hubungan badan dengan perempuan
Landriati di sebuah kamar hotel Puri Saron, Senggigi,
5. Bahwa sebelum perekaman pembicaraan melalui handphone tersebut terdakwa bersama
anaknya yang masih kecil diajak kerja lembur oieh Haji Muslim bersama Landriati di
sebuah kamar hotel Puri Saron Senggigi;
6. Bahwa ketika Haji Muslim bersama Landriati memasuki kamar hotel, dan ketika Landiati
masuk ke kamar mandi kamar, Haji Muslim menyuruh terdakwa bersama anaknya yang
masih kecil agar bermain di kolam renang, sementara Haji Muslim dan Landriati masuk
kamar berdua dan menutup rapat pintu kamar;
7. Bahwa kurang lebih satu setengah jam kemudian, terdakwa menuju kamar hotel yang di
dalamnya ada Haji Muslim dan Landriati tersebut, dan ketika pintu kamar hotel terdakwa
buka, Haji Muslim berdiri menunjukkan kain sprei tempat tidur yang bercecer sperma,
lalu Haji Muslim menunjukkan sambil berkata "ini bekas saya habis berhubungan,
sehingga sperma saya muncrat sekali, kenapa kamu cepat datang ke kamar?," lalu
terdakwa melihat Landriati keluar dari kamar mandi, yang sudah berpakaian rapi;
8. Bahwa kemudian terdakwa pulang ke rumahnya, dan ketika sore harinya Haji Muslim
menelepon terdakwa sambil kembali menceritakan kejadiannya bagaimana gaya
berhubungan badan (persetubuhan) Haji Muslim bersama Landriati di kamar hotel Puri
Saron Senggigi tersebut;
9. Bahwa pada waktu pembicaraan atau percakapan melalui handphone itu terdakwa
merekamnya tanpa sepengetahuan Haji Muslim, yang sekarang bukti rekaman dan
handphone Samsung warna hitam silver telah disita dan diperlihatkan di persidangan
tersebut;
10. Bahwa saksi Haji lmam Mudawin pernah meminta rekaman pembicaraaan atau
percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut, tetapi terdakwa tidak langsung
memberikan karena tidak berani memberikan rekaman tersebut, tetapi Haji imam
Mudawin selalu mendesak untuk meminta bukti rekaman tersebut dengan alasan isi
rekaman tersebut akan diadukan (dilaporkan) ke DPRD Kota Mataram sebagai barang
bukti;
11. Bahwa setelah itu, pada waktu sekitar bulan Agustus 2015 akhirnya terdakwa
memberikan rekaman tersebut kepada Haji Imam Mudawin setelah berjanji saling ketemu
di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram, dengan permintaan terdakwa agar isi
rekaman itu jangan disebarkan dan hanya sebagai bahan laporan ke DPRD Kota Mataram
saja kepada Haji imam Mudawin yang ketika itu didengar dan disaksikan oleh saksi
Husnul Aini dan Laiu agus Rofiq (kakak ipar terdakwa);
12. Bahwa perekaman tersebut terdakwa lakukan pada sekitar bulan Agustus 2012 sekira
pukul 16.30 WITA;
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum in-concreto di persidangan, bermula dari
permintaan saksi Haji Imam Mudawin untuk meminta rekaman digital pembicaraan atau
percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa dalam barang bukti digital tersebut kepada
terdakwa; yang kemudian pada bulan Desember 2014 bertempat di halaman kantor Dinas
Kebersihan Kota Mataram,
Saksi Haji imam Mudawin datang membawa seperangkat komputer laptop berikut kabel
data miliknya menemui terdakwa bersama anak kandungnya yang masih kecil yang disaksikan
oleh saksi Husnul Aini dan saksi a de charge Lalu Agus Rofiq terbukti bahwa saksi Haji mam
Mudawin yang aktif melakukan perbuatan meminta rekaman digital yang tersimpan di dalam
handphone merek Samsung warna hitam silver milik terdakwa; Kemudian saksi Haji Imam
Mudawin yang menghidupkan perangkat laptop miliknya dan mencolokkan kabel data di dua
perangkat elektronik handphone milik terdakwa ke perangkat laptop milik saksi Haji mam
Mudawin; Sehingga data elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji
Muslim dan terdakwa di dalam handphone merek Samsung warna hitam silver milik terdakwa
tersebut berhasil di-copy, dikirimkan (send to) dan disimpan di perangkat komputer laptop merek
Toshiba warna coklat milik saksi Haji Imam Mudawin. Menimbang, bahwa kemudian saksi Haji
imam Mudawin memberikan hasil copy data elektronik rekaman digital pembicaraan atau
percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut kepada Sri Rahayu, S.Pd dan Mulhakim,
S.H. yang disimpan di flashdisk milik masing-masing, dan; Selanjutnya Mulhakim, S.H.
memberikan copy rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan
terdakwa dari flashdisk-nya tersebut kepada saksi a de charge Muhajidin, S.Pd. (guru kimia,
SMAN 7 Mataram) di ruang Laboratorium Komputer SMAN 7 Mataram yang ter-copy dan
tersimpan di flashdisk; Kemudian saksi Haji Imam Mudawin juga memberikan hasil copy data
elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa
tersebut kepada Mulhakim S.H. di ruang Bimbingan dan Konseling SMAN 7 Mataram;
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan saksi Haji mam Mudawin untuk meminta data elektronik
rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim (saksi korban) dan terdakwa
tersebut adalah untuk digunakan saksi Haji imam Mudawin sebagai bahan laporannya ke DPRD
Kota Mataram dan untuk membersihkan nama baik SMAN 7 Mataram dari perbuatan asusila;

Menimbang, bahwa demikian pula terungkap sebagai fakta hukum di persidangan, bahwa
saksi a de charge Muhajidin, S.Pd (guru kimia SMAN Mataram) setelah menerima data
elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa dari
Muihakim, S.H. yang telah diberikan oleh saksi Haji Imam Mudawin tersebut;Terbukti bahwa
Mulhakim, S.H. juga telah meng-copy sebanyak tujuh data rekaman digital pembicaraan atau
percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut yang disimpan di laptop/notebook merek
Asus warna hitam dan handphone merek Samsung warna putih milik Mulhakim, S.H. kepada
Haji Muslim (korban) di perangkat komputer laptop milik Haji Muslim dan;Saya Mulhakim,
S.H. dari perangkat handphone Samsung warna putih miliknya melalui fasilitas bluetooth telah
mentransfer dan mengirimkan data elektronilk rekaman digital pembicaraan atau percakapan
antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut kepada saksi Dra. Hj Indah Deporwati, M.Pd selaku
Pengawas SMAN 7 Mataram untuk bahan data laporan ke Dinas Pendidikan Kota Mataram4;

Berdasarkan Teori Vinogradoff, bahwa norma hokum itu tumbuh dari praktek – praktek
yang di jalankan oleh anggota – anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Bahwa
kurang lebih satu setengah jam kemudian, terdakwa menuju kamar hotel yang di dalamnya ada
Haji Muslim dan Landriati tersebut, dan ketika pintu kamar hotel terdakwa buka, Haji Muslim
berdiri menunjukkan kain sprei tempat tidur yang bercecer sperma, lalu Haji Muslim
menunjukkan sambil berkata "ini bekas saya habis berhubungan, sehingga sperma saya muncrat
sekali, kenapa kamu cepat datang ke kamar?," lalu terdakwa melihat Landriati keluar dari kamar
mandi, yang sudah berpakaian rapi; Bahwa kemudian terdakwa pulang ke rumahnya, dan ketika
sore harinya Haji Muslim menelepon terdakwa sambil kembali menceritakan kejadiannya
bagaimana gaya berhubungan badan (persetubuhan) Haji Muslim bersama Landriati di kamar
hotel Puri Saron Senggigi tersebut; hal ini merupakan sebuat norma yang telah melanggar dari
praktek – praktek yang di jalankan oleh anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain
serta dengan membersihkan nama baik sekolah putusan PN tidak mempertimbangkan bagaimana
dari situasi dan keadaan Baiq.

Teori Chambliss, beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada pembentukan hokum,
yaitu :

a. Pembentukan hokum akan dilihat sebagai suatu proses adu kekuatan, dimana Negara
merupakan senjata di tangan lapisan yang berkuasa.
b. Sekalipun terdapat pertentangan nila – nilai didalam masyarakat, namun Negara tetap
dapat berdiri sebagai badan yang tidak memihak, didalam mana nilai – nilai dan
kepentingan yang bertentangan dapat diselesaikan tanpa menggangu kehidupan
masyarakat.

4
Tribunjatim News
Dengan melihat kasus tersebut maka hal ini sudah memberikan proses adu kekuatan dimana
tidak adanya kekuasan dan kekuatan dari Baiq terhadap Muslim yang mana seorang Kepsek dari
SMAN 7 Mataram yang mana terdapat pertetntangan nilai – nilai yang terdapat di masyarakat
yaitu dengan nilai kesusilaan.

Teori Mochtar, “Studi tradiisional dibidang hokum sebagaimana kita ketahui


menekankan pada pengembangan ketrampilan didalam hokum dengan cara melakukan studi dan
analisa dari kasus – kasus dan perundang – undangan. Dengan melihat dari pertimbangan
tersebut sepatutnya memberikan pertimbangan kepada Baiq selaku Korban pelecehan seksual
dengan menganalisa lebih mendalam dari kasus tersebut guna memperoleh nilai – nilai dan
norma – norma yang dapat memperjuangkan akan Baiq selaku Korban.

Teori Schuyt, tujuan hokum yang kemudian harus diwujudkan oleh organ – organ
pelaksananya itu adalah sangat umum dan kabur sifatnnya. Ia menunjuk pada nilai – nilai :
keadilan, keserasian dan kepastian hokum. Dengan majelis Hakim yang sepatutnya menemukan
hokum yang terdapat didalam masyarakat maka akan menimbulkan adanya tujuan hokum yaitu
keadilan, keserasian dan kepastian hokum.

Daftar Pustaka

Booklet 16 Pita Putih Bidang Pemberdayaan Perempuan BEM FH Undip 2018

Hukum Online.com

Rahardjo, Satjipto. 1980. Hukum dan Masyarakat. PT. Angkasa:Bandung

Tribunjatim News

Anda mungkin juga menyukai