Anda di halaman 1dari 3

Pemerintah baru saja mengeluarkan peraturan baru dalam bidang kelistrikan.

Tak tanggung-tanggung,
ada tiga peraturan yang dikeluarkan. Ketiga peraturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah No.23
Tahun 2014 mengenai kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik.

Kemudian, Peraturan Menteri ESDM No. 10 Tahun 2014 terkait harga batu bara untuk pembangkit
mulut tambang. Terakhir, Keputusan Menteri ESDM No. 2186.K/91/MEM/2014 tentang penugasan PT
PLN untuk percepatan pengadaan tanah untuk penyediaan tenaga listrik.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, mengungkapkan bahwa penerbitan


semua peraturan itu dalam rangka mendorong peningkatan investasi di sektor listrik. Dia berharap
partisipasi swasta dan izin operasi dalam kontribusi penyediakan listrik nasional bisa naik menjadi 12
persen. Tahun lalu, tingkat partisipasi swasta baru mencapai 4 persen. Sementara itu, izin operasi masih
sekitar 3 persen.

Lebih lanjut Jarman menambahkan, ketiga peraturan membuka peluang peningkatan itu. Ia
menuturkan, pemerintah mendorong peningkatan tersebut dari proyek yang belum ditetapkan
pengembang maupun sumber pendanaannya (proyek unallocated). Salah satunya, dengan menyusun
regulasi tentang power wheeling.

“Dengan regulasi ini, aset jaringan transmisi sebagai salah satu aset milik bangsa dapat dimanfaatkan
secara optimal oleh semua pelaku usaha penyediaan tenaga listrik. Itu sekaligus sebagai salah satu
bentuk efisiensi pada lingkup nasional,” ujar Jarman di Jakarta, Jumat (9/5).

Dalam peraturan mengenai power wheeling, ada dua skema yang mungkin dijalankan. Pertama,
Pemegang Izin Operasi sebagai pemilik captive power menyewa transmisi PLN untuk menyalurkan
tenaga listrik yang dibangun ke perusahaan sendiri di lokasi yang berbeda.
Kedua, Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Terintegrasi menyewa transmisi PLN untuk
menyalurkan tenaga listrik yang dibangun di luar wilayah usahanya. Dalam skema kedua ini juga bisa
dilakukan dengan membeli dari perusahaan lain di luar wilayah usahanya melalu sewa jaringan PLN.

Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Raden Pardede, optimis akan perkembangan di sektor
ketenagalistirikan. Ia yakin mengenai hal itu, meskipun petumbuhan rasio elektrifikasi sejalan dengan
peningkatan ekonomi nasional. Namun menurut Raden, pada kenyataannya realisasi ini masih
terhambat.

"Permintaan listrik itu bergantung dengan pertumbuhan ekonomi. Listrik juga bertumbuh dengan
kegiatan manufaktur Tanah Air. Tapi persoalan penyediaan anggaran, subsidi dan infrastruktur masih
membelenggu," ujarnya.

Raden mengkritisi mekanisme penyediaan listrik yang selama ini hanya dibangun oleh PLN. Ia
mengatakan, jika penyediaan listrik hanya dibangun oleh PLN ataupun melalui mekanisme Independen
Power Producer (IPP), maka persoalan anggaran menjadi hal krusial yang harus ditangani. Ia
menyampaikan alasannya, dalam membangun sebuah pembangkit listrik membutuhkan biaya investsai
yang cukup besar.

Selain itu, Raden menilai subsidi di sektor kelistrikan yang masih digelontorkan oleh pemerintah
membuat implikasi yang besar pada belanja anggaran negara. Menurut perhitungannya, penyediaan
kebutuhan energi nasional jika sebagai bisnis sehari-hari dan bergantung pada PLN maupun IPP maka
sangat berat. Ia yakin, jika hanya bergantung pada kedua hal itu maka membuat beban subsidi listrik
menjadi besar.

Lebih lanjut Raden mengatakan, persoalan yang tak kalah penting dalam sektor ketenagalistrikan adalah
minimnya pembangunan infastruktur. Terlebih, belanja anggaran di sektor infastruktur masih kalah jauh
dengan gelontoron subsidi energi di Indonesia.
"Seharusnya jika infrastruktur berkembang maka investasi dan akses pembangunan listriki tentu
berjalan. Otomatis peningkatan kegiatan manufaktur juga mendorong timbulnya job creation. Namun
kalau infrastruktur seperti ini juga sulit," katanya.

Anda mungkin juga menyukai