Anda di halaman 1dari 16

CEDERA KEPALA

A. Konsep Teori
1. Definisi
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala.,
tulang tenggkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala.
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala
tengkorak dan otak (Morton, 2011).
Cedera kepala adalah cedera otak trumatis yang rentangnya ringan hingga
berat yang terjadi karena trauma yang kuat atau tumpul ( Terry, 2013)

2. Klasifikasi
Cedera kepala secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu cedera
kepala primer dan sekunder. Cedera kepala primer diakibatkan oleh cedera
benturan atau penetrasi langsung pada jaringan saraf. Cedera kepala
sekunder merupakan rangkaian cedera kepala primer yang dapat
memperburuk outcome. Cedera kepala sekunder itu diakibatkan oleh
hipotensi, hipoksia dan kenaikan tekanan intrakarnial. Cedera kepala
dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi
cedera.
a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
1) Trauma tumpul: kecepatan tinggi (tabrakan automobil),
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul).
2) Trauma tembus : luka tembus peluru, cedera tembus lainnya.
b. Keparahan Cedera
Ringan Terjadi hilangnya kesadaran hingga 15 menit dengan GCS
13-15. Pasien umumnya diperbolehkan pulang setelah
menjalani observasi di UGD.
Sedang GCS 9-12 dengan kehilangan kesadaran selama 6 jam.

1
Perawatan diinisiasikan untuk mencegah peningkatan TIK
dan edema otak dan untuk membatasi penurunan kondisi
pasien. Pada kondisi ini pasien dapat mengalami fraktur
diikuti laserasi dan hematome intrakranial
Berat Penderita dirawat di tempat perawatan kritis dan sering kali
membutuhkan bantuan ventilasi. Kondisinya mengalami
penurunan dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit GSC 3-
8.
( Terry,2013; Nurarif,2015)
c. Morfologi
1) Fungsi tengkorak
Kranium linier/stelatum; depresi/nondepresi; terbuka/tertutup
Basis : dengan/tanpa kebocoran cairanserebro spinal, dengan/tanpa
kelumpuhan nervus VII
2) Lesi intrakranial
Fokal : epidural, subdural, intraserebral
Difus : konkusi ringan, konkusi kalsik, cedera aksonal difus

3. Etiologi
Adanya efek langsung trauma pada fungsi otak, baik oleh deselerasi,
akselerasi atau efek rotasi akibat pukulan atau benturan pada kepala.
Mekanisme ini dapat menimbulkan hilangnya kesadaran yang disertai oleh
kerusakan otak ataupun tanpa disertai kerusakan otak. Umumnya
penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan bermotor, jatuh, kecelakaan
industri. Cedera kepala, yang terjadi sebagai akibat kecelakaan kendaraan,
jatuh, atau kekerasan yang terjadi pada kepala, sering menyebabkan
kematian atau kelumpuhan (cacat).

4. Patofisiologi

2
Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung
terhadaojaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar membentur
sisi luar tengkorak kepala atau membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari
gerakan otak itu sendiri dalam rongga tengkorak.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan danrobekan pada substansi alba dan batang
otak
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi.Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan
lebihmerupakan fenomena metabolic sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadisebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada

area cedera..Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)


pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak
sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal”
dan“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari

3
kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi,
pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakanotak
menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak.

5. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera
kepala menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokan menjadi
cedera kepala ringan, sedang dan berat. Nyeri yang menetap atau setempat
biasanya menunjukkan adanya fraktur. Hilangnya kesadaran kurang dari
30 menit atau lebih, kebingungan,iritabel, pucat, mual dan muntah, pusing
kepala, terdapat hematoma, kecemasan, sukar untuk dibangunkan, bila
fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang, keluar dari hidung,
(rhinorrohea) dan telinga, (otorrhea) bila fraktur tulang temporal
Perdarahan yang sering ditemukan:
a. Epidural hematoma
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan
durameter akibat pecahnya pembuluh darah/cabang arteri meningeal
media yang terdapat di durameter. Pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri.
b. Subdural hamatoma
Terkumpulnya darah diantara durameter dan jaringan otak, dapat
terjadi akut dan konik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara durameter.
Perdarahan lambat dan sedikit.
c. Perdarahan intraserebral
Berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah
arteri, kapiler dan vena.

4
d. Perdarahan subarachnoid : Terjadi akibat pecahnya/robeknya pembuluh
darah.

6. Komplikasi
a. Peningkatan TIK
Tekanan intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15
mmHg,dan herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan
darahyang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral
yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasidengan gagal
pernafasan dan gagal jantung serta kematian
b. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6% pasien dengan cedera kepala
tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan kepala setelah beberapa
hari pada 85% pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini.
c. Fisitel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolftalmos,
kemosis, dan bruit obita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah
cedera. Angiografi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi
dengan oklusi balon endovaskuler merupakan cara yang paling efektif
dan dapat mencegah hilangnya penglihatan yang permanen.
d. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini
(minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak
merupakan predisposisi untuk kejang lanjut ; kejang dini menunjukkan
resiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulsan.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen
Pada semua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto
tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior, lateral, dan

5
odontoid), kolar servikal baru lepas setelah dipastikan bahwa seluruh
tulang servikal (1-(> normal.
b. Pemeriksaan Darah
Pada pemeriksaan darah terdapat peningkatan hematokrit sel-sel
darah merah. Pemeriksaan terhadap sel-sel darah putih akan memberikan
petunjuk apakah baru-baru ini terjadi infeksi yang dapat meningkatkan
kecenderungan pembentukan bekuan darah sehingga memperbesar
kemungkinan timbulnya stroke sehingga memperbesar kemungkinan
timbulnya stroke.
Pemeriksaan kimia darah : glukosa, ureum, dan kreatini, masa
protombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan
kadar alkohol bila perlu.
c. CT Scan
Apabila CT Scan dengan jendela tulang : foto rontgen kepala tidak
diperlukan jika CT Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif
untuk mendeteksi fraktur. Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang,
atau berat harus di evaluasi adanya :
 Hematoma epidural
 Darah dalam subaraknoid dan intraventrikel
 Kontusio dan perdarahan jaringan otak
 Edema serebri
 Obliterasi sisterna perimesensefalik
 Pergeseran garis tengah
 Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus

8. Penatalaksanaan
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.

6
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau
untukinfeksi anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makananlunak.
d. Pada pasien yang koma (skor GCS<8) atau pasien dengan tanda-tanda
herniasi, lakukan tindakan berikut ini :
 Elevasi kepala 300
 Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandatolik
intermiten dengan 16-20 kali/menit dengan volume tidal 10-12
ml/kg. Alur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg. Hipokapria berat
(pCO2 < 25 mmHg) harus dihindari sebab dapat menyebabkan
vasokontriksi dan iskemia serebri.
 Berikan manitol 20% 1 g/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis
ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis
semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama.
 Pasang kateter foley
 Konsul bedah saraf bila terjadi indikasi operasi (hematoma epidural
yang besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur
impresi > 1 diploe).
g. Pembedahan.

7
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktifitas atau istirahat : Adanya kelemahan /kelelahan, kaku, hilang
keseimbangan. Kesadaran menurun, kelemahan otot /spasma.
2) Peredaran Darah /Sirkulasi: Tekanan darah normal /berubah
(Hypertensi), denyut nadi : (Bradikardi,tachukardi, dystitmia).
3) Eliminasi : Verbal tidak dapat menahan BAK dan BAB, Blader dan
bowel Incontinentia.
4) Makanan dan cairan : Mual atau muntah. Muntah yang memancar
/proyektil, masalah kesukaran menelan
5) Persyarafan /Neurosensori : Pusing, kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, Perubahan pada penglihatan, Gangguan
pengecapan dan juga penciuman., Kesadaran menurun bisa sampai
coma, perubahan status mental.
6) Kenyamanan /Nyeri : Nyeri kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi
nyerinya, agak lama.Wajah mengerut, respon menarik diri pada
rangsangan nyeri yang hebat,gelisah.
7) Pernapasan : Perubahan pola nafas, stridor, ronchi.
8) Keamanan :Ada riwayat kecelakaan.Terdapat trauma /fraktur /distorsi,
perubahan penglihatan, kulit.Ketidaktahuan tentang keadaannya,
kelemahan otot-otot, paradise, demam.
9) Interaksi social: Afasia motorik /sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang

8
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplay O2 di
otak kurang.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya cedera biologis
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik..
e. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran.
f. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status
hipermetabolik.
g. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah.
h. Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan
kognitif, motorik, afektif.

3. Rencana Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

1 Ketidak NOC : Monitor Tekanan Intra Kranial


efektifan  Circulation status - Catat perubahan respon
perfusi  Tissue Prefusion : klien terhadapa
jaringan cerebral stimulus/rangsangan
cerebral b/d - Monitor tekanan intrakranial
suplay O2 di Kriteria Hasil : pasien dan respon neurology
otak kurang. 1. Status sirkulasi terhadap aktivitas
dengan indikator : - Monitor intake dan output
 Tekanan systole cairan
dan diastole dalam - Restrain pasien jika perlu
rentang yang - Monitor suhu dan angka

9
diharapkan leukosit
 Tidak ada - Kaji adanya kaku kuduk
ortostatik - Kolaborasi pemberian
hipertensi antibiotik
 Tidak ada tanda - Berikan posisi dengan
tanda peningkatan kepala elevasi 30-400 dengan
tekanan leher dalam posisi netra
intrakranial (tidak - Minimalkan stimuli dari
lebih dari 15 lingkungan
mmHg) - Beri jarak antar tindakan
2. Perfusi jaringan keperawatan untuk
serebral dengan meminimalkan peningkatan
indikator : TIK
 Berkomunikasi - Kelola obat-obat untuk
dengan jelas dan mempertahankan TIK dalam
sesuai dengan batas spesifik
kemampuan Monitoring Neurologis
 Menunjukkan - Monitor ukuran,
perhatian, kesimetrisan, reaksi dan
konsentrasi dan bentuk pupil
orientasi - Monitor tingkat kesadaran
 Memproses klien
informasi - Monitor tanda-tanda vital
 Membuat - Monitor keluhan nyeri
keputusan dengan kepala, mual, dan muntah
benar - Monitor respon klien
 Tingkat kesadaran terhadap pengobatan
membaik - Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
Terapi Oksigen
- Bersihkan jalan napas dari

10
sekret
- Pertahankan jalan napas
tetap efektif
- Berikan oksigen sesuai
instruksi
- Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen, dan
humidifier
- Berikan penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
- Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
- Monitor respon klien
terhadap pemberian oksigen
- Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidur

2 Nyeri akut NOC : Managemen Nyeri


b/d cedera  Pain Level - Kaji nyeri secara
biologis  Pain control komprehensif termasuk

 Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan

Kriteria Hasil : faktor presipitasi

 Mampu mengontrol - Observasi reaksi nonverbal


nyeri (tahu penyebab dari ketidaknyamanan

nyeri, mampu - Ajarkan tentang teknik non


menggunakan tehnik farmakologi, tehnik

nonfarmakologi untuk relaksasi

mengurangi nyeri, - Berikan analgetik untuk

11
mencari bantuan) mengurangi nyeri
 Melaporkan bahwa - Tingkatkan istirahat
nyeri berkurang dengan - Kolaborasikan dengan
menggunakan dokter jika ada keluhan dan
manajemen nyeri tindakan nyeri tidak berhasil
 Wajah rileks - Monitor penerimaan pasien
 Menyatakan rasa tentang manajemen nyeri
nyaman setelah nyeri
berkurang Managemen lingkungan

 Tanda vital dalam - Batasi pengunjung


rentang normal - Sediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
- Perhatikan hygiene pasien
untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang
nyaman
3 Ketidakefekti NOC : Airway suction
fan bersihan  Respiratory status : - Pastikan kebutuhan
jalan napas Ventilation oral/tracheal suctioning
b/d obstruksi  Respiratory status : - Auskultasi suara nafas
jalan napas Airway patency sebelum dan sesudah
 Aspiration Control suctioning.
- Informasikan pada klien dan
Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
 Mendemonstrasikan - Minta klien nafas dalam
batuk efektif dan sebelum suction dilakukan.
suara nafas yang - Berikan O2 dengan
bersih, tidak ada menggunakan nasal untuk
sianosis dan dyspneu memfasilitasi suksion
(mampu nasotrakeal
mengeluarkan sputum, - Gunakan alat yang steril

12
mampu bernafas setiap melakukan tindakan
dengan mudah, tidak - Anjurkan pasien untuk
ada pursed lips) istirahat dan napas dalam
 Menunjukkan jalan setelah kateter dikeluarkan
nafas yang paten dari naso trakeal
(klien tidak merasa - Monitor status oksigen
tercekik, irama nafas, pasien
frekuensi pernafasan - Ajarkan keluarga bagaimana
dalam rentang normal, cara melakukan suksion
tidak ada suara nafas - Hentikan suksion dan
abnormal) berikan oksigen apabila
 Mampu pasien menunjukkan
mengidentifikasikan bradikardi, peningkatan
dan mencegah faktor saturasi O2, dll.
yang dapat Airway Management
menghambat jalan - Buka jalan nafas, guanakan
nafas teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
- Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo

13
- Berikan bronkodilator bila
perlu
- Berikan pelembab udara
kassa basah NaCl lembab
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
4 Hambatan NOC : Tingkat Mobilitas
mobilitas  Mobility level - Kaji tingkat mobilitas klien
fisik b/d secara terus menerus
kelemahan Kriteria Hasil : - Kaji kekuatan otot dan
fisik.  Melakukan rentang mobilitas sendi
pergerakan penuh - Latih rentang pergerakan
seluruh sendi aktif/pasif untuk
 Klien dapat miring memperbaiki kekuatan dan
kanan maupun miring daya tahan otot
kiri - Latih tehnik membalik dan

 Berbalik sendiri di memperbaiki kesejajaran

tempat tidur tubuh

 Klien dapat duduk


5. Resiko cedera NOC : Risk Kontrol NIC : Environment
Kriteria Hasil : Management (Manajemen
berhubungan
Klien terbebas dari lingkungan)
dengan cedera  Sediakan lingkungan yang
Klien mampu aman untuk pasien
penurunan
menjelaskan  Identifikasi kebutuhan
kesadaran cara/metode keamanan pasien, sesuai
untukmencegah dengan kondisi fisik dan
injury/cedera fungsi kognitif pasien dan
Klien mampu riwayat penyakit terdahulu
menjelaskan factor pasien
resiko dari  Menghindarkan
lingkungan/perilaku lingkungan yang
personal

14
Mampumemodifikasi berbahaya (misalnya
gaya hidup memindahkan perabotan)
untukmencegah injury  Memasang side rail
Menggunakan fasilitas tempat tidur
kesehatan yang ada  Menyediakan tempat tidur
Mampu mengenali yang nyaman dan bersih
perubahan status kesehatan  Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan
yang cukup
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

Gloria,M Bulechek. 2013. Nursing interventions classification (NIC) edisi


keenam (di Indonesiakan oleh intansari Nurjanah. Elsevier

15
Herman, T Heater. 2015. Nursing Diagnoses:Definitions and calsification (di
Indonesiakan oleh Budi Anna Keliat). Jakarta: EGC
Kowalak, Jenifer.2011. Buku Ajar patofisiologi. Jakarta:EGC
Nanda, 2015-2017, Nursing Diagnosis : Definitions and Classification,
Philadelphia, USA
Nurarif,Amin Huda.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc edisi revisi jilid 3. Jogyakarta: Mediaction
Price, sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit.
Jakarta:EGC
Terry ,Cyntia Lee dkk.2013. .Keperawtan kritis (di Indonesiakan oleh Anuar
Akhmad. Yogyakarta: Rapha Publising

16

Anda mungkin juga menyukai