Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM SEMI SOLID

“GEL METIL SALISILAT DAN MENTOL”

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:

Hajar Sugihantoro, MPH, Apt

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3 :

Mutholiatul Masyrifah (13670037)


Robihatul Awwaliyah (13670044)
Ubaidillah Abdel B (13670049)
Abdul Syakur Mustofa (13670060)
Tuon Nearimash (13670065)

Farmasi B

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rematik, pegal linu, nyeri otot dan sendi, merupakan penyakit yang tidak
asing dalam kehidupan kita sehari-hari. Penggunaan otot yang berlebihan pada
bagian tubuh tertentu dapat menyebabkan cedera otot ringan seperti keletihan otot,
dan otot tertarik. Otot tidak kehilangan kekuatannya tetapi terasa nyeri. Keluhan
nyeri menyebabkan rasa tidak nyaman pada otot dan tubuh. Hal ini bisa
mengganggu aktivitas sehari- hari, dan bisa membuat sulit bergerak (Estuningtyas
dan Arif, 2009).

Salah satu cara untuk menghilangkan nyeri otot adalah dengan


menggunakan obat nyeri otot topikal atau penghilang rasa sakit pada kulit, obat
nyeri otot topikal dapat bereaksi dengan cepat dan dapat menghilangkan rasa sakit
segera melalui rangsangannya pada ujung–ujung kulit. Zat aktif yang bisa
digunakan untuk mengatasi nyeri otot topikal antara lain adalah metil salisilat dan
mentol. Metil salisilat sebagai counter irritant, yaitu penghilang rasa sakit yang
disebabkan nyeri visceral (nyeri di organ dalam yang menyebabkan sensasi nyeri
di permukaan kulit). Mentol, selain sebagai counter irritant, juga sebagai
rubifacient (penghangat). Zat aktif harus diberikan dalam bentuk sediaan, agar
tercapai tujuan pengobatan secara aman, mudah, nyaman, dan dapat memberikan
efek terapi yang optimal (Tjay dan Rahardja, 2007). Metil salisilat dan mentol dapat
dibuat sediaan topikal dalam bentuk emulgel.

Emulgel merupakan salah satu sediaan yang banyak digunakan oleh


masyarakat luas, selain karena harganya yang murah juga karena praktis dalam
penggunaan yaitu dengan cara dioleskan pada kulit. Emulgel adalah gel dengan
cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk menghantarkan minyak yang merupakan
zat aktif dalam sediaan tersebut, dan mengurangi kesan berminyak dalam
aplikasinya (Voigt, 1994). Emulgel dibuat dengan mereaksikan pelarut tertentu
dengan bahan pembentuk gel atau gelling agent. Jenis gelling agent biasanya
merupakan bahan berbasis polisakarida atau protein (Sulaiman dan Kuswahyuning,
2008).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini adalah untuk mengetahui


proses pembuatan sediaan gel dan mengetahui parameter uji untuk evaluasi
sediaan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Emulgel

Emulgel adalah salah satu sediaan yang banyak digunakan oleh masyarakat
luas, selain karena harganya yang murah juga karena praktis dalam penggunaan
yaitu dengan cara dioleskan pada kulit. Emulgel merupakan sediaan emulsi yang
fase airnya ditingkatkan viskositasnya dengan menambahkan gelling agent.
Emulgel merupakan gel dengan cairan berbentuk emulsi, biasanya untuk
menghantarkan minyak yang merupakan zat aktif dalam sediaan tersebut, dengan
mengurangi kesan berminyak saat diaplikasikan pada kulit untuk tujuan
penggunaan lokal (Voigt, 1994).

2.1.2 Emulsi

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur,
terdiri dari fase air, dan minyak yang terdispersi menjadi butiran – butiran kecil
dalam cairan yang lain. Emulglator merupakan komponen penting dalam
pembuatan emulsi. Emulglator bekerja dengan cara membentuk film (lapisan) di
sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi, yang berfungsi mencegah terjadinya
koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2000).

2.1.3 Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2008). Berdasarkan jumlah fasenya
gel dibedakan menjadi fase tunggal dan fase ganda. Gel fase tunggal dapat dibuat
dari bahan pembentuk gel seperti tragakant, Na-Alginat, gelatin, metilselulosa, Na
CMC, karbopol, polifinil, alcohol, metilhidroksietil selulosa, hidroksietil selulosa
dan polioksietilen-polioksipropilen. Gel fase ganda dibuat dari interaksi garam
aluminium yang larut, seperti suatu klorida atau sulfat, dengan larutan ammonia,
Na-karbonat, atau bikarbonat (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008).

Berdasarkan bahan pembentuk gel, gel dibedakan menjadi gel anorganik


dan gel organik. Gel anorganik biasanya berupa gel fase ganda, misal gel aluminium
hidroksida dan bentonit magma. Gel organik biasanya berupa gel fase tunggal dan
mengandung polimer sintetik maupun alami sebagai bahan pembentuk gel, seperti
karbopol, tragakan dan Na CMC (Sulaiman dan Kuswahyuning, 2008).

2
2.1.4 Gelling agent

Gelling agent adalah bahan tambahan yang digunakan untuk mengentalkan


dan menstabilkan berbagai macam sediaan obat, dan sediaan kosmetik. Beberapa
bahan penstabil dan pengental juga termasuk dalam kelompok bahan pembentuk
gel. Jenis-jenis bahan pembentuk gel biasanya merupakan bahan berbasis
polisakarida atau protein. Contoh dari gelling agent antara lain Na CMC, metil
selulosa, asam alginat, sodium alginat, kalium alginat, kalsium alginat, agar,
karagenan, locust bean gum, pektin dan gelatin (Raton dkk., 1993). Gelling agent
merupakan komponen polimer dengan bobot molekul tinggi yang merupakan
gabungan molekul-molekul dan lilitan-lilitan dari molekul polimer yang akan
memberikan sifat kental dan gel yang diinginkan. Molekul polimer berikatan
melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul
pelarut terperangkap dalam jaringan (Clegg, 1995).
Pemilihan gelling agent dalam sediaan farmasi dan kosmetik harus inert,
aman, tidak bereaksi dengan komponen lain. Penambahan gelling agent dalam
formula perlu dipertimbangkan yaitu tahan selama penyimpanan dan tekanan tube
selama pemakaian topikal. Beberapa gel, terutama polisakarida alami peka terhadap
penurunan derajat mikrobial. Penambahan bahan pengawet perlu untuk mencegah
kontaminasi dan hilangnya karakter gel dalam kaitannya dengan mikrobial
(Lieberman dkk., 1996).

2.1.5 Jenis - jenis gelling agent

Menurut Sulaiman dan Kuswahyuning (2008) gelling agent digolongkan


menjadi beberapa golongan antara lain:
1. Golongan protein contohnya: kolagen dan gelatin,
2. Golongan polisakarida contohnya: alginat, karagen, asam hialuronat, pektin,
amilum, tragakan, xantum gum, gellan gum dan guar gum,
3. Golongan polimer semi sintetik atau turunan selulosa contohnya: karboksimetil
selulosa, metil selulosa dan Na CMC,
4. Golongan polimer sintetik contohnya: polaxomer, polyacrylamid, polyvinyl
alkohol dan karbopol,
5. Golongan anorganik contohnya: aluminium hidroksida, smectite dan bentonit.

2.1.6 Surfaktan

Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air
(hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus, sehingga
dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air. Surfaktan adalah
bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat
aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat
bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar mempunyai gugus hidroksil
sedangkan bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang panjang.
Surfaktan banyak ditemui di bahan deterjen, kosmetik, farmasi dan tekstil.
Surfaktan mempunyai sifat untuk menurunkan tegangan permukaan, sehingga
surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan

3
pengemulsi (emulsion agent) dan sebagai bahan pelarut (solubilizing agent).
Contoh surfaktan antara lain adalah garam alkil trimethil amonium, garam dialkil-
dimethil amonium, garam alkil dimethil benzil amonium, ester gliserin, ester
sorbitan, ester sukrosa, polietilena alkil amina, garam olefin, glukamina, dan alkil
poliglukosida. Tween 80 merupakan ester sorbitan dengan asam lemak yang
mengandung ikatan eter dan oksi etilen (Anief, 2000).

2.1.7 Analgetik

Nyeri adalah perasaan tidak menyenangkan, berkaitan dengan ancaman


kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi, dan ambang
toleransi nyeri berbeda- beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah
konstan, yaitu 44-450C. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu
gejala tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan, dan kejang otot.
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis menimbulkan
kerusakan pada jaringan, rangsangan tersebut memicu keluarnya mediator nyeri,
seperti histamin, bradikin, leukotrien, dan prostaglandin. Semua mediator nyeri
merangsang reseptor nyeri di ujung – ujung saraf bebas pada permukaan kulit,
mukosa, serta jaringan lain, dan menimbulkan reaksi radang, serta kejang – kejang.
Rasa nyeri dapat dihilangkan dengan menggunakan obat penghilang nyeri atau
analgetika (Tjay dan Rahardja, 2007).

Analgetika adalah zat – zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan proses terjadinya rasa nyeri dapat
dihilangkan dengan beberapa cara, antara lain adalah analgetik perifer, yang bekerja
dengan cara merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer.
Analgetik perifer digolongkan menjadi beberapa golongan diantaranya adalah
golongan salisilat. Metil salisilat merupakan salah satu golongan salisilat yang
mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi sistem
syaraf pusat, dan tidak menimbulkan ketagihan. Obat ini digunakan untuk
mengatasi nyeri ringan sampai sedang (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.1.8 Pembuatan sediaan semi padat

Menurut Sulaiman dan Kuswahyuning (2008) metode pembuatan sediaan semi


padat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Metode pencampuran/incorporation

Bahan obat yang larut dalam air, maka dilarutkan dalam air, sedangkan
bahan obat yang larut dalam minyak dilarutkan dalam minyak. Larutan tersebut
ditambahkan (incorporated) ke dalam bahan pembawa (vehicle) bagian per
bagian sambil diaduk sampai homogen. Bahan obat yang tidak larut
(kelarutanya sangat rendah), maka partikel bahan obat harus di perkecil ukuran
partikelnya, dan kemudian disuspensikan ke dalam bahan pembawa (vehicle).
Tujuan pengecilan ukuran partikel adalah untuk memudahkan dalam
mendispersikan dan untuk menjamin homogenitas dari produk yang dihasilkan.
Penambahan bahan yang berupa cairan harus memperhatikan sifatsifat

4
sediaannya. Contoh cairan yang bersifat hidrofilik akan sukar ditambahkan ke
dalam basis berlemak, kecuali dalam jumlah kecil atau dibantu dengan
menggunakan emulgator. Pembuatan sediaan gel harus memperhatikan jumlah
bagian yang berupa cairan, sehingga dapat dihasilkan sediaan semipadat dengan
konsistensi sesuai yang diharapkan.

b. Metode peleburan/fusion

Metode peleburan dilakukan dengan meleburkan/memanaskan semua atau


beberapa komponen dari formula, kemudian basis atau komponen lain yang
berbentuk cair dicampurkan ke dalam basis sambil didinginkan dan terus
diaduk. Apabila terdapat komponen yang mudah menguap, tidak tahan
pemanasan dan komponen yang volatil, maka komponen tersebut ditambahkan
pada saat campuran komponen yang dileburkan setelah mencapai suhu yang
cukup rendah atau suhu kamar. Metode peleburan digunakan bila basis berupa
material padat, yang untuk pencampurannya harus dilebur terlebih dahulu.
Semua bahan dan obat yang tahan pemanasan dapat dilebur bersama, kemudian
ditambahkan komponen lain yang tidak dilebur dan diaduk sampai homogen
dan mencapai suhu kamar.

2.2 Monografi Bahan

a. Metil salisilat

Metil salisilat diperoleh secara sintetik atau dengan cara maserasi dan
penyulingan uap daun Gautheria procumbens Linne, familia Ericaceae atau dari
kulit Betula lenta Linne famili Betulaceae. Struktur molekul dari Metil salisilat
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Molekul Metil Salisilat (Rowe et al., 2009)

Metil salisilat berupa cairan, tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas
aromatik, rasa manis, panas dan aromatik. Metil salisilat sukar larut dalam air, larut
dalam etanol 95% P, dan asam asetat glasial P. Khasiat dan kegunaan, sebagai
counter irritan, zat tambahan (Anonim, 1979). Penggunaan metil salisilat sebagai
counter irritant adalah 3-10% (Tjay dan Rahardja, 2007).

5
b. Mentol

Mentol adalah zat yang diperoleh dari minyak atsiri beberapa spesies
Mentha atau dibuat secara sintetik. Struktur molekul dari mentol dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Molekul Mentol (Rowe et al., 2009)

Mentol berupa hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna, bau
tajam seperti minyak permen, rasa panas dan aromatik diikuti rasa dingin. Mentol
sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol 95% P, khloroform P, dan
eter P, mudah larut dalam parafin cair P, dan minyak atsiri. Penggunaan mentol
sebagai counter iritan dan rubifacient dengan konsentrasi sebesar 0,05-10% (Rowe
et al.,1994).

c. Natrium karboksimetilselulosa (Na CMC)

Natrium CMC adalah garam natrium polikarboksimetil eter selulosa,


mengandung tidak kurang dari 6,5 % dan tidak lebih dari 9,5% Na dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan. Menurut Farmakope Indonesia (1979) Kekentalan
larutan 2 gram dalam 100 mL air, untuk zat yang mempunyai kekentalan 100
centipoise (cP) atau kurang, tidak kurang dari 80% dan tidak lebih dari 120% dari
ketentuan yang tertera pada etiket, untuk zat yang mempunyai kekentalan lebih dari
100 cP, dan tidak kurang dari 75% dan tidak lebih dari 140% dari ketentuan yang
tertera dietiket. Spesifikasi Na CMC, dapat dilihat pada Lampiran 1. Struktur
molekul dari Na CMC dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Molekul Natrium Karboksimetilselulosa (Rowe et al., 2009)

6
Natrium CMC berupa serbuk atau butiran, putih atau putih gading, tidak
berbau, higroskopik. Natrium CMC mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol 95% P, dalam eter P, dan pelarut organik
lain. Khasiat dan kegunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979). Penggunaan Na
CMC sebagai gelling agent adalah 4-6% (Rowe et al., 2009).

d. Tween 80 ( Polysorbatum 80)

Tween 80 adalah hasil kondensasi oleat dari sorbitol dan anhidratnya


dengan etilenoksida. Tiap molekul sorbitol dan anhidratnya berkondensasi dengan
lebih kurang 20 molekul etilenoksida (Anonim, 1979). Struktur molekul tween 80
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur molekul Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Tween 80 berupa cairan kental seperti minyak, jernih, berwarna kuning, bau
asam lemak khas. Tween 80 mudah larut dalam air, etanol 95% P, etil asetat P, dan
menthol P, sukar larut dalam paraffin cair P, dan minyak biji kapas P. (Anonim,
1979). Penggunaan tween 80 sebagai surfaktan adalah 1-15% (Rowe et all., 2009).

e. Nipagin (Methyl Paraben)

Nipagin atau Metil paraben atau Metagin atau Metil parapet atau aseptoform
atau metyl cemosept. Struktur molekul Nipagin dapat dilihat pada Gambar 6.

7
Gambar 6. Struktur Molekul Nipagin (HPE edisi 6 Hal 442)

Nipagin berupa Hablur kecil, tidak berwana, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Sukar larut dalam
air, dalam benzena, dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan
eter. Nipagin mempunyai titik Lebur 125◦C - 128◦C. Inkompatibel dengan bentonit,
magnesium trisilikat, talk, tragacant, sodium alginate, minyak esensial, sorbitol,
dan atropine. Pada ph 3-6 larutan nipagin cair dapat disterilkan dengan autoklaf
pada suhu 120◦C selama 20 menit. Stabil pada pH 3-6 pada suhu ruangan
(Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi 6 Hal 442, FI IV Hal 551).

8
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini meliputi: neraca digital, beaker
glass, kompor, gelas pengaduk, pipet tetes, mortir dan stamper, pot, penangas air,
cawan porselin, gelas ukur, object glass, alat uji daya lekat, indikator pH, stop
watch, alat uji daya sebar, kertas saring dan neraca digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metil salisilat, mentol,
Na CMC, aquadest, nipagin, dan tween 80.

3.2 Cara kerja

3.2.1 Pembuatan sediaan emulgel

Metode pembuatan sediaan emulgel yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode pencampuran atau incorporation. Na CMC yang digunakan sebagai
gelling agent dilarutkan dalam air panas hingga mengembang. Nipagin dilarutkan
dalam air, larutan yang terbentuk dimasukkan dalam Na CMC yang sudah
mengembang, diaduk hingga homogen. Tween 80 dimasukkan sedikit demi sedikit,
dan diaduk hingga homogen, kemudian campuran metil salisilat dan mentol
dimasukan secara perlahan sedikit demi sedikit, diaduk hingga homogen dan
terbentuk emulgel yang baik. Formula sediaan emulgel analgetik dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Formula sediaan emulgel Metil salisilat dan Mentol

Bahan Kadar Rentang Pengambilan Fungsi


(HPE, 2009) Bahan
Metil salisilat 5% 0,55 g Bahan aktif
Mentol 1% - 0,11 g Bahan aktif
Na CMC 4% 3-6% 0,44 g Gelling
agent
Tween 80 10 % 1-15% 1,1 g Surfaktan
Nipagin 0,2 % 0,02-0,3% 0,022 g Pengawet
Aquadest hingga 100 % Ad 10 g Pelarut

Keterangan :
1. Setiap bahan dalam tabel dinyatakan menggunakan satuan %
2. Satu formula dibuat sediaan emulgel sebanyak 10 g + 10% = 11 g.

9
3.2.2 Evaluasi

Pengujian karakteristik fisik gel yang telah terbentuk meliputi:

1. Organoleptis

Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati sediaan emulgel yang


meliputi konsistensi/tekstur sediaan, warna, bau, dan rasa sediaan pada
kulit.

Alat: secara visual menggunakan panca indra

2. Homogenitas

Pengujian homogenitas dilakukan dengan menimbang sediaan sebanyak


0,5 g diletakkan diatas object glass kemudian diratakan, diamati dengan
kaca pembesar, dan dilakukan pencatatan data hasil uji homogenitas.

3. Penentuan pH

Alat: indikator pH

Cara kerja:

1. Ditimbang 5 gram sediaan, ditambahkan aquadest ad 25 ml, aduk ad


homogen
2. Direplikasi sebanyak 3 kali
3. Diukur pH menggunakan indikator pH, dengan cara indikator pH
dicelupkan pada sediaan
4. Diamati perubahan warna indikator pH
5. Dilakukan pencatatan data hasil uji pH

4. Uji aseptabilitas sediaan

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam uji aseptabilitas sediaan


yaitu:

1. Menentukan kriteria aseptabilitas yang akan diuji, diantaranya:


a. Kemudahan dioleskan
b. Kelembutan sediaan
c. Sensasi yang timbul/kesan saat pemakaian sediaan
d. Kemudahan pencucian
e. Kelengketan
f. Bau
2. Lakukan scoring angka pada masing-masing kriteria
3. Gunakan subjek dengan kriteria tertentu
4. Responden harus mengisi/menandatangani persyaratan kesediaan
menjadi subjek (form informed consent)
5. Jelaskan hal-hal yang harus dilakukan subjek supaya hasil tidak bias

10
6. Lakukan perhitungan data hasil uji untuk setiap kriteria, kalikan dengan
skor masing-masing
7. Data ditampilkan dalam bentuk grafik/gambar.

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sediaan Gel


Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu
dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 2008). Pada praktikum kali ini,
sediaan gel dipilih Karena memiliki beberapa keuntungan yakni memiliki
kemampuan penyebaran yang baik pada kulit, mempunyai sensasi dingin yang
dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada penghambatan fungsi
rambut secara fisiologis, kemudahan pencucian dengan air yang baik, dan
pelepasan obatnya baik. Di sisi lain, gel merupakan sediaan semisolid yang
mempunyai kandungan air sebanyak 60%. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas
sediaan dimana gel dapat ditumbuhi mikroba dengan mudah karena kandungan air
dalam sediaan dapat menjadi salah satu tempat tumbuh mikroba. Oleh karena itu,
penambahan zat antimikroba sangat dianjurkan dalam pembuatan sediaan gel ini.

Formulasi sediaan semisolid gel pada praktikum ini mengacu pada jurnal
penelitian formulasi sediaan gel metil salisilat yang diteliti oleh Ningrum (2012)
dengan persentase formula yang dimodifikasi oleh praktikan. Adapun formulasi
yang dibuat dipaparkan pada tabel berikut.
Bahan Kadar Rentang Pengambilan Fungsi
(HPE, 2009) Bahan
Metil salisilat 5% 0,55 g Bahan aktif
Mentol 1% - 0,11 g Bahan aktif
Na CMC 4% 3-6% 0,44 g Gelling
agent
Tween 80 10 % 1-15% 1,1 g Surfaktan
Nipagin 0,2 % 0,02-0,3% 0,022 g Pengawet
Aquadest hingga 100 % Ad 10 g Pelarut

Sediaan gel pada praktikum kali ini dilakukan pada dua zat aktif yakni Asam
salisilat dan Mentol. Dalam kehidupan sehari-hari, obat sediaan gel yang beredar di
pasaran dengan kandungan asam salisilat dan mentol masing-masing zat aktif
mempunyai kelebihan dan efek terapi yang saling berkesinambungan. Metil
salisilat merupakan golongan analgesic dan antiinflamasi topical. Memiliki
mekanisme memberikan efek analgesic sehingga dapat menyembuhkan kekakuan
dan nyeri otot. Menthol merupakan bahan aktif pula yang sekaligus sebagai corigen
dalam krim ini. Secara farmakologi, obat ini memiliki aktivitas sebagai analgesic,

12
rematik akut. Cara pemberiannya, dioleskan pada daerah yang sakit 3 – 4 kali sehari
sambil diurut lemah sehingga terserap ke dalam kulit.

Formulasi sediaan semisolid gel pada praktikum kali ini menggunakan


gelling agent CMC-Na yang mempunyai sifat pembentuk gel yang sangat bagus.
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang bersifat
hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Mekanisme bahan
pengental dari Na-CMC mengikuti bentuk konformasi extended atau streched
Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari
rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut karena bergabungnya ikatan
geometri zig-zag monomer dengan jembatan hydrogen dengan 1,4 -
Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil. Na-CMC
yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk dengan
memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-
CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).
Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan
medium. Surfaktan mempunyai sifat untuk menurunkan tegangan permukaan,
sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent),
bahan pengemulsi (emulsion agent) dan sebagai bahan pelarut (solubilizing agent).
Tween 80 merupakan surfaktan nonionik. Menurut Voight, pada pembuatan
emulgel metil salisilat dengan basis polimer akan timbul kekeruhan, penambahan
surfaktan nonionik dapat membuat tampilan emulgel lebih jernih. Tween 80 adalah
salah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutan suatu obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan
transdermal. Dalam sediaan semi padat dapat berupa gel yang penggunaanya secara
topikal. Dengan penambahan kosolven dalam sediaan gel dapat meningkatkan
permeabilitas suatu obat untuk melewati membran.
Gel merupakan sediaan semisolid yang mempunyai kandungan air sebanyak
60%. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas sediaan dimana gel dapat ditumbuhi
mikroba dengan mudah karena kandungan air dalam sediaan dapat menjadi salah
satu tempat tumbuh mikroba, sehingga tingkat kerentanan akan pertumbuhan
mikroba sangatlah tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya penambahan zat pengawet
untuk sediaan ini. Pada praktikum kali ini pengawet yang ditambahkan adalah
nipagin atau metil paraben. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa turunan
paraben mempunyai efektivitas antimikroba yang sangat luas. Metil paraben
meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat
menurunkan kelarutan terhadap air. (Rowe., dkk, 2005).

4.2 Metode Pembuatan


Penggunaan sediaan emulgel lebih diminati bila dibandingkan dengan
sediaan emulsi atau gel saja. Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang
cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban. yang bersifat mendinginkan dan
memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997). Sedangkan emulsi mempunyai
keuntungan dapat membentuk sedian yang saling tidak bercampur menjadi dapat
bersatu membentuk sediaan yang homogen dan stabil (Magdy, 2004). Pada sistem

13
emulsi terdapat fase minyak yang berfungsi sebagai emolien atau occlusive yang
akan mencegah penguapan sehingga kandungan air di dalam kulit dapat
dipertahankan. Peningkatan oklusivitas dari fase minyak pada sistem emulsi akan
meningkatkan hidrasi pada stratum corneum dan hal ini berhubungan dengan
berkurangnya hambatan difusi bagi zat terlarut. Oleh karena itu adanya sistem
emulsi dalam bentuk sediaan emulgel akan memberikan penetrasi tinggi dikulit
(Block, 1996).

Metode yang dilakukan dalam pembuatan emulgel adalah metode


pencampuran/incorporation yaitu dimana bahan obat yang larut dalam air, maka
dilarutkan dalam air, sedangkan bahan obat yang larut dalam minyak dilarutkan
dalam minyak. Larutan tersebut ditambahkan (incorporated) ke dalam bahan
pembawa (vehicle) bagian per bagian sambil diaduk sampai homogen. Bahan obat
yang tidak larut (kelarutanya sangat rendah), maka partikel bahan obat harus di
perkecil ukuran partikelnya, dan kemudian disuspensikan ke dalam bahan
pembawa (vehicle). Tujuan pengecilan ukuran partikel adalah untuk memudahkan
dalam mendispersikan dan untuk menjamin homogenitas dari produk yang
dihasilkan. Penambahan bahan yang berupa cairan harus memperhatikan sifat sifat
sediaannya. Contoh cairan yang bersifat hidrofilik akan sukar ditambahkan ke
dalam basis berlemak, kecuali dalam jumlah kecil atau dibantu dengan
menggunakan emulgator. Pembuatan sediaan gel harus memperhatikan jumlah
bagian yang berupa cairan, sehingga dapat dihasilkan sediaan semipadat dengan
konsistensi sesuai yang diharapkan.

Metode pembuatan sediaan emulgel yang digunakan dalam penelitian ini


adalah metode pencampuran atau incorporation. Na CMC yang digunakan sebagai
gelling agent dilarutkan dalam air panas hingga mengembang. Mulanya, CMC-Na
dimasukkan dalam mortar, kemudian dibasahi dengan aquades panas. Pembasahan
dilakukan sampai merata agar tidak terjadi gumpalan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa CMC-Na mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga
menyebabakan pembengkakan pada basis gel. Penambahan aquades panas
disesuaikan dengan jumlah CMC-Na yang digunakan dengan perbandingan 10 kali
lipat. Setelah CMC-Na terbasahi semua dan tidak terlihat gumpalan putih, basis
tersebut didiamkan kurang lebih elama 30 menit agar CMC-Na dapat mengembang
dengan sempurna sehingga didapatkan basis gel yang bagus. Dengan adanya Na-
CMC maka partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam sistem
tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh gaya
gravitasi (Potter, 1986). Sambil menunggu pengembangan basis CMC-Na. Nipagin
dilarutkan dalam air, selanjutnya larutan yang terbentuk dimasukkan dalam Na
CMC yang sudah mengembang, diaduk hingga homogen. Tween 80 dimasukkan
sedikit demi sedikit, dan diaduk hingga homogen, kemudian campuran metil
salisilat dan mentol dimasukan secara perlahan sedikit demi sedikit, diaduk hingga
homogen dan terbentuk emulgel yang baik.

4.3 Hasil dan Evaluasi sediaan


Kualitas dari sediaan emulgel dapat diketahui dengan melakukan pengujian
terhadap karakteristik fisik sediaan emulgel, yang meliputi pemeriksaan

14
organoleptis, pH, dan uji aseptabilitas. Hasil uji karakteristik fisik sediaan emulgel
adalah sebagai berikut:

4.3.1 Uji Organoleptis Emulgel

Uji organoleptis merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia


sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Pengujian
organoleptis mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu sediaan. Hasil uji
organoleptis dari sediaan emulgel dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Hasil Uji Organoleptis Sediaan Emulgel Metil salisilat dan
Mentol

Rasa pada
Konsitensi Warna Bau
kulit

Lunak Putih Bau khas Metil Hangat


salisilat

Berdasarkan Tabel II. dapat diketahui bahwa organoleptis sediaan emulgel


berwarna putih, berbau khas metil salisilat, serta memiliki konsistensi yang lunak,
sehingga lebih mudah dan nyaman dalam penggunaannya pada kulit. Menurut
Voigt (1994) hasil uji organoleptis sediaan emulgel memenuhi persyaratan sediaan
emulgel yaitu memiliki konsistensi yang lunak, mudah digunakan, dan tidak
berwarna jernih.

4.3.2 Uji Homogenitas Emulgel

Homogenitas merupakan parameter yang menunjukkan kualitas sediaan


karena akan mempengaruhi efek terapi dari sediaan tersebut.Menurut Sulaiman,
dan Kuswahyuning (2008) sediaan emulgel yang tidak homogen dapat
mengakibatkan proses absorbsi obat tidak sempurna, sehingga efek terapi dari
sediaan yang diharapkan tidak tercapai. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada

Tabel III.

Tabel III. Hasil Uji Homogenitas Sediaan Emulgel Metil salisilat dan
Mentol

Homogenitas
Hari ke -2 Hari ke -4 Hari ke -6
Homogen Homogen Homogen

15
Berdasarkan Tabel III. dapat diketahui bahwa sediaan emulgel homogen,
antara basis gel dengan zat aktif tercampur merata. Hasil uji homogenitas
menunjukkan bahwa sediaan emulgel yang dihasilkan memenuhi persyaratan
emulgel yang baik menurut Sulaiman dan Kuswahyuning (2008) yaitu homogen.
Sediaan yang homogen saat diaplikasikan pada kulit, akan memberikan absorbsi
yang baik dan merata, sehingga efek terapi yang diharapkan dapat tercapai.

4.3.3 Uji pH sediaan Emulgel

Nilai pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat


keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu sediaan. Pengukuran pH dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan indikator pH, hasil pengukuran pH
sediaan emulgel analgetika dapat dilihat pada Gambar 7.

pH sediaan emulgel

pH
0 1 2 3 4 5 6 7

Replikasi 3 Replikasi 2 Replikasi 1

Gambar 7. Hasil Pengukuran pH emulgel Metil salisilat dan Mentol

Berdasarkan Gambar 7. menunjukkan bahwa sediaan emulgel memiliki pH 6,


sedangkan menurut Wathoni (2009) pH kulit manusia adalah antara 5 — 10, pada
pH 6 sediaan emulgel yang dihasilkan memenuhi persyaratan pH sediaan semi
padat sehingga sediaan emulgel yang dihasilkan aman digunakan serta tidak
mengiritasi kulit karena sesuai dengan pH kulit manusia.

4.3.4 Uji Aseptabilitas

Uji selanjutnya adalah uji aseptabilitas sediaan. Kriteria uji aseptabilitas yang
akan diuji adalah kemudahan dioleskan, kelembutan sediaan, sensasi yang timbul
atau kesan saat pemakaian sediaan, setelah itu kemudahan pencucian, kelengketan
dan bau. Setelah itu dilakukan scoring angka pada masing-masing kriteria.
Kemudian dari data yang didapat dilakukan skoring untuk masing-masing kriteria.
Skoring dibagi menjadi 5 skor yakni 1 (sangat jelek), 2 (jelek), 3 (kurang baik), 4
(baik) dan 5 (sangat baik). Kemudian skor dari masing-masing kriteria ditambah
dan nilai dengan ketentuan sangat jelek dengan rentang 1-20, jelek dengan rentang
21-40, kurang baik dengan rentang 41-60, baik dengan rentang 61-80, dan sangat
baik dengan rentang 81-100. Angket yang digunakan pada uji aseptabilitas adalah
sebagai berikut:

16
ANGKET SEMI SOLID UNTUK SEDIAAN EMULGEL

PENGANTAR

Angket ini bukan merupakan suatu tes dan tidak berpengaruh terhadap aktivitas
akademik anda. Istilah angket ini tanpa ada perasaan khawatir, serta tidak ada
jawaban yang benar dan salah. Anda diharapkan menjawab dengan jujur dan teliti
sesuai dengan keadaan anda yang sebenarn ya pada saat ini. Jawaban anda bersifat
pribadi dan dijaga kerahasiaannya. Oleh karena itu, kerjakanlah angket ini secara
jujur dan sungguh-sungguh dengan petunjuk pengerjaan dibawah ini.

PETUNJUK PENGISIAN ANGKET

1. Bacalah pernyataan-pernyataan dalam angket dibawah ini secara teliti dan


cermat.
2. Pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan keadaan Anda yang sebenarnya,
dengan cara memberi tanda cek (√) pada kolom pilihan
3. Jawablah sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga kesimpulan yang diambil
dari data ini bisa benar.
Periksa kembali nomor pernyataan, jangan sampai ada yang terlewatkan

No Kriteria Aseptabilitas 1 2 3 4 5

1 Kemudahan dioleskan

2 Kelembutan sediaan

3 Sensasi yang timbul

4 Kemudahan pencucian

5 Kelengketan

6 Bau

Keterangan:

1 = Sangat jelek
2 = Jelek
3 = Kurang baik
4 = Baik
5 = Sangat baik

17
Hasil uji aseptabilitas adalah sebagai berikut:
18
16 Chart Title
14
12
10
8
6
4
2
0
sangat jelek jelek kurang baik baik sangat baik

kemudahan dioleskan kelembutan sediaan sensasi yang timbul


kemudahan pencucian kelengketan bau

Data diatas menunjukkan hasil dari kemudahan dioleskan, dari 20 responden 3


orang responden memberi nilai 4 (kurang baik) dan 17 orang responden memberi
nilai 4 (baik). Jika dijumlah skor yang didapat untuk kriteria kemudahan dioleskan
80. Jadi kemudahan dioleskan sediaan emulgel adalah baik. Uji kelembutan
sediaan, dari 20 responden. 4 responden menyatakan memberi nilai 3 (kurang baik),
11 orang responden memberi nilai 4 (baik) dan 5 responden memberi nilai 5 (sangat
baik). Dari hasil tersebut jika ditotal kelembutan sediaan mendapat nilai 81 yang
berarti sangat baik. Dari hasil uji sensasi yang timbul 20 responden. 5 responden
menyatakan bahwa sensai yang timbul kurang baik. 14 responden menyatakan
bahwa sensasi yang timbul baik dan 1 responden menyatakan bahwa sensasi yang
timbul sangat baik. Jadi total nilai yang didapat sebanyak 76. Hal itu menunjukkan
bahwa sensasi yang ditimbulkan baik. Dari hasi uji kemudahan pencucian, dari 20
responden 3 orang responden menyatakan kurang baik, dan 13 orang responden
menyatakan hasil baik. Dari hasil tersebut ditotal skoring sebesar 73 menyatakan
kemudahan pencucian baik. Uji kelengketan dari 20 responden 8 orang
menganggap bahwa kelengketan kurang baik. 10 orang responden menyatakan
baik, dan 2 orang responden menyatakan hasil baik. Sehingga total nilai yang
didapat sebesar 74 menyatakan kelengketan baik. Uji bau, dari 20 responden 4
orang responden menyatakan bau kurang baik, 10 orang responden menyatakan
baik, dan 2 orang responden menyatakan sangat baik . jadi total nilai yang didapat
sebesar 78 menyatakan bau baik

18
.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Emulgel metil salisilat dapat diformulasikan seperti pada formula yang


disusun diatas, akan tetapi emulgel yang dihasilkan kurang sempurna. Emulgel
yang terbentuk konsistensinya kurang. Untuk meningkatkan konsistensinya dapat
dilakukan modifikasi prosedur pembuatan, mengganti atau meningkatkan kadar
basis emulgelling agent, dan menambahkan stiffening agent. Basis emulgel yang
digunakan hendaknya memiliki berat molekul yang besar sehingga dapat
meningkatkan konsistensi sediaan dan hendaknya kemampuannya mengikat air
tinggi sehingga bentuk emulgel lebih baik.

5.2 Saran
Diharapkan kepada praktikan agar lebih disiplin dan mengerti akan sediaan yang
dibuat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia,
Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia,
Jakarta.

Ansel, H. 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press,


Jakarta.

Clegg, 1995, dalam http://simonbwidjanarko.files.wordpress.com/2008/06/bahan-


pembentukgel-2.pdf di akses pada tanggal 24 maret 2012

Estuningtyas, A. dan Arif A.,2009, Farmakologi dan Terapi Obat Lokal Edisi V,
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.

Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., and Sigla, A.K., 2002, Spreading of Semisolid
Formulation An Update, Pharmaceutical Tecnology, September 2002,
84-102 www.pharmtech.com

Rowe C R, Sheskey J P, and Quinn E Maria, 2009, Handbook of pharmaceutical


Excipients Sixth edition, Pharmaceutical Press and American
Pharmacist Association, Washington London.

Raton, F.L Boca and C.K Smoley, 1993, Everything Added to Food in the United
States. http://en.wikipedia.org/wiki/Gellingagent. di akses pada tanggal
24 maret 2012

Sulaiman, T.N.S. dan Kuswahyuning R., 2008, Tekhnologi & Formulasi Sediaan
semipadat. Laboratorium Tekhnologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Tjay , H.T., dan Rahardja K., 2007, Obat – Obat Penting Edisi VI, Elex Media
Kompetindo Klompok Kompas Gramedia, Jakarta.

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi Edisi V, diterjemahkan oleh
Rer. Nat. Soedani Nurono Suwandi, disunting oleh Samhudi R.,
Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Wade,A. and Weller, P.J., 1994, handbook of Pharmaceutical Excipient, Edisi II,
The Parmaceutical Society of great Britain, Lambeth High
Street,London, SE17JN,England.

20
Wathoni, dkk, 2009. Formulasi Gel Antioksidan Ekstrak Rimpang Lengkuas
(Alpinia galangal L. Willd) dengan Menggunakam Basis Aquapec
505Hv. Skripsi Universitas Padjajaran, Jatinengon. Diambil
dari http://putaka.unpad.ac.id/wp
content/uploads/2012/06/formulasi antioksidan ekstrak rimpang
lengkuas.doc di akses pada tanggal 24 maret 2012

Zats, J.I., dan Gregory P.K., 1996, Gel in Liebermen, H.A., Rienger, M.M., Banker,
G.S., Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse Systems, Vol 2, hlm
401-403, 413-414, Marcel

21

Anda mungkin juga menyukai