DEMAM TIFOID
1
dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013).
Salmonella typhi adalah bakteri batang gram negatif yang menyebabkan
demam tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi
tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang
buruk (Brook, 2001).
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang
telah memenuhi kriteria penilaian.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin (Sudoyo A.W., 2010).
2
C. Anatomi Fisiologi
3
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-
enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior
yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu
bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan
ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini
berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada
ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi
tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),
4
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian
inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga
bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi
sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya
akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi
isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus
terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar,
lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke
usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
5
berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk
ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran
mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan
dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki
panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
6
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian
7
biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian
ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-
organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah
lagi yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala dan sakit perut (Sudoyo A.W., 2010).
8
PATHWAY KumanSalmonella typhi
Bakteriema primer
difagosit
Tidak difagosit
mati
Bakterima sekunder
Nutrient
Gangguan rasa nyaman Intake tidak termoreguler
menurun Cemas
nyeri adekuat
hipertermi
Hiperperistaltik
Ketidakseimbangan Kurang pengetahuan
usus
nutrisi kurang dari Cepat lelah tentang penyakitnya
kebutuhan tubuh
diare Intoleransi aktivitas bedrest
Pengeluaran
cairan
konstipasi
Reintraksi usus
komplikasi
Ekstraintestinal
Gangguan keseimbangan cairan
Intestinal -pneumonia
kurang dari kebutuhan tubuh
9 - Pendarahan usus -meningitis
- peritonitis
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa
inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.
Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah.(Sudoyo A.W., 2010).
F. Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis
yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Penelitian yang
menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik
dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh
masih terus dilakukan hingga saat ini (Sudoyo A.W., 2010).
10
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit
normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke
kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai
nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat
diagnosis demam tifoid (Hoffman, 2002). Penelitian oleh Darmowandowo
(1998) di RSU Dr. Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan
darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%)
dan leukosit normal (65.9%) (Darmowandowo, 2006).
2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan
bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum
tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka
bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada
awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses
(Hardi et al, 2002).
Kultur organisme penyebab merupakan prosedur yang paling
efektif dalam menduga demam enterik, dimana kultur untuk demam tifoid
dapat menjelaskan dua pertiga dari kasus septikemia yang diperoleh dari
komunitas yang dirawat di rumah sakit (Wain dan Hosoglu, 2008).
Kultur darah adalah prosedur untuk mendeteksi infeksi sistemik
yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. Tujuannya adalah mencari
etiologi bakteremi dan fungemi dengan cara kultur secara aerob dan
anerob, identifikasi bakteri dan tes sensitivitas antibiotik yang diisolasi.
11
Hal ini dimaksudkan untuk membantu klinisi dalam pemberian terapi
antibiotik yang terarah dan rasional (Provan, 2005).
3. Uji Serologis
a. Uji Widal
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin
digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa
reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah
mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O)
dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga
terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan
aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Semakin tinggi
titernya, semakin besar kemungkinan infeksi ini. Uji Widal ini
dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi.
Pada uji ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam
tifoid (Sudoyo A.W., 2010).
b. Uji Tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi
antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada
partikel magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan
terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik
menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan
hasil negatif (Sudoyo A.W., 2010).
c. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi
12
secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat
50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa (Sudoyo A.W., 2010).
13
e. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan tidak cuci tangan dengan bersih dapat terkena kuman
Salmonella Typhi. Kebiasaan makan ditempat terbuka, kebiasaan
mencuci tangan dengan alakadarnya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
lidah kotor dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah. Adanya demam dan keluhan
badan panas.
3) Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu karena suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Pada pasien thypoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien biasa mengalami penurunan (kurang dari normal).
6) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Terjadi dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya, pasien mungkin merasa cemas
dan stres, perubahan kepribadian.
8) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.
14
f. Persepsi sensori dan kognitif
1) Nyeri
Pada pasien yang sakit thypoid akan terjadi nyeri pada uluhati.
2) Kesadaran
Kesadaran penderita tipoid berfariasi antara composmentis (sadar
penuh) atau apatis, somnolen, dan koma pada penderita typoid.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada pasien thypoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bila didapatkan tachikardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
2) Kepala
Konjungtiva anemis, mata cekung, pucat atau bibir kering, lidah
kotor, ditepi dan ditengah merah.
3) Abdomen
Abdomen ditemukan nyeri tekan di di ulu hati.
4) Kulit
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
5) Sistem ekstermitas
Apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien thypoid
secara teori adalah
a. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi
Salmonella Thypi.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
15
d. Resiko keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare atau muntah),
hipertermi.
e. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya
cairan dan serat dalam tubuh, imobilisasi.
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
g. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi
h. Cemas berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak efektif,
krisis situasi akibat perubahan satus kesehatan dan hospitalisasi.
i. Diare berhubungan dengan hiperperistaltik usus
16
takikardi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Kulit teraba Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
panas/ hangat Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
17
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval
18
Respon abnormal dari yang sesuai dengan kemampuan fisik,
tekanan darah atau nadi psikologi dan sosial
terhadap aktifitas Bantu untuk mengidentifikasi dan
Perubahan ECG : mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aritmia, iskemia aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual
19
- Peningkatan denyut nadi, suhu tubuh dalam batas Berikan penggantian nasogatrik
penurunan tekanan darah, normal sesuai output (50 – 100cc/jam)
penurunan volume/tekanan Tidak ada tanda tanda Dorong keluarga untuk membantu
nadi dehidrasi, Elastisitas turgor pasien makan
- Pengisian vena menurun kulit baik, membran Kolaborasi dokter jika tanda cairan
- Perubahan status mental mukosa lembab, tidak ada berlebih muncul meburuk
- Konsentrasi urine rasa haus yang berlebihan Atur kemungkinan tranfusi
meningkat Orientasi terhadap Persiapan untuk tranfusi
- Temperatur tubuh waktu dan tempat baik Pasang kateter jika perlu
meningkat Jumlah dan irama Monitor intake dan urin output
- Kehilangan berat badan pernapasan dalam batas setiap 8 jam
secara tiba-tiba normal
- Penurunan urine output Elektrolit, Hb, Hmt
- HMT meningkat dalam batas normal
- Kelemahan pH urin dalam batas
normal
Intake oral dan
intravena adekuat
20
elektrolit, hemoroid, gangguan terhadap eliminasi
neurologis, obesitas, obstruksi - Jelaskan pada klien
pasca bedah, abses rektum, tumor konsekuensi menggunakan
o Fisiologis: perubahan pola laxative dalam waktu yang lama
makan dan jenis makanan, - Kolaburasi dengan ahli gizi
penurunan motilitas gastrointestnal, diet tinggi serat dan cairan
dehidrasi, intake serat dan cairan - Dorong peningkatan
kurang, perilaku makan yang buruk aktivitas yang optimal
DS: - Sediakan privacy dan
- Nyeri perut keamanan selama BAB
- Ketegangan perut
- Anoreksia
- Perasaan tekanan pada rektum
- Nyeri kepala
- Peningkatan tekanan abdominal
- Mual
- Defekasi dengan nyeri
DO:
- Feses dengan darah segar
- Perubahan pola BAB
- Feses berwarna gelap
- Penurunan frekuensi BAB
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen
- Feses keras
- Bising usus hipo/hiperaktif
- Teraba massa abdomen atau
rektal
- Perkusi tumpul
- Sering flatus
- Muntah
21
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
kimia, fisik, psikologis), comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
kerusakan jaringan Setelah dilakukan Observasi reaksi nonverbal dari
tinfakan keperawatan ketidaknyamanan
DS: selama …. Pasien tidak Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, menemukan dukungan
DO: dengan kriteria hasil: Kontrol lingkungan yang dapat
- Posisi untuk menahan Mampu mengontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
nyeri nyeri (tahu penyebab pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku berhati- nyeri, mampu Kurangi faktor presipitasi nyeri
hati menggunakan tehnik Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk intervensi
sayu, tampak capek, sulit mengurangi nyeri, Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
atau gerakan kacau, mencari bantuan) napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
menyeringai) Melaporkan bahwa dingin
- Terfokus pada diri nyeri berkurang dengan Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
sendiri menggunakan ……...
- Fokus menyempit manajemen nyeri Tingkatkan istirahat
(penurunan persepsi Mampu mengenali Berikan informasi tentang nyeri seperti
waktu, kerusakan proses nyeri (skala, intensitas, penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berpikir, penurunan frekuensi dan tanda berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
interaksi dengan orang dan nyeri) prosedur
lingkungan) Menyatakan rasa Monitor vital sign sebelum dan sesudah
- Tingkah laku distraksi, nyaman setelah nyeri pemberian analgesik pertama kali
contoh : jalan-jalan, berkurang
menemui orang lain Tanda vital dalam
dan/atau aktivitas, aktivitas rentang normal
berulang-ulang) Tidak mengalami
- Respon autonom gangguan tidur
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin
22
dalam rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
23
dijelaskan secara benar yang tepat atau diindikasikan
Pasien dan keluarga Eksplorasi kemungkinan sumber atau
mampu menjelaskan dukungan, dengan cara yang tepat
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
24
- Bingung persepsi
- Bloking dalam pembicaraan Kelola pemberian obat anti
- Sulit berkonsentrasi cemas:........
25
26
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R.2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9 NANDA NIC NOC. Jakarta : EGC
http://digilib.unila.ac.id/2438/10/BAB%20II.pdf
jtptunimus-gdl-sitimuasar-5257-2-bab2.pdf
27