Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TIFOID

A. Definisi Demam Tifoid


Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya
yaitu Salmonella typhi yang menyerang bagian saluran pencernaan. Selama
terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel fagositik
mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah (Algerina,
2008; Darmowandowo, 2006).
Penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan
yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman
dan biasanya keluar bersama-sama dengan tinja. Transmisi juga dapat terjadi
secara transplasenta dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia
kepada bayinya (Soedarno et al, 2008).
Penyakit ini dapat menimbulkan gejala demam yang berlangsung lama,
perasaan lemah, sakit kepala, sakit perut, gangguan buang air besar, serta
gangguan kesadaran yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang
berkembang biak di dalam sel-sel darah putih di berbagai organ tubuh.
Demam tifoid dikenal juga dengan sebutan Typhus abdominalis, Typhoid
fever, atau enteric fever. Istilah tifoid ini berasal dari bahasa Yunani yaitu
typhos yang berarti kabut, karena umumnya penderita sering disertai gangguan
kesadaran dari yang ringan sampai yang berat (Rampengan, 1993).

B. Etiologi demam tifoid


Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di
alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati

1
dengan pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi,
pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013).
Salmonella typhi adalah bakteri batang gram negatif yang menyebabkan
demam tifoid. Salmonella typhi merupakan salah satu penyebab infeksi
tersering di daerah tropis, khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang
buruk (Brook, 2001).
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen flagela), yang terletak pada flagela, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol yang
telah memenuhi kriteria penilaian.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan
menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut
aglutinin (Sudoyo A.W., 2010).

2
C. Anatomi Fisiologi

Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),


kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan
jalan masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan
oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman
dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam
bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di

3
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-
enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior
yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu
bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan
ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini
berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut
laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam
lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan
menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada
ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi
tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka),

4
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus), serta bagian
inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga
bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi
sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida
menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
5. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya
akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi
isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil
enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus
terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar,
lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke
usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan

5
berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara
saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung
melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk
ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran
mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan
dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari
usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki
panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum,
dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8
(netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam empedu.
6. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon

6
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7. Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi
sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini
kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB).
Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang
lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan
anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian

D. Patogenesis dan Patoflow Demam Tifoid


Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang

7
biak. Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka
kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit
terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian
ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
(mengakibatkan bakteremia pertama yang asimptomatik) dan menyebar ke
seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-
organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah
lagi yang mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik, seperti demam, malaise,
mialgia, sakit kepala dan sakit perut (Sudoyo A.W., 2010).

8
PATHWAY KumanSalmonella typhi

5f (foot, fingers, fomitus, fly, feses)

Masuk ke lambung mulut Hidup di usus halus bagian dIstal

Kuman mati Kuman menularkan endotoksin

Bakteriema primer
difagosit

Tidak difagosit
mati

Bakterima sekunder

Pembuluh darah Usus halus


kapiler Perubahan status
kesehatan
peradangan
Tromboflebitis
Mual, hipotalamus stress
muntah,
Mal absorbsi
miokarditis anoreksia
menekan Krisis situasi

Nutrient
Gangguan rasa nyaman Intake tidak termoreguler
menurun Cemas
nyeri adekuat

hipertermi
Hiperperistaltik
Ketidakseimbangan Kurang pengetahuan
usus
nutrisi kurang dari Cepat lelah tentang penyakitnya
kebutuhan tubuh
diare Intoleransi aktivitas bedrest
Pengeluaran
cairan
konstipasi
Reintraksi usus
komplikasi
Ekstraintestinal
Gangguan keseimbangan cairan
Intestinal -pneumonia
kurang dari kebutuhan tubuh
9 - Pendarahan usus -meningitis
- peritonitis
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa
inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat.
Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :
1. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.
Bersifat febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam.
Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-angsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah.(Sudoyo A.W., 2010).

F. Pemeriksaan penunjang
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis
yang diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Penelitian yang
menggunakan berbagai metode diagnostik untuk mendapatkan metode terbaik
dalam usaha penatalaksanaan penderita demam tifoid secara menyeluruh
masih terus dilakukan hingga saat ini (Sudoyo A.W., 2010).

10
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1. Pemeriksaan Darah Tepi
Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit
normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke
kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama
pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai
nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan,
akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat
diagnosis demam tifoid (Hoffman, 2002). Penelitian oleh Darmowandowo
(1998) di RSU Dr. Soetomo Surabaya mendapatkan hasil pemeriksaan
darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis (12.5%)
dan leukosit normal (65.9%) (Darmowandowo, 2006).
2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan
bakteri Salmonella typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum
tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka
bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada
awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urin dan feses
(Hardi et al, 2002).
Kultur organisme penyebab merupakan prosedur yang paling
efektif dalam menduga demam enterik, dimana kultur untuk demam tifoid
dapat menjelaskan dua pertiga dari kasus septikemia yang diperoleh dari
komunitas yang dirawat di rumah sakit (Wain dan Hosoglu, 2008).
Kultur darah adalah prosedur untuk mendeteksi infeksi sistemik
yang disebabkan oleh bakteri atau jamur. Tujuannya adalah mencari
etiologi bakteremi dan fungemi dengan cara kultur secara aerob dan
anerob, identifikasi bakteri dan tes sensitivitas antibiotik yang diisolasi.

11
Hal ini dimaksudkan untuk membantu klinisi dalam pemberian terapi
antibiotik yang terarah dan rasional (Provan, 2005).
3. Uji Serologis
a. Uji Widal
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin
digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji Widal adalah memeriksa
reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang telah
mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O)
dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga
terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan
aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Semakin tinggi
titernya, semakin besar kemungkinan infeksi ini. Uji Widal ini
dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi.
Pada uji ini terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
Salmonella typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam
tifoid (Sudoyo A.W., 2010).
b. Uji Tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi
antibodi anti-S.typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada
partikel magnetik latex. Hasil positif uji Tubex ini menunjukkan
terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik
menunjuk pada S.typhi. Infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan
hasil negatif (Sudoyo A.W., 2010).
c. Uji Typhidot
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji
typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi

12
secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S.typhi seberat
50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa (Sudoyo A.W., 2010).

G. Asuhan keperawatan (teoritis)


1. Pengkajian teoritis
Pengkajian fokus pada pasien thypoid merujuk pada Mansjoer
(1999),Smeltzer dan Bare (2002) antara lain:
a. Demografi
1) Usia
Presentase penderita dengan usia di atas 12-29 tahun 70-80%, 30-
39 tahun 10-20% dan penderita dengan usia di atas 40 tahun 5-
10%. Tetapi umumnya penyakit ini lebih sering diderita anak-anak.
2) Pekerjaan
3) Pekerjaan yang lebih banyak beraktivitas di lapangan dan kurang
menjaga kebersihan maka kemungkinan mengalami sakit thypoid.
4) Jenis kelamin
5) Pada pria lebih banyak terpapar dengan kuman Salmonela Typhi
dibandingkan wanita karena aktivitas di luar rumah lebih banyak.
6) Lingkungan
7) Penyebaran penyakit thypoid dipengaruhi oleh kebersihan
lingkungan yang kotor dan pribadi kurang diperhatikan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit thypoid, apakah
pasien menderita penyakit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien thypoid, demam, anoreksia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak diperut, pucat (anemi), nyeri
kepala/pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran
berupa samnolen sampai koma.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid
atau sakit yang lainnya.

13
e. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan tidak cuci tangan dengan bersih dapat terkena kuman
Salmonella Typhi. Kebiasaan makan ditempat terbuka, kebiasaan
mencuci tangan dengan alakadarnya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
lidah kotor dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
mempengaruhi status nutrisi berubah. Adanya demam dan keluhan
badan panas.
3) Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat
penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu karena suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Pada pasien thypoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien biasa mengalami penurunan (kurang dari normal).
6) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Terjadi dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam
mengatasi masalah penyakitnya, pasien mungkin merasa cemas
dan stres, perubahan kepribadian.
8) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.

14
f. Persepsi sensori dan kognitif
1) Nyeri
Pada pasien yang sakit thypoid akan terjadi nyeri pada uluhati.
2) Kesadaran
Kesadaran penderita tipoid berfariasi antara composmentis (sadar
penuh) atau apatis, somnolen, dan koma pada penderita typoid.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada pasien thypoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bila didapatkan tachikardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
2) Kepala
Konjungtiva anemis, mata cekung, pucat atau bibir kering, lidah
kotor, ditepi dan ditengah merah.
3) Abdomen
Abdomen ditemukan nyeri tekan di di ulu hati.
4) Kulit
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
5) Sistem ekstermitas
Apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada pasien thypoid
secara teori adalah
a. Peningkatan suhu tubuh atau hipertermi berhubungan dengan Infeksi
Salmonella Thypi.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

15
d. Resiko keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan)berhubungan
dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare atau muntah),
hipertermi.
e. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya
cairan dan serat dalam tubuh, imobilisasi.
f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
g. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi
h. Cemas berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak efektif,
krisis situasi akibat perubahan satus kesehatan dan hospitalisasi.
i. Diare berhubungan dengan hiperperistaltik usus

3. Nursing Care Plan

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/ Masalah Tujuan dan Kriteria Intervensi
Kolaborasi Hasil
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi Monitor suhu sesering mungkin
- penyakit/ trauma Monitor warna dan suhu kulit
- peningkatan Setelah dilakukan Monitor tekanan darah, nadi dan
metabolisme tindakan keperawatan RR
- aktivitas yang selama……….pasien Monitor penurunan tingkat
berlebih menunjukkan : kesadaran
- dehidrasi Suhu tubuh dalam batas Monitor WBC, Hb, dan Hct
normal dengan kreiteria Monitor intake dan output
DO/DS: hasil: Berikan anti piretik:
kenaikan suhu Suhu 36 – 37C Kelola
tubuh diatas rentang Nadi dan RR dalam Antibiotik:………………………..
normal rentang normal Selimuti pasien
serangan atau Tidak ada perubahan Berikan cairan intravena
konvulsi (kejang) warna kulit dan tidak Kompres pasien pada lipat paha dan
kulit kemerahan ada pusing, merasa aksila
pertambahan RR nyaman Tingkatkan sirkulasi udara

16
takikardi Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Kulit teraba Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
panas/ hangat Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)

Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient untuk menentukan jumlah kalori
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan Ajarkan pasien bagaimana
ekonomi. selama….nutrisi kurang membuat catatan makanan harian.
DS: teratasi dengan Monitor adanya penurunan BB
- Nyeri abdomen indikator: dan gula darah
- Muntah Albumin serum Monitor lingkungan selama
- Kejang perut Pre albumin serum makan
- Rasa penuh tiba-tiba Hematokrit Jadwalkan pengobatan dan
setelah makan Hemoglobin tindakan tidak selama jam makan
DO: Total iron binding Monitor turgor kulit
- Diare capacity Monitor kekeringan, rambut
- Rontok rambut yang Jumlah limfosit kusam, total protein, Hb dan kadar
berlebih Ht
- Kurang nafsu makan Monitor mual dan muntah
- Bising usus berlebih Monitor pucat, kemerahan, dan
- Konjungtiva pucat kekeringan jaringan konjungtiva
- Denyut nadi lemah Monitor intake nuntrisi

17
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan : Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien
Tirah Baring atau Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
imobilisasi Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang menyebabkan
Kelemahan Setelah dilakukan tindakan kelelahan
menyeluruh keperawatan selama Monitor nutrisi dan sumber energi yang
Ketidakseimbangan …. Pasien bertoleransi adekuat
antara suplei oksigen dengan terhadap aktivitas Monitor pasien akan adanya kelelahan
kebutuhan dengan Kriteria Hasil : fisik dan emosi secara berlebihan
Gaya hidup yang Berpartisipasi dalam Monitor respon kardivaskuler terhadap
dipertahankan. aktivitas fisik tanpa disertai aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
DS: peningkatan tekanan darah, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
Melaporkan secara nadi dan RR Monitor pola tidur dan lamanya
verbal adanya kelelahan atau Mampu melakukan tidur/istirahat pasien
kelemahan. aktivitas sehari hari Kolaborasikan dengan Tenaga
Adanya dyspneu atau (ADLs) secara mandiri Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
ketidaknyamanan saat Keseimbangan aktivitas progran terapi yang tepat.
beraktivitas. dan istirahat Bantu klien untuk mengidentifikasi
DO : aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten

18
Respon abnormal dari yang sesuai dengan kemampuan fisik,
tekanan darah atau nadi psikologi dan sosial
terhadap aktifitas Bantu untuk mengidentifikasi dan
Perubahan ECG : mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aritmia, iskemia aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Berhubungan dengan: Fluid balance Pertahankan catatan intake dan
- Kehilangan volume cairan Hydration output yang akurat
secara aktif Nutritional Status : Monitor status hidrasi ( kelembaban
- Kegagalan mekanisme Food and Fluid Intake membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
pengaturan Setelah dilakukan tindakan darah ortostatik ), jika diperlukan
keperawatan Monitor hasil lab yang sesuai
DS : selama….. defisit volume dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
- Haus cairan teratasi dengan osmolalitas urin, albumin, total protein )
DO: kriteria hasil: Monitor vital sign setiap 15menit –
- Penurunan turgor Mempertahankan urine 1 jam
kulit/lidah output sesuai dengan usia Kolaborasi pemberian cairan IV
- Membran mukosa/kulit dan BB, BJ urine normal, Monitor status nutrisi
kering Tekanan darah, nadi, Berikan cairan oral

19
- Peningkatan denyut nadi, suhu tubuh dalam batas Berikan penggantian nasogatrik
penurunan tekanan darah, normal sesuai output (50 – 100cc/jam)
penurunan volume/tekanan Tidak ada tanda tanda Dorong keluarga untuk membantu
nadi dehidrasi, Elastisitas turgor pasien makan
- Pengisian vena menurun kulit baik, membran Kolaborasi dokter jika tanda cairan
- Perubahan status mental mukosa lembab, tidak ada berlebih muncul meburuk
- Konsentrasi urine rasa haus yang berlebihan Atur kemungkinan tranfusi
meningkat Orientasi terhadap Persiapan untuk tranfusi
- Temperatur tubuh waktu dan tempat baik Pasang kateter jika perlu
meningkat Jumlah dan irama Monitor intake dan urin output
- Kehilangan berat badan pernapasan dalam batas setiap 8 jam
secara tiba-tiba normal
- Penurunan urine output Elektrolit, Hb, Hmt
- HMT meningkat dalam batas normal
- Kelemahan pH urin dalam batas
normal
Intake oral dan
intravena adekuat

Konstipasi berhubungan dengan NOC: NIC :


o Fungsi:kelemahan otot Bowl Elimination Manajemen konstipasi
abdominal, Aktivitas fisik tidak Hidration - Identifikasi faktor-faktor
mencukupi Setelah dilakukan tindakan yang menyebabkan konstipasi
o Perilaku defekasi tidak teratur keperawatan selama …. - Monitor tanda-tanda ruptur
o Perubahan lingkungan konstipasi pasien teratasi bowel/peritonitis
o Toileting tidak adekuat: posisi dengan kriteria hasil: - Jelaskan penyebab dan
defekasi, privasi Pola BAB dalam batas rasionalisasi tindakan pada pasien
o Psikologis: depresi, stress emosi, normal - Konsultasikan dengan
gangguan mental Feses lunak dokter tentang peningkatan dan
o Farmakologi: antasid, Cairan dan serat adekuat penurunan bising usus
antikolinergis, antikonvulsan, Aktivitas adekuat - Kolaburasi jika ada tanda
antidepresan, kalsium Hidrasi adekuat dan gejala konstipasi yang
karbonat,diuretik, besi, overdosis menetap
laksatif, NSAID, opiat, sedatif. - Jelaskan pada pasien
o Mekanis: ketidakseimbangan manfaat diet (cairan dan serat)

20
elektrolit, hemoroid, gangguan terhadap eliminasi
neurologis, obesitas, obstruksi - Jelaskan pada klien
pasca bedah, abses rektum, tumor konsekuensi menggunakan
o Fisiologis: perubahan pola laxative dalam waktu yang lama
makan dan jenis makanan, - Kolaburasi dengan ahli gizi
penurunan motilitas gastrointestnal, diet tinggi serat dan cairan
dehidrasi, intake serat dan cairan - Dorong peningkatan
kurang, perilaku makan yang buruk aktivitas yang optimal
DS: - Sediakan privacy dan
- Nyeri perut keamanan selama BAB
- Ketegangan perut
- Anoreksia
- Perasaan tekanan pada rektum
- Nyeri kepala
- Peningkatan tekanan abdominal
- Mual
- Defekasi dengan nyeri
DO:
- Feses dengan darah segar
- Perubahan pola BAB
- Feses berwarna gelap
- Penurunan frekuensi BAB
- Penurunan volume feses
- Distensi abdomen
- Feses keras
- Bising usus hipo/hiperaktif
- Teraba massa abdomen atau
rektal
- Perkusi tumpul
- Sering flatus
- Muntah

21
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, pain control, komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
kimia, fisik, psikologis), comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
kerusakan jaringan Setelah dilakukan Observasi reaksi nonverbal dari
tinfakan keperawatan ketidaknyamanan
DS: selama …. Pasien tidak Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, menemukan dukungan
DO: dengan kriteria hasil: Kontrol lingkungan yang dapat
- Posisi untuk menahan Mampu mengontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
nyeri nyeri (tahu penyebab pencahayaan dan kebisingan
- Tingkah laku berhati- nyeri, mampu Kurangi faktor presipitasi nyeri
hati menggunakan tehnik Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
- Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk intervensi
sayu, tampak capek, sulit mengurangi nyeri, Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
atau gerakan kacau, mencari bantuan) napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
menyeringai) Melaporkan bahwa dingin
- Terfokus pada diri nyeri berkurang dengan Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
sendiri menggunakan ……...
- Fokus menyempit manajemen nyeri Tingkatkan istirahat
(penurunan persepsi Mampu mengenali Berikan informasi tentang nyeri seperti
waktu, kerusakan proses nyeri (skala, intensitas, penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berpikir, penurunan frekuensi dan tanda berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
interaksi dengan orang dan nyeri) prosedur
lingkungan) Menyatakan rasa Monitor vital sign sebelum dan sesudah
- Tingkah laku distraksi, nyaman setelah nyeri pemberian analgesik pertama kali
contoh : jalan-jalan, berkurang
menemui orang lain Tanda vital dalam
dan/atau aktivitas, aktivitas rentang normal
berulang-ulang) Tidak mengalami
- Respon autonom gangguan tidur
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin

22
dalam rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Kurang Pengetahuan NOC: NIC :


Berhubungan dengan : Kowlwdge : disease Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keterbatasan kognitif, process keluarga
interpretasi terhadap Kowledge : health Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
informasi yang salah, Behavior bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
kurangnya keinginan Setelah dilakukan dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
untuk mencari informasi, tindakan keperawatan Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
tidak mengetahui sumber- selama …. pasien muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
sumber informasi. menunjukkan Gambarkan proses penyakit, dengan cara
pengetahuan tentang yang tepat
proses penyakit dengan Identifikasi kemungkinan penyebab,
DS: Menyatakan secara kriteria hasil: dengan cara yang tepat
verbal adanya masalah Pasien dan keluarga Sediakan informasi pada pasien tentang
DO: ketidakakuratan menyatakan pemahaman kondisi, dengan cara yang tepat
mengikuti instruksi, tentang penyakit, Sediakan bagi keluarga informasi tentang
perilaku tidak sesuai kondisi, prognosis dan kemajuan pasien dengan cara yang tepat
program pengobatan Diskusikan pilihan terapi atau
Pasien dan keluarga penanganan
mampu melaksanakan Dukung pasien untuk mengeksplorasi
prosedur yang atau mendapatkan second opinion dengan cara

23
dijelaskan secara benar yang tepat atau diindikasikan
Pasien dan keluarga Eksplorasi kemungkinan sumber atau
mampu menjelaskan dukungan, dengan cara yang tepat
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya

Kecemasan berhubungan NOC : NIC :


dengan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
Faktor keturunan, Krisis - Koping kecemasan)
situasional, Stress, perubahan Setelah dilakukan asuhan Gunakan pendekatan yang
status kesehatan, ancaman selama ……………klien menenangkan
kematian, perubahan konsep kecemasan teratasi dgn Nyatakan dengan jelas harapan
diri, kurang pengetahuan dan kriteria hasil: terhadap pelaku pasien
hospitalisasi Klien mampu Jelaskan semua prosedur dan
mengidentifikasi dan apa yang dirasakan selama prosedur
DO/DS: mengungkapkan gejala Temani pasien untuk
- Insomnia cemas memberikan keamanan dan
- Kontak mata kurang Mengidentifikasi, mengurangi takut
- Kurang istirahat mengungkapkan dan Berikan informasi faktual
- Berfokus pada diri sendiri menunjukkan tehnik untuk mengenai diagnosis, tindakan
- Iritabilitas mengontol cemas prognosis
- Takut Vital sign dalam batas Libatkan keluarga untuk
- Nyeri perut normal mendampingi klien
- Penurunan TD dan denyut Postur tubuh, ekspresi Instruksikan pada pasien untuk
nadi wajah, bahasa tubuh dan menggunakan tehnik relaksasi
- Diare, mual, kelelahan tingkat aktivitas Dengarkan dengan penuh
- Gangguan tidur menunjukkan berkurangnya perhatian
- Gemetar kecemasan Identifikasi tingkat kecemasan
- Anoreksia, mulut kering Bantu pasien mengenal situasi
- Peningkatan TD, denyut yang menimbulkan kecemasan
nadi, RR Dorong pasien untuk
- Kesulitan bernafas mengungkapkan perasaan, ketakutan,

24
- Bingung persepsi
- Bloking dalam pembicaraan Kelola pemberian obat anti
- Sulit berkonsentrasi cemas:........

Diare berhubungan dengan NOC: NIC :


- psikologis: stress dan Bowl Elimination Diare Management
cemas tinggi Fluid Balance - Kelola pemeriksaan kultur
- Situasional: efek dari Hidration sensitivitas feses
medikasi, kontaminasi, Electrolit and Acid - Evaluasi pengobatan yang
penyalah gunaan laksatif, Base Balance berefek samping gastrointestinal
penyalah gunaan alkohol, Setelah dilakukan - Evaluasi jenis intake makanan
radiasi, toksin, makanan per tindakan keperawatan - Monitor kulit sekitar perianal
NGT selama …. diare pasien terhadap adanya iritasi dan ulserasi
- Fisiologis: proses teratasi dengan kriteria - Ajarkan pada keluarga
infeksi, inflamasi, iritasi, hasil: penggunaan obat anti diare
malabsorbsi, parasit Tidak ada diare - Instruksikan pada pasien dan
Feses tidak ada darah keluarga untuk mencatat warna, volume,
DS: dan mukus frekuensi dan konsistensi feses
- Nyeri perut Nyeri perut tidak ada - Ajarkan pada pasien tehnik
- Urgensi Pola BAB normal pengurangan stress jika perlu
- Kejang perut Elektrolit normal - Kolaburasi jika tanda dan gejala
DO: Asam basa normal diare menetap
- Lebih dari 3 x BAB Hidrasi baik (membran - Monitor hasil Lab (elektrolit dan
perhari mukosa lembab, tidak leukosit)
- Bising usus hiperaktif panas, vital sign normal, - Monitor turgor kulit, mukosa oral
hematokrit dan urin sebagai indikator dehidrasi
output dalam batas - Konsultasi dengan ahli gizi untuk
normaL diet yang tepat

25
26
DAFTAR PUSTAKA

Aru W.Sudoyo.2007.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Penerbit


Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta

Carpenito,L,J.2000. Buku Diagnosa Keperawatan. Editor Monica Ester. Jakarta :


EGC

Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R.2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Edisi 9 NANDA NIC NOC. Jakarta : EGC

http://digilib.unila.ac.id/2438/10/BAB%20II.pdf

jtptunimus-gdl-sitimuasar-5257-2-bab2.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai