Oleh:
Serinda Okky Silawati,S.Ked
J510181057
Pembimbing:
dr.Setyo Utomo,Sp.JP.FIHA
Oleh:
Serinda Okky Silawati,S.Ked
J510181057
Pembimbing:
dr.Setyo Utomo,Sp.JP.FIHA
Pembimbing:
dr.Setyo Utomo,Sp.JP.FIHA (...........................)
dipresentasikan dihadapan:
dr.Setyo Utomo,Sp.JP.FIHA (...........................)
Demam rematik akut merupakan komplikasi non supuratif yang terjadi pada
0,3-3% kasus faringitis Streptococcus-hemolyticus grup A. Meskipun diduga
proses autoimun berperan, tetapi patogenesisnya masih belum jelas. Komplikasi ini
mengenai sendi besar, kulit, jaringan sub-cutan, otak, dan jantung (Rahajoe, 2012).
A. Epidemiologi
Demam rematik akut banyak menimpa anak-anak di negara
berkembang. Kejadiaannya dihubungkan dengan kemiskinan atau sosial
ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, dan akses pelayanan kesehatan
yang sulit dijangkau. Di negara-negara industri, insidensi dan prevalensi
demam rematik akut menurun drastis sejalan dengan perbaikan sosial dan
ekonomi dan higiene penduduknya, serta kemudahan akses pelayanan
kesehatan yang berkualitas (Pereira, et al., 2015).
B. Diagnosis
Saat ini, diagnosis demam rematik masih didasarkan pada
serangkaian kriteria, yaitu kriteria Jones, yang telah ditinjau oleh American
Heart Association (AHA). Diagnosis demam rematik akut ditegakkan bila
terdapat dua kriteria mayor, satau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor,
disertai dengan bukti faringitis Streptococcus sebelumnya (Rahajoe, 2012).
D. Diagnosis Banding
1. Reumatoid arthritis
2. Kawasaki disease
3. Takayasu disease
4. Lyme disease
E. Tatalaksana
Tujuan terapi pertama adalah pemberantasan agen infeksi penyebab,
Streptococcus hemoliticus grup A: penicillin G benzathine, IM, 1.200.000
U, untuk anak-anak dengan berat lebih dari 20 kg; 600.000 U untuk anak-
anak beratnya kurang 20 kg (Pereira, et al., 2015).
Alternatif
• Untuk pasien dengan gangguan hemoragik (tidak bisa menerima obat
melalui rute IM) penicillin-V, peroral (50mg / kg / hari, 4 kali sehari) atau
amoxicillin (50mg / kg / hari, diminum tiga kali sehari), keduanya selama
10 hari (Almazini, 2014).
• Untuk pasien atopik, alergi terhadap penisilin dan turunannya:
eritromisin (40mg / kg / hari, empat kali sehari selama 10 hari) atau
azitromisin (20mg / kg / hari, sekali sehari selama 3 hari) (Almazini, 2014).
H. Kesimpulan
Mengingat tingginya prevalensi penyakit, khususnya di negara-
negara berkembang, kriteria Jones merupakan ukuran penting untuk
meningkatkan sensitivitas diagnostik, sehingga identifikasi penyakit lebih
dini, sehingga mengurangi dampak sosial dari penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography
Almazini, P., 2014. Antibiotik untuk demam rematik akut dan penyakit jantung rematik.
Kalbe Med, 41(7), pp. 497-502.
Conti, R., 2016. Mitral Stenosis : a Review. Cardivascular Innovations and Application,
pp. 1-7.
Leman, S., 2012. Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. In: A. Sudoyo, ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing, p. 1662.
Pereira, B., Bello, A. & Silva, N., 2015. Rheumatic fever: update on the Jones criteria.
REVISTA BRASILEIRA DE Rheumatologia, 57(4), pp. 364-368.
Rahajoe, A. U., 2012. Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik. In: Penyakit
Kardiovaskuler. Jakarta: s.n., pp. 331-341.