Anda di halaman 1dari 30

KONSTIPASI DAN GASTRITIS

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Swamedikasi

Dosen Pengampu : Wihda Yanuar, M.Sc., Apt.

Disusun oleh :

Diana Novitasari 1061811034

Dinar Titik Asmarani 1061811035

Erlinda Irmaneisa 1061811039

Esti Dewi Lukitasari 1061811040

Farida Ulfa Srikurniati 1061811041

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASISEMARANG”

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar

dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan

(pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair dari mulut

hingga anus. Lambung merupakan organ dari saluran pencernaan yang penting

pada tubuh manusia yang berfungsi untuk mencerna makanan dengan bantuan

asam lambung (HCl) dan pepsin, namun dapat merusak mukosa lambung jika

disekresikan secara berlebihan atau berkurangnya faktor pelindung mukosa.

Produksi asam lambung dapat meningkat ketika ada rangsangan fisis misalnya

makanan dan rangsangan psikologis (Valle, 2008; Guyton dan Hall, 2007).

Salah satu gangguan yang terjadi pada lambung yaitu gastritis. Gastritis

merupakan proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan

secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada

daerah tersebut. Gastritis terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor penyebab

iritasi lambung atau disebut juga faktor agresif seperti HCl, pepsin, dan faktor

pertahanan lambung atau faktor defensif yaitu adanya mukus bikarbonat.

Penyebab ketidakseimbangan faktor agresif-defensif antara lain adanya infeksi

Helicobacter pylorisebagai penyebab yang paling sering (30–60%), penggunaan

obat-obatan yaitu obat golongan Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS),

kortikosteroid, anti tuberkulosa serta pola hidup dengan tingkat stress tinggi,

minum alkohol, kopi, dan merokok (Valle, 2008).


Gangguan pencernaan yang lain adalah konstipasi. Konstipasi atau

sembelit merupakan suatu gangguan proses defekasi yang ditandai dengan

berkurangnya frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu, dengan

konsistensi feses yang keras dan disertai rasa tidak enak di dalam pencernaan.

Konstipasi dapat dirasakan oleh semua umur baik dari anak-anak sampai lanjut

usia (Jufri, 2010).

Gejala konstipasi disebabkan menurunnya gerakan peristaltik usus

sehingga menyebabkan konsistensi feses menjadi keras dan usus tidak dapat

mendorong ke arah rektum. Faktor-faktor seperti mengkonsumsi makanan yang

tidak sesuai dan kurangnya aktivitas fisik dapat terjadinya konstipasi. Pada orang

normal, proses pergerakan peristaltik usus terjadi selama 24 – 48 jam, pada pasien

konstipasi, pergerakan peristaltik ususnya melambat sehingga frekuensi defekasi

kurang dari 3 kali dalam seminggu. Konstipasi sering disertai feses yang keras,

defekasi terasa nyeri dan rasa pengosongan perut tidak sepenuhnya (Heinrich,

2009).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari swamedikasi?

2. Apa itu sistem saluran pencernaan?

3. Apa itugastritis dan konstipasi?

4. Bagaimana klasifikasi, etiologi, patofisiologi, tanda serta gejala gastritis

dan konstipasi?
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Swamedikasi

Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh

masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-

obatan yang dijual bebas dipasaran yang bisa didapat tanpa resep dokter dan

diserahkan oleh apoteker di apotek (Asti dan Widya, 2004). The International

Pharmaceutical Federation (IPF) mendefinisikan swamedikasi atau self-

medication sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu

atas inisiatifnya sendiri.

Menurut World Health Organization (WHO), swamedikasi atau

pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan obat baik itu

obat modern, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi

penyakit atau gejala penyakit. Swamedikasi bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan diri, mengobati penyakit ringan dan lebih terfokus pada penanganan

terhadap gejala penyakit secara cepat dan efektif tanpa intervensi sebelumnya oleh

konsultan medis kecuali apoteker.

2.2 Sistem Saluran Pencernaan

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar-kelenjar

yang pencernaan. Fungsi sistem pencernaan adalah memperoleh zat-zat makanan

yang dibutuhkan bagi tubuh. Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat

struktural tertentu yang terdiri atas empat lapisan utama yaitu lapisan mukosa,

submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.Sistem saluran pencernaan pada


manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari rongga mulut,

esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektus dan anus. Esofagus merupakan

tabung otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.

Esofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Lambung

merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, fungsi utamanya adalah

menampung makanan yang telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat

yang dinamakan kimus (chyme).

2.3 Definisi Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa

lambung dan secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel

radang pada daerah tersebut. Gastritis terjadi akibat ketidakseimbangan antara

faktor penyebab iritasi lambung atau disebut juga faktor agresif seperti HCl,

pepsin, dan faktor pertahanan lambung atau faktor defensif yaitu adanya mukus

bikarbonat.

2.4 Etiologi Gastritis

Menurut Mansjoer, 2008 penyebab gastritis adalah:

1. Gastritis Akut

a. Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan obat anti inflamasi non steroid

dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.

b. Alkohol

Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung

dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun

pada kondisi normal.

c. Gangguan mikro sirkulasi mukosa lambung: trauma, luka bakar.


d. Stress

Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi

berat dapat menyebabkan gastritis dan perdarahan pada lambung.

2. Gastritis Kronik

Penyebab pasti dari gastritis kronik belum diketahui, tapi ada dua

predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu

infeksi dan non-infeksi.

a. Gastritis infeksi

Beberapa agen infeksi bisa masuk ke mukosa lambung dan memberikan

manifestasi peradangan kronik. Beberapa agen yang diidentifikasi :

1) H. Pylori. Beberapa peneliti menyebutkan bakteri itu merupakan penyebab

utama dari gastritis kronik (Anderson, 2007).

2) Infeksi parasit, Infeksi virus (Wehbi, 2008).

b. Gastritis non-infeksi

1) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi refluks garam

empedu kronis dan kontak dengan OAINS atau aspirin.

2) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronik yang menyebabkan

ureum terlalu banyak beredar pada mukosa lambung (Wehbi, 2008).

2.5 Patologi Gastritis

2.5.1. Gastritis Akut

Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya obat-

obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Bagi yang

mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis Nervus vagus (NV)
yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya

HCl yang berada di dalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan

anoreksia.

Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel

epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi

produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa

lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung karena penurunan

sekresi mukus bervariasi diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster. Lapisan

mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus) dan

pembuluh darah.

Vasodilatasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat.

Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh

karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat

penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel

mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa. Hilangnya sel mukosa

akibat erosi memicu timbulnya pendarahan.Pendarahan yang terjadi dapat

mengancam hidup penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses

regenerasi, sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah pendarahan

(Puspadewi dan Endang. 2012).

2.5.2. Gastritis Kronis

Gastritis kronik disebabkan oleh bakteri gram negatif Helicobacter pylori.

Bakteri patogen ini menginfeksi tubuh seseorang melalui oral, dan paling sering

ditularkan dari ibu ke bayi tanpa ada penampakan gejala (asimptomatik). Sekali
bersarang, bakteri Helicobacter pylori dapat bertahan di perut selama hidup

seseorang. Namun, sekitar 10-15 persen individu yang terinfeksi kadang-kadang

akan mengalami penyakit luka lambung atau usus duabelas jari. Kebanyakan luka,

lebih sering terjadi di usus duabelas jari daripada di lambung.

Helicobacter pylori merupakan jenis bakteri gram negatif yang berbentuk

spiral dan sangat cocok hidup pada kondisi kandungan udara sangat minim.

Bakteri ini berkoloni di dalam lambung dan bergabung dengan luka lambung atau

duodenum. Infeksi oleh bakteri ini banyak ditemui pada penduduk di negara-

negara yang memiliki kualitas kesehatan yang rendah.

Helicobacter pylori menempel pada permukaan dalam lambung melalui

interaksi antara membran bakteri lektin dan oligosakarida yang spesifik dari

glikoprotein membran sel-sel epitel lambung. Lokasi infeksi Helicobacter pylori

di bagian bawah lambung dan mengakibatkan peradangan hebat, yang sering kali

disertai dengan komplikasi pendarahan dan pembentukan lubang-lubang.

Peradangan kronis pada bagian distal lambung meningkatkan produksi asam

lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak terinfeksi. Ini menambah

perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari.

Helicobacter pylori hanya terdapat pada manusia dan telah menyesuaikan

diri di lingkungan lambung. Hanya sebagian kecil individu terinfeksi berkembang

menjadi penyakit lambung. Bakteri Helicobacter pylori sendiri sangat beragam

dan galur-galurnya berbeda dalam banyak hal, seperti perekatan ke lendir

lambung dan kemampuan menimbulkan peradangan. Walau pada satu individu

terinfeksi, semua bakteri ini tidak identik, dan selama jalur infeksi kronis, bakteri

menyesuaikan diri terhadap perubahankondisi-kondisi di lambung.


Tukak lambung dan usus dua belas jari dapat diobati melalui

penghambatan produksi asam lambung, tetapi sering kali akan kambuh kembali

akibat bakteri dan peradangan kronis lambung tetap ada. Studi menunjukkan

bahwa penyakit tukak lambung itu dapat diatasi hanya bila bakteri dibasmi dari

lambung dengan antibiotik.

Namun, penggunaan antibiotik secara serampangan dapat mengakibatkan

masalah serius, yaitu ketahanan bakteri melawan obat-obat penting. Oleh karena

itu, penggunaan antibiotik melawan Helicobacter pylori pada pasien-pasien yang

tidak mengalami tukak lambung dan usus duabelas jari harus dibatasi (Asmi,

2014).

2.4 Proses Penyakit Gastritis

2.4.1 Gastritis Akut

Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiritasi mukosa

lambung. Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi:

a. Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung.

Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung

HCO3 akan berikatan dengan NaCl sehingga menghasilkan HCI dan

NaCO3 yang akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung

meningkat maka akan menyebabkan mual muntah, dan terjadi gangguan

nutrisi cairan & elektrolit.

b. Iritasi mukosa lambung menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang

dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCl maka

akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika
mukus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada

mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh

darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan

hipovolemik.

2.4.2 Gastritis Kronik

Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga

terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan

yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atropi kelenjar epitel dan hilangnya

sel pariental dan sel chief, karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi

HCl, pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga

menjadi tipis serta mukosanya rata. Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi

perdarahan.

2.6 Komplikasi Gastritis

Komplikasi yang timbul pada:


1. Gastritis Akut
 Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan
melena, berakhir dengan syok hemoragik.
 Terjadi ulkus
2. Gastritis Kronik
 Gangguan penyerapan vitamin B12, akibat kurang pencerapan B12
menyebabkan anemia pernisiosa.
 Penyerapan besi terganggu.
 Penyempitan daerah antrum pylorus.
2.7 Tanda Dan Gejala Gastritis

2.7.1 Tanda dan gejala Gastritis Akut

Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita penyakit gastritis

adalah keluhan perih, mulas, rasa tidak nyaman pada perut, mual, muntah,

kembung, sering platus, cepat kenyang, rasa penuh di dalam perut, rasa panas

seperti terbakar dan sering sendawa (Puspadewi dan Endang, 2012).

Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan

melena, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-

obatan atau bahan kimia tertentu (Mansjoer, 2008).

2.7.2 Tanda dan Gejala Gastritis Kronis

1. Gastritis sel plasma

2. Nyeri yang menetap pada daerah epigastrium

3. Nausea sampai muntah empedu

4. Dyspepsia

5. Anoreksia

6. Berat badan menurun

7. Keluhan yang berhubungan dengan anemia

2.8 Penatalaksanaan Terapi Gastritis

Gastritis bisa disembuhkan tetapi tidak bisa sembuh total. Gastritis adalah

penyakit yang dapat kambuh apabila penderita tidak makan teratur, terlalu banyak

makan, atau sebab lain. Biasanya untuk meredakan atau menyembuhkannya

penderita harus meminum obat jika diperlukan. Tetapi gastritis dapat dicegah,

yaitu dengan cara makan tertatur, makan secukupnya, cuci tangan sebelum makan.
Obat-obatan untuk penyakit gastritis:

1. Antasida

Menetralisir asam lambung dan menghilangkan rasa nyeri.

Contoh obat : Aluminium Hidroksida, Magnesium Hidroksida.

2. Proton Pump Inhibitor

Menghentikan produksi asam lambung dan menghambat infeksi bakteri

Helicobacter pylori.

Contoh obat : Omeprazole, Lanzoprazole.

3. H2 blocker (Antagonis reseptor H2)

Penghambat reseptor histamin H2 yang berperan dalam efek histamin

terhadap sekresi cairan lambung.

Contoh obat: Ranitidin, Simetidin.

Makanan dan Minuman yang Perlu Dihindari Saat Menderia Gastritis:


1. Makanan yang sangat asam atau pedas antara lain cuka, cabai, dan merica

dapat merusak dinding lambung.

2. Makanan yang sulit dicerna dan dapat memperlambat pengosongan

lambung, sehingga menyebabkan peningkatan asam lambung antara lain

makanan berlemak, keju, coklat.

3. Menghindari minuman yang mengandung kafein karena adalah stimulan

sistem saraf pusat yang meningkatkan asam lambung. Penggunaan alkohol

juga dihindari demikian pula dengan rokok, karena nikotin akan

mengurangi sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat

netralisasi asam lambung dalam duodenum. Selain itu nikotin juga

meningkatkan stimulasi parasimpatik, yang akan meningkatkan aktivitas

otot dalam usus dan dapat menyebabkan mual dan muntah.


2.10 Definisi Konstipasi

Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang tidak normal pada

seseorang, disertai dengan kesulitan keluarkan feses yang tidak lengkap atau

keluarnya feses yang keras dan kering (Wilkinson, 2007).

Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan buang feses yang

menyangkut frekuensi berhajat (Mansjoer, 2008). Sembelit atau konstipasi

merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar pada waktu cukup

lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak

adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya

buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, 2010).

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah

penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau

keras dan kering. Adanya upaya mengejan saat defekasi adalah suatu tanda yang

terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih

lama terpapar pada dinding usus dan sebagian kandungan air dalam feses

diabsorbsi. Sejumlah kecil air ditinggalakan untuk melunakkan dan melumasi

feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada

rektum (Potter dan Perry, 2005).

Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi

buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas

ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat

konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan

bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila

tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter

dan penderita tentang arti konstipasi.


2.11 Etiologi Konstipasi

Penyebab konstipasi dapat dibagi menjadi organik dan fungsional.

Penyebab fungsional atau dapat disebut idiopatik yaitu kurangnya asupan serat,

kurangnya minum, kurang aktivitas fisik, stress dan perubahan aktivitas rutin,

ketersediaan toilet dan masalah psikososial. Sedangkan penyebab organik

merupakan adanya gangguan pada intestinal (penyakit Hirschprung, Stenosis

anorektal, Striktur, Volvulus, Pseudoobstruksi, penyakit Chagas), gangguan

neuromuskuler (retardasi psikomotor, distrofi miomotik, lesi tulang belakang,

amiotonia kongenital), gangguan metabolik (hipotiroidisme, hipokalemia, asidosis

tubuler ginjal, hiperkalsemia) dan pengaruh obat-obatan (narkotika, antidepresan,

psikoaktif, vinkristin).

2.12 Klasifikasi Konstipasi

Berdasarkan patofisiologi, konstipasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Konstipasi akibat kelainan struktural, terjadi melalui proses obstruksi

aliran tinja.

2. Konstipasi fungsional, berhubungan dengan gangguan motilitas kolon atau

anorektal.

a. Primer: apabila penyebab dasar konstipasi tidak dapat ditentukan.

b. Sekunder: apabila penyebab dasar konstipasi dapat ditentukan.

Berdasarkan waktu berlangsungnya konstipasi:

1. Akut: apabila kejadian baru berlangsung selama 1-4 minggu.

2. Kronis: apabila kejadian telah berlangsung lebih dari 4 minggu.


2.13 Tanda dan Gejala Konstipasi

Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang umum

ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderita sembelit, yaitu :

a. Perut terasa begah, penuh dan kaku.

b. Tubuh tidak fit, terasa tidak nyaman, lesu, cepat lelah sehingga malas

mengerjakan sesuatu bahkan terkadang sering mengantuk.

c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,

mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam.

d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri, tidak

bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan kualitas dan

produktivitas kerja.

e. Feses lebih keras, panas, berwarna gelap, dan lebih sedikit daripada

biasanya.

f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat bersamaan

tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan ataupun

menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan dan

membuang feses (bahkan sampai mengalami ambeien/ wasir).

g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai terganjal

sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses keras atau

karena mengalami wasir sehingga pada saat duduk terasa tidak nyaman.

h. Lebih sering buang angin yang berbau lebih busuk dari pada biasanya.

i. Usus kurang elastik (biasanya karena mengalami kehamilan atau usia

lanjut) ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang mengganjal,

dan gerakannya lebih lambat dari pada biasanya.

j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar.


Gambar 1. Grafik feses Bristol (Vasanwala, 2009)
Adapun untuk sembelit kronis (obstipasi), gejalanya tidak terlalu berbeda

hanya sedikit lebih parah, diantaranya:

1. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas;

2. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil;

3. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu;

4. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat;

5. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri.

Tetap merasa lapar, tetapi ketika makan akan lebih cepat kenyang (apalagi ketika

hamil perut akan tersa mulas) karena ruang dalam perut berkurang dan mengalami

mual bahkan muntah.

2.14 Patofisiologi

Konstipasi fungsional berhubungan dengan kebiasaan menahan defekasi.

Kebiasaan menahan tinja yang berulang akan merenggangkan rektum dan

kemudian kolon sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Statis tinja di kolon
akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit yang menyebabkan proses

pengeringan tinja yang berlebih, membentuk skibala dan kegagalan untuk

memulai reflek dari rektum, yang normalnya memicu evakuasi. Pengosongan

rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan

oleh reseptor otot-otot rektum. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya,

tinja yang keras dan besar menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus,

menimbulkan rasa sakit dan kemudian menimbulkan retensi tinja selanjutnya.

Dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan dalam usus besar. Tekanan

tinggi ini dapat memaksa bagian dari dinding usus besar (kolon) keluar dari

sekitar otot, membentuk kantong kecil disebut divertikula. Hemoroid juga bisa

sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi.

Terdapat pengaruh makanan yang dikonsumsi terhadap konstipasi, ketika

konsumsi serat cukup, kotoran/feses akan menjadi besar dan lunak karena serat-

serat dapat menarik air, kemudian akan menstimulasi otot dan pencernaan dan

akhirnya tekanan yang digunakan untuk pengeluaran feses menjadi berkurang.

Ketika serat yang dikonsumsi sedikit kotoran akan menjadi kecil dan keras.

Retensi tinja juga dapat disebabkan oleh lesi yang melibatkan otot-otot

rektum,serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau

otot-otot perutdan dasar panggul.Kelainan pada relaksasi sfingter anus bisa juga

menyebabkan retensi tinja.

Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak

efektif,misalnya pada kasus-kasus hipotiroidisme atau pemakaaian opium, dan

bila ada obstruksi besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena

penyakit Hirschprung.
Gambar 2. Patofisiologi Konstipasi

2.15 Tujuan Terapi Konstipasi

Tujuan terapi adalah menghilangkan gejalanya, artinya pasien tidak

mengalami konstipasi. Hasil terapi yang diharapkan adala mencegah konstipasi

lebih lanjut melalui perubahan gaya hidup (terutama diet) (Hadi, 2001). Untuk

konstipasi akut, tujuannya adalah untuk meringankan gejala dan mengembalikan

fungsi normal usus.


2.16 Penatalaksanaan Terapi Konstipasi

Terapi atau pengobatan konstipasi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu

terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.

1. Terapi Non Farmakologi.

a. Latihan usus besar: melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku

yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya.

Penderita dianjurkan melakukan latihan secara teratur setiap hari selama 5-

10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan refleks gastro-

kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita

tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak

menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.

b. Diet: peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada

golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang

mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan

macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan

kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta

mempersingkat waktu transit di usus untuk mendukung manfaat serat ini,

diharapkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada

kontraindikasi untuk asupan cairan.

c. Olahraga: cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu

mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai

dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan

perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita

dengan atoni (kehilangan kekuatan) pada otot perut.


2. Terapi Farmakologi

Tabel 1. Golongan Obat Laksatif untuk Terapi Farmakologi Konstipasi


Golongan
No Nama Obat Dosis Keterangan
Obat
1. Memperbesar Psyllium, 4-6 g per hari. Obat golongan ini kerjanya
dan Metilselulosaisphagula. Bervariasi relatif lambat (1-3 hari), tetapi
melunakkan sesuai produk hanya sedikit yang
massa feses berpengaruh terhadap aktivitas
(Bulking usus normal dibandingkan
Agents). dengan laksatif lainnya.
Bulking Agents mengandung
partikel yang dapat menyerap
air lebih banyak, sehingga
meningkatkan aktifitas usus
dalam membentuk feses.
2. Laksatif Laktulosa 15-30 mL oral. Menyebabkan efek osmotik
Osmotik Sorbitol 30-50 g per hari. pada usus besar. Digunakan
Garam magnesium 2-4 g 8% pada konstipasi akut.
suspensi dalam Golongan osmotik tidak
air atau 5-10g diserap melainkan dapat
dengan segelas meningkakan sekresi air
air. kedalam usus. Sehingga cukup
Macrogol ½ - 1 tube aman untuk digunakan.
perhari. Misalnya pada penderita gagal
Gliserin 3 g perhari. ginjal.
3. Laksatif Bisacodyl 10mg rektal. Obat golongan ini bekerja
Stimulan Senna ½-2 tablet. memiliki onset kerja yang
Sodium picosulfat 2-15mg per hari. cepat dan hanya digunakan
PEG electrolyte 4L bila pengobatan yang lain
solution gagal. Obat ini bekerja pada
Fenoftalein 30-270 mg/oral. ujung saraf dinding usus,
memicu kontraksi otot, dan
menyebabkan peristaltik usus.
4. Melunakkan Minyak mineral 15-30 mL oral. Obat ini bekerja dengan
atau pelumas Docusate 50-300mg/hari. menurunkan tegangan
feses permukaan feses, sehingga
(lubricant mempermudah penyerapan
laxatives). air.

2.17 Batasan Untuk Apoteker Dalam Swamedikasi (Self-Medication)


Swamedikasi pada penderita konstipasi yang tidak mempan pada

perubahan pola hidup maka dapat diberikan diberikan beberapa obat golongan

laksatif yang lazim, disertai KIE yang tepat dan benar karena penggunaan dari

obat pencahar tidak boleh untuk jangka panjang. Penggunaan jangka panjang

dapat menyebabkan diare, sehingga akan kehilangan cairan dan elektrolit tubuh,

khususnya defisiensi kalium yang berujung pada hilangnya kepadatan otot polos.

Laksatif adalah obat yang membantu meningkatkan motilitas usus, massa tinja

dan frekuensi buang air besar pada saat konstipasi. Sehingga pemilihan obat dari

golongan laksatif yang tepat tergantung dari penyebab konstipasi itu sendiri.

Tabel dibawah ini akan memberikan pemilihan obat untuk self-medication.

Tabel 2. Pilihan obat self-medication pada pasien konstipasi


No Nama Obat KIE
1. Psyllium  Pasien harus diberi asupan cairan yang cukup untuk
Obat pembentuk menghindari gangguan usus.
masa yang berasal  Tidak boleh diminum sesaat sebelum tidur.
dari alam.  Pemakaian yang dianjurkan 1 sachet dalam segelas air untuk 1-
3 kali pemakaian perhari, untuk anak-anak dibawah 6 tahun
dapat diberikan ½ sachet atau kurang dari ½ dosis dewasa.
2. Metilselulosa  Pasien harus mengkonsumsi cairan yang cukup untuk
Obat pembentuk menghindari dehidrasi dan gangguan usus.
masa semisintetik  Tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
(efek 12-24 jam). mengunyah karena dapat mengakibatkan obstruksi usus atau
esophagus.
 Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien
yang tidak boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid.
 Dosis anak 3-4 kali 500 mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4
kali 1,5 g / hari.
3. Garam  Tidak boleh diberikan pada anak dibawah 6 tahun.
magnesium  Setiap kali minum obat harus dengan segelas air putih dingin
atau lebih untuk memaksimalkan efek obat. Dapat diimbangi
dengan meminum jus buah untuk menghilangkan rasa tidak
enak dari obat.
 Untuk cara penggunaan yang dianjurkan adalah 2 g magnesium
hidroksida dilarutkan dalam 25 mL air atau 5-10 g magnesium
sulfat dalam segelas air penuh sebelum makan pagi atau saat
perut kosong.
4. Gliserin (waktu  Tidak boleh diberikan pada anak dibawah 6 tahun tanpa
kerja kurang lebih petunjuk dokter.
30 menit)  Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 3 g
(suppositoria) atau 5-15 mL sediaan cair melalui anus.
5. Laktulosa (kurang  Setiap kali minum harus dengan segelas air atau jus buah untuk
lebih berefek menghilangkan rasa tidak enak.
setelah diminum  Tidak dianjurkan pemberian obat ini tanpa petunjuk dokter jika
48 jam) pasien mengalami diabetes karena dapat meningkatkan kadar
gula dalam darah.
 Efek samping paling umum adalah iritasi pada rectum dan
perlu diwaspadai.
 Dosis yang direkomendasikan pada pasien dewasa yaitu dosis
awal 10-20 gram satu kali sehari, selanjutnya diberikan sesuai
dengan kebutuhan. Sedangkan untuk pasien anak di bawah 1
tahun dapat diberikan 1,5 gram laktulosa yang dilarutkan
dalam 25 ml air satu kali sehari; untuk anak usia 1-5 tahun 3
gram laktulosa yang dilarutkan dalam 5 ml air satu kali sehari
sedangkan untuk anak usia 5-10 tahun dapat diberikan 2 kali
sehari dengan dosis yang sama
6. Minyak mineral  Sebaiknya dikonsumsi 2 jam setelah makan, karena dapat
(6-8 jam untuk mengganggu penyerapan makanan.
menimbulkan  Dosis yang direkomendasikan yaitu 10 mL diminum pada
efek) malam hari, tetapi tidak boleh diminum sesaat sebelum tidur.
 Tidak boleh diberikan pada anak, lansia dan ibu hamil.
7. Bisacodyl (efek 7  Harus harus diperhatikan dari penggunaan obat ini adalah
jam peroral dan kemungkinan terjadinya kram perut, kekurangan cairan dan
kurang lebih 30 elektrolit, hilangnya protein usus, efek pencahar berlebihan dan
menit dalam defisiensi kalium.
bentuk  Tidak boleh digunakan pada anak-anak dibawah 6 tahun.
suppositoria  Sebaiknya dikonsumsi pada saat perut kosong untuk
mendapatkan efek yang cepat.
 Tablet bisakodil dapat menyebabkan iritasi dan rasa mual. Oleh
karena itu biasanya dibuat dalam bentuk salut dan tidak boleh
dikunyah, digerus, atau dikonsumsi bersama dengan susu.
 Dosis bisakodil yang direkomendasikan untuk terapi pada
orang dewasa adalah 5-10 mg pada malam hari untuk obat
yang diminum (oral) atau 10 mg pada pagi hari untuk obat
yang dimasukkan melalui dubur (suppositoria), sedangkan
untuk anak di bawah 10 tahun dosis yang direkomendasikan
adalah 5 mg baik dalam sediaan oral ataupun dalam sediaan
suppositoria.
BAB III

KASUS

3.1. Kasus Gastritis

Tn.A usia 25 th datang ke apotek dengan keluhan perih pada perut,

kembung dan mual sejak pagi hari. Ia terbiasa minum kopi sebelum melakukan

aktivitas dalam keadaan perut kosong. Tn.A juga menyukai makanan-makanan

pedas. Akhir-akhir ini Tn. A banyak deadline tugas kantor yang membuatnya telat

makan dan sering begadang.

ANALISA SOAP

Subjek

 Nama Pasien : Tn. A

 JenisKelamin : Laki-laki

 Usia : 25 tahun

 Keluhan : perih pada perut, kembung dan mual sejak

pagi hari

 Riwayat pengobatan : -

Objek

Tidak ada data penunjang

Asessment

Berdasarkan keluhan pasien diduga pasien mengalami maag.


Plan

Terapi non farmakologi

1. Kurangi makan makanan pedas, makanan berlemak, bersantan, serta

makanan yang merangsang asam lambung.

2. Menghindari minuman yang mengandung kafein.

3. Hindari merokok.

4. Menghindari stress dan istirahat yang cukup.

5. Olahraga ringan seperti lari kecil.

6. Makan secara teratur dan banyak minum air putih.

Terapi farmakologi

Menurut Singh dkk. (2015) dan Hamid dkk. (2014) berdasarkan keluhan pasien

yaitu perih pada perut, mual dan kembung diberikan terapi swamedikasi golongan

antasida dan simetikon.

a. Antasida (Aluminium dan Magnesium Hidroksida) : menetralkan asam

lambung.

b. Antiflatulen (Simetikon) : mengurangi kembung.

Sediaan yang diberikan kepada pasien yaitu Mylanta syrup. Aturan pakai 3

kali sehari 1-2 sendok takar(5 ml) diminum kira-kira 1 jam sebelum makan,

penggunaan mylanta syrupbisa diteruskan selama keluhan masih dirasakan atau

maksimal 2 minggu. Jika masih sakit sebaiknya periksa diri ke dokter.

KIE

1. Perbanyak minum air putih

2. Bila maag pasien kambuh karena terlambat makan, jangan langsung

mengkonsumsi makanan-makanan berat seperti nasi.


3. Makan secara teratur, dengan menghindari makan-makanan yang dapat

mengiritasi lambung terutama makanan yang pedas dan asam.

4. Hindari minuman beralkohol karena alkohol dapat mengiritasi lambung

serta dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.

5. Hindari merokok karena dapat mengganggu kerja lapisan pelindung

lambung.

6. Melakukan olahraga secara teratur, contohnya lari-lari kecil dapat

meningkatkan kecepatan jantung dan pernafasan juga dapat menstimulasi

aktivitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan

dari usus secara lebih cepat.

7. Menghindari pemakaian aspirin saat merasa tidak enak badan, digantikan

dengan istirahat yang cukup.

8. Hindari pemakaian obat gabungan untuk mengurangi efek negatif obat.

9. Untuk keluarga pasien; dimohon selalu memperhatikan pola makan

pasien, membantu masalah pasien agar pasien tidak stres, memperhatikan

pemakaian obat dan efek sampingnya.

3.2. Kasus Konstipasi

Tn. PA (22 tahun) datang ke apotek dengan keluhan sembelit selama satu

minggu. Perut terasa sakit tetapi saat dicoba untuk BAB susah keluar, perut juga

terasa penuhdan tidak nyaman. Pasien mengatakan bahwa kebiasaan makan

sehari-hari tidak teratur, jarang makan buah dan sayur, dan tidak suka minum air

putih.
ANALISIS SOAP

Subjek

 Nama : Tn. PA

 Umur : 22 tahun

 Keluhan : sembelit selama satu minggu, perut terasa sakit, penuh,

kembung dan tidak nyaman

Objek

Tidak ada penunjang

Assesment

Kebiasaan makan sehari-hari pasien yang tidak teratur, jarang mengkonsumsi

buah dan sayur dan tidak suka minum air putih menyebabkan pasien mengalami

konstipasi.

Plan

Terapi Non Farmakologi

a. Mengkonsumsi makanan yang berserat seperti buah dan sayur.

b. Perbanyak minum air putih.

c. Minum susu untuk meningkatkan pergerakan dari usus apabila sudah tidak

mengalami konstipasi.

d. Hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh seperti

junk food, kurangi makan gorengan.

e. Lakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur.


Terapi Farmakologi

Berdasarkan jurnal Meredith dan Nathaniel (2012) alasan menggunakan

bisacodyl (laxative stimulant) karena secara keseluruhan, obat pencahar stimulan

ditoleransi dengan baik dan beraksi cepat serta sangat cocok untuk digunakan

dalam dosis tunggal untuk sembelit sementara.

Diberikan dulcolax tablet 1 kali sehari 1 tablet pada malam hari sebelum

tidur saat perut kosong (MIMS edisi 10). Dulcolax merupakan suatu obat yang

banyak digunakan sebagai obat pencahar atau pelancar buang air besar. Obat

dulcolax mengandung bisacodyl yang berfungsi untuk meningkatkan motilitas

(gerakan) dinding usus besar serta memiliki efek meningkatkan kadar air dalam

feses (membuat feses menjadi lebih lunak).

KIE

1. Dulcolax dikonsumsi pada malam hari saat perut kosong untuk

mendapatkan efek yang cepat.

2. Penggunaan tablet dulcolax ditelan secara utuh dengan bantuan air

putih.Tablet bisakodil dapat menyebabkan iritasi dan rasa mual dan

berbentuk salut sehingga tidak boleh dikunyah atau digerus.

3. Jangan diminum bersama susu karena beresiko menimbulkan sakit maag.

4. Harus diperhatikan dari penggunaan obat ini adalah kemungkinan

terjadinya kram perut, kekurangan cairan dan elektrolit, efek pencahar

berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, M. 2010. Ensiklopedi Kesehatan Untuk Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz

Media

Anderson, E., T. 2007. Buku Ajar Keperawatan Komunitas:Teori Dan Praktek.

Jakarta: EGC.

Asti, T., dan Widya, I. 2004. Pengobatan Sendiri. Info POM Badan Pengawas

Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Indonesia. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi

Edisi 10. Jakarta : UBM Media Asia.

Guyton A., C., dan Hall, J., E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

Jakarta: EGC.

Hadi, S. 2001. Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-3. Jakarta:Gaya Baru.

Hamid, R., Noorrizka, G., Wijaya, I., N., dan Yuda, A. 2014. Profil Penggunaan

Obat Antasida yang diperoleh secara Swamedikasi (Studi pada Pasien

Apotek “X” Surabaya). Jurnal Farmasi Komunitas. 1 (2).

Heinrich, M. 2009. Farmakognosis dan Fitoterapi. Jakarta: EGC.

Jufri, M., Soenarto, Y., S., Oswari, H., Arief, S., Rosalina, I., Mulyani, S.,N.

2010. Konstipasi. Gastroenterologi-Hepatologi. Cetakan Pertama. Jakarta:

IDAI.
Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Meredith, P., dan Nathaniel, W. 2012. Medical Management of Constipation.

Clinics in Colon and Rectal Surgery. 25 (1).

Potter, dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,

dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Puspadewi, V., A., dan Endang, L. 2012. Penyakit Maag dan Gangguan

Pencernaan. Yogyakarta: Kanisius.

Singh, S., Sangam, S., R., Joginapalli, V., R., dan Rajagopal, S. 2015. Alcohol,

Glycine and Gastritis. IJNPND. 5 (1).

Valle, J., D. 2008. Textbook of Gastroeneterology. 4th Ed. USA: Lippicont

Williams dan Wilkins.

Vasanwala, F., F. 2009. Management of chronic constipation in the elderly.

Singapore: Family

Wehbi, M. 2008. Acutte Gastritis. Medscape. Diakses tanggal 14 September 2018.

Wilkinson, J. M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai