Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Komputerisasi Dalam Analisis Struktur

Dalam terapan disiplin ilmu rekayasa, khususnya Teknik Sipil, analisis dan
perhitungan pada mulanya dilakukan dengan alat bantu hitung yang sangat sederhana,
mulai dari cipoa, mistar hitung dan kemudian dengan kalkulator. Dengan bantuan alat-
alat sederhana ini, perhitungan dan analisis sistem struktur yang sederhana, misalnya
portal bertingkat medium dan dengan susunan baris dan kolom denah lantai yang
sederhana, proses dilakukan selama berminggu-minggu. Perhitungan analisis yang
diterapkan di kala itu pada umumnya didasarkan atas metoda relaksasi iteratif, seperti
cara Cross, Kani dan Takabeya.

Penemuan komputer sebagai alat bantu komputer, menimbulkan “revolusi”


dalam proses penerapan ilmu rekayasa. Dalam hal ini, komputer berperan umumnya
dalam tiga aspek, yaitu komputer sebagai penyimpan data (data storage), komputer
sebagai alat hitung cepat (number cruncher), dan komputer sebagai editor teks (text
editor). Bukan hanya dalam disiplin ilmu rekayasa, disiplin ilmu lainnya pun telah sangat
dipengaruhi oleh penerapan komputer. Dan bahkan ibu-ibu rumah tangga pun telah
menyusun daftar belanja mereka dengan komputer.

Sekarang kita menelaah peranan komputer dalam aspek yang lebih menyempit,
dalam hal ini, analisis sistem struktur berderajat kebebasan tiga misalnya.
Keseimbangan gaya pada masing-masing derajat kebebasan memberikan

K11U1  K12U 2  K13U 3  P1


K 21U1  K 22U 2  K 23U 3  P2 (1.1.1)
K 31U1  K 32U 2  K 33U 3  P3

dalam mana (U i , i  1,3) adalah komponen perpindahan atau derajat kebebasan


(degrees of freedom) struktur, ( Pi , i  1,3) adalah komponen gaya di arah derajat
kebebasan (degrees of freedom) struktur , (U i , i  1,3) , dan ( Kij , i  1,3; j  1,3) adalah
unsur-unsur kekakuan.

Untuk kasus sistem struktur berderajat kebebasan medium (dalam contoh ini,
berorde tiga), sistem persamaan seperti dalam Pers. (1.1.1) masih dapat diselesaikan
(diinversikan) dengan mudah secara manual (dengan tangan), namun tidak demikian
halnya dengan kasus sistem struktur berderajat kebebasan tinggi.

Sebelum ditemukannya komputer sebagai alat bantu hitung, penyelesaian sistem


persamaan simultan keseimbangan ditangani secara manual dengan metoda iteratif,
seperti misalnya metoda Cross atau Takabeya. Dalam metoda iteratif semacam ini,

1
keseimbangan gaya pada arah masing-masing ditinjau dengan sementara memegang
derajat kebebasan lainnya. Pelepasan derajat kebebasan serta peninjauan
keseimbangan gaya di arah derajat kebebasan ini memberikan gaya tambahan hasil
induksi dari titik yang ditinjau kepada titk-titik lain yang bersebelahan; kemudian, kita
pindah ke titik lain dan melaksanakan prosedur yang sama. Cara ini dilakukan secara
iteratif hingga tercapai keseimbangan di arah seluruh derajat kebebasan.

Ditemukannya komputer memberikan alat yang dapat digunakan untuk menyusun


sistem persamaan keseimbangan serta menyelesaikannya secara cepat dan tepat. Hal
ini diformulasikan dengan menggunakan metoda matriks di dalam penulisan persamaan
keseimbangan, yaitu

 K11 K12 K13  U1   P1 


K    
 21 K 22 K 23  U 2    P2  (1.1.2)
 K 31 K 32 K 33  U 3   P3 

bagi Pers. (1.1.1), atau secara simbolis

K s U s   Ps  (1.1.3)

Dengan komputer, penyusunan sistem persamaan simultan dalam formulasi matriks


seperti dalam Pers. (1.1.2) atau simbolis dalam Pers. (1.1.3), dilakukan secara metodis
dan standard dengan mudah, seperti akan diterangkan dalam bab-bab mendatang.
Penyelesaian sistem persamaan simultan pun dilakukan dengan bantuan komputer
secara cepat dan teliti.

1.2 Beberapa Metoda Analisis

Problema rekayasa boleh jadi merupakan suatu perihal yang kompleks dan
rumit, sedemikian hingga tidak memungkinkan perolehan analisis yang bersifat eksak
dan tertutup (close form solution), sekalipun atas sistem yang dihadapi telah dikenakan
beberapa asumsi pendekatan dan penyederhanaan. Dalam kasus sistem struktur,
kendala yang menghambat perolehan solusi eksak umumnya berasal dari sifat bahan
yang tidak linier (elasto-plastis misalnya), batas-batas sistem yang kompleks serta rumit
(irregular) dan kemungkinan berobah (changed boundary conditions) selama kurun
waktu pembebanan, dan dari perpindahan dan/atau deformasi yang hingga (finite
displacement and deformation). Bahkan, beban atau gangguan luar pun dapat
mengakibatkan solusi eksak sulit diperoleh. Dalam kasus semacam ini, umumnya orang
beralih ke solusi numerik.

Klasifikasi metoda solusi eksak vs numerik ditunjukkan dalam Tabel 1.2.1. Pada
dasarnya, solusi dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu metoda analitik/eksak dan
metoda numerik, lengkap dengan beberapa variasi dalam formulasi. Namun, pada
hakekatnya semua metoda dapat dikelompokkan atas dua kelompok besar tersebut di
atas. Untuk memberikan penjelasan mengenai perbandingan beberapa metoda yang

2
tercantum dalam Tabel 1.2.1, kita menuliskan suatu problem rekayasa yang disusun
sebagai berikut ini.

Tabel 1.2.1: Penggolongan Metoda Analisis


Metoda Analisis
Analitik Numerik
Eksak Pendekatan Pendekatan Numerik Finite Element
Laplace trans. Galerkin beda hingga integrasi elemen hingga
close form sol. Rayleigh-Ritz numerik elemen batas

Problem.

Tentukanlah fungsi F yang memenuhi persamaan diferensial


PDE : _  n F  f (1.2.1)
dalam volume sistem V , serta memenuhi syarat batas

BC : _  mV  F (1.2.2)
pada permukaan S , dan juga memenuhi syarat awal
IC : _  LV  F0 (1.2.3)

Umumnya, persamaan diferensial dasar (governing partial difrential equation)


dalam Pers. (1.2.1) terdefinisi dengan baik (well-defined), akan tetapi kompleksitas
dapat berasal dari syarat batas dalam Pers. (1.2.2) dan syarat awal dalam Pers. (1.2.3).
Jika demikian halnya, orang dapat beralih ke solusi numerik.

Sebagai contoh, tinjaulah suatu problem rekayasa berupa getaran bebas dari satu
balok bermassa m dan kekakuan lentur EI dan panjang L , berupa penentuan fungsi
perpindahan w yang memenuhi persamaan diferensial
4w 2w
EI  m 0 (1.2.4)
x 4 t 2
dalam volume sistem V , serta memenuhi syarat-syarat batas berupa syarat awal (initial
conditions) dan syarat batas natural (natural boundary conditions),

2 2
w(0, t )  0; w( L, t )  0; w( 0, t )  0; w( L, t )  0 (1.2.5)
x 2 x 2

Kita akan melakukan proses analisis penyelesaian problem di atas dengan metoda-
metoda yang tercantum dalam Tabel 1.2.1.

1.2.1 Solusi Eksak

Solusi eksak mencakup penentuan solusi tetutup (close form solution) dari
persamaan diferensial dalam Pers. (1.2.4), yaitu dengan teknik pemisahan variabel
sebagai berikut.
w( x, t )  X ( x)T (t ) (1.2.6)

3
dalam mana w difaktorisasi atas X yang merupakan fungsi dari pada x saja, dan
T yang merupakan fungsi dari pada t saja. Nantinya akan terlihat bahwa X juga
berfungsi sebagai penentu bentuk dari respons w , dan t adalah kalibrator atau
multiplier (pengali) dari w seturut dengan waktu getar t . Substitusi Pers. (1.2.6) ke
dalam Pers. (1.2.4) memberikan
d4X d 2T
EI T  mX (1.2.7)
dx 4 dt 2
yang dapat dituliskan dalam bentuk modifikasi

1 d4X m 1 d 2T
  (1.2.8)
X dx 4 EI T dt 2

Karena bentuk dalam ruas kiri hanya merupakan fungsi dari pada x saja, dan ruas
kanan hanya merupakan fungsi dari pada t saja, maka keadaan seperti ini hanya dapat
dicapai jika kedua ruas adalah merupakan konstanta, katakanlah dalam hal ini c .
Dengan demikian, Pers. (1.2.8) menjadi

1 d4X m 1 d 2T
  c (1.2.9)
X dx 4 EI T dt 2

yang memberikan dua persamaan diferensial biasa

d4X
4
  4X  0
dx
(1.2.10)
d 2T
  2T  0
dt 2
di mana
c
 4  c; _  2  EI (1.2.11)
m
Persamaan diferensial biasa yang kedua dalam Pers. (1.2.10) memberikan solusi

T (t )  eit (1.2.12)

sementara persamaan diferensial biasa yang pertama memberikan

X ( x)  d1 sin x  d 2 cos x  d3 sinh x  d 4 cosh x (1.2.13)

Dengan demikian, solusi umum bagi Pers. (1.2.9) mengambil bentuk

w( x, t )  eit (d1 sin x  d 2 cos x  d3 sinh x  d 4 cosh x) (1.2.14)

4
dengan tetapan integrasi (di , i  1,4) yang dapat ditentukan sedemikian hingga solusi
umum tersebut memenuhi syarat-syarat batas dalam Pers. (1.2.5), yang dalam kasus ini
berobah menjadi
d2 d2
X (0)  0; X ( L)  0; X ( 0)  0; X ( L)  0 (1.2.15)
dx 2 dx 2

Substitusi Pers. (1.2.15) ke dalam Pers. (1.2.13) memberikan sistem persamaan


simultan
 0 1 0 1   d1  0
 0
 1 0 1  d 2  0
   (1.2.16)
 sin L cos L sinh L cosh L d 3  0
 
 sin L  cos L sinh L cosh L d 4  0

yang hanya memiliki solusi non-trivial jika determinan dari matriks koefisien, bernilai nol
(singulir). Dengan demikian, diperoleh

d 2  0; d 4  0, sin L sinh L  0; d1 sin L  d3 sinh L  0 (1.2.17)

yang memberikan
sin L  0 (1.2.18)
dan
k L  k ; k  0,1,2,... (1.2.19)
atau
k
 k   ; k  0,1,2,... (1.2.20)
L

Frekuensi getaran balok dalam Pers. (1.2.11) dalam hal ini menjadi
EI 4
k2  k (1.2.21)
m

Dari kondisi ke-empat dari Pers. (1.2.17) diperoleh hubungan

sin L
d3   d1 (1.2.22)
sinh L

Dengan mengambil d1  d k dan dengan mengingat Pers. (1.2.17), (1.2.20) dan (1.2.22),
solusi umum menjadi
sin  n L
wn ( x, t )  eint d n (sin  n x  sinh x) (1.2.23)
sinh  n L
1.2.2 Metoda Rayleigh

Metoda ini masih tergolong metoda analitik, di mana solusi yang diusulkan
adalah fungsi-fungsi analitik yang memnuhi syarat batas geometri, namun umumnya

5
tidak memenuhi persamaan diferensial dalam Pers. (1.2.4). Solusi diberikan dalam
kondisi di mana energy sistem berada dalam nilai ekstremum. Energi potensial sistem
balok diberikan oleh
1 2w 2w
2 L
PE  ( EI )( )dx (1.2.24)
x 2 x 2

di mana regangan umum (generalized strain) balok lentur adalah  2 w / x 2 dan


tegangan umum (generalized stress) berupa momen M ( x)  EI 2 w / x 2 . Energi
potensial disertasi energi kinnetis diberikan oleh

1 2w
2 L
KE  m( x ) ( )dx (1.2.25)
x 2

Solusi persamaan diferensial diusulkan dalam bentuk

w( x, t )  X ( x) cos t (1.2.26)

sehingga nilai ekstremum kedua energi menghasilkan keseimbangan dinamis, yaitu

1 d2X 1

2 L
( EI
dx 2
)dx   2  m( x) X 2 dx
2 L
(1.2.27)

yang memberikan
 EI (d X / dx )dx
2 2

 2
 L
(1.2.28)
 m( x) X dx
2
L

Fungsi X (x) dalam Pers. (1.2.26) dan (1.2.28) dapat dipilih berupa fungsi pendekatan
yang minimal memenuhi syarat batas. Jika misalnya dipilih

X ( x)  sin(x / L) (1.2.29)

sehingga dari Pers. (1.2.28) diperoleh

2
 EI / m (1.2.30)
L4

untuk balok prismatis dengan massa m yang konstan.

1.2.3 Metoda Rayleigh-Ritz

Metoda ini merupakan penyempurnaan dari pada metoda Rayleigh, di mana selain
memenuhi syrat-syarat batas, fungsi pendekatan juga dipilih sedemikian hingga
kesalahan (error) dibuat minimum. Fungsi yang diajukan sebagai pendekatan
mengambil bentuk
X ( x)  c1 f1 ( x)  c2 f 2 ( x)  ...  cn f n ( x) (1.2.31)

6
di mana fungsi ( f i ( x), i  1, n) memenuhi syarat batas dan (ci , i  1, n) dipilih sedemikian
nilai  menjadi minimum. Substitusi Pers. (1.2.31) ke dalam (1.2.28) serta menerapkan
kriteria minimisasi
 2
  0, i  1, n (1.2.32)
ci
memberikan

 L  L

ci 
0
EI (d 2 X / dx 2 ) 2 dx  i2
ci 
0
m( x) X 2 dx  0; i  1, n (1.2.33)

Persamaan di atas akan memberikan sistem persamaan simultan berorde n yang dapat
diselesaikan untuk mendapatkan nilai (ci , i  1, n) . Dalam contoh di atas, maka jika kita
mengambil dua suku, diperoleh

X ( x)  c1 sin(x / L)  c2 sin(2x / L) (1.2.34)

maka diperoleh

L EIL EIL
0
( / L) 4 c12 
EI (d 2 X / dx2 ) 2 dx 
2 2
(2 / L) 4 c22
(1.2.35)
L mL 2 mL 2
0 m( x) X dx  2 c1  2 c2
2

yang jika dimasukan kedalam Pers. (1.2.33) menghasilkan

EI EI
12  ( / L) 4 ;22  (2 / L) 4 (1.2.36)
m m

1.2.4 Metoda Galerkin

Dalam metoda ini, fungsi pendekatan diusulkan mengambil bentuk

X ( x)  c1 f1 ( x)  c2 f 2 ( x)  ...  cn f n ( x) (1.2.37)

yang jika dimasukan ke dalam Pers. (1.2.10) akan memberikan sisa (residu)

d4
R 4
(X  X )   4(X  X ) (1.2.38)
dx

Kesalahan atau penyimpangan dalam pendekatan dapat dibuat minimum dengan


menggunakan kriteria
L
0
fi ( x) Rdx  0; i  1, n (1.2.39)

yang menghasilkan sistem persamaan yang mengkaitkan konstanta (ci , i  1, n) dengan


 atau  .

7
1.2.5 Metoda Beda Hingga

Dalam metoda ini, diferensial didekati dengan diferensi atau beda hingga
(difference). Sebagai contoh diferensial df / dx didekati dengan bentuk diferensi.

df f ( x  x)  f ( x  x)
|x  (1.2.40)
dx 2x

yang merupakan diferensi tengah (central difference). Diferensi maju (forward


difference) ataupun diferensi mundur (backward difference) dalam hal ini juga dapat
diterapkan. Diferensial orde kedua juga dapat didekati dengan diferensi orde kedua
dalam bentuk
d2 f f ( x  2x)  2 f ( x)  f ( x  2x)
|  (1.2.41)
dx 2 x
(2x)2

dan orde ke-empat dengan

d4 f f ( x  4x)  4 f ( x  2x)  6 f ( x)  4 f ( x  2x)  f ( x  4x)


|  (1.2.42)
dx 4 x
(2x)4

Terlihat bahwa diferensi berorde semakin tinggi akan melibatkan titik-titk sampel yang
lebih jauh dari titik yang sedang diproses, dalam hal ini titik x . Suatu bentuk diferensi
lain juga dapat diperoleh dengan meninjau pengembangan f (x) menurut deret Taylor
dalam format
df d 2 f (x) 2
f ( x  x)  f ( x)  x  2  ...
dx dx 2!
(1.2.43)
df d 2 f (x) 2
f ( x  x)  f ( x)  x  2  ...
dx dx 2!

yang jika diambil suku-suku linier saja dalam x , bentuk yang pertama dalam Pers.
(1.2.43) akan memberikan bentuk dalam Pers. (1.2.39). Dengan cara serupa,
pengambilan hingga suku kuadratik dalam x , bentuk pertama dalam Pers. (1.2.39)
akan memberikan bentuk dalam Pers. (1.2.41).

Bentuk diferensi dalam Pers.(1.2.42) terhadap titik-titik 2, 3 dan 4 dalam struktur


balok yang dibagi 4 sub-domain seperti dalam Gambar 1.2.1 memberikan

titik 2 : x 0  4 x1  6 x2  4 x3  x4  ( x) 4 x2  0
titik 3 : x1  4 x2  6 x3  4 x4  x5  ( x) 4 x2  0 (1.2.44)
titik 4 : x2  4 x3  6 x4  4 x5  x6  ( x) x2  0
4

yang menghasilkan sistem persamaan

8
(5   4 ) 4  1   x2  0
    
 4 (6   4 )  4   x3   0;   x (1.2.45)
 1
 4 (5   4 )    
 x4  0

X X  X = L/4 X

A B

0 1 2 3 4 5 6

X2 X3 X4

X0 = - X2 X1 X5 X6 = - X4

Gambar 1.2.1: Diferensi Balok

Solusi non-trivial Pers. (1.2.45) diperoleh jika determinan dari pada matriks koefisien
dalam ruas kiri bernilai nol (singular),

(5   4 ) 4 1 
 
det   4 (6   4 ) 4  0 (1.2.46)
 1 4 (5   4 )

yang dapat digunakan untuk menghitung nilai ( i , i  1,3) .

1.2.6 Metoda Elemen Hingga

Dalam penerapan metoda diferensi atau beda hingga, analisis sering


menghasilakan persamaan simultan seperti yang disusun dalam Pers. (1.2.45) dengan
matriks koefisien yang berperilaku buruk (ill-condition) jika akan diinversikan, karena
tidak memiliki unsur-unsur diagonal utama yang tidak dominan relatif terhadap unsur-
unsur di luar diagonal utama.

Suatu cara yang dapat digunakan, namun sering disalah kenal sebagai metoda
beda hingga karena kemiripan antara kedua metoda, adalah apa yang dinamakan
dengan metoda elemen hingga (finite element method). Dalam cara ini, X didekati
dengan fungsi-fungsi yang meninterpolasikan nilai-nilai ( X i , i  1, n) di mana n adalah
jumlah tititk sampel,
n
X(x)   X i fi ( x) (1.2.47)
i 1

9
Karena ada n buah titik sampel dan jika pada setiap titik sampel diambil dua besaran
yang akan diinterpolasikan, yaitu translasi dan rotasi, maka ada 2n buah nilai X i yang
perlu diinterpolasikan maka fungsi pendekatam yang akan digunakan dipilih dari
polynomial berorde (2n  1) ,
2n
X(x)   i xi 1  1   2 x  ...   n x 2 n 1 (1.2.48)
i 1

dengan konstanta ( i , i  1, n) yang dapat ditentukan berdasarkan syarat batas natural


segmen balok. Untuk n  5 , syarat batas untuk struktur balok dalam Gambar 1.2.1
adalah
2 X 2 X
X(0)  0 ; (0)  0; X(4x)  0; (4X )  0 (1.2.49)
x 2 x 2

X1 X2
i

1 2

Gambar 1.2.2: Model Elemen Hingga

Untuk n  5 , kita mendekati fungsi perpindahan dengan polynomial berorde 9 dalam x .


Ini karena kita menginterpolir seluruh derajat kebebasan struktur dengan suatu fungsi
pendekatan manunggal, ini dinamakan perpindahan asumtif berbasis global. Untuk
membatasi orde perpindahan asumtif, kita mengambil fungsi perpindahan asumtif
berbasis lokal, dalam hal bahwa untuk masing-masing elemen digunakan satu
perpindahan asumtif yang menginterpolir derajat kebebasan elemen yang bersangkutan
saja. Ini dinamakan perpindahan asumtif berbasis lokal.

Untuk itu, pandanglah satu segmen cirian seperti dalam Gambar 1.2.2, yang
memiliki derajat kebebasan ( w1 ,1 ) pada titik 1 dan derajat kebebasan ( w2 , 2 ) pada titik
2, sehingga elemen hingga semacam ini memiliki vektor perpindahan elemen
{w1,1, w2 ,2} . Karena ada 4 derajat kebebasan maka kita menggunakan fungsi
perpindahan asumtif
4
X(x)   i xi 1  1   2 x  ...   4 x3 (1.2.50)
i 1

dalam mana
X X
X(0)  w1 ; (0)  1; X()  w 2 ; ( )   2 (1.2.51)
x x

Substitusi Pers. (1.2.51) dalam (1.2.50) memberikan sistem persamaan simultan

10
1 0 00  1   w1 
0
 1 0 0   2   1 
   (1.2.52)
1   2 3   3  w2 
 
0 1 2 3 2   4   2 

yang jika diinversikan akan menghasilkan

1   1 0 0 0   w1 
   0 0   1 
 2  1 0
    (1.2.53)
 3   3 /   2 / 2 3 / 2  1 /   w2 
2

 4   2 / 3 1/ 2  2 / 3

1 /  2   2 

Substitusi Pers. (1.2.53) dalam (1.2.50) diperoleh perpindahan asumtif berbasis lokal
dalam bentuk

X(x)  N1 ( x) N 2 ( x) N3 ( x) N 4 ( x)w1 1 w2  2  (1.2.54)


dengan
N1 ( x)  [1  3( x / ) 2  2( x / ) 3 ]
N 2 ( x)  [( x / )  2( x / ) 2  ( x / ) 3 ]
(1.2.55)
N 3 ( x)  [3( x / ) 2  2( x / ) 3 ]
N 4 ( x)  [( x / ) 2  ( x / ) 3 ]

sebagai fungsi interpolator

Bentuk dalam Pers. (1.2.54) dapat diterapkan kepada elemen-elemen secara


standard hanya dengan memasukkan panjang  dari elemen. Dengan demikian,
metoda elemen hingga jauh lebih standard untuk diterapkan, serta tidak tergantung
kepada kesinambungan topologi sistem struktur. Formulasi elemen hingga seperti di
atas akan dibahas secara rinci dalam buku ini.

1.3 Perkembangan Metoda Elemen Hingga

Sebenarnya, sejarah perkembangan metoda elemen hingga dapat ditelusuri


(traced back) jauh ke kurun waktu sebelum ditemukannya alat hitung berkapasitas tinggi
seperti komputer. Secara ringkas, embrio metoda elemen hingga ditanam secara
sendiri-sendiri oleh dua kelompok yang selalu berbeda pola pandang dan pola tindak,
yaitu perekayasa di satu fuhak dan akhli matematika di fihak lain. Para teknisi mendekati
pemasalahan cenderung dengan menggunakan model fisik, sementara akhli matematik
cenderung menggunakan formulasi matematis pula. Kedua kelompok ini jarang
mengadakan koordinasi penyatuan visi dan cara kerja yang koordinatif. Di lain hal,
ketiadaan alat hitung merupakan penghambat dalam pengembangan model fisis yang
dianut perekayasa dan kerumitan sistem yang dihadapai sering tidak membuahkan hasil
dari penerapan rumus-rumus matematika.

11
Ditemukannya alat bantu hitung berupa komputer dalam tahun 40an, dan
perumusan matematik yang diformulasika dalam notasi matriks, merupakan faktor
penentu dalam penyatuan visi kedua fihak dan kerja sama ini bermuara pada
ditemukannya metoda elemen hingga yang mulai tahun 60an berkembang pesat hingga
mengambil bentuk yang kita kenal sekarang ini. Beberapa kelompok yang berperan
sangat sentral dalam pengembangan metoda elemen hingga yang patut dicatat, antara
lain kelompok peneliti di Swansea, Inggris dan peneliti produsen ban Goodyear.
Beberapa perekayasa yang memiliki nama harum dalam pengembangan metoda
elemen hingga yang patut dikenang antara lain Zienkiewicz, Cook, Gallagher dan Irons.

1.4 Lingkup dan Urutan Bahasan

Sajian dalam buku ini, dibagi atas empat kelompok besar yang disajikan secara
berturutan. Pertama, dasar-dasar serta pengantar kepada metoda elemen hingga
disajikan dalam Bab I, II, III dan IV. Dasar-dasar analisis kontinum serta pengantar
kepada analisis struktur dalam metoda elemen hingga dicakup dalam bab-bab ini.

Dalam bagian kedua disajikan beberapa jenis elemen sederhana yang dapat
disusun dalam tata sumbu Kartesius dengan suku-suku polynomial segi tiga Pascal
sebagai parameter. Beberapa jenis elemen berupa pendel, lentur dan membran datar,
dibahas dalam bagian ini.

Bagian ketiaga, membahas permodelan elemen parametrik, yaitu berbagai jenis


elemen dengan bentuk geometri terdistorsi atau irregular sedemikian hingga tata
koordinat yang cocok digunakan dalam formulasi elemen semacam ini adalah koordinat
parametrik.

Bagian terakhir mencakup dasar-dasar penulisan program paket komputer untuk


analisis sistem struktur yang diformulasikan dalam model elemen hingga. Ini memang
perlu karena tanpa bantuan program paket semacam ini, proses perhitungan numerik
dalam model elemen hingga praktis tidak dapat diterapkan karena perhitungan dalam
metoda ini hampir mustahil dilakukan secara manual (dengan tangan tanpa batuan alat
hitung).

1.5 Notasi dan Simbol

Bahasan dalam buku ini disajikan dengan menggunakan notasi dan simbol, yang
umumnya dsertai penjelasan mana kala muncul pertama kalinya dalam paparan. Untuk
memperlancar pembaca dalam menggunakan buku ini, maka berikut ini diberikan daftar
kompilasi dari semua notasi dan simbol yang ada.

Notasi dan symbol Keterangan


______________________________________________________________________

A : luas penampang batang


aiy : unsur matriks [ A] , dalam Pers. (2.1.5)

12
[ A] : matriks sistem koefisien dalam persamaan simultan, Pers. (2.1.6)

{B} : vektor konstanta dalam sistem persamaan simultan, Pers. (2.1.6)


: vektor konstanta, persamaan kekangan, Per.(10.7.2)
b : gaya badan, Pers.(5.2.4), (5.10.11)
bi : unsur vektor {B} , Pers.(2.1.6)
[C ] : matriks koefisien, persamaan kekangan, Pers.(10.7.2), (12.2.2)
[CM ] : matriks kompatibilitas struktur, Pers.(9.4.4)
cij : koefisien matrik elastisitas, Pers.(5.4.1)
E : modulus elastisitas bahan
[ EM ] : matriks keseimbangan struktur, Pers.(8.3.4)
e : jumlah persamaan keseimbangan Struktur, Pers.(4.5.1
{e} : vektor deformas elemen, Pers.(7.3.4)
Fi : komponen gaya translasi di arah sumbu i
{F } : vektor gaya elemen, Pers.(4.3.1)
[ FM ] : matriks fleksibilitas struktur, tidak terakit, Pers.(8.3.1)
{Fx } : vektor gaya dalam elemen, Per.(7.3.4)
[ Fs ] : matriks fleksibilitas struktur, Pers.(8.3.9)
f : jumlah komponen gaya struktur, Pers.(4.5.2)
[f] : matriks fleksibilitas elemen, Pers.(7.3.9)
[ fs ] : matriks fleksibilitas bahan, Pers.(7.3.4)
G : modulus geser bahan
h : jumlah sendi dalam pada struktur, Pers.(4.5.2)
I : momen inersia penampang
[I ] : matriks identitas
J : momen inersia polar penampang
K ij : kekangan lentur batang ij , Pers.(6.5.15)
[Ks ] : matrik kekauan struktur, Pers.(9.4.9)
k : orde ketidaktentuan kinematis struktur, Pers.(4.5.4)
kij : unsur matriks kekakuan elemen, Pers.(7.4.12)
[k ] : matriks kekakuan absolute elemen, Pers.(7.2.1)
[k r ] : matriks kekakuan relative elemen, Pers.(7.2.3)
l : koefisien arah garis, terhadap sumbu x
Mi : momen, dengan arah vektorial pada sumbu i
M ij : momen ujung i , batang ij , Pers.(6.3.1), (6.4.1)
m : jumlah elemen dalam struktur, Pers.(4.5.1)
: koefisien arah garis, terhadap sumbu y , Pers.(5.3.7)
mij : minor dari matriks, Pers.(2.5.4)
n : jumlah elemen dalam struktur, Pers.(8.3.2)
: koefisien arah garis, terhadap sumbu z , Pers.(5.3.7)
ne : jumlah persamaan keseimbangan elemen, Pers.(4.5.1)
nj : jumlah persamaan keseimbangan titik simpul, Pers.(4.5.1)

13
Notasi dan symbol Keterangan
______________________________________________________________________

nm : jumlah komponen gaya eleman, Pers.(4.5.2)


{Ps } : vektor gaya struktur, Pers.(10.2.8)
{p} : vektor gaya elemen, Pers.(7.2.1)
{ pe } : vektor gaya ekivalen elemen akibat beban lokal, Pers.(7.6.15)
{ po } : vektor gaya ujung elemen akibat beban lokal, Pers.(7.6.14)
q : perpindahan, Pers. (5.3.1)
[R] : tensor regangan, Pers. (5.3.9)
[ Rs ] : matriks rotasi elemen, Pers.(4.7.18)
: reaksi kekangan, Pers.(12.3.4)
[ Ri ] : sub-matriks rotasi, simpul i , Pers.(4.7.17)
r : jumlah kekangan struktur, Pers.(4.5.3)
ri : residu, dalam metoda relaksasi, Pers.(3.8.5)
S : permukaan struktur, Pers.(5.10.2)
{S M } : vektor gaya struktur, tidak terakit, Pers.(8.3.1)
{S S } : vektor gaya struktur, Pers.(8.3.4)
{S SJ } : sub-vektor gaya struktur, di arah {VSJ } , Pers.(8.3.10)
{S SR} : sub-vektor gaya reaksi struktur, di arah {VSR } , Pers.(8.3.10)
s : orde ketidaktentuan statis struktur, Pers.(4.5.3)
{s} : vektor gaya elemen, Pers.(7.3.9)
[T ] : matriks transformasi elemen, Pers.(7.4.4)
: tensor tegangan, Pers.(5.2.2)
[Ti ] : matriks tujuan elemen i , Pers.(10.2.6)
t : gaya traksi permukaan, Pers.(5.10.11)
U : energy regangan, Pers.(5.7.8)
U m : energy regangan lentur, Pers.(5.8.2)
U n : energy regangan normal, Pers.(5.8.1)
U t : energy regangan torsi, Pers.(5.8.3)
U 0 : kerapatan energy regangan, Pers.(5.5.2)
{U s } : vektor perpindahan struktur, Pers.(10.2.8)
u : komponen perpindahan di arah x
u i : komponen perpindahan di arah sumbu i
{u} : vektor perpindahan absolute elemen, Pers.(7.2.1)
V : volume struktur, Pers.(5.10.2)
{Vij } : matriks transfer vektor gaya dari j ke i , Pers.(4.7.2)
{VM } : vektor perpindahan struktur, tidak terakit, Pers.(8.3.1)
{VS } : vektor perpindahan struktur, Pers.(8.3.8)

14
Notasi dan symbol Keterangan
_____________________________________________________________________

{VSJ } : sub-vektor perpindahan bebas struktur, Pers.(8.3.11)


{VSR } : sub-vektor perpindahan tidak bebas struktur, Pers.(8.3.11)
{Vx } : matriks transfer gaya elemen, Pers.(7.3.2)
v : komponen pepindahan di arah y
{v} : vektor perpindahan relatif elemen, Pers.(7.3.9)
{v0 } : vektor perpindahan elemen, akibat akibat pengaruh lokal, Pers.(7.6.1)
{v 0d } : vektor perpindahan elemen, akibat kesalahan pemasangan,Pers.(7.6.1)
{v 0q } : vektor perpindahan elemen, akibat beban lokal, Pers.(7.6.5)
{v0t } : vektor perpindahan elemen, akibat suhu, Pers.(7.6.7)
W : kerja, Pers.(5.7.6)
We : kerja luar, Pers.(5.7.6)
Wi : kerja dalam, Pers.(5.7.6)
w : komponen perpindahan di arah z
wi : perpindahan lateral ujung elemen i , Pers.(6.3.1)
{X } : vektor besaran anu sistem persamaan simultan, Pers.(2.1.6)
xj : unsur vektor {X } , Pers.(2.1.6)
 ij : koefisien dalam metoda relaksasi, Pers.(3.8.4)
 : koefisien fleksibilitas geser vs lentur, Pers.(7.3.13)
 ij : kofaktor matriks, Pers.(2.5.4)
 ij : delta Kronecker
W : kerja maya, Pers.(5.10.2)
 : regangan normat, Pers.(5.3.9), (5.4.1)
i : putaran ujung elemen, Pers.(6.3.1)
 : regangan geser, Pers.(5.3.9), (5.4.1)
 : kelengkungan lentur batang, Pers.(5.6.8)
[ ] : matriks rotasi derajat kebebasan titik simpul, Pers.(4.7.14)
 : faktor perbesaran di arah garis, Pers.(5.3.7)
 ij : koefisien distribusi Cross ujung i elemen ij , Pers.(6.5.14)
 : angka Poisson
 ij : koefisien induksi momen Cross dari ujung i ke ujung j elemen ij ,
Pers.(6.5.16)
i : putaran batang pada simpul i
 ij : rotasi ujung i elemen ij
 : radius kelengkungan lentur batang, Pers.(5.6.7)
 : tegangan normal atau aksial, Pers.(5.2.1)
 : tegangan geser, Pers.(5.2.1)
 : determinan, Pers.(2.5.1)
[]T : transpus matriks, Pers.(2.4.3)
[] : matriks persegi atau bujur sangkar

15
Notasi dan symbol Keterangan
_________________________________________________________________

{} : matriks kolom atau vektor



 : operator diferensial parsial

  : operator, besaran maya atau khayal
() : besaran vektor
~ ) : besaran vektor
(
(ˆ ) : besaran vektor

16

Anda mungkin juga menyukai