Anda di halaman 1dari 20

I.

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
kronik yang walaupun manifestasi utamannya adalah poliartritis yang
progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada
umumnya selain gejala artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala
konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah atau gangguan organ non
artikular lainnya.
Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat
difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui penyababnya.
Artritis reumatoid kira-kira 2 ½ kali lebih sering menyerang perempuan
daripada laki-laki. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama
pada perempuan. Insedens puncak adalah antara usia 40 sampai 60 tahun.
B. Etiologi
Penyebab AR sampai sekarang belum diketahui. Beberapa faktor di
bawah ini diduga berperan dalam timbulnya penyakit artritis rheumatoid.
1. Faktor genetik dan lingkungan
Terdapat hubungan antara HLA-DW4 dengan AR seropositif yaitu
penderita mempunyai resiko 4 kali lebih banyak terserang penyakit ini.
2. Hormon seks
Faktor keseimbangan hormonal diduga ikut berperan karena perempuan
lebih banyak menderita penyakit ini dan biasanya sembuh sewaktu hamil.
3. Infeksi
Dugaan adanya infeksi timbul karena permulaan sakitnya terjadi secara
mendadak dan disertai tanda-tanda peradangan. Penyebab infeksi diduga
bakteri, mikoplasma, atau virus.
4. Heat Shock Protein (HSP)
HSP merupakan sekelompok protein berukuran sedang yang dibentuk
oleh tubuh sebgai respons terhadap stres.
5. Radikal bebas
Contohnya radikal superokside dan lipid peroksidase yang merangsang
keluarnya prostaglandin sehingga timbul rasa nyeri, peradangan dan
pembengkakan.
6. Umur
Penyakit ini terjdai pada usia 20-60 tahun, tetapi terbanyak antara umur
35-45 tahun.

Artritis reumatoid ini merupakan bentuk artritis yang serius,


disebabkan oleh peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut
persendian. Ditandai dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama
pada jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, dan lutut. Penyebab artritis
reumatoid masih belum diketahui walaupun banyak hal mengenai
patogenesisnya telah terungkap. Penyakit ini tidak dapat ditunjukkan
memiliki hubungan pasti dengan genetik. Terdapat kaitan dengan penanda
genetik seperti HLA-DW4 (Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada
orang Kaukasia. Namun pada orang Amerika, Afrika, Jepang, dan Indian
Chippewa hanya ditentukan kaitan dengan HLA-DW4. Destruksi jaringan
sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan oleh
produksi, protease, kolagenase, dan enzim hidrolitik lainnya. Enzim ini
memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan
bersama – sama dengan radikal O2 dan metabolit asam arakidonat oleh
leukosit polimorfonuklear dalam cairan sinovial. Proses ini diduga adalah
bagian dari respon autoimun terhadap antigen yang diproduksi secara lokal
Destruksi jaringan juga terjadi melalui kerja panus reumatoid. Panus
merupakan jaringan granulasi atau vaskuler yang terbentuk dari sinovium
yang meradang dan kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus
terjadi destruksi, kolagen, dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel
di dalam panus tersebut.
C. Patofisiologi
Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun (yang sudah dijelaskan
sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis
menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan
memecah kogen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan
akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan
dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan terkena
karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
D. Gambaran Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang
artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada
saat bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang
sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi
di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang
distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat diserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam; dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini
berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya
berlangsung selama beberapa menit dan selalu berkurang dari satu jam.
4. Artritis erosif; merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tei
tulang.
5. Deformitas; Kerusakan jaringan penunjang sendi meningkatdengan
pejalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metekarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah
beberapa deformitas tangan yangsering dijumpai. Pada kaki terdapat
protrusi (tonjolan) kaput metersal yang timbul sekunder dari subluksasi
metetersal. Sendi-sendi yang besar juga dapa teserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan
ekstensi.
6. Nodul-nodulreumatoid: adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku)
atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian
nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya.
Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu
penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi dekstra-artikular; artritis reumatoid juga dapat
menyerangorgan-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-
paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.

Gbr. 1 Tangan reumatoid dengan boutonniere dan deformitas leher angsa. Terlihat
poliartritis pada sendi tangan. Diantara perubahan deformitas yang berat terdapat otot
yang tidak digunakan dalam “snuffbox” anatomik (antara ibu jari dan jari telunjuk).
E. Kriteria Diagnostik
Diagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang
kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak
ada uji laboratorium yang positif; perubahan apda sendi dapat minor; dan
gejala gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya
bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi
dari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik yang dipakai adalah
sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak satu jam)
2. Artritis pada tiga atau lebih sendi
3. Artritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Artritis yang simetris
5. Nodul reumatoid
6. Faktor reumatoid dalam serum
7. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabikla sekurang-
kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang
disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6
minggu.
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala
pasien.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Cairan synovial
1) Kuning sampai putih; derajat kekeruhan menggambarkan
peningkatan jumlah sel darah putih; fibrin clot menggambarkan
kronisitas.
2) Mucin clot. Bekuan yang berat dan menurunnya viskositas
menggambarkan penurunan kadar asam hyaluronat.
3) Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses
inflamasi, didominasi oleh sel neutrophil (65%).
4) Glukosa: normal atau rendah.
5) Rheumatoid factor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum,
berbanding terbalik dengna kadar komplemen cairan sinovium.
6) Penurunan kadar komlemen menggambarkan pemakaiannya pada
reaksi imunologis.
7) Peningkatan kadare IgG dan kompleks imun.
8) Phagocites – neutrophils yang “difagosit” oleh kompleks immun.
b. Darah tepi
1) Leukosit: normal atau meningkat (<12.000/mm3). Leukosit
menurun bila terdapat splenomegali; keadaain ini dikenal sebagai
Felty’s syndrome.
2) Anemia normositer atau mikrositer, tipe penyakit kronis.
c. Pemeriksaan Sero-imunologi
1) Rheumatoid factor + (IgM) - 75% penderita; 95% + pada
penderita dengan nodul subkutan.
2) Anti CCP antibodies positif telah dapat ditemukan pada AR dini.
3) Antinuclear antibodies positif (10%-50% penderita) dengan titer
yang lebih rendah dibandingkan dengan Lupus Eritematosus
Sistemik.
4) Anti-DNA antibodies negatif.
5) Peningkatan CRP, fibrinogen dan laju endap darah,
menggambarkan aktivitas penyakit.
6) Meningkatnya kadar alpha1 dan alpha2 globulin sebagai acute
phase reactans.
7) Meningkatnya kadar γ-gobulin menggambarkan
kenaikan/akselerasi dari katabolisme protein pada penyakit kronis.
8) Kadar komplemen serum normal; menurunnya kadar komplemen
dapat terjadi pada keadaan penyakit dengan gejala ekstra artikular
yang berat seperti vaskulitis.
9) Adanya circulating immune comlexes – serta ditemukan pada
penyakit dengan manifestasi sistemik.
2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik
Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami
kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena
hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan
penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara
radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-
kurangnya) pada sendi yang terkena.
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AR. Penyakit biasanya berlangsung
seumur hidup, sehingga memerlukan penanganan seumur hidup pula.
Walaupun hingga kini belum berhasil didapatkan suatu cara
pencegahan dan pengobatan AR yang sempurna, saat ini pengobatan
pasa pasien AR ditujukan untuk:
a. Menghilangkan gejala inflamasi aktif baik lokal maupun sistemik
b. Mencegah terjadinya destruksi jaringan
c. Mencegah terjadinya deformitas dan memelihara fungsi persendian
agar tetap dalam keadaan baik
d. Mengembalikan kelainan fungsi organ dan persendian yang terlibat
agar sedapat mungkin menjadi normal kembali.
Dalam pengobatan AR umumnya selau dibutuhkan pendekatan
multidisipliner. Suatu tim yang idealnya terdiri dari dokter, perawat,
ahli fisioterapi, ahli terapi okupasional, pekerja sosial, ahli farmasi, ahli
gizi dan ahli psikologi, semuanya memiliki peranan masing-masing
dalam pengelolaan pasien AR baik dalam bidang edukasi maupun
penatalaksanaan pengobatan penyakit ini.
Beberapa jenis obat yang digunakan pada AR antara lain sebagai
berikut:
1. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Obat ini diberikan sejak mulai sakit untuk mengatasi nyeri sendi
akibat proses peradangan. Golongan obat ini tidak dapat
melindungi rawan sendi maupun tulang dari proses kerusakan
akibat penyakit AR. Contoh obat golongan ini yaitu Asetosal,
Ibuprofen, Natrium Diclofenak, Indometasin, Asam flufenamat,
Piroksikam, Fenilbutason, dan Naftilakanon.
2. Kortikosteroid
Obat ini berkhasiat sebagai antiradang dan penekan reaksi imun
(imunosupresif), tetapi tidak bisa mengubah perkembangan
penyakit AR. Kortikosteroid bisa digunakan secara sistemik
(tablet, suntikan IM) maupun suntikan lokal di persendian yang
sakit sehingga rasa nyeri dan pembengkakan hilang secara cepat.
Pengobatan kortikosteroid sistemik jangka panjang hanya
diberikan kepada penderita dengan komplikasi berat dan
mengancam jiwa, seperti radang pembuluh darah (vaskulitis).
3. Desease Modifing Anti Rheumatoid Drugs (DMARDs)/ Obat
pengubah perjalanan penyakit
Bila diagnosis AR telah ditegakkan, oabt golongan ini harus
segera diberikan. Beberapa ahli bahkan menganjurkan pemberian
DMARDs, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan
DMARDs lain pada tahap dini, baru kemudian dikurangi secara
bertahap bila aktivitas AR telah terkontrol. Bila penggunaan satu
jenis DMARDs dengan dosis adekuat selama 3-6 bulan tidak
menampakkan hasil, segera hentikan atau dikombinasi dengan
DMARDs yang lain. Contoh obat golongan ini yaitu Klorokuin,
Hidroksiklorokuin, Sulfazalazine, D-penisilamin,Garam Emas
(Auro Sodium Thiomalate, AST), Methothexate, Cyclosporin-A
dan Lefonomide.
4. Obat imunosupresif
Obat ini jarang digunakan karena efek samping jangka panjang
yang berat seperti timbulnya penyakit kanker, toksik pada ginjal
dan hati.
5. Suplemen antiokdsidan
Vitamin dan mineral yang berkhasiat antioksidan dapat diberikan
sebagai suplemen pengobatan seperti beta karoten, vitamin C,
vitamin E, dan selenium.
2. Pengobatan Tradisional
Perawatan dan pengobatan terhadap penyakit rheumatik adalah
sebagai berikut.
a. Diusahakan agar badan dalam keadaan hangat.
b. Gunakan campuran garam 1 sendok makan, tawas ½ sendok makan,
dan air rebusan sirih untuk merendam/mengompres bagian badan
yang terserang rheumatik.
c. Daun seledri sebanyak 10 batang dimakan sebagai lalap.
d. Daun kumis kucing sebanyak 1 genggam, daun meniran 7 batang,
temulawak 10 potong, daun murbei 1 genggam, dan bidara upas 1
jari. Semua bahan ini di rebus dalam air sebanyak 2 gelas, kemudian
disaring untuk diminum airnya.
e. Dengan obat gosok alami:
1) Air jeruk nipis, minyak kayu putih dan kapur sirih dicampur dan
digunakan untuk menggosok bagian tubuh yang sakit.
2) Daun kecubung wuluh 5 lembar dan kapur siri ditumbuk dan
digosokkan pada bagian tubuh yang sakit.
3) Bengle lempu yang dan cabe ditumbuk halus, kemudian
dicampur dengan minyak kayu putih dan digosokkan pada
bagian tubuh yang sakit.
H. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptikum yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat obat
anti inflamasi non-steroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit
(desease modifying antirhematoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor
penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas, sehingga
sukar dibedakan akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya
berhubungan dengan myelopati akibat ketidakstabilan vertebra vertical dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis.
I. Anjuran Bagi Penderita Artritis Rheumatoid
1. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, daun singkong, daun ubi jalar,
seledri)
2. Mengkonsumsi buah-buahan segar (tomat, kesemek, pepaya, mangga)
3. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung
setengah matang.
4. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman yang dingin.
5. Mandi berendam dengan air hangat.
6. Istirahat yang cukup.
7. Jangan sampai kedingingan

Beberapa jenis makanan yang harus dihindari bagi semua penderita


rematik adalah sebagai berikut.
1. Minuman beralkohol, teh, kopi, coklat.
2. Mentega, telur ayam negeri, rempah-rempah yang pedas.
3. Kue-kue dari tepung dan gula putih.
4. Sayur kangkung, melinjo (daun dan buah), rebung dan daging.
J. Prognosis
Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi
penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis
reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian
besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit
ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi
yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita
artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas
fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat
sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung,
ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa
benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada
paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat
menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit,
nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah
insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita
sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis
yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun
yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di
sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya
ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada
penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di
atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena
kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul
akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul
pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di
daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai
adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama
penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah
perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD)
yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis
reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra
servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama
bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise, Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit,
kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal).
3. Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan), Ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang
lain).
4. Makanan / cairan
Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi
makanan / cairan adekuat: mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah
(keterlibatan TMJ).
Tanda: Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan.
Gejala: Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi).
8. Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus
kaki. Kesulitan ringan dalam menangani tugas / pemeliharaan rumah
tangga. Demam ringan menetap. Kekeringan pada meta dan membran
mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja). Penggunaan
makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa
pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan: DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulangan: Mungkin membutuhkan bantuan pada
transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah
tangga.
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
2. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
3. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h)
mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
5. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
6. Sel Darah Putih: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
7. Haemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang.
8. Ig (Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebagai penyebab AR.
9. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang
terjadi secara bersamaan.
10. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
11. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
12. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
13. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
C. Prioritas Keperawatan
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas.
3. Meningkatkan monsep diri yang positif
4. mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan
keperluan pengobatan.
D. Tujuan Pemulangan
1. Nyeri hilang/ terkontrol
2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai
kebutuhan.
4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/ kronis
a. Dapat dihubungkan dengan :
1. Agen pencedera
2. Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi
3. Destruksi sendi.
b. Dapat dibuktikan oleh:
1. Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan.
2. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
3. Perilaku distraksi/ respons autonomic
4. Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
c. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :
1. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
2. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
3. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
4. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol nyeri.
d. Intervensi dan Rasional :
1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10).
Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit
non verbal
Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen
nyeri dan keefektifan program
2. Berikan matras / kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen
tempat tidur sesuai kebutuhan
Rasional : Matras yang lembut / empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi/nyeri
3. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan
trokhanter, bebat, brace.
Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan
mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat
menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi
4. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari
gerakan yang menyentak.
Rasional: Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan
sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada
sendi
5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran
pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap
hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali
sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas,
menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat
disembuhkan
6. Berikan masase yang lembut
Rasional : Meningkatkan relaksasi / mengurangi nyeri
7. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi
progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman
imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan
mungkin meningkatkan kemampuan koping
8. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi
individu.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan
stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
9. Beri obat sebelum aktivitas / latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk.
Rasional : Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/
spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
10. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil
salisilat)
Rasional : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan
dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
11. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak
selama periode akut
2. MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
a. Dapat dihubungkan dengan :
1) Deformitas skeletal
2) Nyeri
3) Ketidaknyamanan
4) Intoleransi aktivitas
5) Kenurunan kekuatan otot.
b. Dapat dibuktikan oleh :
1) Keengganan untuk mencoba bergerak / ketidakmampuan untuk
dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik
2) Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi,
penurunan kekuatan otot / kontrol dan massa (tahap lanjut).
c. Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan:
1) Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya /
pembatasan kontraktur.
2) Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi
dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
3) Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas
d. Intervensi dan Rasional:
1) Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit
pada sendi
Rasional : Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari
perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi
2) Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan
jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus
menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi
akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah
kelelahan mempertahankan kekuatan
3) Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan
resistif dan isometris jika memungkinkan.
Rasional : Mempertahankan / meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina umum.
4) Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan
meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan
kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat
mencegah robekan abrasi kulit
3. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran
a. Dapat dihubungkan dengan :
1) Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
umum
2) Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
b. Dapat dibuktikan oleh :
1) Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
2) Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa
lalu, dan penampilan.
3) Perubahan pada gaya hidup / kemapuan fisik untuk
melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada
orang terdekat
4) Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
5) Perasaan tidak berdaya, putus asa.
c. Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan :
1) Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya
hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
2) Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
d. Intervensi dan Rasional :
1) Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses
penyakit, harapan masa depan.
Rasional : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa
takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung
2) Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang
terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien
dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-
aspek seksual.
Rasional : Mengidentifikasi bagaimana penyakit
mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain
akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling
lebih lanjut
3) Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat
menerima keterbatasan.
Rasional : Isyarat verbal / non verbal orang terdekat dapat
mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri.
4) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan,
ketergantungan.
Rasional : Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan
marah dan bermusuhan umum terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Sylvia Price, McCarty, WilsonLorraine. 2006. PATOFISIOLOGI
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2. Jakarta:Penerbit\
Buku Kedokteran EGC.
Dalimartha, Setiawan. 2007. 96 Resep Tumbuhan Obat untuk Reumatik. Jakarta:
PENEBAR SWADAYA.
Gunadi, W. Rachmat, Et all. 2006. Diagnosis & Terapi Penyakit Reumatik. Bandung:
SAGUNG SETO.
Smeltzer, Suzanne C., Bare, Brenda G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Sudoyo, Aru, Et all. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM. JILID III, EDISI
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Utomo, Prayogo. 2015. APRESIASI PENYAKIT PENGOBATAN SECARA
TRADISIONAL DAN MODERN. Jakarta: Penerbit RINEKA CIPTA.
Winoto, Pandi. 2003. Pengobatan Alternatif. Yogyakarta: PENERBIT KANISIUS.

Anda mungkin juga menyukai