Bab 1
Pendahuluan
Zakat merupakan kewajiban yang harus dipungut dari orang yang mampu
(aghniya), yang dilakukan berdasarkan tata cara yang sesuai syariat Islam yaitu
pada kadar dan hitungan yang ditetapkan. Orang yang wajib mengeluarkan zakat
disebut dengan muzakki. Setiap orang Islam yang telah memiliki kemampuan
harta benda untuk berzakat, maka wajib baginya menunaikan rukun Islam yang
ketiga ini.
Sebenarnya ada banyak kondisi dari muzakki yang di kaji oleh para ulama
dalam menghukumi kewajiban zakat ini. Namun dalam makalah ini penulis
membatasi untuk membahas kondisi-kondisi umum yang banyak dibahas ulama
dan menjadi persoalan umum ummat. Yaitu, zakat atas harta anak-anak, zakat atas
harta orang gila, dan zakat atas harta budak . Sehingga yang akan dibahas dalam
penelitian ini antara lain;
1. Beragama Islam
Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah. Oleh karena itu, beragama Islam
merupakan salah satu syarat seseorang diwajibkan menunaikan zakat [ CITATION
ElM13 \l 1057 ]. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas Ra.
Tentang diutusnya Mu’adz Ra ke Yaman. Rasulullah SAW bersabda;
“Ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan
aku adalah utusan-Nya. Jika mereka menaatimu, maka beritahukan kepada
mereka bahwasanya Allah SWT. mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil
dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang
yang fakir diantara mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu Abas bin Malik Ra. meriwayatkan bahwasanya Abu Bakar As
Shiddik Ra. Pernah menulis surat kepada penduduk Bahrain sebagaimana berikut;
Adapun orang yang murtad, jika kewajiban zakat ada pada diriya
ketika ia masih beragama Islam sebelum menunaikan zakat, maka
kewajiban zakatnya tidak gugur dan tetap diambil dari hartanya.
Nisab adalah jumlah minimal yang telah ditetatapkan oleh syariat sebagai
batas wajibnya zakat harta. Memiliki senisab berarti, memiliki lebih dari
keperluan hidup sehari-hari. Termasuk dalam keperluan sehari-hari adalah
makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan alat-alat bekerja.
“Tidak ada kewajiban berzakat pada harta hingga berlalu satu tahun.” (HR.
Abu Dawud).
Ulama bersepakat, bahwa orang yang merdeka, telah sampai umur, berakal
dan nisab yang sempurna berkewajiban mengeluarkan zakat [ CITATION ElM13 \l
1057 ]. Namum para ulama berbeda pendapat tentang kewajiban zakat bagi,
1. Secara penuh tidak mewajibkan zakat pada harta anak kecil dan orang
gila
3. Mewajibkan zakat atas segala harta-harta anak kecil dan orang gila.
Beberapa ulama yang menyatakan bahwa zakat itu adalah ibadah mahdhah
mempersyaratkan balig dan berakal, sedangkan mereka yang berpendapat zakat
adalah hak fakir dan bukan merupakan ibadah mahdhah mewajibkan semua harta
kekayaan anak-anak dan orang gila tanpa terkecuali.
An-Nakha’i, Al Hasan, Syuraih dan Sa’id ibn Musayyab Abu Hanifah dan
ashab-nya mengatakan bahwa, “tidak wajib zakat pada anak kecil dan orang gila.”
Ibnu Syubrumah mengatakan, “tidak dikenakan zakat pada emas dan perak
dari harta anak kecil dan orang gila dan dikenakan zakat pada tumbuh-tumbuhan
an binatang dari harta mereka.”
Al-Auza’i dan Ats-Tsauri mengatakan, “wajib zakat pada harta anak kecil
dan orang gila, tetapi tidak dikeluarkan sebelum anak kecil tersebut sampai
berumur san sebelum orang gila tersebut sembuh dari sakitnya.”
Ibnu Mas’ud berpendapat, “hitung zakat yang wajib pada harta anak yatim
adalah apabila ia telah sampai umur, dan hal itu diberitahukan kepadanya. Jika ia
suka, ia keluarkan, jika tidak, dia tinggalkan.” Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad
mengatakan, “zakat wajib pada harta anak kecil dan orang gila.”
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa zakat dipungut dari harta orang gila dan
anak kecil, walaupun anaktersebut belum mumayyiz. Adapun zakat yang tidak
dikeluarkan menjadi hutang dan haruslah dibayar oleh orang yang belum
membayarnya dan zakat itu berpautan dengan harta yang wajib dizakati.”
Menurut Ibnu Rusyd, “pokok perselisihan para ulama dalam masalah ini
adalah tentang mafhum zakat. apakah ibadah sebagaimana puasa dan sholat,
ataukah hak yang diwajibkan untuk fakir miskan atas orang kaya?. Dengan
demikian pihak yang menetapkan zakat merupakan ibadah, mensyaratkan sampai
umur dan berakal. Sedangkan pihak yang menetapkan zakat sebagai kewajiban
atas sebagian harta orang kaya untuk fakir miskin, tisak mengiktibarkan sampai
umur dan berakal.
Apabila wali tersebut tidak mengeluarkan zakat mereka, maka anak kecil
tersebut wajib mengeluarkan zakatnya setelah ia baligh dan orang gila wajib
mengeluarkan zakatnya setelah ia sembuh dari penyakitnya.
Dalam hal ini dalil yang medukung adalah firman Allah SWT,
“ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan....” (at-Taubah [9]: 103).
dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang
(miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak
mau meminta) (Qs. Al-Ma-aarij [70]: 24:25).
2. Budak
Para ahli ijtihad juga berselisih faham tentang zakat dari harta si mukhtab
(budak yang telah diberikan hal oleh tuannya hak menebus diri dan dilepaskan
dari perbudakan apabila si budak telah membayar sejumlah yang telah
ditetapkan).
Zakat badan atau zakat fitrah merupakan bentuk dari zakat nafs (jiwa).
Dalam ilmu fikih zakat ini disebut dengan “zakatul fitrah”, yaitu zakat yang
berkenaan dengan selesainya mengerjakan shiyam (puasa) yang difardukan.
Oleh karena itu sekalipun status orang tersebut fakir, jika ia memiliki
kemampuan untuk menunaikan zakat fitrah, ia tetap berkewajiban
menunaikannya. namun yang demikian jika apa yang dimiliki hanya cukup untuk
kebutuhannya, maka kebutuhannya itu yang didahulukan.
2. Harta yang dizakatkan adalah harta yang halal dan yang paling baik, bukan
harta yang buruk.
Berkenaan dengan ayat ini Ibnu Katsir mengutip perkataan Ibnu Abbas ra.
Ibnu abbas merenrangkan baahwa ayat ini memerintahkan untuk bersedekah
dengan harta yang paling baik. Selain perintah tadi Ayat ini juga melarang untuk
besedekah dengan harta yang buruk karena Allah tidak menerima kecuali yang
baik. Oleh karena itu janganlah bersedekah dengan harta yang buruk, yang jika
harta itu diberikan pada kalian, kalian enggan untuk menerimanya bahkan
memalingkan wajah dari hal itu (melihat barang itupun enggan). Ingatlah
sesungguhnya Allah lebih kaya dari kalian, bagaimana mungkin kalian
menyedekahkan hal yang kalian benci kepada Nya.2 Dari ayat ini bisa kita
1
As Sa’di. Al Karim Al Rohman Fi Tafsiri Kalami Al Mannan. ayat
2
Ibnu Katsir. Tafsir Al Qur’an Al Azhim. ayat
simpulkan bahwa mereka yang melakukan hal semacam ini maka Allah tidak
menerima pemberinnya tersebut. Tiada pahala baginya.
Berkenaan dengan ayat ini As Sa’di menerangkan bahwa dalam berinfak baik
yang wajib maupun yang sunnah seseorang hendaknya tidak berlebih-lebihan dan
melampaui batas yang ditentukan sehingga jangan sampai infak yang
dikeluarkannya menjadi mubazzir. Dan jangan pula terlalu sedikit sehingga ia
masuk kategori kebakhilan.
Zakat penghasilan adalah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang
sejarah Islam sejak masa Rasulullah SAW. Penggagas zakat penghasilan adalah
Syeikh Yusuf Qardhawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah, yang diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia oleh Dr. KH. Didin Hafidhuddin.
2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah
dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan
akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta
dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan
zakat.
3. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama
modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat
dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka
mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu
panen. (haul:lama pengendapan harta).
Secara prinsip yang menjadi objek zakat ini adalah upah kerja atau
pendapatan yang secara rutin diterima setiap bulan atau setiap selesainya suatu
pekerjaan.[CITATION Kha10 \l 1057 ]. Adapun dalam menentukan nishab, waktu,
kadar dan cara mengeluarkan zakat profesi, terdapat beberapa kemungkinan
kesimpulan dalam menentukan nisab, kadar dan waktu mengeluarkan zakat
profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan.
Pertama, jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nisahb, kadar dan
waktu mengeluarkannya mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula
dengan zakat emas dan pera. Nisabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5
persendan waktu mengeluarkanya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan
pokok. Kedua, jika dianalogikan pada zakat pertanian. maka nishabnya senilai
653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 persen dan dikeluarkan pada
setiap pendapatan gaji atau penghasilan, misalnya sebulan sekali. Ketiga, jika
dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 persen tanpa ada nisbah,
dan dikeluarkan pada saat menerimanya.
Berdasarkan pendapat yang penulis nukilkan dari buku Dr. KH. Didin
Hafidhuddin, M.Sc. maka sangat memungkinkan zakat profesi ini waktunya
disesuaikan dengan zakat pertanian: setiap musim panen atau dalam hal ini ketika
seseorang mendapat honor (gaji). Dan kadarnya disesuaikan dengan zakat
perdagangan atau sama dengan zakat emas dan perak, yaitu kadar zakatnya 2,5
persen.
2. Zakat Perusahaan
Beberapa ulama lain berpendapat bahwa saham dan juga obligasi adalah
harta yang dapat diperjualbelikan, karena itu pemiliknya mendapatkan keuntungan
dari hasil penjualannya, sama seperti barang dagangan lainnya. Karenanya saham
dan obligasi termasuk ke dalam kategori barang dagangan dan sekaligus
merupakan objek zakat.
4. Zakat Obligasi
Ketiga, pemilik saham berarti pemilik sebagian perusahaan dan bank itu
sebesar nilai sahamnya. Sedangkan pemilik obligasi berarti pemberi utang atau
pinjaman kepada perusahaan, bank atau pemerintah. Keempat, deviden saham
hanya dibayar dari keuntungan bersih perusahaan, sedangkan bunga obligasi
dibayar setelah waktu tertentu yang ditetapkan.
Dari sisi perhitungan terhadap zakat tabungan ini, terdapat tiga metode
yang dapat digunakan. Pertama, dihitung dari saldo akhir. Jika saldo akhir
melebihi batas nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen.
Sebagai contoh, seseorang menabung pada tanggal 1 Januari 2013 sebesar Rp 25
juta. Kemudian selama satu tahun (354 hari) hingga 20 Desember 2013, yang
bersangkutan melakukan aktivitas penyetoran maupun penarikan dana, sehingga
saldo akhirnya pada tanggal tersebut mencapai angka Rp 50 juta. Bila
diasumsikan harga emas sama dengan Rp 500 ribu/gram, maka nishabnya
mencapai angka Rp 42,5 juta. Dengan saldo yang ada, maka total zakat yang
harus dikeluarkannya mencapai angka Rp 1,25 juta. Ini adalah pendapat yang
paling umum dipakai.
Pendekatan kedua, dihitung dari nilai saldo terendah selama satu tahun.
Jika nilai saldo terendahnya melebihi nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya
sebesar 2,5 persen. Sedangkan pendekatan ketiga, dihitung dari nilai saldo rata-
rata setiap bulannya. Ini juga berlaku untuk saving account. Munculnya
pendekatan ini sebagai antisipasi terhadap kemungkinan nasabah menarik dana
tabungannya sebelum mencapai haul karena tidak ingin mengeluarkan zakat dari
dana yang disimpannya. Dalam pendekatan ketiga ini, nasabah bisa meminta bank
untuk membuatkan data saldo rata-rata bulanan. Jika melebihi nishab, maka wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 persen. Dalam konteks Indonesia, metode
perhitungan yang bisa digunakan menurut hemat penulis adalah metode pertama
atau metode ketiga.
Selanjutnya, hal yang juga sangat penting diketahui adalah terkait dengan
sumber dana tabungan. Jika sumber dana tabungan yang disetor berasal dari gaji
yang telah dikeluarkan zakat penghasilannya, maka pada akhir tahun yang sama,
tidak perlu dikeluarkan lagi zakat tabungannya. Namun, jika dana tersebut
disimpan dalam bentuk deposito syariah atau diinvestasikan kembali dalam
produk-produk investasi syariah lainnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya
apabila telah memenuhi syarat.
Daftar Pustaka
Forum Zakat (FOZ). (2006). Zakat dan Peran Negara . Jakarta: Forum Zakat (FOZ).
Hafidhuddin, D. (2002). Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Hafidhuddin, D., Nasar, F., Kustiawan, T., Beik, I. S., & Hakiem, H. (2015). Fiqh Zakat
Indonesia. Jakarta : BAZNAS.
Salim, A. M.-S. (2010). Ensiklopedia Shaum dan Zakat. Jawa Tengah : Cordova
Mediatama.