Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PANCASILA

BENTUK KORUPSI PEMERASAN

Dosen Pembimbing : Wahyu Prabowo SH., MH.

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila

Disusun oleh :

1. Aji Bayu Utomo (P1337420517049)

2. Anna Miftakhul R. (P1337420517053)

3. Linda Puspita D. (P1337420517072)

4. Muhamad Yusuf (P1337420517079)

5. Andini Rizki D. S. (P1337420517085)

6. Galih Desy R. (P1337420517087)

ANTASENA 2

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

PRODI D III KEPERAWATAN MAGELANG

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah tentang

“Bentuk Korupsi Pemerasan” dengan lancar.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih banyak

kesalahan. Oleh karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar Makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga Makalah ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Magelang , 19 Oktober 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya manusia tidak luput dari suatu kesalahan, kesalahan

manusia tersebut terjadi akibat kelalaian maupun faktor kesengajaan yang

dilakukan oleh para manusia itu sendiri. Kesalahan yang dilakukan oleh

manusia bisa terjadi dalam suatu tindak pidana kejahatan di masyarakat.

Beberapa contoh kasus tindak pidana dalam masyarakat yaitu tindak pidana

pencurian, tindak pidana pembunuhan, tindak pidana pemerkosaan dan

tindak pidana penganiayaan. Banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh

para pelaku dikarenakan lemah dan kurangnya pengetahuan yang dimiliki

oleh pelaku sehingga dapat merugikan orang lain dan diri sendiri. Selain

beberapa tindak pidana tersebut terdapat salah satu contoh tindak pidana

lainnya yaitu tindak pidana pemerasan.

Kata “pemerasan‟ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar

”peras‟ yang bisa bermakna meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.

Tindak pidana pemerasan ditentukan dalam Bab XXII Pasal 368 KUHP

Tindak pidana pemerasan sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu

tindak pidana pemerasan (afpersing) dan tindak pidana pengancaman

(afdreiging). Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama,

yaitu suatu perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru karena sifatnya

yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasanya disebut dengan nama yang

sama, yaitu "pemerasan" serta diatur dalam bab yang sama. Unsur-Unsur yang

ada di dalam ketentuan Pasal 368 KUHP ayat (2) yaitu sebagai berikut:

1. Barang siapa
2. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum.
3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
4. Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu barang (yang seleruhnya
atau sebagian kepunyaan orang lain).
5. Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
6. Pada waktu malam dijalan umum.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari pemerasan ?
2. Apa jenis-jenis dan hukum yang berlaku pada pemerasan ?
3. Apa saja unsur-unsur dari pemerasan ?
4. Apa klasifikasi dari pemerasan ?
5. Apakah inti delik dari pemerasan ?
6. Apa saja contoh kasus pemerasan ?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian pemerasan.
2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya pemerasan.
3. Untuk mengetahui macam-macam dari pemerasan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Dalam kamus bahasa Indonesia istilah “pemerasan” berasal dari kata
dasar “peras” yang bermakna leksikal “meminta uang dan sejenisnya
dengan ancaman. Sementara menurut Black’s Law Dictionary (2004: 180),
blackmail: diartikan sebagai “a threatening demand made without
justification”. Sinonim dengan extortion, yaitu suatu perbuatan untuk
memperoleh sesuatu dengan cara melawan hukum seperti tekanan atau
paksaan. Pengertian yang diberikan Black’s Law Dictionary lebih
mendekati dari maksud hukum terhadap pemerasan sebagai sebuah
kejahatan atau tindak pidana.
Pemerasan dalam Bahasa Belanda “afpersing” dan dalam Bahasa
Inggris “blackmail” adalah satu jenis tindak pidana umum yang dikenal
dalam hukum pidana Indonesia. Spesifik tindak pidana ini diatur dalam
pasal 368 KUHP. Dalam struktur KUHP, tindak pidana pemerasan diatur
dalam satu bab (Bab XXIII) bersama tindak pidana pengancaman. Karena
itu kata afpersing sering digabung dengan kata afdreiging yang diatur pasal
369 KUHP.
Pemerasan adalah tindakan melawan hukum memaksa seseorang
dengan kekerasan atau pencurian yang didahului disertai kekerasan atau
ancaman kekerasan, baik diambil sendiri oleh tersangka maupun
penyerahan barang oleh korban.(Pasal 368 ayat (2) KUHP ) : ketentuan
pasal 365 ayat 2,3 dan 4 berlaku bagi kejahatan ini (KUHP 35, 89 , 335, 370
dst.).
B. Jenis-Jenis Pemerasan dan Hukumannya
1. Hukuman maksimal 9 tahun penjara
Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
untuk memberikan barang atau memberikan hutang maupun menghapus
piutang (Pasal 368 (1) KUHP.
2. Hukuman maksimal 12 tahun penjara
a. Jika perbuatan pemerasan dilakukan pada waktu malam
dalamsebuah rumah ataupekarangan tertutup yang ada rumahnya,
di jalan umum atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan
(KUHP pasal 365 ayat 2).
b. Jika perbuatan pemerasan dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan bersekutu.
c. Jika masuknya ke tempat kejahatan dengan merusak atau memanjat
atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
d. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat (Pasal 356 (2)
KUHP).
3. Hukuman maksimal 15 tahun penjara
Dihukum maksimal 15 tahun, jika perbuatan pemerasan mengakibatkan
mati.
4. Hukuman maksimal 20 tahun penjara, pidana mati atau penjara seumur
hidup.
Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, atau mati dan dilakukan dua
orang atau lebih dengan bersekutu pula disertai oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam No. 1 dan 3 (Pasal 365 (3,4) KUHP).

C. Unsur-Unsur Pemerasan
1. Unsur obyektif
a) Dalam pemerasan terdapat unsur kesengajaan yang bersifat
tujuan, yaitumengambil barang orang lain dengan cara kekerasan
atau ancaman kekerasan atau mengambil barang dengan
membunuh korban.
b) Unsur memaksa pelaku terhadap korban. Memaksa merupakan
tindakan yang merugikan orang lain.
c) Yang dipaksa yaitu orang (yang menjadi korban)
d) Cara memaksa menggunakan ancaman tertulis, lisan, maupun
akan membuka rahasia korban.
2. Unsur subyektif
a) Maksud yang dituju. Maksud pelaku untuk melakukan pemerasan
merupakan tindakan pidana yang dilarang.
b) Menguntungkan diri atau orang lain.Perbuatan ini dilakukan,
untuk menguntungkan diri atau orang lain, sebagaiman dijelaskan
dalam pasal pemerasan.
c) Melawan hukum. Pemerasan merupakan pidan terhadap benda
orang lain, yang sudah menjadi kekuasaan mereka.

Dalam konteks hukum pidana, suatu perbuatan disebut


pemerasan jika memenuhi sejumlah unsur. Unsur-unsurnya bisa
ditelaah dari pasal 368 ayat (1) KUHP: “Barangsiapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya
membuat utang atau menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Penjelasan Pasal 368 adalah sebagai berikut :

a) Kejadian ini dinamakan “pemerasan dengan kekerasan”


(afpersing).
Pemeras itu pekerjaannya:
1) memaksa orang lain
2) untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian
termasuk kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain,
atau membuat utang atau menghapuskan piutang
3) dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang
lain dengan melawan hak. (pada Pasal 335, elemen ini bukan
syarat).
b) Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman
kekerasan;
1) Memaksa adalah melakukan tekanan kepada orang, sehingga
orang itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak
sendiri. Memaksa orang lain untuk menyerahkan barangnya
sendiri itu masuk pula pemerasan
2) Melawan hak adalah sama dengan melawan hukum, tidak
berhak atau bertentangan dengan hukum
3) Kekerasan berdasarkan catatan pada Pasal 89, yaitu jika
memaksanya itu dengan akan menista, membuka rahasia maka hal
ini dikenakan Pasal 369.
c) Pemerasan dalam kalangan keluarga adalah delik aduan (Pasal
370), tetapi apabila kekerasan itu demikian rupa sehingga
menimbulkan “penganiayaan”, maka tentang penganiayaannya ini
senantiasa dapat dituntut (tidak perlu ada pangaduan).
d) Tindak pidana pemerasan sangat mirip dengan pencurian dengan
kekerasan pada Pasal 365 KUHP. Bedanya adalah bahwa dalam
hal pencurian si pelaku sendiri yang mengambil barang yang
dicuri, sedangkan dalam hal pemerasan si korban setelah dipaksa
dengan kekerasan menyerahkan barangnya kepada si pemeras.

D. Klasifikasi Pemerasan
Berdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi
menjadi 2 yaitu :
1. Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain
atau kepada masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2
(dua) bagian berdasarkan dasar hukum dan definisinya yaitu :
a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena
mempunyai kekuasaan dan dengan kekuasaannya itu memaksa
orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang
menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 huruf e UU
PTPK.
b) Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang
atau masyarakat dengan alasan uang atau pemberian ilegal itu
adalah bagian dari peraturan atau haknya padahal kenyataannya
tidak demikian. Pasal yang mengatur tentang kasus ini adalah Pasal
12 huruf e UU PTPK.
2. Pemerasan yang di lakukan oleh pegawai negeri kepada pegawai
negeri yang lain. Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK
(Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

E. Empat Inti Delik Pemerasan


Berdasarkan rumusan Pasal 368 KUHP, maka terdapat empat inti
delik pemerasan, yakni;
1. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Dalam hal ini tindakan seseorang melakukan pemerasan tidak saja untuk
dirinya sendiri, tetapi termasuk tindakan pemerasan yang dilakukan
untuk kepentingan orang lain.
2. Melawan hukum.
3. Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman. Dalam konteks ini
bagaimana bentuk pemaksaan dan ancaman itu harus pula didalami
sedemikian rupa.
4. Untuk memberikan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan si-kena peras atau kepunyaan orang lain, atau supaya
membuat utang atau menghapus piutang.

F. Contoh Kasus

1. Berdasarkan putusan No. 370/Pid.B/2013/PN.GS yang menerangkan


bahwa pada hari Senin, 15 Juli 2013 sekitar pukul 05.00 wib, bertempat
di Jalan Raya Lintas Sumatera. Awalnya saksi Dimas Sepriyanto bin
Suyoto bersama saksi Edwin berkandara menggunakan truck melintas
dari arah Menggala ke Tegineneng, truk yang dikendarai kedua saksi
tersebut diberhentikan oleh terdakwa Ripto Anwar 3
yang berkendara menggunakan sepeda motor Honda Supra X 125 bersama
Adon dengan cara memepet truck dari arah kanan lalu saudara Adon
mengacungkan jari telunjuk kanan ke arah saksi Dimas Sepriyanto seraya
mengatakan “berhenti! Berhenti kamu!”. Kemudian saudara Adon
meminta uang sebesar Rp 200.000.- kepada saksi Darwis Sepriyanto namun
saksi Darwis Sapriyanto mengatakan kepada Adon “saya tidak ada duit”,
Lalu Adon mengatakan kepada saksi Darwis Sepriyanto “masa tidak ada
duit” dan dijawab saksi “kalau bisa dikurangi”. Lalu Adon memukul kepala
saksi Darwis Sepriyanto dan saksi Edwin menggunakan tangan kosong.
Kemudian saksi Darwis Sepriyanto pun menyerahkan uang sebesar Rp
100.000,- kepada Adon dan terdakwa mengambil 1 buah handphone cross
V5 dari saku baju saksi Darwis Sepriyanto sebagai jaminan agar saksi
Darwis Sepriyanto menebusnya dengan memberikan uang sebesar Rp
100.000,-. Berkaitan dengan kasus tersebut maka terdakwa dijatuhkan
hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan berdasarkan Pasal 368
Ayat (2).
2. Mantan Kepala Unit Reserse dan Kriminal (Kanitreskrim) Polsek Bandung
AKP Darius Elimanafe divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta,
subsider tiga bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Kota Bandung, Jawa Barat. Darius dianggap terbukti
melakukan pemerasan senilai lebih dari Rp 1 miliar terhadap tersangka
kasus penganiayaan, Tommy Sanjaya. Sebelumnya, terpidana dituntut enam
tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan penjara. Penasihat
hukum mantan Kanitreskrim Polsek Bandung Kidul, Heri Supriadi,
menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim yang diketuai
Martahan Pasaribu. Sebab, terdapat fakta persidangan yang menjadi bahan
pertimbangan saat vonis dijatuhkan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada kasus di atas, karena yang melakukan tindak pidana adalah
warga Negara Indonesia dan terjadi di wilayah Indonesia, maka berlaku
hukum pidana Indonesia , yaitu
1. KUHP (asas teritorialitas). Pelaku dijerat oleh pasal mengenai
pemerasan yang diatur dalam pasal 368 KUHP ayat (1)“ Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain, atau supaya
memberikan hutang maupun menghapus piutang, diancam, karena
pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun ”
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berlaku dalam
tindak pidana ini. Unsur-Unsur yang ada di dalam ketentuan Pasal
368 KUHP.

B. Saran.
Sebagai pelengkap dalam penulisan hukum ini maka penulis
akan menyumbangkan beberapa pemikiran-pemukiran yang kemudian
penulis tuangkan dalam bentuk saran yaitu:
1. Putusan pemidanaan dapat tepat sasaran dan sesuai dengan hukum.
2. Mengingat efek jera adalah suatu tujuan dari pemidanaan, maka bagi
hakim yang memutus perkara pemerasan yang berawal alasan iuran
keamanan, hendaknya memberikan hukuman yang cukup berat agar
fenomena iuran keamanan yang berakhir dengan pemerasan yang
meresahakan masyarakat dapat diberantas. Pihak kepolisian sebagai
mitra dari badan peradilan hendaknya mendukung upaya badan
peradilan untuk memberantas berbagai kejahatan dan tindak pidana
yang dewasa ini banyak dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan


Hukum Pidana, Cet Ke II, (Bandung Citra Aditya Bakti, 2005)

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi Cetakan Ke-4,(Jakarta:Sinar Grafika, 2012)

Hamzah Andi, Delik-delik Tertentu di Dalam KUHP, Cet Ke-4,(Jakarta:Sinar


Grafika, 2011)

Anda mungkin juga menyukai