Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan menimbulkan
berbagai masalah tersendiri antara lain masalah medis teknis, mental
psikologis dan sosial ekonomi. Kebutuhan pelayanan kesehatan akan
mengalami peningkatan karena terjadinya pergeseran masalah/ pola
penyakit serta perubahan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Setyanti, A.
2012).
Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana
fisik, jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang
lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta
harapan masyarakat pengguna (Anwar, 2004).
Salah satu ciri kependudukan abad 21 adalah meningkatnya
pertumbuhan penduduk lansia yang sangat cepat. Pada tahun 2000 jumlah
penduduk lansia di seluruh dunia mencapai 426 juta jiwa atau sekitar 6,8%
total populasi. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai peningkatan dua kali
lipat pada tahun 2025 dimana terdapat 828 juta lansia yang menempati 9,7%
populasi (Setyanti A, 2012).
Indonesia adalah negara yang dianggap tertinggal dalam sektor
kesehatan dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. WHO
2003 menekankan bahwa kunci untuk meningkatkan status kesehatan dan
mencapai Milenium Development Goals MDGs 2015 adalah memperkuat
sistem pelayanan masyarakat primer (Primary Health Care). Perlu adanya
integrasi dari Community Oriented Medical Education (COME) ke Family
Oriented Medical Education (FOME), salah satunya adalah dengan
pelayanan kedokteran keluarga yang melaksanakan pelayanan kesehatan
holistik meliputi usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan
pendekatan keluarga (Murti B, 2011).
Dengan adanya prinsip utama pelayanan dokter keluarga secara
holistik tersebut, perlulah diketahui berbagai latar belakang pasien yang

1
menjadi tanggungannya, serta dapat menjaga kesinambungan yang
dibutuhkan oleh pasien tersebut. Untuk dapat mewujudkan pelayanan
kedokteran yang seperti ini, banyak upaya yang dilakukan. Salah satu
diantaranya adalah melakukan kunjungan rumah (home visit) terhadap
keluarga yang membutuhkan (Murti B, 2011).
Home visit adalah kedatangan petugas kesehatan ke rumah pasien
untuk lebih mengenal kehidupan pasien dan atau memberikan pertolongan
kedokteran sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pasien (Syarifudin. 2009).
Dengan peningkatan usia harapan hidup jumlah penduduk lansia
semakin bertambah. Perhatian terhadap lansia perlu ditingkatkan agar
terwujud kualitas keluarga yang sejahtera lahir dan batin. Penduduk lanjut
usia menghadapi berbagai prubahan fisik, psikis, sosial, dan ekonomi.
Diperlukan kesiapan keluarga, yang mempunyai lansia melalui kelompok
kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKL) (BKKBN, 2010).

1.2. Tujuan Home Visit


1.2.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui masalah kesehatan yang ada di keluarga binaan
2. Membina keluarga binaan yang dibina agar hidup lebih sehat

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui struktur keluarga lansia yang menjadi keluarga binaan.
2. Mengetahui pelayanan kesehatan pada keluarga binaan
3. Mengetahui tentang perilaku beresiko dalam keluarga binaan.
4. Mengetahui kondisi fisik bangunan rumah pada keluarga binaan.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2. 1. LANSIA
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia yaitu lanjut usia atau manusia usia lanjut (manula). Usia
lanjut adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau
lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) maupun
karena sesuatu hal tidak mampu lagi berperan secara aktif dalam
pembangunan (Depkes RI, 2000).
Menurut dokumen Pelembagaan Lanjut Usia dalam Kehidupan
Bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan
Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh Presiden RI, batas usia
lanjut adalah 60 tahun atau lebih, sebelumnya berdasarkan UU No 4 tahun
1965 yang dimaksud usia lanjut dalam program pemerintah adalah mereka
yang berusia 55 tahun keatas. Hal ini selaras berdasarkan usia harapan hidup
yang makin meningkat.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai
usia yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegarasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi
empat, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
4. Lanjut usia sangat tua (very old) : >90 tahun

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2009) ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan, yaitu:

3
1. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ.
2. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan
bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat,
bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua,
seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan
masyarakat.
3. Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki
strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan
mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap
pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin
menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda.

2.1.2 Masalah-Masalah Yang Dialami Lansia


Di dalam kehidupan sehari-hari para lansia dibagi dalam 2 kelompok
yaitu:
1. Kelompok aktif adalah lansia yang fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain, sehingga masih dapat melaksanakan sendiri
kegiatan sehari-hari, namun tetap perlu mendapat bimbingan,
pengawasan, dan bantuan untuk mencegah terjadinya faktor resiko
tinggi.
2. Kelompok pasif adalah lansia yang selalu memerlukan banyak
pertolongan dari orang lain dalam kegiatan sehari-hari karena sakit atau
lumpuh.

4
Dengan semakin bertambahnya usia, semakin banyak masalah yang
dialami. Usia lanjut adalah usia yang sangat rentan terhadap berbagai
masalah, bukan hanya masalah kesehatan tapi juga masalah Sosial-Budaya,
Ekonomi dan Psikologi. Adapun masalah-masalah tersebut yaitu:
1. Kesehatan
Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai
menurun pada usia setengah baya. Penyakit-penyakit degeneratif mulai
menampakkan diri pada usia ini. Namun demikian kenyataan menunjukkan
bahwa kebugaran dan kesehatan pada usia lanjut sangat bervariasi. Statistik
menunjukkan bahwa usia lanjut yang sakit-sakitan hanyalah sekitar 15-25%,
makin tua tentu presentase ini semakin besar. Demikian pula usia lanjut
yang tidak lagi dapat melakukan "aktivitas sehari-hari" (Activities of Daily
Living) hanya 5-15%, tergantung dari umur.
Di samping faktor keturunan dan lingkungan, nampaknya perilaku
(hidup sehat) mempunyai peran yang cukup besar. Perilaku hidup sehat
harus dilakukan sebelum usia lanjut (bahkan jauh-jauh sebelumnya).
Perilaku hidup sehat, terutama adalah perilaku individu, dilandasi oleh
kesadaran, keimanan dan pengetahuan. Menjadi tua secara sehat (normal
ageing, healthy ageing) bukanlah satu kemustahilan, tapi sesuatu yang bisa
diusahakan dan diperjuangkan. Seyogyanya dianut paradigma, mencegah
dan mengendalikan faktor-faktor risiko sebaik mungkin, kemudian menunda
kesakitan dan cacat selama mungkin.

2. Sosial
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan
mengalami perubahan-perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi
seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa
kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti
dihormati, diperhatikan dan diperlukan.
Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa
perlu untuk bergaul di luar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan
ini akan berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya.

5
Di dalam keluarga, peranannyapun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi
orang", mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin
jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti tidak punya peran apa-apa lagi.

3. Ekonomi
Memasuki usia lanjut mungkin sekali akan berdampak kepada
penghasilan. Bagi mereka yang menduduki jabatan formal, pensiun
menyebabkan penghasilan berkurang dan hilangnya fasilitas dan
kemudahan-kemudahan. Bagi para profesional, pensiun umumnya tidak
terlalu menjadi masalah karena masih tetap dapat berkarya setelah pensiun.
Namun bagi "non profesional" pensiun dapat menimbulkan goncangan
ekonomi. Oleh karena itu, pensiun seyogyanya dihadapi dengan persiapan-
persiapan untuk alih profesi dengan latihan-latihan keterampilan dan
menambah ilmu, baik dengan pengembangan hobi maupun pendidikan
formal.
Bagi mereka yang mencari nafkah melalui sektor nonformal, seperti
petani, pedagang dan sebagainya, memasuki usia lanjut umumnya tidak
akan banyak berdampak pada penghasilannya, sejauh kebugarannya tidak
terlalu cepat mengalami kemunduran dan kesehatannya tidak terganggu.
Terganggunya kesehatan berdampak seperti pisau bermata dua. Pada sisi
yang satu menjadi kendala seperti untuk mencari nafkah dan pada sisi lain
menambah beban pengeluaran. Oleh karena itu, jaminan hari tua, asuransi
kesehatan, tabungan, dan sebagainya akan sangat membantu pada kondisi
ini.

4. Psikologi
Masalah-masalah kesehatan, sosial dan ekonomi, sendiri-sendiri atau
bersama-sama secara kumulatif dapat berdampak negatif secara psikologis.
Hal-hal tersebut dapat menjadi stresor, yang kalau tidak dicerna dengan baik
akan menimbulkan masalah atau menimbulkan stres dalam berbagai
manifestasinya. Sikap mental seseorang sendiri dapat menimbulkan
masalah. Usia kronologis memang tidak dapat dicegah, namun penuaan

6
secara biologis dapat diperlambat. Rambut yang memutih, kulit yang mulai
keriput, langkah yang tidak lincah lagi dan sebagainya, harus diterima
dengan ikhlas. Namun janganlah penuaan secara psikologis terjadi lebih
cepat daripada usia kronologis. Untuk itu diperlukan sikap mental yang
positif terhadap proses penuaan. (BKKBN, 2010 dan Syarifudin F, 2009).

2.1.3 Usia Lanjut Sehat Dan Ciri-Cirinya


Usia lanjut sehat adalah usia lanjut yang dapat mempertahankan
kondisi fisik dan mental yang optimal serta tetap melakukan aktivitas sosial
dan produktif. Di Indonesia batasan usia lanjut yang tercantum dalam
Undang-undang No.12/1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah
sebagai berikut: Usia lanjut adalah seorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas (Depsos, 1999); batasan ini sama dengan yang dikemukakan
oleh Burnside dkk.
Adapun Ciri-ciri usia lanjut sehat adalah:
1. Memiliki tingkat kepuasan hidup yang relatif tinggi karena merasa
hidupnya bermakna, mampu menerima kegagalan yang dialaminya
sebagai bagian dari hidupnya yang tidak perlu disesali dan justru
mengandung hikmah yang berguna bagi hidupnya.
2. Memiliki integritas pribadi yang baik, berupa konsep diri yang tepat
dan terdorong untuk terus memanfaatkan potensi yang dimilikinya.
3. Mampu mempertahankan sistem dukungan sosial yang berarti,
berada di antara orang-orang yang memiliki kedekatan emosi
dengannya, yang memberi perhatian dan kasih sayang yang
membuat dirinya masih diperlukan dan dicintai.
4. Memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, didukung oleh
kemampuan melakukan kebiasaan dan gaya hidup yang sehat.
5. Memiliki keamanan finansial, yang memungkinkan hidup mandiri,
tidak menjadi beban orang lain, minimal untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Pengendalian pribadi atas kehidupan sendiri, sehingga
dapat menentukan nasibnya sendiri, tidak tergantung pada orang
lain. Hal ini dapat menjaga kestabilan harga dirinya.

7
2.1.4 Pemeliharaan Kesehatan Lansia
Untuk mencapai usia lanjut sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera
ialah dengan mengaktifkan fisik, mental dan sosial ditujukan pada usia 45-
59 tahun. Banyak hal yang harus dilakukan baik dari lansia itu sendiri atau
dari petugas kesehatan maupun dari pihak keluarga lansia. Adapun
pemeliharaan kesehatan lansia seperti:
1. Pemberian gizi yang seimbang
Untuk mencukupi kebutuhan gizi pada usia lanjut, perlu diberikan
makanan seimbang dengan cara mengurangi bahan makanan yang
banyak mengandung lemak terutama yang berasal dari hewan. Batasi
gula, kopi, garam, dan makanan yang diawetkan. Disarankan lansia
mengkomsumsi makanan yang mengandung zat besi dan banyak
mengandung vitamin.
2. Latihan (olah raga)
Olah raga untuk lansia bertujuan untuk perbaikan otot, perbaikan
stamina, membangun kontak psikologis yang lebih luas.
3. Pemeliharaan kebersihan diri
Pemeliharaan kebersihan diri bagi lansia sangat bermanfaat untuk
mengurangi terjadinya gangguan kulit, mencegah infeksi, menimbulkan
suasana yang nyaman.
4. Kebersihan lingkungan
Selain kebersihan diri, keadaan dan suasana lingkungan tempat tinggal
usia lanjut perlu diupayakan agar bersih dan menyenangkan.
5. Pemeriksaan kesehatan berkala
Oleh karena fungsi organ-organ tubuh pada lansia sudah menurun, perlu
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala seperti pemeriksaan
tekanan darah, jantung, fungsi ginjal, fungsi hati, dan gula darah.

2. 2. RUMAH SEHAT
2.2.1. Definisi Rumah Sehat
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area
sekitarnya yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan

8
keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO dalam Komisi WHO
Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001), rumah adalah struktur fisik
atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk
kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan
keluarga dan individu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah
bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan
keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan
sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif.
Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur
sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan
baik (Febri S, 2012).

2.2.2. Kriteria Rumah Sehat


Penetapan Rumah Sehat American Public Health Association
(APHA:
1. Sistem penyediaan air harus baik
2. Tersedia fasilitas untuk mandi
3. Punya fasilitas pembuangan air bekas
4. Punya fasilitas pembuangan tinja
5. Penghuni tidak padat (1 orang/1,2 m2)
6. Ventilasi dan penerangan yang cukup
7. Kondisi bangunan rumah yg kuat
8. Fondasi yg kokoh, dinding kuat dan kayu tidak lapuk.

2.2.3. Syarat Rumah Sehat (menurut APHA)


1. Memenuhi kebutuhan fisiologis. Antara lain, pencahayaan,
penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan
yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis. Antara lain, privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar
penghuni rumah, yaitu dengan penyediaan air bersih, pengelolaan

9
tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain
persyaratan garis sepadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh tergelincir (Febri S, 2012).

10
BAB 3
LAPORAN HASIL KELUARGA BINAAN

3.1. Gambaran Umum Keluarga Binaan


Keluarga Binaan yang dijadikan binaan terhadap masalah kesehatan
adalah keluarga-keluarga yang memiliki lansia dengan criteria usia 60 tahun
sampai dengan usia 75 tahun. Lokasi survei dilaksanakan di wilayah kerja
Kecamatan Medan Petisah, Kelurahan Sei Putih Tengah Lingkungan V.
Berdasarkan keterangan dari kepala Lingkungan, wilayah tersebut
mempunyai 425 kepala keluarga, yang terdiri dari 2150 orang, dengan
jumlah lansia 95 orang, pada tanggal 10 September s/d 17 September 2015.

3.2 Kerangka Kerja Pada Keluarga Binaan


Untuk mempermudah penulis melaksanakan pemecahan masalah
maka sangat diperlukan kerangka kerja pada keluarga binaan, kerangka
kerja meliputi: analisis situasi kemudian dilanjutkan dengan identifikasi
masalah dan menentukan prioritas masalah, setelah itu dilakukan alternatif
pemecahan masalah dilanjutkan dengan pengawasan dan pembinaan
terhadap keluarga untuk selanjutnya di evaluasi apakah berhasil atau belum.

3.3. Rencana Kegiatan Pada Keluarga Binaan

Table 3.1 Jadwal Kunjungan Home Visit


No Kegiatan Tanggal
10 11 12 13 14 15 16 17
1 Survei Keluarga √
2 Kunjungan ke Kelbin √ √
3 Identifikasi Masalah √ √
4 Prioritas Masalah √ √
5 Alternatif Pemecahan √ √
Masalah Keluarga Binaan
6 Pengawasan dan √ √ √ √ √
Pembinaan
7 Evaluasi √ √

11
3.4. Identifikasi Masalah dan Pemecahan Masalah Pada Keluarga
Binaan
Berikut ini adalah 5 keluarga Binaan Lansia di wilayah kerja
Kecamatan Medan Petisah, Kelurahan Sei Putih Tengah Lingkungan V.

3.4.1 Keluarga Binaan 1 (Satu)


1. Identitas Keluarga Binaan (Tanggal 11 September 2015)
Nama Lansia : Fani (Ibu F)
Usia : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pend. Terakhir : SD
Status Pernikahan : Menikah

2. Identifikasi Masalah (Tanggal 11 September 2015)


Ibu F tinggal di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei
Putih Tengah Lingkungan V, sebagai ibu rumah tangga yang tinggal
bersama suami yang berusia 79 tahun. Ibu F memiliki 4 orang anak
yang hidup tetapi tidak tinggal bersamanya, karena telah berkeluarga
dan tinggal di rumah mereka masing-masing.
Data-data yang dijumpai adalah tidak adanya kartu jaminan
kesehatan. Sumber pendapatan diperoleh dari anak-anaknya yang
diberikan setiap bulan. Kemudian pada anamnesis ibu F mengaku
sering lemas dan sakit kepala, dia mengatakan sedang memikirkan
keselamatan dan kesehatan anaknya yang lagi menunaikan ibadah
haji. Pada pemeriksaan tekanan darah didapatkan 180/100 mmHg.
Kondisi fisik bangunan rumah baik, ibu F dan suami mengonsumsi
air minum yang dimasak dari air PAM rumah mereka.

12
3. Prioritas Masalah (Tanggal 11 September 2015)
a. Hipertensi
b. Tidak menggunakan kartu jaminan kesehatan
c. Mempunyai masalah yang sedang dipikirkan

4. Tindakan yang Dilakukan (Tanggal 11 September 2015)


a. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi,
pencegahan dan penanganannya.
b. Menganjurkan untuk membuat kartu jaminan kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan berobat ke Puskesmas
yang terdekat.
c. Menyarankan untuk menghubungi anaknya.

5. Pengawasan dan Pembinaan (Tanggal 12 September s/d 15


September 2015)
a. Setiap hari selama 4 hari mengawasi makanan yang dimakan
oleh ibu F agar tidak memakan-makanan yang terlalu asin,
bersantan dan berlemak.
b. Memantau tekanan darah ibu F dengan melakukan pemeriksaan
tekanan darah.

6. Evaluasi (Tanggal 16 September 2015)


a. Tekanan darah ibu F 140/90 mmHg.
b. Ibu F sudah berobat ke klinik.
c. Ibu F masih belum membuat kartu jaminan kesehatan.
d. Pada tanggal 14 september anak ibu F menghubunginya dan dia
merasa lebih baik karena telah mendengar kabar dari anaknya.

13
3.4.2 Keluarga Binaan 2 (Dua)
1. Identitas Keluarga Binaan (Tanggal 11 September 2015)
Nama Lansia : Yasri (Bapak Y)
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pend. Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Menikah

2. Identifikasi Masalah (Tanggal 11 September 2015)


Bapak Y tinggal di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei
Putih Tengah Lingkungan V, sebagai kepala keluarga yang memiliki
4 anggota keluarga yaitu 1 orang istri yang berusia 57 tahun, 1 anak
perempuan dan suami serta 1 cucu. Bapak Y memiliki 3 orang anak
yang hidup tetapi 2 anak tidak tinggal bersamanya karena sudah
berkeluarga dan tinggal di rumahnya masing-masing.
Data-data yang dijumpai adalah tidak adanya kartu jaminan
kesehatan. Sumber pendapatan diperoleh dari anak-anaknya yang
diberikan setiap bulan. Kemudian pada anamnesis bapak Y mengaku
sering sesak nafas terutama saat melakukan aktifitas seperti
membersihkan halaman rumah dan membaik setelah beristirahat
serta sering terbangun pada malam hari karena batuk dan sesak, dan
merasa nyaman apabila tidur dengan menggunakan bantal tinggi.
Bapak Y mengaku ± 7 bulan lalu pernah mengalami sesak, lemas
serta pergelangan kaki bengkak, dan keluarga membawanya ke
rumah sakit, dari hasil pemeriksaan foto toraks, dokter mengatakan
bahwa bapak Y mengalami pembesaran jantung (kardiomegali).
Setelah keluar dari rumah sakit bapak Y tidak rutin untuk berobat
dan meminum obat. Bapak Y mengaku seorang perokok yang
menghabiskan rokok sebanyak 2 bungkus perhari dan berhenti
setelah masuk rumah sakit. Kegiatan bapak Y sekarang hanya

14
menjemput cucu yang pulang dari sekolah. Pada pemeriksaan fisik
tampak peningkatan tekanan vena jugularis, tekanan darah 120/70
mmHg, respiratory rate 20x/i, dan pulse 77x/i. Kondisi fisik
bangunan rumah baik, bapak Y dan keluarga mengonsumsi air
mineral yang dibeli.

3. Prioritas Masalah (Tanggal 11 September 2015)


a. Gagal jantung
b. Tidak rutin minum obat
c. Tidak menggunakan kartu jaminan kesehatan

4. Tindakan yang Dilakukan (Tanggal 11 September 2015)


a. Memberikan penjelasan tentang gagal jantung, penyebabnya, dan
hal-hal yang memperingan dan memperberat gejala serta
penanganannya.
b. Menganjurkan untuk membuat kartu jaminan kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan berobat serta
meminum obat secara rutin.

5. Pengawasan dan Pembinaan (Tanggal 12 September s/d 15


September 2015)
a. Setiap hari selama 4 hari mengawasi makanan yang dimakan
oleh bapak Y agar tidak memakan-makanan yang terlalu asin,
bersantan dan berlemak.
b. Setiap hari selama 4 hari memantau kegiatan yang dilakukan
bapak Y serta melakukan pemeriksaan tekanan darah,
menghitung denyut nadi dan pernafasan.

6. Evaluasi (Tanggal 16 September 2015)


a. Bapak Y sudah memahami tentang gagal jantung dan makanan-
makanan yang perlu dihindari dan kegiatan yang dapat dilakukan
serta tidak dapat dilakukan.

15
b. Bapak Y masih belum membuat kartu jaminan kesehatan.
c. Bapak Y kembali berobat ke salah satu klinik spesialis penyakit
dalam untuk memeriksa jantungnya.

3.4.3 Keluarga Binaan 3 (Tiga)


1 Identitas Keluarga Binaan (Tanggal 12 September 2015)
Nama Lansia : Afinah (Ibu A)
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak ada
Pend. Terakhir : SD
Status Pernikahan : Menikah/ Janda

2 Identifikasi Masalah (Tanggal 12 September 2015)


Ibu A tinggal di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei Putih
Tengah Lingkungan V, sebagai kepala keluarga yang memiliki 1
anggota keluarga yaitu 1 orang anak perempuan yang bekerja sebagai
pramuniaga. Sejak suami ibu A meninggal dunia ± 35 tahun yang lalu,
Ibu A mencari nafkah dengan berjualan jamu gendong keliling, dan
sudah berhenti bekerja ± 1 tahun yang lalu karena anak ibu A sudah
mendapatkan pekerjaan dan meminta ibunya untuk berhenti berjualan.
Ibu A mengeluh sering merasa sakit pada lutut sebelah kanan
terutama jika berjalan terlalu lama, dan sering merasa kaku pada
lututnya saat pagi hari setelah bangun tidur dan membaik setelah
digerakkan, dan saat digerakkan terdengar suara dari lututnya. Ibu A
pernah berobat ke bidan namun setelah obat habis lututnya kembali
sakit. Ibu A mengaku tidak mempunyai kartu jaminan kesehatan. Dari
pemeriksaan fisik tampak bengkak dan panas pada lutut sebelah
kanan. Kondisi fisik bangunan rumah kurang baik, dengan keadaan
yang berdinding papan dan atap tanpa menggunakan asbes, lantai
kamar mandi masih beralas tanah serta memperoleh air dengan

16
menimba di sumur. Ibu A dan keluarga mengonsumsi air minum yang
dimasak dari air sumur rumahnya.

3 Prioritas Masalah (Tanggal 12 September 2015)


a. Osteoartritis
b. Tidak menggunakan kartu jaminan kesehatan
c. Memiliki perilaku yang beresiko terhadap keselamatan yaitu
menimba air di sumur

4 Tindakan yang Dilakukan (Tanggal 12 September 2015)


a. Menjelaskan penyakit yang diderita lansia, faktor penyebabnya,
hal-hal yang dapat memperingan dan memperberat gejala serta
penanganannya.
b. Menganjurkan untuk membuat kartu jaminan kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan berobat ke Puskesmas.
c. Menganjurkan untuk menggunakan pompa air sehingga tidak
perlu menimba untuk memperoleh air.

5 Pengawasan dan Pembinaan (Tanggal 13 September s/d 16


September 2015)
Setiap hari selama 4 hari mengawasi kegiatan yang dilakukan
oleh ibu A.

6 Evaluasi (Tanggal 17 September 2015)


a. Ibu A sudah berobat ke Puskesmas.
b. Ibu A ditemani putrinya mulai mengurus BPJS.
c. Putri ibu A mengatakan akan membeli pompa air setelah
mendapatkan gaji bulan depan.

17
3.4.4 Keluarga Binaan 4 (Empat)
1. Identitas Keluarga Binaan (Tanggal 12 September 2015)
Nama Lansia : Misna (Ibu M)
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wirausaha
Pend. Terakhir : SMA
Status Pernikahan : Menikah

2. Identifikasi Masalah (Tanggal 12 September 2015)


Ibu M tinggal di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei Putih
Tengah Lingkungan V, sebagai kepala keluarga yang memiliki 2
anggota keluarga yaitu 2 orang anak perempuan, anak pertama berusia
29 tahun dan bekerja di salah satu perusahaan perkreditan sepeda
motor dan anak kedua berusia 19 tahun dan sedang melangsungkan
pendidikannya di salah satu universitas swasta di kota Medan. Sejak
ibu M berpisah dengan suaminya ± 10 tahun yang lalu, Ibu M mencari
nafkah dengan membuka catering di rumahnya.
Dari data yang didapat, ibu M memiliki kartu jaminan kesehatan
namun jarang digunakan dan lebih memilih ke klinik untuk berobat.
Ibu M memiliki riwayat hipertensi dan suka memakan-makanan yang
asin, ibu M mengaku sering memikirkan anak pertamanya yang masih
sibuk dengan pekerjaannya dan belum mau menikah. Jika tekanan
darahnya meningkat ibu M akan merasakan tengkuk terasa berat dan
sakit kepala, ibu M mengaku tekanan darah tertinggi yang pernah
dialami adalah 180/110 mmHg. Pada pemeriksaan tekanan darah
didapatkan 140/90 mmHg. Kondisi fisik bangunan rumah baik, ibu M
dan keluarga mengonsumsi air mineral yang dibeli.

3. Prioritas Masalah (Tanggal 12 September 2015)


a. Hipertensi
b. Tidak memanfaatkan kartu jaminan kesehatan

18
c. Mempunyai masalah yang sedang dipikirkan

4. Tindakan yang Dilakukan (Tanggal 12 September 2015)


a. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi,
pencegahan dan penanganannya.
b. Menganjurkan untuk berobat dengan memanfaatkan kartu
jaminan kesehatan.

5. Pengawasan dan Pembinaan (Tanggal 13 September s/d 16


September 2015)
a. Setiap hari selama 4 hari mengawasi makanan yang dimakan
oleh ibu M agar tidak memakan-makanan yang terlalu asin,
bersantan dan berlemak.
b. Memantau tekanan darah ibu M dengan melakukan pemeriksaan
tekanan darah.

6. Evaluasi (Tanggal 17 September 2015)


a. Ibu M sudah berobat ke Rumah Sakit dengan memanfaatkan
kartu jaminan kesehatan.
b. Tekanan darah ibu M 130/90 mmHg.
c. Ibu M sudah menghindari makanan yang membuat tekanan
darahnya meningkat.

3.4.5 Keluarga Binaan 5 (Lima)


1. Identitas Keluarga Binaan (Tanggal 12 September 2015)
Nama Lansia : Zulkarnaen (Bapak Z)
Usia : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Pekerjaan : Wiraswastas
Pend. Terakhir : S1 Ekonomi
Status Pernikahan : Menikah

19
2. Identifikasi Masalah (Tanggal 12 September 2015)
Bapak Z tinggal di Kecamatan Medan Petisah Kelurahan Sei
Putih Tengah Lingkungan V, sebagai kepala keluarga yang memiliki
2 anggota keluarga yaitu 1 orang istri dan 1 orang anak. Bapak Z
memiliki 4 orang anak yang hidup tetapi 3 orang anak lainnya tidak
tinggal bersamanya karena sudah berkeluarga dan tinggal di rumah
mereka masing-masing.
Dari data-data yang didapat adalah bapak Z memiliki kartu jaminan
kesehatan dan sumber pendapatan diperoleh dari hasil ladang serta
menyewakan beberapa rumah kos yang ia punya . Bapak Z mengaku
mempunyai riwayat hipertensi namun suka makan-makanan yang
berlemak dan bersantan khususnya masakan Padang dan baru
sembuh dari stroke 2 bulan yang lalu. Dokter mengatakan terdapat
penyumbatan di pembuluh darah otak kanan sehingga bagian tubuh
sebelah kiri sulit untuk di gerakkan. Setelah keluar dari rumah sakit,
bapak Z rutin berobat dan melakukan fisioterapi. Pada pemeriksaan
tekanan darah didapatkan 130/90 mmHg. Kondisi fisik bangunan
rumah baik, bapak Z dan keluarga mengonsumsi air mineral yang
dibeli.

3. Prioritas Masalah (Tanggal 12 September 2015)


a. Hipertensi
b. Stroke
c. Memiliki perilaku yang beresiko yaitu suka memakan-makanan
yang berlemak dan bersantan.

4. Tindakan yang Dilakukan (Tanggal 12 September 2015)


Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi dan
stroke serta pencegahan dan penanganannya.

20
5. Pengawasan dan Pembinaan (Tanggal 13 September s/d 16
September 2015)
a. Setiap hari selama 4 hari mengawasi makanan yang dimakan
oleh bapak Z agar tidak memakan-makanan yang terlalu asin,
bersantan dan berlemak.
b. Memantau tekanan darah bapak Z dengan melakukan
pemeriksaan tekanan darah.

6. Evaluasi (Tanggal 17 September 2015)


Bapak Z sudah memahami tentang hipertensi dan stroke dan cara
mencegahnya serta telah menghindari makan-makanan yang
asin, berlemak dan bersantan.

21
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Penyakit-Penyakit Yang Ditemukan Pada Lansia


Penyakit-penyakit yang ditemukan pada lansia diatas antara lain;
Hipertensi, gagal jantung, stroke dan osteoartritis. Terdapat 3 (tiga) lansia
yang menderita hipertensi, dan salah satunya telah mengalami komplikasi
stroke. Terdapat 1 (satu) lansia yang menderita gagal jantung dan 1 (satu)
lansia yang menderita osteoartritis.
Menurut penulis lansia kurang memahami faktor- faktor resiko yang
dapat memperberat kejadian hipertensi, seperti konsumsi garam berlebih,
minuman kopi/ kafein, stress, memakan-makanan bersantan dan berlemak,
aktifitas olahraga yang kurang, serta pola tidur yang tidak baik.
Berdasarkan wawancara, lansia mengatakan suka memakan-
makanan yang asin, bersantan dan berlemak, aktifitas olahraga yang hampir
tidak pernah dilakukan, dan memiliki masalah yang sedang dipikirkan. Hal
inilah yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi pada lansia. Selain
penyakit hipertensi, terdapat lansia yang mengalami osteoartritis akibat dari
perilaku beresiko seperti mengangkat beban berat selama bertahun-tahun,
dan lansia yang mengalami gagal jantung karena memiliki perilaku beresiko
merokok.
Dari data tersebut, lansia menderita penyakit jantung dan pembuluh
darah serta persendian. Dibutuhkan penanganan yang tepat dan berkala
dengan cara rutin berobat ke dokter untuk dapat memeriksakan status
kesehatannya.

4.2 Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan


Dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan, terdapat 4 (empat) lansia
yang kurang memahami dan memanfaatkan fasilitas tersebut, karena
dianggap bahwa apabila berobat ke pusat pelayanan kesehatan tidak akan
dilayani dengan baik dan benar. Namun pada saat wawancara berlangsung

22
penulis tetap menekankan pentingnya memeriksakan kesehatan secara
berkala, untuk dapat mengantisipasi penyakit-penyakit lanjut usia.

4.3 Pengelolaan Sampah dan Limbah


Dari data-data keluarga binaan yang didapatkan berdasarkan hasil
wawancara dan survei ke lapangan, semua keluarga binaan lansia memiliki
pembuangan sampah dan limbah yang baik.

4.4 Pengelolaan Air Minum Keluarga


Semua keluarga binaan lansia meminum air yang dikelola dengan
baik. Terdapat 2 (dua) keluarga binaan yang memasak air untuk di minum
dan 3 keluarga binaan yang membeli air mineral untuk dikonsumsi.

4.5 Pengelolaan Rumah Sehat


Berdasarkan hasil wawancara yang didapatkan terdapat 4 keluarga
binaan lansia memiliki rumah dengan kriteria sebagai rumah sehat, dan 1
keluarga binaan lansia memiliki rumah yang belum memenuhi kriteria
rumah sehat.

23
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Semua lansia dalam keluarga binaan telah memahami manfaat dari
jaminan kesehatan, namun tidak semuanya memiliki kartu jaminan
kesehatan.
2. Dari kelima keluarga binaan, 1 keluarga binaan yang mempunyai
perilaku beresiko merokok. Namun sudah tidak merokok setelah sakit.
3. Penyakit-penyakit pada lansia seperti; Hipertensi, stroke, gagal
jantung, dan osteoartritis, sudah mendapat penanganan dari dokter.
4. Semua keluarga binaan memiliki tempat pembuangan sampah dan
pembuangan limbah.
5. Beberapa lansia di dalam keluarga binaan telah memenuhi syarat
rumah sehat, antara lain; kamar mandi bersih dan lantai rumah bersih,
walaupun masih ada lansia yang belum memenuhi syarat rumah sehat.
6. Semua lansia dalam keluarga binaan telah melakukan pengelolaan air
minum dengan baik.

5.2 Saran
Disarankan kepada lansia untuk tetap melakukan upaya hidup sehat,
dan menghindari faktor resiko yang dapat memperberat penyakit, serta
tetap memeriksakan kesehatan secara berkala ke Puskesmas/ pelayan
kesehatan terdekat.
.

24
DAFTAR PUSTAKA

BKKBN. 2010. Bina Keluarga Lansia (BKL). Direktorat Pengembangan


Kesehatan Keluarga. Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional. Jakarta 7-9, 32- 38, 66-67.

Departemen Kesehatan RI. Modul Pelatihan Konseling Kesehatan dan Gizi


Bagi Usia Lanjut untuk Petugas Kesehatan.Jakarta. 2000.

Febri, S. 2012. Lansia. Diunduh dari:


http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/20/jhptump-ump-gdl-suryofebri-
969-2-babii.pdf. [Diakses pada 18 September 2015]

Murti B, Hadinoto SH, & Herlambang G. 2011. Modul Field Lab, Edisi
Revisi I, keterampilan kedokteran keluarga : Kunjungan Pasien di
rumah (Home Visit). Diunduh dari :
http://fk.uns.ac.id/static/file/Home_Visit_2011.pdf. [Diakses pada 18
September 2015]

Setyanti, A. 2012. Referat Lansia. Diunduh dari:


http://www.scribd.com/search?query=referat+lansia. [Diakses pada
18 September 2015]

Syarifudin F. 2009. Kesehatan Jiwa. Diunduh dari :


http://Faperta.ugm.ac.id/articles/ kesehatan_jiwa.pdf [Diakses 18
September 2015]

25

Anda mungkin juga menyukai