Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT SARI MUTIARA

MEDAN 1. PENDAHULUAN Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit integral dalam satu
rumah sakit dimana semua pengalaman pasien yang pernah datang ke IGD tersebut akan dapat
menjadi pengaruh yang besar bagi masyarakat tentang bagaimana gambaran Rumah Sakit itu
sebenarnya. Fungsinya adalah untuk menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang
menunjukkan gejala yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat.
IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar.1
Pelayanan yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah
sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien
maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. Kepuasan muncul dari kesan pertama pasien
masuk terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap
dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan. Standar operasional prosedur dan alur
pelayanan : • Pelayanan triase • Ruang resusitasi • Ruang observasi • Pelayanan rekam
medik 24 jam • Standar fasilitas medik • Standar tenaga kerja yang kompeten Pasal 23
Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 : Gawat Darurat harus ada selama 24 jam. Semua
fasilitas yang tersedia di IGD sesuai dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan
emergency. 2 II. INSTALASI GAWAT DARURAT A. Jenis Pelayanan Emergency Yang Paling Sering
Dilakukan 3 · Tindakan penyelamatan jiwa pada pasien henti napas dan henti jantung; ·
Penanganan pasien sesak napas; · Penanganan serangan jantung/Payah Jantung; · Penanganan
pasien tidak sadar; · Penanganan pasien kecelakaan; · Penanganan pasien cidera, misalnya:
cedera tulang, cidera kepala, dan lain-lain.; · Penanganan pasien dengan pendarahan; ·
Penanganan kasus Stroke; · Penanganan pasien kejang dan kejang demam pada anak; ·
Penanganan pasien keracunan; · Penanganan pasien dengan sakit perut hebat; · Penanganan
medis korban bencana / disaster B. Pelayanan 24 Jam Ambulans Gawat Darurat 3 · Untuk
transportasi pasien dengan Perawat Ambulans sebagai pendamping; · Untuk MEDIVAC (Medical
Evacuation), yaitu transportasi pasien dengan Tim Medivac (Dokter & Perawat) sebagai pendamping;
· Ambulans Stand By. C. Fasilitas Gawat Darurat Yang Tersedia Meliputi 3 · Ruang tunggu ·
Ventilasi Mekanik · Defibrilator · Bedside Monitor · Pulse oximetry · Monitor Tekanan Darah ·
Elektrokardiografi (EKG) · Peralatan Resusitasi III. RUANG LINGKUP PELAYANAN INSTALASI GAWAT
DARURAT 1. Pasien dengan kasus True Emergency4 Yaitu pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat
darurat dan terancam nyawanya atau anggota badannya bila tidak mendapat pertolongan segera. 2.
Pasien dengan kasus False Emergency4 Yaitu pasien dengan : · Keadaan gawat tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. · Keadaan gawat tetapi tidak mengancam nyawa atau anggota
badannya. · Keadaan tidak gawat dan tidak darurat IV. KRITERIA PASIEN YANG DITANGANI Dalam
pelayanan IGD tidak diperbolehkan untuk menolak pasien gawat darurat karena keluarga pasien
tidak sanggup membayar. IGD harus menerima semua pasien dan menangani sesuai klasifikasi
sebagai berikut4 1. Pasien Gawat Darurat Pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut 2. Pasien Gawat Tidak Darurat Pasien
berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium
empat 3. Pasien Tidak Gawat Darurat Pasien yang harus mendapatkan pertolongan segera tapi tidak
mengancam nyawa 4. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat Pasien dengan ulkus tropikum Alur
Pelayanan Gawat Darurat (Gambar 1: Alur Pelayanan Gawat Darurat dikutip dari perpustakaan no.5)
Penatalaksanaan Pasien di Instalasi Gawat Darurat Setiap IGD rumah sakit harus mempunyai Standar
Operasional Prosedur (SOP) mengenai penatalaksanaan pasien di IGD. Penanganan penderita gawat
darurat harus mengikuti prinsip dasar yang sudah berlaku umum, yaitu berdasar prioritas A (airway),
B (breathing), C (circulation). Untuk langkah berikutnya yaitu D-E dan seterusnya dapat berlainan
sesuai kasus yang dihadapi. Pada penderita gawat darurat, waktu sangat penting karena itu
diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai Initial assessment
(penilaian awal) lalu kita harus melakukan primary survey, secondary survey, dan terapi cairan. 6 A.
Initial Assesment (Penilaian Awal) 1. Persiapan6 a. Fase Pra-Rumah Sakit · Koordinasi yang baik
antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan · Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap
rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. · Pengumpulan keterangan
yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti waktu kejadian, sebab kejadian, mekanisme kejadian
dan riwayat penderita. b. Fase Rumah Sakit6 · Perencanaan sebelum penderita tiba ·
Perlengkapan airway sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau ·
Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah
dijangkau. · Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu
dibutuhkan. · Pemakaian alat-alat proteksi diri 2. Triase Triase berasal dari bahasa Perancis, trier ,
yang berarti “menseleksi―, yaitu teknik untuk menentukan prioritas penatalaksanaan pasien
atau korban, saat sumber daya terbatas. Perhatian dititik beratkan pada pasien atau korban dengan
kondisi medis yang paling urgent dan paling besar kemungkinannya untuk diselamatkan. TUJUAN:
Pada saat IGD penuh dan sumber daya terbatas maka dengan sumber daya yang minimal dapat
menyelamatkan korban sebanyak mungkin. KEBIJAKAN: 1. Memilah korban berdasarkan: · Beratnya
cidera · Besarnya kemungkinan untuk hidup · Fasilitas yang ada / kemungkinan keberhasilan
tindakan 2. Triase tidak disertai tindakan 3. Triase dilakukan tidak lebih dari 60 detik/pasien dan
setiap pertolongan harus dilakukan sesegera mungkin Salah satu metode yang paling sederhana dan
umum digunakan adalah metode S.T.A.R.T atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode ini
membagi penderita menjadi 4 kategori: 7 1. Segera (Immediate) -MERAH Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : tension
pneumotoraks, cardiac arrest, distress pernafasan dan perdarahan hebat. 2. Tunda (Delayed)-
KUNING Pasien perlu tindakan definitif tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dapat
menunggu giliran pengobatan tanpa bahaya. Misalnya : fraktur tertutup pada ekstremitas
(perdarahan terkontrol), trauma tulang belakang, trauma kepala tanpa gangguan kesadaran. 3.
Minor -HIJAU Pasien mendapat cedera minimal dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau
mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet. 4. Morgue-HITAM Pasien
mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meski mrendapat pertolongan. Misalnya : cedera
kepala berat, luka bakar derajat III hampir di seluruh tubuh, dan kerusakan organ vital Pelaksanaan
S.T.A.R.T Triage algorithm Untuk memudahkan pelaksanaan triase maka dapat dilakukan suatu
pemeriksaan sebagai berikut:7 . (Gambar 2: Algorithm for rapid triage dikutip dari perpustakaan
no.7) Dua jenis keadaan triase dapat terjadi : a. Multiple Causalties8 Musibah masal dengan jumlah
penderita dan beratnya perlukaan tidak melampui kemampuan rumah sakit. Dalam keadaan ini
penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani lebih dahulu. b.
Mass Casualties8 Musibah masal dengan jumlah penderita dan beratnya luka melampui rumah sakit.
Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan kemungkinan
survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paling sedikit B.
Primary Survey (ABCDE) Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis
perlukaan, tanda- tanda vital dan mekanisme trauma. Tanda vital penderita harus dinilai secara
cepat dan efisien. Tujuan : untuk mengetahui kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian
dilakukan tindakan life saving.9 1. Airway (jalan nafas) · Pemeriksaan Jalan Napas L = Look/Lihat
gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan
kesadaran L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan F = Feel/Rasakan adanya aliran udara
pernafasan · Pengelolaan Jalan Nafas a. Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan
jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. b. Tujuan : membebaskan jalan napas
untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan
oksigenasi tubuh. c. Pengelolaan jalan nafas tanpa alat : i. Membuka jalan nafas dengan proteksi
servikal Chin Lift · Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan. Caranya :
gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat. Head Tilt ·
Dilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien. Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi
pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan
lidah pun terangkat ke depan. Jaw thrust · Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah
depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas. Untuk memeriksa jalan nafas
terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan nafas tersumbat
karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan
nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea) Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar,
lakukan peniupan udara melalui mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada
sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich. ii. Membersihkan jalan nafas Sapuan
jari (finger sweep) Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga
mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga
hembusan nafas hilang. Cara melakukannya : · Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan
fraktur tulang leher) kemudian buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot
rahang lemas. · Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan
sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu. iii.
Mengatasi sumbatan nafas parsial Dapat digunakan teknik manual thrust : · Abdominal Thrust
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan
penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut
korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan
dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap
hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas. · Chest Thrust Bila penderita sadar, lakukan chest
thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis
imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita tidak sadar, tidurkan terlentang, lakukan
chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan. · Back Blow Bila penderita sadar
dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali
(hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae). d. Pengelolaan dengan alat Cara ini dilakukan bila pengelolaan jalan nafas
tanpa alat tidak berhasil dengan sempurna dan fasilitas tersedia. Peralatan dapat berupa : a.
Pemasangan Pipa (tube) · Dipasang jalan nafas buatan dengan pipa, bisa berupa pipa orofaring
(mayo), pipa nasofaring atau pipa endotrakea tergantung kondisi korban. · Penggunaan pipa
orofaring dapat digunakan untuk mempertahankan jalan nafas tetap terbuka dan menahan pangkal
lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan nafas terutama bagi penderita tidak
sadar. · Pemasangan pipa endotrakea akan menjamin jalan nafas tetap terbuka, menghindari
aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernafasan. b. Pengisapan benda cair (suctioning) ·
Bila terdapat sumbatan jalan nafas oleh benda cair. Pengisapan dilakukandengan alat bantu
pengisap (pengisap manual atau dengan mesin). · Pada penderita trauma basis cranii maka
digunakan suction yang keras untuk mencegah suction masuk ke dasar tengkorak. c. Membersihkan
benda asing padat dalam jalan nafas · Bila pasien tidak sadar terdapat sumbatan benda padat di
daerah hipofaring maka tidak mungkin dilakukan sapuan jari, maka digunakan alat bantu berupa
laringoskop, alat pengisap, alat penjepit. d. Membuka jalan nafas · Dapat dilakukan krikotirotomi
atau trakeostomi · Cara ini dipilih bila pada kasus yang mana pemasangan pipa endotrakeal tidak
mungkin dilakukan, dipilih tindakan krikotirotomi dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih,
dapat melakukan krikotirotomi dengan pisau atau trakeostomi. e. Proteksi servikal · Dalam
mengelola jalan nafas, jangan sampai melupakan kontrol servikal terutama pada multiple trauma
atau tersangka cedera tulang leher. · Dipasang dari tempat kejadian. Usahakan leher jangan banyak
bergerak. Posisi kepala harus “in line― (segaris dengan sumbu vertikal tubuh). 2. Breathing
(Pernafasan) Memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan bantuan untuk
menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran gas karbon dioksida. Tujuan : menjamin pertukaran
udara di paru-paru secara normal.9 Tindakan : · Tanpa alat : memberikan pernafasan buatan dari
mulut ke mulut atau dari mulut ke hidung sebanyak 2 kali tiupan awal dan diselingi ekshalasi. ·
Dengan alat : memberikan pernafasan buatan dengan alat “AMBU bag― yang dapat pula
ditambahkan oksigen. Dapat juga diberikan dengan menggunakan ventilator/respirator. 3.
Circulation (Perdarahan) Tindakan yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi tubuh yang
tadinya terhenti atau terganggu. Tujuan : agar sirkulasi darah kembali berfungsi normal. Gangguan
sirkulasi ditandai dengan :9 a. Tingkat kesadaran Bila volume darah menurun, perfusi otak berkurang
yang akan menyebabkan penurunan kesadaran, tetapi penderita yang sadar belum tentu
normovolemik. b. Warna kulit Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemi. Pasien tampak
pucat, ekstremitas dingin, berkeringat dingin dan capillary refill time lebih dari 2 detik. c. Nadi Nadi
yang cepat dan kecil merupakan tanda dari hipovolemi. 4. Disability (Status neurologis) Tindakan : 1.
Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS10 Metode Penilaian Derajat Skala Koma Glasgow
GCS (Glasgow Coma Scale- Score) : A. Eye-SCORE (kemampuan membuka mata/eye opening
responses) · Nilai 4 : membuka mata spontan (normal) · Nilai 3 : dengan kata-kata akan membuka
mata bila diminta · Nilai 2 : membuka mata bila diberikan rangsangan nyeri · Nilai 1 : tidak
membuka mata walaupun dirangsang nyeri B. Verbal-SCORE (memberikan respon jawaban secara
verbal/verbal responses) · Nilai 5 : memiliki orientasi baik karena dapat memberi jawaban dengan
baik dan benar pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (nama, umur, dll) · Nilai 4 : memberikan
jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya seperti bingung · (confused conservation) · Nilai 3 :
memberikan jawaban pada pertanyaan tetapi jawabannya hanya berupa kata-kata yang tidak jelas
(inappropriate words) · Nilai 2 : memberikan jawaban berupa suara yang tidak jelas bukan
merupakan kata (incomprehensible sounds) · Nilai 1 : tidak memberikan jawaban berupa suara
apapun C. Motor-SCORE (menilai respon motorik ekstremitas/motor responses) · Nilai 6 : dapat
menggerakkan seluruh ekstremitas sesuai dengan permintaan · Nilai 5 :dapat menggerakkan
ekstremitas secara terbatas karena nyeri (localized pain) · Nilai 4 : respon gerakan menjauhi
rangsang nyeri (withdrawal) · Nilai 3 : respons gerak abnormal berupa fleksi ekstremitas. · Nilai 2 :
respons gerak abnormal berupa gerak ekstensi · Nilai 1 : tidak ada respons berupa gerak 2. Nilai
pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi. 3. Evaluasi dan
Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi dan circulation. 5. Exposure Pasien harus benar-benar buka
pakaian, biasanya dengan memotong pakaian. Kita harus menutupi pasien dengan selimut hangat
untuk mencegah hipotermia. Cairan infus harus dihangatkan dan lingkungan yang hangat
dipertahankan.11 6.Tambahan terhadap primary survey · Monitoring EKG · Kateter urin dan
lambung · Monitor saturasi, nadi dan tekanan darah · Pemeriksaan rontgen dan pemeriksaan
tambahan lainnya.11 C. Secondary Survey Ketika survei primer selesai dan tanda-tanda vital normal,
survei sekunder dapat dimulai. Survey sekunder adalah mencari perubahan yang dapat berkembang
menjadi gawat dan mengancam jiwa harus segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai
kaki (head to toe). Survei sekunder seperti pemeriksaan fisik, X-ray dan termasuk penilaian ulang
dari semua tandatanda vital. Setiap daerah tubuh harus benar-benar diperiksa.12 · Secondary
survey meliputi anamnesis (riwayat alergi, obat yang diminum sebelumnya, penyakit sebelumnya
dan lingkungan yang berhubungan dengan kegawatan) dan pemeriksaan fisik lengkap. · Tujuan :
Untuk mendeteksi penyakit atau trauma yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut.
· Tambahan terhadap secondary survey: 1. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa
keadaan penderita dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil 2. Selalu siapkan perlengkapan
resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain 3.
Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan : · CT scan kepala, abdomen · USG abdomen, ·
Foto ekstremitas · Foto vertebra tambahan · Urografi dengan kontras · Pemantauan dan re-
evaluasi berkesinambungan 1. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan
melaporkan setiap perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi. 2. Monitoring
tanda-tanda vital dan jumlah urin. 3. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan. D. Terapi
Cairan · Pengertian : Tindakan yang dilakukan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok dan
menggantikan volume cairan yang hilang akibat perdarahan atau dehidrasi. · Tujuan : Ketika terjadi
gangguan homeostasis, harus segera diberikan terapi untuk mengembalikan keseimbangan air dan
elektrolit. · Penilaian klinis kebutuhan cairan :13 · Nadi ada dan penuh berarti volume sirkulasi
adekuat · Ekstremitas (telapak tangan/kaki) kemerahan/pink dan Capillary Refill Time kembali
cepat < 2 detik berati sirkulasi adekuat · Edema perifer dan ronki paru mungkin terjadi
hipervolumia · Takikardi saat istirahat, tekanan darah menurun bisa jadi sirkulasi abnormal ·
Turgor kulit menurun, mukosa mulut kering dan kulit tampak keriput : defisit cairan berat ·
Produksi urin yang rendah bisa jadi karena hipovolumia · Jalur masuk Cairan : · Enteral : oral atau
lewat pipa nasogastric · Parenteral : lewat jalur pembuluh darah vena · Intraoseous : pada pasien
balita · Jenis-jenis cairan :14 · Enteral : oralit (oral rehidration solution), larutan gula garam, dll. ·
Parenteral : kristaloid, koloid dan transfusi · Cairan parenteral14 Kristaloid : · Kelompok cairan non
ionik yang kebanyakan bersifat iso-osmolar · Tidak mengandung partikel onkotik sehingga tidak
menetap di intravascular · Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama
kehilangan cairan interstisial. · Harganya murah, tidak menyebabkan reaksi anafilaksis ·
Pemberian berlebih akan menyebabkan edema paru dan edema perifer. · Untuk resusitasi
digunakan Ringer Laktat (RL), Ringer Asetat (RA) dan NaCl 0,9% Koloid : · Cairan yang mengandung
partikel onkotik yang dapat menyebabkan tekanan onkotik · Sebagian besar menetap di
intravaskuler · Koloid yang bersifat plasma ekspander akan menarik cairan ekstravaskuler ke
intravaskuler · Dapat menyebabkan reaksi anafilaksis · Harganya mahal · Pemberian berlebih
dapat menyebabkan edema paru tetapi tidak akan menyebabkan edema perifer. · Untuk resusitasi
digunakan Dekstran, HES, gelatin · Pemberian Cairan · Dehidrasi ringan atau sedang15 · sejumlah
cairan dibagi dalam waktu 24 jam pertama sambil diawasi perubahan gejala klinis yang terjadi,
perubahan Ht, plasma elektrolit dan perubahan tekanan vena sentral · Dehidrasi berat15 (Tahap I:
rehidrasi cepat diberikan cairan 20-40 ml/KgBB dalam 1 – 2 jam. (TahapII : setengah sisa defisit
tahap I diberikan dalam waktu 6 jam. (Tahap III : sisa defisit diberikan selama 16 – 17 jam ·
Monitoring dalam Pemberian Cairan Menjaga supaya pemberian cairan tidak mengalami kelebihan
atau kekurangan,meliputi:15 a. Perubahan gejala klinis yang mencerminkan fungsi susunan saraf
pusat,misalnya : penurunan kesadaran. b. Perubahan sistem kardiovaskuler, meliputi : Nadi, tekanan
darah, hilangnya kolaps vena perifer. c. Perubahan turgor. d. Perubahan produksi urine. e.
Perubahan-perubahan haematokrit, elektrolit dan lain sebagainya E. Transfusi darah :15 ·
Penyediaannya membutuhkan golongan darah donor dan resipien serta cross check darah · Agar
aman diperlukan pemeriksaan darah yang lengkap seperti malaria, hepatitis, HIV dan lain-lain ·
Dapat menyebabkan reaksi tranfusi · Untuk resusitasi biasanya dalam bentuk Whole Blood
Concentrate (WBC). · Merupakan pilihan terakhir oleh karena bersifat RED ( Rare Expensive
Dangers). Rare = penyediaannya terbatas, Expensive = harganya mahal, Dangers = berbahaya karena
bisa menyebabkan reaksi transfusi dan penyebaran penyakit. Dalam penatalaksanaan transfusi
darah, kita harus melihat gejala klinis dan tingkat perdarahan. · Minimal : 10-15% EBV (Estimated
Blood Volume). · Shock ringan, akral mulai dingin, kehilangan darah : 15-25% EBV. · Shock sedang
(Tensi 120 kali per menit), kehilangandarah : 25-35% EBV. · Shock berat, perfusi sangat buruk, tensi
tidak terukur, nadi tidak teraba, gangguan kesadaran, kehilangan darah : > 35% EBV. Cara Pemberian
: · Perdarahan sampai dengan 10% EBV, tubuh masih dapat mentolerir dengan baik. · Perdarahan
10-15% EBV : diganti dengan cairan kristaloid sebanyak 2,5-3 kali perkiraan jumlah darah yang
hilang. · Perdarahan 15-25% EBV : diganti dengan cairan koloid sejumlah darah yang hilang. ·
Perdarahan >25% EBV : diganti darah sejumlah darah yang hilang. Kehilangan darah 30-50% EBV
masih dapat diatasi sementara dengan cairan sampai transfusi darah tersedia. Pergantian cairan
sesuai perkiraan jumlah darah yang hilang (Estimate Blood Loss) : I. Kristaloid (Ra, NaCl 0,9 %, RA) : 2
– 4 kali EBL II. Koloid · Gelatin : 2 kali EBL · Dekstran, HES : 1 kali EBL V. KESIMPULAN IGD adalah
salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan daruratkepada masyarakat
yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar. Standar
operasional prosedur dan alur pelayanan : Pelayanan triase, Ruang resusitasi, Ruang observasi,
Pelayanan rekam medik 24 jam, Standar fasilitas medic, Standar tenaga kerja yang kompeten. Dalam
melakukan penatalaksanaan penderita gawat darurat, kita menggunakan prinsip “Time saving is
life saving― yang berarti diperlukan penanganan secara cepat dan tepat untuk menyelamatkan
jiwa pasien serta mencegah kecacatan. Penderita gawat darurat harus dievaluasi dengan cepat dan
tepat agar dapat dilakukan prioritas terapi. Baik primary survey maupun secondary survey harus
dilakukan secara terusmenerus sehingga bisa memantau perubahan kondisi pasien agar dapat
memberikan terapi yang sesuai. Ketika penderita datang ke IGD, penderita akan memasuki area
triase di mana dokter akan dengan cepat dan tepat menilai kondisinya sehingga dapat menentukan
tindakan yang harus diambil. DAFTAR PUSTAKA 1. Instalasi Gawat Darurat. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28926/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh pada tanggal
29 Desember 2012. 2. Herkutanto. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat, Majalah
Kedokteran Indonesia, Volume: 57, Nomor: 2, 2007. 3. Instalasi Gawat Darurat. Available from :
http://www.medistra.com/index.php? option=com_content&view=article&id=54. Diunduh pada
tanggal 29 Desember 2012. 4. Wijono,DJ. Manajemen Mutu Pelayanan Rumah Sakit. Surabaya:
Airlangga University Press, 1994. 5. Alur Pelayanan Pasien. Available from:
http://www.scribd.com/doc/79491521/Aplikasi-IGD. Diunduh pada tanggal 29 Desember 2012. 6.
Husain, F.W., dkk. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta. 1992. 7. Burstein,
Jonathan L., dkk. Disaster medicine. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. 20-7 8. The Glasgow Coma Scale: Clinical Application in Emergency Departments.
Emergency Nurse. 2006. 30-5. 9. 9. TRIASE. Available from:
http://innecomcreative.blogspot.com/2011/03/pelaksanaan-triagemetode- start-pada.html.
Diunduh pada tanggal 29 Desember 2012. 10. 10. Green, S. M. Cheerio, Laddie! Bidding Farewell to
the Glasgow Coma Scale. Annals of emergency medicine, Elsevier Inc. 2011. 427-30. 11. 11.Bouillon,
Kanz KG, dkk,. The Importance of Advanced Trauma Life Support (ATLS) in the emergency room (in
German). Unfallchirurg. 2004. 844–50. 12. 12.Amal Mattu, Deepi Goyal, dkk,. Emergency
medicine: avoiding the pitfalls and improving the outcomes. Malden, Mass: Blackwell Pub./BMJ
Books. 2007. 55-6 13. Guyton AC. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharma A, Lukmanto
P, CV EGC. Penerbit Buku Kedokteran Jakarta, 1981 14. Mangku G., Senapathi TGA., Buku Ajar Ilmu
Anestesia dan Reaminasi. Jakarta:PT. Macanan Jaya Cemerlang. 2010. 15. 15. Ery Leksana. Terapi
Cairan dan Elektrolit. Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2004.

Anda mungkin juga menyukai