Anda di halaman 1dari 9

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

DALAM KASUS NIKAH DI BAWAH TANGAN


DI DESA BANDAR AGUNG
KECAMATAN LALAN

DISUSUN OLEH :
PUJI LESTARI (020820293)
EMAIL : pujiharyanto400@gmail.com

PROGRAM STUDI S-1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS


ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

POKJAR LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN


UNIT PENDIDIKAN BELAJAR JARAK JAUH PALEMBANG
UNIVERSITAS TERBUKA
2018.1
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974
DALAM KASUS NIKAH DI BAWAH TANGAN
DI DESA BANDAR AGUNG
KECAMATAN LALAN

DISUSUN OLEH :
NAMA : PUJI LESTARI
NIM : 020820293
EMAIL : pujiharyanto400@gmail.com
JURUSAN : PROGRAM STUDI S-1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

POKJAR LALAN KABUPATEN MUSI BANYUASIN


UNIT PENDIDIKAN BELAJAR JARAK JAUH PALEMBANG
UNIVERSITAS TERBUKA
2018.1
ABSTRAK

Di dalam pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 dikatakan bahwa “Perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi menurut Perundangan Perkawinan itu ialah “Ikatan
antara seorang pria dengan seorang wanita”. Nikah siri yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia ialah pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun
dan syarat yang ditetapkan agama. Tetapi tidak dilakukan di hadapan pegawai
pencacat nikah sebagai aparat resmi pemerintah yang tidak dicatatkan di Kantor
Urusan Agama (KUA).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Faktor pendorong terjadinya
perkawinan bawah tangan pada masyarakat di kecamatan Lalan, (2) Akibat
perkawinan bawah tangan yang dilakukan oleh masyarakat, (3) Upaya pemerintah
dalam meminimalisir perkawinan bawah tangan yang terjadi di masyarakat .

Kata Kunci : Pernikahan bawah tangan merupakan kasus sosial yang dilegalkan
masyarakat.
A. Latar Belakang
Pernikahan dalam Islam merupakan kontra sosial yang ditandai adanya
kesepakatan ijab, qobul, seperti halnya suatu pernikahan akan bernilai ibadah
apabila dalam pelaksanaannya sungguh-sungguh diniatkan untuk mendapatkan
Ridho Allah. Nikah siri (di bawah tangan) yang secara bahasa berarti sembunyi atau
rahasia. Pernikahan ini tidak diakui oleh hukum perdata nasional karena tidak ada
pencatat atau bukti tertulis yang berimplikasi pada konsekuensi administrasi dan
legal standing dari perkawinan.
Di dalam pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa “Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami, istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang kekal berdasakan ketuhanan Yang Maha Esa.
Untuk terlaksananya dan sahnya perkawinan maka Pasal 2 ayat (1) UU No. 1
Tahun 1974 menyebutkan “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Dan sebagai perbuatan
hukum diperlukan adanya kepastian hukum pasal 2 ayat (2) menyebutkan “Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut Undang-Undang tersebut di atas, pernikahan siri tidak memiliki kekuatan
hukum yang memberikan perlindungan hukum bagi keudanya, hak suami maupun
istri. Sehingga status hukum dan akibat hukumnya aterdapat pelaku perkawinan siri
tersebut tidak jelas.
Syarat-syarat perkawinan terdapat pada pasal 6 Undang-Undang nomor 1
tahun 1974, yaitu :
(1) Perkawinan harus didasarkan pada persetujuan kedua calon mempelai.
(2) Untuk melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur
21 tahun harus mendapat izin orang tua.
(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal maka izin
dimaksudkan ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup
untuk menyampaikan kehendaknya dan masih banyak yang lainnya.
Adapun yang termasuk rukun perkawinan ialah (a) pihak-pihak yang
melaksanakan adat nikah yaitu mempelai pria dan wanita, (b) wali, (c) saksi, (d)
akad nikah.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematik dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu.
Metode dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan yuridis normatif,
pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan norma yang
ada.

C. Pembahasan
1) Faktor-faktor yang mendorong perkawinan bawah tangan.
Berbagai faktor yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan bawah tangan di
tengah-tengah masyarakat. Karena disebabkan beberapa faktor :
a) Faktor biaya nikah tinggi
Ada keluhan dari masyarakat bahwa biaya pencatatan perkawinan di KUA
tidak transparan. Beberapa biaya sesungguhnya secara normatif, karena
dalam praktek masyarakat yang melakukan perkawinan dikenal biaya yang
beragam, adanya kebiasaan yang terjadi di masyarakat, bahwa seorang
mempelai laki-laki ada kewajiban membayar mahar. Juga harus
menanggung biaya serta perkawinan. Alasan ini pula yang menjadi
penyebab laki-laki yang belum mapan lebih memilih menikah dengan cara
diam-diam. Yang penting halal, ada saksi tanpa harus melakukan pesta.
Alasan tersebut sebelum diterbitkan PMA Nomor 46 tentang pengelolaan
PNBP atas biaya NR.
b) Faktor belum cukup umur
Perkawinan bawah tangan dilakukan karena adanya salah satu calon
mempelai belum cukup umur yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahu bagi
wanita (Pasal 17 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974). Kasus ini terjadi karena
faktor ekonomi juga dimana orang tua merasa kalau anak perempuannya
menikah maka beban keluarga secara tidak langsung berkurang.
c) Faktor ikatan dinas / kerja atau sekolah
Adanya ikatan dinas / kerja atau peraturan sekolah yang tidak
memperbolehkan menikah selama waktu yang ditentukan sesuai dengan
perjanjian yang sudah disepakati dan karena masih sekolah, maka tidak
boleh menikah sebelum lulus sekolah dan akan mendapat sangsi
dikeluarkan dari tempat kerja atau sekolah.
d) Faktor hamil di luar nikah karena efek pergaulan bebas
Akibat dari pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang tak lagi
mengindahkan norma dan kaidah-kaidah agama, sehingga terjadi hamil di
luar nikah. Hamil di luar nikah merupakan aib keluarga yang akan
mengundang cemoohan dari masyarakat sekitar. Dari sanalah orang tua
menikahkan anaknya secara sembunyi dengan laki-laki yang menghamili-
nya, dengan alasan demi nama baik keluarga.
e) Faktor pemahaman terhadap sah tidaknya suatu perkawinan
Diantara masyarakat ada yang memahami bahwa pencatatan perkawinan
tidak memiliki hubungan dengan sah tidaknya sebuah perkawinan dan hal
itu juga yang dipraktekkan oleh sebagian masyarakat dengan melaksanakan
praktek perkawinan bawah tangan tanpa melibatkan PPN.
2) Akibat perkawinan bawah tangan yang dilaksanakan oleh masyarakat.
Dengan pemahaman masyarakat yang sangat minim tentang pentingnya
pencatatan perkawinan, akibatnya mempengaruhi masyarakat hingga tetap
melaksanakan perkawinan bawah tangan. Padahal telah dijelaskan dalam pasal
2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974. Ada dampak positif beserta negatif adanya
perkawinan bawah tangan.
Dampak positif :
a) Meminimalisir adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS /
HIV maupun penyakit kelamin yang lain.
b) Mengarungi beban atau tanggung jawab seorang wanita yang menjadi
tulang punggung keluarga.
Dampak negatif terhadap perempuan (istri) :
a) Tidak diakui sebagai istri karena perkawinan dianggap tidak sah.
b) Terabaikan hak dan kewajibannya.
c) Tidak berhak atas nafkah, warisan dan pembagian harga bersama.
d) Tidak memberikan kepastian hukum.
e) Menyulitkan untuk mengidentifikasikan status, sudah menikah atau belum.
f) Adanya keresahan melaksanakan perkawinan bawah tangan dikarenakan
tidak memiliki akta nikah.
g) Sanksi sosial dari masyarakat terhadap pelaku perkawinan bawah tangan.
h) Sulit bersosialisasi.
i) Menyulitkan masyarakat untuk memberikan kesaksian, jika kelak ada
persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai.
j) Adanya anggapan poligami terhadap pelaku perkawinan bawah tangan.
Dampak negatif perkawinan di bawah tangan bukan hanya diderita oleh
perempuan (istri) tetapi juga anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut.
Dampak negatif bagi anak :
a) Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.
b) Anak tidak berhak atas nafkah, warisan dan hak-hak lainnya.
c) Tidak diterima mendaftar sekolah.
d) Anak hasil perkawinan bawah tangan menjadi korban eksploitasi.
Maka dengan demikian, jika dilihat dari dampak-dampak yang ada
semakin terlihat bahwasanya nikah siri lebih banyak membawa dampak negatif
dibandingkan dampak positif.
3) Upaya pemerintah dalam meminimalisir perkawinan bawah tangan yang terjadi
di masyarakat
Sejauh ini yang saya pemerintah yang ada di kecamatan Lalan belum
melakukan upaya-upaya untuk masalah perkawinan bawah tangan. Sangsi atau
denda bagi yang melakukan perkawinan bawah tangan. Tetapi pemerintah dapat
meminimalisir perkawinan bawah tangan semakin efisien dan maksimal jika
anggota masyarakat turut serta berperan aktif dalam menekan kecilnya angka
perkawinan bawah tangan di Kecamatan Lalan. Sehingga ke depannya tidak ada
lagi masyarakat yang melakukan perkawinan bawah tangan. Pemerintah bisa
memberikan penyuluhan tentang pentingnya pencatatan perkawinan melalui
sambutan-sambutan di acara keagamaan. Memberikan kemudahan kepada
masyarakat dan melakukan sosialisasi mengenai prosedur pencatatan
perkawinan dan menjelaskan tentang undang-undang.
D. Penutup
a) Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan bawah tangan yang terjadi
pada masyarakat di kecamatan Lalan adalah : (1) menghindari syarat dan
prosedur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, (2) kurangnya pemahaman
kesadaran hukum masyarakat, (3) dorongan orang tua, (4) menghindari hal-
hal yang dilarang agama.
2. Akibat dari perkawinan bawah tangan yang dilakukan oleh masyarakat
terhadap istri dan anak yaitu : (a) tidak diakui sebagai istri yang sah, (b)
tidak berhak atas nafkah, (c) terabaikan hak dan kewajibannya, (d) rentan
terjadi KDRT, (e) istri sulit bersosialisasi, (f) sulit mendapatkan akte
kelahiran anak.
3. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam meminimalisir perkawinan
bawah tangan : (a) memberikan penyuluhan tentang pentingnya pencatatan
perkawinan, (b) memberikan kemudahan kepada masyarakat, (c)
melakukan sosialisasi mengenai prosedur pencatatan perkawinan dan
menjelaskan tentang Undang-Undang.
b) Saran
1. Diharapkan kepada pemerintah untuk mengintensifkan sosialisasi-
sosialisasi tentang pentingnya pencatatan perkawinan sampai ke desa
terpencil agar semua masyarakat benar-benar sadar tentang pencatatan
perkawinan.
2. Diharapkan adanya kesadaran hukum yang tumbuh pada setiap individu
sehingga tidak ada lagi yang melakukan perkawinan di bawah tangan.
3. Diharapkan adanya pemberian sanksi yang tegas terhadap perkawinan yang
tidak dilakukan berdasarkan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 agar masyarakat merasa segan untuk melanggarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai