Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagai visi Kesehatan, maka Indonesia telah menetapkan
pembaharuan kebijakan dalam pembangunan kesehatan, yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya
adalah menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia, kesehatan sebagai investasi
bangsa dan kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional. Untuk mendukung keberhasilan
pembaharuan kebijakan pembangunan tersebut telah disusun Sistem Kesehatan Nasional yang baru yang
mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan masa kini maupun untuk
masa mendatang. Penyelenggaraan sistem kesehatan dituangkan dalam berbagai program kesehatan
melalui siklus perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta pertanggungjawaban
secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan Sistem Kesehatan ini, maka
daerah pun perlu menetapkan sistem kesehatannya sebagai sub sistem dari sitem pemerintahan daerah,
yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan aspirasi, potensi, serta kebutuhan setempat dengan
memperhatikan prioritas pembangunan kesehatan masing-masing.

Dalam rangka pengendalian sistem kesehatan yang bertujuan untuk memantau dan menilai keberhasilan
penyelenggaraan secara berjenjang dan berkelanjutan, digunakan tolak ukur atau indikator
pembangunan kesehatan baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Sehubungan dengan hal ini maka
perlu dikembangkan sistem informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang
mampu menghasilkan data/informasi yang akurat, tepat waktu dan lengkap, sehingga mampu menjadi
bagian utama dari pengambilan keputusan.

Meskipun kebutuhan pada data/informasi yang akurat makin meningkat, namun ternyata sistem
informasi yang ada saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu.
Berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan, diantaranya
adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama pennyelenggara
sistem informasi kesehatan tentang Sistem Informasi Kesehatan. Penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien. “Redundant” data, duplikasi kegiatan, tidak
efisiennya penggunaan sumber daya masih terjadi. Hal ini karena adanya “overlapping” kegiatan dalam
pengumpulan, pengolahan data, disetiap unit kerja baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Kegiatan pengelolaan data/informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik.

Dengan telah ditetapkannya UU nomor 22 tentang Otonomi Daerah, dimana daerah harus
mengembangkan dan melakukan sendiri upaya kesehatan, maka Sistem Informasi Kesehatan di
Kabupaten/Kota akan lebih penting peranannya. Sistem ini harus mampu menghasilkan data atau
informasi yang memadai untuk menunjang perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta untuk evaluasi
berbagai kegiatan kesehatan tingkat kabupaten/kota.

Apabila dahulu ketika masa sentralisasi masing-masing unit-kerja di pusat mengembangkan sistem
informasi masing-masing, maka pada masa mendatang berbagai sistem tersebut harus di integrasikan
dalam satu sistem sehingga duplikasi data/informasi ataupun duplikasi kegiatan pengumpulan,
pengolahan data baik di Puskesmas, di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tidak terjadi lagi. Dimasa depan,
kabupaten/kota seyogyanya memiliki Bankdata yang dapat diakses oleh para pengelola program
kesehatan propinsi ataupun pengelola program di tingkat pusat.
Dengan demikian, maka pengembangan sistim informasi kesehatan nasional (SIKNAS) diharapkan
merupakan pengembangan sistem informasi kesehatan yang menyeluruh dan terintegrasi di setiap
tingkat administrasi kesehatan, yang akan menghasilkan data/informasi yang akurat yang dapat
menunjang Indonesia Sehat. Pengembangan sistem informasi kesehatan tersebut harus sejalan dengan
kebijakan desentralisasi sebagaimana diatur dalam UU nomor 22 tahun 1999, yang antara lain
kewenangannya dalam sistem informasi kesehatan adalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
• Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan penyelenggaraan sistem informasi kesehatan kabupaten/kota
• Pemerintah Propinsi melakukan bimbingan dan pengendalian, dan penyelenggaraan sistem informasi
kesehatan propinsi
• Pemerintah Pusat membuat kebijakan nasional, bimbingan pengendalian, dan penyelenggraan sistem
informasi kesehatan nasional.

B. Tujuan
1) Untuk memperdalam pemahaman tentang SIKNAS dan SIKDA
2) Untuk memenuhi tugas makalah Mata Kuliah Sistem informasi Kesehatan

BAB II
ANALISA SITUASI

Untuk mewujudkan Sistem Informasi Kesehatan yang diharapkan, sampai saat ini masih dijumpai
sejumlah permasalahan yang bersifat klasik antara lain:
1. Sistem Informasi Kesehatan masih terfragmentasi.
Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa Departemen Kesehatan saat ini mempunyai berbagai Sistem
Informasi Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu dengan lain tidak terintegrasi.
2. Sebagian besar daerah belum memiliki kemampuan memadai.
Walaupun Otonomi Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001, tetapi fakta menunjukan bahwa
sebagian besar Daerah Kab/Kota belum memiliki kemampuan yang memadai khususnya dalam
pengembangan Sistem Informasi Kesehatannya.
3. Pemanfaatan data dan informasi oleh manajemen belum optimal
Sistem Infromasi dengan manajemen adalah ibarat sistem saraf dengan jaringan tubuh. Sistem saraf
yang baik tidak ada gunanya bila jaringan tubuhnya tidak baik. Selama ini manajemen kesehatan yang
dipraktekan khususnya di tingkat operasional tidaklah berjalan dengan baik. Contohnya Puskesmas
mengalami kelebihan beban karena adanya keharusan melaksanakan sedemikian banyak program.
Akibatnya data dan informasi yang dihasilkan tidak akurat dan “up to date”, karena yang dilakukan
adalah sekedar memenuhi tuntutan dari atas.
4. Pemanfaatan data dan informasi kesehatan oleh masyarakat kurang berkembang.
Akibat pengadaan data dan informasi bidang kesehatan yang tidak akurat dan “up to date”, maka
respons masyarakat terhadap data dan informasi yang disediakan oleh Departemen Kesehatan sangatlah
kurang.
5. Pemanfaatan teknologi telematika belum optimal
Hal ini lebih disebabkan karena investasi untuk teknologi telematika yang begitu besar belum dapat
dijamin akan menghasilkan manfaat yang sepadan karena faktor SDM yang belum memadai tadi.
6. Dana untuk pengembangan Sistem Informasi Kesehatan terbatas
Sadar atau tidak sadar maka Sistem Informasi Kesehatan selain Investasinya memerlukan biaya besar,
pemeliharaannya juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam pengalokasian dana saat ini maka
biaya pemeliharaan sistem ini sangatlah kecil karena bukan merupakan prioritas.
7. Kurangnya tenaga purna waktu untuk Sistem Informasi Kesehatan
Di beberapa tempat memang ada tenaga purna waktu yang menjalankan sistem informasi ini, namun
mereka umumnya tidak dapat sepenuhnya bekerja sebagai pengelola karena imbalan yang kurang
memadai, ditambah lagi dengan kurangnya keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang informasi.

BAB III
VISI MISI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SIK NASIONAL

A. VISI
Visi Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah INFORMASI KESEHATAN ANDAL 2010
(Reliable Health Information 2010).

B. MISI
Untuk dapat mewujudkan Visi tersebut, maka Misi dari pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Nasional adalah:
1) Mengembangkan pengelolaan data yang meliputi pengumpulan, penyimpanan, pengolahan, dan
analisis data.
2) Mengembangkan pengemasan data dan informasi dalam bentuk BANKDATA, Profil Kesehatan, dan
kemasan-kemasan informasi khusus.
3) Mengembangkan jaringan kerjasama pengelolaan data dan informasi kesehatan.
4) Mengembangkan pendayagunaan data dan informasi kesehatan.

C. KEBIJAKAN
Penyelenggaraan Misi dalam rangka mencapai Visi tersebut di atas perlu memperhatikan rambu-rambu
dalam koridor Kebijakan sebagai berikut:

1. SIKNAS dikembangkan dalam kerangka desentralisasi untuk mewujudkan Otonomi Daerah di bidang
kesehatan guna mencapai Indonesia Sehat. Oleh karena itu, pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota diarahkan untuk menciptakan kemampuan menyediakan
data dan informasi yang diperlukan dalam mencapai Indonesia Sehat, Provinsi Sehat, dan
Kabupaten/Kota Sehat.

2. SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari Sistem
Kesehatan. Oleh karena itu, Sistem Informasi Kesehatan di tingkat Pusat merupakan bagian dari Sistem
Kesehatan Nasional, di tingkat Provinsi merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Provinsi, dan di tingkat
Kabupaten/Kota merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Kabupaten/ Kota.

3. SIKNAS dibangun dari himpunan atau jaringan Sistem-sistem Informasi Kesehatan Provinsi dan Sistem
Informasi Kesehatan Provinsi dibangun dari himpunan atau jaringan Sistem-sistem Informasi Kesehatan
Kabupaten/Kota. Di setiap tingkat, Sistem Informasi Kesehatan juga merupakan jaringan yang memiliki
Pusat Jaringan dan Anggota-anggota Jaringan.

4. Pusat Jaringan dari Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sedangkan Anggota-anggota Jaringannya adalah: (1) Puskesmas-puskesmas, (2)
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten/Kota, (3) Institusi-institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan,
(4) Gudang Perbekalan Farmasi, (5) Unit-unit Lintas Sektor terkait (BKKBN Kabupaten/Kota, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten/Kota, Kantor Departemen Agama Kabupaten/ Kota, Dinas Sosial,
dan lain-lain), (6) Rumah Sakit Swasta, (7) Sarana Kesehatan Swasta lain, (7) Organisasi Profesi
Kesehatan, (8) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (9) Lain-lain.

5. Dinas Kesehatan Provinsi merupakan Pusat Jaringan untuk Sistem Informasi Kesehatan Provinsi.
Adapun Anggota Jaringannya adalah: (1) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, (2) Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Provinsi, (3) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) yang ada di Daerah tersebut, (4) Rumah
Sakit Pemerintah lain yang ada di Daerah tersebut, (5) Institusiinstitusi Pendidikan Tenaga Kesehatan,
(6) Balai Pelatihan Kesehatan, (7) Balai Laboratorium Kesehatan, (8) Balai Pengawasan Obat dan
Makanan, (9) Balai-balai lain bidang kesehatan yang ada di Provinsi, (10) Unit-unit Lintas Sektor terkait
(BKKBN Provinsi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi, Kantor Departemen Agama Provinsi, Dinas
Pertanian Provinsi, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Provinsi, Dinas Sosial Provinsi, dan lain-lain),
(11) Rumah Sakit Swasta, (12) Sarana Kesehatan Swasta lain, (13) Organisasi Profesi Kesehatan, (14)
Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (15) Lain-lain.

6. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan merupakan Pusat Jaringan SIKNAS. Sedangkan
anggota-anggota jaringannya adalah: (1) Dinas Kesehatan Provinsi, (2) Rumah Sakit Umum Pusat, (3)
Rumah Sakit Khusus Pusat, (4) Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan milik Pusat, (5) Balai Pelatihan
Kesehatan Nasional, (6) Balai-balai lain bidang kesehatan milik Pusat, (7) Departemen/Lembaga Lintas
Sektor terkait (BKKBN Pusat, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pertanian, Departemen
Agama, dan lain-lain), (8) Organisasi Profesi Kesehatan, (9) Lembaga Swadaya Masyarakat, dan (10)
Lain-lain.

7. SIKNAS yang efektif harus dapat menyediakan data dan informasi yang mendukung proses
pengambilan keputusan baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota, serta unit-unit
kesehatan. Dengan demikian Sistem Informasi Kesehatan di setiap tingkat/unit harus sesuai dengan
struktur manajemen kesehatan yang berlaku di tingkat/unit tersebut.

8. Pencapaian Indonesia Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat dilakukan dengan pendekatan
multi-sektor dan peningkatan peran masyarakat (termasuk swasta) melalui Forum-forum Kerjasama. Oleh
karena itu, pengembangan Sistem Informasi Kesehatan di setiap tingkat harus dilandaskan kepada
kebutuhan informasi yang mendukung upaya penting Forum-forum Kerjasama dalam rangka mencapai
Indonesia Sehat/Provinsi Sehat/Kabupaten Sehat/Kota Sehat (critical success factors).

9. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan dan dibina aliran data rutin dari Kabupaten/Kota ke
Provinsi dan dari Provinsi ke Pusat. Tidak semua data yang ada di Kabupaten/Kota mengalir ke Provinsi
dan tidak semua data yang ada di Provinsi mengalir ke Pusat. Dengan demikian maka aliran data ini akan
membentuk pola kerucut (makin ke atas makin sedikit). Untuk itu perlu ditetapkan himpunan data
minimal (minimal data set) yang harus mengalir dari Kabupaten/Kota ke Provinsi dan seterusnya sampai
ke Pusat, dan sistem/mekanisme pencatatan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan informasi
yang sesuai.

10. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan pengamatan (surveilans) terhadap penyakit-penyakit dan
gangguan-gangguan kesehatan serta keadaan-keadaan tertentu, seperti misalnya status gizi, kondisi
lingkungan, dan persediaan obat. Pengamatan ini dapat dilakukan melalui daerah-daerah tertentu yang
ditetapkan sebagai daerah sentinel. Pengembangan ini harus dilakukan dengan koordinasi Pusat
Jaringan.

11. Dalam rangka SIKNAS, bilamana perlu dapat dikembangkan pencatatan dan pelaporan program-
program kesehatan khusus seperti pemberantasan malaria, pemberantasan tuberkulosis, pengembangan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain. Pengembangan ini harus dilakukan dengan
koordinasi Pusat Jaringan.

12. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi
kesehatan yang meliputi keuangan, tenaga,peralatan/perbekalan, dan sarana. Pengembangan ini harus
dilakukan dengan koordinasi Pusat Jaringan.

13. Dalam rangka SIKNAS perlu dilaksanakan berbagai cara lain untuk pengumpulan data, yaitu melalui
sensus, survei, dan lain-lain, untuk melengkapi data yang terkumpul secara rutin. Sensus, survei, dan
lain-lain tersebut terutama diselenggarakan di tingkat Pusat, tanpa menutup kemungkinan
penyelenggaraannya di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pelaksanaannya dilakukan dengan
koordinasi Pusat Jaringan.

14. Dalam rangka SIKNAS perlu dikembangkan kerjasama lintas sektor untuk mengupayakan
terselenggaranya Registrasi Vital di seluruh wilayah Indonesia, yang sangat dibutuhkan bagi Statistik Vital
Kesehatan. Pengembangan kerjasama ini menjadi kewajiban dari Pusat Jaringan SIKNAS.

15. Sistem Informasi Kesehatan yang dikembangkan di setiap tingkat/unit harus dapat menyimpan data
yang diperlukan oleh tingkat/unit yang bersangkutan dalam bentuk BANKDATA Kesehatan. Data yang
tersimpan tersebut harus diolah secara berkala, paling sedikit setahun sekali, ke dalam bentuk Profil
Kesehatan, dan secara sewaktu-waktu sesuai kebutuhan, ke dalam bentuk kemasan-kemasan informasi
khusus. Pada saatnya, BANKDATA Kesehatan dan dlain-lain juga harus dapat diakses oleh mereka yang
membutuhkan melalui interaksi komputer secara online. Akses ini harus tetap memperhatikan prinsip
kerahasiaan yangg berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.

16. Profil Kesehatan diarahkan sebagai sarana untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian Indonesia
Sehat, Provinsi Sehat, dan Kabupaten/Kota Sehat. Dalam rangka desentralisasi kesehatan, Profil
Kesehatan diarahkan sebagai sarana perbandingan (benchmarking) antara satu daerah dengan daerah
lain. Selain itu, bersama dengan BANKDATA Kesehatan, Profil Kesehatan juga diarahkan sebagai sarana
penyedia data dan informasi untuk perencanaan, pengambilan keputusan, dan manajemen kesehatan.
Semua data dan informasi, terutama dalam bentuk kemasan-kemasan khusus juga diperuntukkan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan masyarakat umum.

17. SIKNAS adalah sistem informasi yang berhubungan dengan sistem-sistem informasi lain baik secara
nasional maupun internasional dalam rangka kerjasama yang saling menguntungkan. Kerjasama diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengabaikan kepentingan bangsa yang lebih luas dan rahasia-rahasia
negara.

18. Pengembangan SIKNAS dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan dengan
mendayagunakan kemajuan-kemajuan di bidang teknologi informatika.

19. Pengembangan SIKNAS dilakukan dengan mengembangkan sumber daya dan infrastruktur
informatika, dengan mengutamakan pengembangan sumber daya manusia (SDM).

20. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan secara terpadu dengan
pengembangan SDM kesehatan pada umumnya serta diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme dan
kesejahteraan.
BAB IV
STRATEGI PENGEMBANGAN SIK NASIONAL DAN DAERAH

Strategi Pengembangan SIKNAS adalah sebagai berikut:


1. Integrasi sub sistem informasi kesehatan yang ada.
2. Penyelenggaraan pengumpulan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan informasi terintegrasi.
3. Fasilitasi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA).
4. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen.
5. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
6. Pengembangan teknologi dan sumber daya informasi.

Strategi Secara terperinci adalah sebagai berikut :

1. Integrasi Sub Sistem Informasi Kesehatan

Di jajaran kesehatan terdapat berbagai macam sub sistem informasi yang selama ini belum terintegrasi
dengan baik dalam suatu SIKNAS. Oleh karena itu, maka strategi pertama yang perlu dilakukan dalam
rangka pengembangan SIKNAS adalah pengintegrasian sistem-sistem informasi tersebut. Pengertian
integrasi hendaknya dicermati oleh sebab di dalamnya tidak terkandung maksud mematikan/menyatukan
semua sistem informasi yang ada. Yang disatukan hanyalah sistem-sistem informasi yang lebih efisien
bila digabung. Terhadap sistem-sistem informasi lainnya, pengintegrasian lebih berupa pengembangan
(1) pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas-otoritas serta (2) mekanisme saling-hubung. Dengan
integrasi ini diharapkan semua sistem informasi yang ada akan bekerja secara terpadu dan sinergis
membentuk suatu SIKNAS. Pembagian tugas dan tanggung jawab akan memungkinkan data yang
dikumpulkan memiliki kualitas dan validitas yang baik. Otoritas akan menyebabkan tidak adanya duplikasi
dalam pengumpulan data, sehingga tidak akan terdapat informasi yang berbeda-beda mengenai suatu
hal.

2. Pengumpulan dan Pemanfatan data dan informasi terintegrasi

Pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas diikuti dengan kerjasama dalam pengumpulan datanya.
Hal ini diawali dengan penetapan secara terkoordinasi indikator-indikator yang diperlukan dalam rangka
memantau pencapaian Indonesia Sehat. Dalam hal ini perlu diperhatikan indikator-indikator yang
tercantum dalam Program Pembangunan Nasional atau Propenas (UU No. 25 tahun 2000), Rencana
Pembangunan Tahunan Pusat dan Daerah, Pedoman Penetapan Standar Pelayanan Minimal, dan aspirasi
dari Daerah. Selain dari itu juga pertimbangan akan perlunya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan
data yang masing-masing memiliki kekhasan dan kepentingan yang sangat siginifikan, yaitu:

1) Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans kesehatan lingkungan, dan
pemantauan ketersediaan obat, dan lain-lain yang ada.
2) Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dari UPT Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi, serta dari UPT
Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi ke Departemen Kesehatan (kegiatan-kegiatan ini memerlukan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dan terkoordinasi). Pengumpulan data secara rutin
oleh Departemen Kesehatan dari UPT-UPT tertentu (bukan Puskesmas) dimungkinkan sepanjang
dilaksanakan secara terkoordinasi dan menggunakan cara-cara yang tidak memberatkan UPT yang
bersangkutan.

3) Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program
pemberantasan malaria, dan lain-lain.

4) Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi kesehatan yang sudah berjalan seperti
ketenagaan kesehatan (Sinakes, Sidiklat, SIPTK), keuangan (dalam rangka National Health Account), dan
lain-lain.

5) Survei dan penelitian untuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang meliputi
baik yang berskala nasional (seperti Survei Kesehatan Nasional) maupun yang berskala Provinsi dan
Kabupaten/Kota (SI IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan).

3. Fasilitasi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah.

Yang dimaksud dengan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) adalah mencakup sub sistem
informasi yang dikembangkan di unit pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS, Poliklinik, Praktek Swasta,
Apotek, Laboratorium), sistem informasi untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan sistem informasi
untuk Dinas Kesehatan Propinsi.

Sub Sistem Informasi di Puskesmas memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan:
a. mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung maupun luar gedung,
b. mengolah data,
c. membuat laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
d. memelihara BANKDATA,
e. mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien dan manajemen unit
Puskesmas, serta
f. memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan lainnya
(stakeholders) di wilayah kerjanya.

Sub Sistem Informasi di Rumah Sakit memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan:
a. memantau indikator kegiatan-kegiatan penting rumah sakit (penerimaan pasien, lama rawat,
pemakaian tempat tidur, mortalitas, waktu tunggu, dan lain-lain),
b. memantau kondisi finansial rumah sakit (cost recovery),
c. memantau pelaksanaan sistem rujukan,
d. mengolah data,
e. mengirim laporan berkala ke Dinas Kesehatan/Pemerintah Daerah setempat,
f. memelihara BANKDATA,
g. mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien dan manajemen unit rumah
sakit, serta
h. memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya.

Sistem informasi untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan:
a. mengolah data dari unit-unit pelayanan kesehatan dan sumber-sumber lain,
b. menyelenggarakan survei/penelitian bilamana diperlukan,
c. membuat Profil Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian
Kabupaten/Kota Sehat,
d. mengirim laporan berkala/Profil Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi setempat dan
Pemerintah Pusat,
e. BANKDATA,
f. mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen klien, manajemen unit, dan
manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota, serta
g. memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya.

Sistem informasi untuk di dinas Kesehatan Propinsi memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
kegiatankegiatan:
a. mengolah data dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, unit-unit pelayanan kesehatan milik Daerah
Provinsi, dan sumber-sumber lain,
b. menyelenggarakan survei/penelitian bilamana diperlukan,
c. membuat Profil Kesehatan Provinsi untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian Provinsi Sehat,
d. mengirim laporan berkala/Profil Kesehatan Provinsi ke Pemerintah Pusat,
e. memelihara BANKDATA,
f. mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen unit dan manajemen Sistem
Kesehatan Provinsi, serta (
g. memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya (stakeholders) di wilayah kerjanya.

Fasilitasi pengembangan SIKDA dilaksanakan dengan terlebih dulu membantu Daerah-daerah menata
kembali sistem kesehatannya dan merumuskan kembali Manajemen Kesehatan dalam Sistem Kesehatan
Daerah (SKD) dalam rangka mencapai Visi “Provinsi Sehat” dan “Kabupaten/Kota Sehat”. Dalam hal ini
akan dikembangkan Forum Kerjasama baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Setelah
itu barulah dirumuskan kebutuhan informasi, indikator dan data serta sistem informasinya. Sepanjang
memungkinkan, Departemen Kesehatan membantu pengadaan perangkat keras (komputer dan
kelengkapannya) serta perangkat lunaknya. Pemeliharaan perangkat keras dan perangkat lunak tersebut
selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Selain itu, sepanjang memungkinkan, Departemen
Kesehatan juga membantu rekrutmen tenaga melalui seleksi pegawai negeri sipil yang ada setempat dan
pelatihan tenaga tersebut. Pengangkatan tenaga-tenaga yang sudah dilatih ke dalam jabatan fungsional
statistisi dan pranata komputer diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

4. Pengembangan Pelayanan Data dan Informasi untuk Manajemen


Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen diawali dengan mengidentifikasi
peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menyajikan data dan informasi kesehatan. Misalnya
penyajian data dan informasi pada rapat koordinasi pimpinan di suatu unit kerja dalam rangka
manajemen unit, rapat. Forum Kerjasama Lintas Sektor, rapat dengar pendapat Pemerintah Daerah
dengan DPRD, rapat koordinasi pembangunan (rakorbang), rapat pembahasan rancana anggaran (dalam
rangka manajemen Sistem Kesehatan), dan lain-lain.

Di dalam peluang-peluang ini harus dapat disajikan kemasan-kemasan data dan informasi yang sesuai.
Misalnya untuk rapat Dengar Pendapat dengan DPRD harus dapat disajikan kemasan-kemasan data dan
informasi yang menggambarkan kecenderungan masalah-masalah kesehatan rakyat dan kerugian yang
diakibatkannya. Sedangkan untuk pembahasan rancangan anggaran harus dapat disajikan kemasan data
dan informasi tentang cost-benefit dari kegiatan yang diusulkan. Selain kemasan-kemasan khusus, juga
perlu dikembangkan penerbitan publikasi-publikasi berkala data dan informasi kesehatan. Misalnya dalam
bentuk Profil Kesehatan, Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, dan lain-lain. Publikasi berkala ini bisa
dalam bentuk tercetak, tetapi dapat pula dalam bentuk elektronik dan bahkan menggunakan fasilitas
internet (dalam bentuk situs atau website). Pemanfaatan teknologi komputer dapat pula diarahkan untuk
tersedianya akses online terhadap BANKDATA yang dimiliki. Untuk ini Departemen Kesehatan dapat
membantu Daerah, misalnya melalui penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga-tenaga fungsional pengelola
data dan informasi kesehatan.

5. Pengembangan Pelayanan data dan Informasi untuk Masyarakat

Publikasi berkala data dan informasi kesehatan dapat diperluas jangkauan distribusinya sampai kepada
individu-individu atau kelompok masyarakat yang membutuhkan. Demikian pula dengan akses online
terhadap BANKDATA, walaupun untuk data tertentu seperti data historis pasien dan tenaga kesehatan,
keamanannya harus dijaga.

Dalam hal ini pemanfaatan fasilitas intranet dan internet perlu mendapat perhatian mengingat
penggunaannya sudah meluas di kalangan masyarakat. Untuk ini Departemen Kesehatan juga dapat
membantu daerah melalui penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga-tenaga fungsional pengelola data dan
informasi kesehatan. Juga dengan melakukan sosialisasi secara nasional tentang pelayanan data dan
informasi kesehatan bagi masyarakat.

6. Pengembangan Teknologi dan Sumberdaya Informasi

Pengembangan teknologi dan sumber daya informasi sesungguhnya berlangsung paralel dengan
kegiatan-kegiatan tersebut di atas. Dalam hal ini Departemen Kesehatan terutama perlu menyusun
Rencana Induk Penataan Kerangka Teknologi Informasi (Information Technology Framework
Rearrangement Master Plan) dan Rencana Induk Pengembangan Sumber Daya Manusia Informasi
(Information Human Resource Development Master Plan). Setelah itu, Departemen Kesehatan dapat
memfasilitasi Daerah dengan cara menerbitkan standar dan pedoman serta melakukan advokasi untuk
terpenuhinya standar-standar yang telah ditetapkan dalam kerangka Rencana-rencana Induk yang telah
disusun. Termasuk di sini adalah membantu Daerah dalam pelatihan bagi tenaga-tenaga informasi
kesehatan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia Sehat akan tercapai dengan baik apabila didukung oleh tersedianya data dan informasi yang
akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu. Atau dengan kata lain, pencapaian Indonesia Sehat
memerlukan dukungan informasi yang dapat diandalkan (reliable).
Untuk menopang hal itu, kiranya sangat penting untuk para pengambil kebijakan tingkat nasional
maupun tingkat daerah untuk memikirkan strategi yang benar – benar handal dan tepat guna sehingga
akan menopang pembangunan nasional khususnya di bidang Kesehatan

B. Saran
Demikianlah makalah ini saya susun, dengan harapan dapat bermanfaat khususnya bagi saya sendiri
sebagai penyusun dan umumnya bagi semua pembaca. Dan sayapun menyadari masih banyak
kekurangan dan juga kesalahannya. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.Segala tegur sapa untuk perbaikan makalah ini saya
ucapkan terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai