Anda di halaman 1dari 178

http://pustaka-indo.blogspot.

com
http://pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

UGLYPHOBIA
http://pustaka-indo.blogspot.com

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002


Tentang Hak Cipta

Lingkup Hak Cipta


Pasal 2:

1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang


Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan-
nya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan
tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangan-
undangan yang berlaku.

Ketentuan Pidana:
Pasal 72

1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan


perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau
Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda pa-
ling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling ba-
nyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar-
kan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada
Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
http://pustaka-indo.blogspot.com

Queen Soraya

UGLYPHOBIA

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama


Jakarta, 2008
http://pustaka-indo.blogspot.com

UGLYPHOBIA
Queen Soraya
GM 312 08.010
© Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jl. Palmerah Barat 33–37, Jakarta 10270
Desain & Ilustrasi sampul: Eric Alexander (0812 180 2727)
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI
Jakarta, Maret 2008

Cetakan kedua: Juni 2008

176 hlm; 20 cm

ISBN-10: 979–22–3563–9
ISBN-13: 978–979–22–3563–0

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab Percetakan
http://pustaka-indo.blogspot.com

1
Kencan Garnet

MATAHARI sedang terik-teriknya tengah hari ini. Namun,


itu tidak menyurutkan semangat ratusan orang yang lalu-lalang
bertebaran di setiap penjuru terminal Blok M. Para pedagang
kaki lima, pengamen jalanan, sopir, kondektur, petugas ter-
minal, penumpang yang berebutan naik bus kota, dan orang-
orang yang ada di sana sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Bahkan para pencopet, seperti biasa, mungkin sedang pasang
mata mengincar korban.
Beberapa calon penumpang angkutan kota terlihat bersem-
bunyi dari teriknya matahari dengan berteduh di ujung lorong
terminal, di kanopi jalur bus yang tidak seberapa, atau tempat-
tempat yang memiliki atap. Beberapa yang lain memilih
tempat bermandikan sinar matahari yang mungkin menurut
mereka merupakan tempat strategis agar lebih cepat memper-
oleh angkutan ke arah tujuan.
Siang yang benar-benar panas. Tak aneh, semuanya berpeluh
saat ini. Gerah dan menyengat, membuat tubuh rasanya jadi
sangat penat!

5
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kepenatan yang luar biasa. Namun, di antara ratusan orang
yang ada di situ, mungkin hanya satu orang yang tidak meme-
dulikan kepenatan itu. Yeah, orang itu aku.
Aku melompat dari Metromini dan berlarian menyeberangi
jalan menghindari beberapa Metromini yang bersiap-siap me-
nerobos lampu merah. Tidak kupedulikan teriakan kondektur
yang memakiku.
Aku berlari sangat cepat. Untunglah aku tidak menuruti
pesan Mama untuk memakai sepatu berhak tinggi yang dibeli-
kannya kemarin. Kalau tidak, dengan berlarian secepat ini,
varises pasti akan dengan senang hati melekat di paha, betis,
dan kakiku. Sepatu Keds yang kupakai, membuat lariku segesit
cheetah. YEAH!
Hmm... Aku rasa… aku terlalu bersemangat.
Wajar saja, soalnya hari ini aku janjian dengan seseorang
yang sangat spesial. Cowok tampan, keren, dan pastinya telah
memikat hatiku. Namanya Alan Prasetya. Dia sekampus de-
nganku, sekaligus teman sekelasku yang menjadi incaran para
cewek.
Aku lebih suka menyebut momen ini kencan. Yeah, itu yang
dikatakan Cindy padaku usai menyerahkan surat cintaku pada
Alan kemarin.
Sulit kubayangkan! Betapa beraninya aku menyatakan pe-
rasaanku pada Alan melalui surat. Bicara padanya saja aku
tidak berani. Tapi… itulah kenyataannya, aku telah memutus-
kan untuk menyatakan perasaanku sejujurnya. Dan hasilnya,
Cindy mengatakan, Alan mengajakku ketemuan di suatu

6
http://pustaka-indo.blogspot.com
tempat yang telah ia tentukan. Saat itu adalah hari ini. Dan
aku sangat bahagia karenanya. Jujur saja, ini hari yang paling
kutunggu-tunggu. Tepatnya, sejak aku memutuskan menyukai
cowok keren di kampusku itu.
Kuseka keringat yang bercucuran di sela pelipisku. Napasku
agak terengah-engah. Aku kecapekan. Aku sudah sampai di
tempat yang kutuju. Di depan sebuah gerai makan siap saji di
Pasaraya Grande.
Setelah membenarkan letak kacamata minusku dan merapi-
kan rambut panjangku, dengan senyum mengembang aku
menghampiri Alan yang sudah menunggu di sana. Kupasang
tampang semanis-manisnya. Jantungku berdetak lebih kencang
daripada biasanya, namun aku melangkah dengan pasti.
”Hai…,” sapaku. Sedikit gemetaran. Jujur, aku grogi se-
tengah mati.
”Duduk,” katanya mempersilakan. Tapi tidak tampak se-
nyuman di sudut bibirnya. Apa perasaanku saja ia tidak ramah
hari ini?
Setelah aku duduk, kami hanya saling diam beberapa saat.
Alan berkonsentrasi pada Coke yang ada di depannya.
Aku merasa ia sedang memikirkan sesuatu yang harus ia
katakan padaku saat ini. Jawaban! Yeah, jawaban akan per-
nyataan cintaku. ”Udah lama nunggu?” aku menutup ke-
heningan.
”Lama banget!” ucapnya ketus. Sungguh sambutan yang ku-
rang hangat.
”Sori, Al, gue nggak bermaksud ngaret…”

7
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Lupain tentang ngaret! Gue nggak peduli lagi, Net! Yang
harus kita bahas adalah surat dari Cindy kemarin. Bener itu
surat lo?” Alan masih saja ketus.
”Oh, iya bener!” Aku mengangguk cepat. Berharap ia akan
mengurangi nada keras pada kata-katanya.
”Gue mau bahas soal surat itu… karena cuma itu tujuan
gue minta lo datang ke sini. Gue pikir, lo nggak akan dateng.”
Nada suara Alan mulai merendah. Kuharap ini pertanda
baik.
”Nggak mungkinlah! Malah gue seneng banget lo ngajak
gue kencan hari ini!” ucapku penuh semangat. Ekspresiku ber-
bunga-bunga saat aku mengatakannya. Rasanya pasti bola
mataku yang tersembunyi di balik kacamata ini berbinar-binar
karena bahagia.
”Apa? Kencan?” Mata Alan menyipit penuh keheranan.
Aku memandangnya tak kalah heran. ”Ya… bukannya hari
ini lo ngajak gue kencan?” tanyaku. Tapi wajahku terasa panas
melihat reaksi Alan yang tidak begitu menyukai kata ”kencan”
yang barusan kusebut.
”Siapa bilang?”
Menanggapi ucapannya aku hanya bisa melongo. Astaga!
Benarkah yang aku dengar? Benarkah Alan menyangkal semua
ini? Aku hanya dapat menyebut sebuah nama dalam hati, se-
kaligus menduga-duga sesuatu. Apa Cindy telah menipuku?
”Siapa?” Alan menatapku tajam.
”Bukan siapa-siapa.” Aku menunduk. ”Gue pikir… pertemu-
an ini karena lo ngasih respons surat cinta itu… dengan ken-

8
http://pustaka-indo.blogspot.com
can…,” ucapku lemah. Berusaha menyegarkan ingatannya.
Atau mungkin Alan juga lupa tentang isi surat itu?
Alan menggeleng cepat. ”Rupanya lo udah salah besar, Net!
Lo lagi mimpi, ya? Surat itu gak ada artinya buat gue.”
”Ma… maksud lo apa, Al? Masalah surat itu... memangnya
surat itu kenapa?” Apa mungkin ada yang salah? Hatiku ber-
tanya-tanya.
”Garnet, gue nggak pernah berniat ngajak lo kencan!”
Aku terpana menatapnya.
”Gue malah bermaksud ngembaliin surat itu.”
Aku shock! ”Tapi… tapi…”
”Ini!” potong Alan sambil meletakkan sesuatu di meja.
Aroma apple spray tercium dari amplop pink itu. Surat
cintaku untuk Alan yang kutitipkan pada Cindy kemarin.
Selama satu bulan aku memberanikan diri untuk memberi-
kannya, tidak sangka dalam satu hari surat itu akan kembali
lagi padaku. Dadaku bergemuruh, tanganku gemetaran me-
raihnya. Sebutir air mataku hampir menetes.
”Denger ya, Net, gue harap lo jangan pernah ngelakuin ini
lagi. Karena gue nggak tertarik dengan isi surat lo, pernyataan
cinta lo, perasaan lo, atau apa pun yang ada di dalam surat
itu. Dan inget satu hal, ini bukan kencan! Karena kalau gue
mau kencan dengan cewek, yang pasti bukan lo orangnya!”
Usai mengucapkan itu Alan bangkit berdiri dan pergi.
Hatiku sangat sakit. Satu hal yang dapat kutangkap dari
nada bicara Alan, baginya aku terlalu percaya diri. Menyukai-
nya? Itu memang kesalahanku. Tapi, walaupun dia tidak ter-

9
http://pustaka-indo.blogspot.com
tarik padaku, apakah harus begitu cara dan kelakuannya me-
nolakku? Bodohnya aku! Harusnya aku sadar dari awal, mana
mungkin cowok setampan itu mengajakku kencan! Memang,
semuanya karena aku terlalu memercayai kata-kata Cindy.
Membayangkan wajah Cindy membuatku mual. Yeah, ini
semua hanya tipu muslihatnya.
Tidak kusangka, Alan yang selama ini kupikir adalah penye-
lamatku, pangeran berkuda putihku, ternyata hanyalah seorang
yang dengan gampang menyakiti perasaan wanita. Aku kecewa.
Aku menarik napas, mencoba menahan air mata yang hendak
bergulir di pipiku. Satu-satunya kalimat yang terlintas di ke-
palaku adalah, jangan menangis... jangan menangis...

***

Senja baru saja hilang. Semburat merahnya berapi-api di ujung


sana. Aku baru saja tiba di rumah sekitar sepuluh menit yang
lalu.
Selesai mandi dan menyegarkan tubuhku yang habis men-
jalani aktivitas seharian, aku berjalan gontai ke arah jendela
kamarku yang belum sempat kututup.
BRUAK!
Kubanting jendela kamar keras-keras. Meluapkan kekesalanku.
Tidak kupedulikan suara Mama yang berteriak-teriak di luar.
Ya ampun… sampai kapan sih Mama mau menerima ke-
biasaan burukku menutup jendela dengan kasar? (Maksudku
salah satu kebiasaan burukku.) Untuk menutupi suara-suara

10
http://pustaka-indo.blogspot.com
sumbang itu, kusetel saja radio keras-keras. Walaupun aku tau,
sebentar lagi, sebuah kepala yang mengeluarkan sepasang
tanduk akan nongol di balik pintu.
”GARNET!”
Nah, nah… itu dia kepala yang kumaksudkan. Kepala
abangku Reza. Raja Singa di rumah ini, yang selalu siap
mengeluarkan taring sesuka hatinya.
Aku pura-pura tidak mendengar dan malah sok konsentrasi
memejamkan mata mengikuti irama lagu keren milik Christian
Bautista.
Bletak!
”ADUH!” jeritku saat sebuah benda mendarat di kepalaku.
Bang Reza sialan! Berani-beraninya dia melemparku dengan
bola basket. ”Brengsek!” makiku. Kubalas lemparan itu dengan
balik melempar bola basket itu ke arah pintu.
PRANG!
Pintu keburu ditutup. Bukannya Bang Reza yang kena,
malah gantungan pintu bentuk hati bertuliskan namaku pecah
tidak beraturan. Bang Reza sudah kabur.
”SIALAAAAN!!!” teriakku mencak-mencak. Apa dia tidak
tahu hari ini aku sedang kesal?! Apa dia tidak tahu tadi siang
aku ditolak cowok?!! Apa dia tidak tahu… Yeah, jelas saja dia
tidak tahu! Maka, lebih baik kutahan saja emosiku. Tapi…
DOR! DOR! DOR!
Kali ini Papa yang menyuruhku diam dengan memukul-
mukul daun pintu. Kenapa lagi sih?!
Dengan kesal, kukunci saja pintu kamar rapat-rapat dan

11
http://pustaka-indo.blogspot.com
menuruti sedikit perintah Papa dengan mengecilkan volume
radio. Setelahnya, kubereskan pecahan gantungan itu.
Ah… keadaan rumahku memang seperti ini. Tidak pernah
berubah. Semua orang bertindak semaunya, bicara semaunya,
dan berteriak semaunya. Sebenarnya semua itu cukup me-
nyiksaku.
Kubayangkan sifat Mama yang suka cuap-cuap dan paling
cerewet di rumah, terlebih sifat suka ngaturnya yang selama
ini membuatku risih. Dari hal besar sampai hal sekecil apa
pun, Mama selalu ikut campur. Pakaian apa yang harus ku-
pakai hari ini, makanan apa yang harus kumakan, make-up
yang harus kukenakan, bahkan jam malam yang harus kutaati.
Sejujurnya aku selalu melanggar aturannya, kecuali jam malam.
Aku sangat menghargai aturannya yang satu itu. Tapi, per-
aturannya yang lain bagaikan angin lewat bagiku. Datang dan
pergi tanpa kupedulikan.
Selain semua itu, hal yang menyiksaku adalah kebiasaan
Papa yang tidak pernah bicara lembut melainkan selalu meng-
andalkan uratnya saat bicara. Bisanya marah-marah. Padahal
dokter selalu memperingatkan Papa karena penyakit darah
tingginya yang sering kumat. Itu artinya Papa berisiko tinggi
terserang stroke, kan? Tapi kelihatannya Papa tidak peduli.
Dan yang terakhir, sifat jail Bang Reza. Yang satu ini sih,
lebih cocok dibilang super-reseh, karena ia senang sekali mem-
buatku kesal. Kejailannya sering belum berhenti kalau aku
belum mencak-mencak, marah-marah, atau belum ada benda
yang melayang dari tanganku.

12
http://pustaka-indo.blogspot.com
Intinya, rumah ini seperti neraka kecil bagiku. Untunglah…
tidak semua sifat mengerikan itu menempel padaku. Hanya
saja, aku mendapat anugerah kebiasaan buruk yang lain. Se-
perti jarang mandi, malas mengurus diri, dan berantakan.
Yeah, itulah aku.
Tapi, apa pun itu, kebiasaan di rumah ini sudah mendarah
daging dan tidak pernah ada perubahan sedikit pun. Dari dulu
hingga sekarang. Membuat penghuni di rumah sudah
beradaptasi dengan suasana yang menurutku... panas ini.
Hmm… Tidak pernah kubayangkan suatu hari aku punya
pacar. Apa dia akan maklum dengan kondisi keluargaku? Ter-
utama dengan sifatku. Entahlah… aku tidak pernah berani
membayangkannya.
Tapi, yeah... aku akan menikah suatu hari nanti, kan?
Orang bilang, pacaran itu adalah tahap penjajakan dalam
mencari pasangan hidup. Lalu, bagaimana dengan masa depan-
ku nanti kalau kebiasaan burukku tidak bisa diubah? Entah
kenapa aku ini malas sekali mengurus diri. Ngidam apa mama-
ku waktu hamil aku ya?
Kalau boleh jujur… karena semua itu, sampai saat ini aku
ogah memiliki pacar. Yeah... yeah… Garnet, mahasiswi se-
mester dua, umur tujuh belas tahun, dan tidak pernah berani
untuk jatuh cinta.
Tapi, sesungguhnya itu tidak sepenuhnya benar. Hanya
99%-nya yang benar. Satu persennya... beberapa bulan ini aku
mengagumi Alan Prasetya. Cowok yang beberapa jam yang
lalu telah sukses mencampakkanku. Menyedihkan!

13
http://pustaka-indo.blogspot.com
Apa mungkin sejak lahir aku ditakdirkan menyandang
predikat jomblo? Tujuh belas tahun kemudian, statusku belum
berubah. Tidak ada kemajuan!
Oya, ini bukan karena aku terlalu cantik bak putri raja
sehingga berhak memilih pangeran yang datang menawarkan
cinta. Tapi… ini karena aku malu dengan sifat burukku. Yang
paling menggangguku dalam memutuskan untuk menyukai
seorang cowok adalah… (entah apakah aku harus malu
mengatakannya, yang jelas aku memang malu sih!) karena aku
tidak percaya diri dengan penampilanku yang (bagiku) tidaklah
cantik.
Yaaah, itulah sebabnya pada awalnya aku agak takut me-
nyatakan rasa sukaku pada Alan. Dan terbukti, setelah aku
menyatakan perasaan yang hanya berani kuungkapkan dengan
mengirim surat padanya, dia menolakku mentah-mentah.
Genaplah penderitaanku.
Hhhh… selamat datang di dunia pribadi dalam perasaan
yang paling dalam dari seorang cewek bernama Garnet…
Aku ini manis, cantik, ramah, anggun, penuh perhatian,
dan penuh kasih sayang!
Hahaha! BERCANDA ding!
Itu sebenarnya adalah hal yang selama ini ada dalam mimpi-
ku.
Terutama… kata ”cantik” yang begitu indah untuk kubayang-
kan. Kenyataannya tidak seindah itu. Coba bayangkan kacamata
minus yang bertengger di hidungku, juga jerawat-jerawat yang
bertaburan di pipiku! Bagiku itu semua sangat menyebalkan!

14
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sejujurnya, untuk orang yang punya masalah sepertiku,
membasmi jerawat-jerawat itu adalah impian. Tapi, jerawat
bukanlah gangguan seperti nyamuk yang dapat dibunuh
dengan menyemprotkan racun serangga, tikus yang bisa diburu
dengan memasang perangkap, atau hama wereng yang dibasmi
dengan pestisida. Jerawat sungguh-sungguh sulit dihilangkan!
Dengan jerawat-jerawat itu, Bang Reza bahkan dengan segenap
hati menobatkanku sebagai Ratu JeLiTa!
Tunggu… tunggu, itu kependekan dari Jerawat Lima Juta! Aku
bersumpah akan menamainya MuLan (Muka Bisulan) kalau saja
jerawat-jerawat itu menempel di pipinya. Namun sayang…
Tuhan berbaik hati tidak memberinya benda kecil, mungil,
keramat, berwarna merah, dan menyebalkan itu.
Bukan cuma itu, kulitku agak kusam dan berwarna gelap.
Dan satu lagi, bobotku ini terlalu kurus! Di bawah standar!
Nyaris kurang gizi! Tulang-tulang yang menyembul di beberapa
bagian tubuhku sangat tak enak dipandang. Mungkin aku
lebih pantas disebut rangka berjalan. Akibat dari terlalu kurus-
nya badanku ini, tidak ada baju minim yang terlihat seksi
melilit tubuhku. Aku bahkan harus berbesar hati saat men-
dengar kasir tertawa saat menghitung bon pembelian bajuku
di mal—soalnya semuanya ukuran anak SD! Satu-satunya
kebanggaanku adalah, aku cukup pintar di kelas. Bahkan di
semester pertama, aku mendapat IPK paling tinggi di
angkatan-ku. Yeah… tapi tetap saja, di zaman seperti ini,
daripada otak, penampilan lebih diberi prioritas nomor satu.
Alan sudah membuktikannya tadi.

15
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kisah cintaku benar-benar buruk. Kalau bisa dirangkum
dalam satu kalimat, akan kurangkum menjadi… ”tidak ada
cowok yang menyukaiku”.
Oya, kecuali satu surat cinta yang pernah kuterima saat aku
masih kecil, dari makhluk yang sama dekilnya denganku ber-
nama Rhinky. Itu terjadi sudah lama sekali, saat kami sama-
sama duduk di bangku kelas dua SD. Hidungnya tidak pernah
lepas dari yang namanya ingus, bajunya selalu kotor karena
seringnya ia bermain bola, dan aku tidak pernah menyukai
kenakalannya. Entah di mana dia sekarang. Walaupun aku
menemukannya kembali, setelah dia menyadari perbedaan jelek
dan cantik, hitam dan putih, kerempeng dan ideal, aku yakin
dia akan berpikir dua ribu kali untuk melakukan hal yang
sama.
ARGHHHHH! Cukup sudah!
Kulirik jam. Tak terasa, saat ini waktu sudah menunjukkan
pukul 23.00. Ya ampun! Begitu banyaknya kekuranganku sam-
pai aku menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk men-
jabarkannya! Sudahlah, kuputuskan untuk tidur saja. Aku
mememejamkan mata. Sebenarnya aku belum mengantuk sih.
Sambil terpejam, telingaku fokus mendengarkan radio yang
sejak tadi kusetel.
Lagu Samson, Kenangan Terindah.

”Lagu indah di malam yang indah! Sahabat Mars ’n’ Venus,


udah lo dengerin tadi lagu yang cantik dari Samson, Ke-
nangan Terindah! Khusus buat lo yang merasa hidup ini

16
http://pustaka-indo.blogspot.com
nggak begitu indah… hadapilah semua itu dengan berpikir
positif, tetap optimis, semangat dalam menjalani hidup.
Kalau lo yakin dan mencoba berpikir lebih terbuka, yakin-
lah… semua yang ada dalam diri lo itu sebenarnya sangat
indah… bla… bla… bla…”

Aku tersenyum sinis mendengar suara penyiar radio itu.


Berpikir positif? PAYAH! Aku merasa dua kata itu terlalu
ringan diucapkan, tetapi berat untuk dilakukan. Apa si penyiar
masih bisa berpikir positif kalau memiliki tubuh kerempeng
seperti aku? Atau memiliki jerawat yang bertaburan seperti
yang di wajahku ini? Atau tinggal dalam rumah neraka seperti
rumahku ini? Di mana indahnya?
Kali ini, lagu yang mengalun dari radio adalah lagu Ratu,
Buaya Darat. Ugh! Lagu itu kembali membuatku teringat ke-
jadian tadi siang.
Sial!! Wajah Alan tidak henti-hentinya menari di kepalaku.
Rasanya aku ingin menelan Alan bulat-bulat. Kekesalanku
hampir mencapai puncaknya. Aku yang hampir terlelap segera
bangkit!
Di saat seperti ini, kurasa aku butuh teman bicara. Yeah,
satu-satunya orang yang masih siskamling tengah malam begini
adalah Veronika, sahabatku. Ini kan jadwalnya ngemil.
Kuraih HP-ku dan menekan speed dial nomornya di angka
dua.
”HALOOOO……. GARNEEEETTT!!!” Suara melengking
dan panjang baru terdengar setelah nada tunggu ketiga. Tuh
kan, aku bilang juga apa, dia pasti belum tidur.

17
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Hai... Vero,” ucapku lemah.
”Eh... suara kenapa lemes gitu, Non?! Kayak gue nih, se-
mangat! Udah malem masih semangat!”
Duh, nih anak! Mendengar nada suaranya yang rada-rada
gimana gitu, aku yakin dia memang sedang bersemangat. Tapi,
semangat makan. Dasar tukang makan kelas kakap! Tidak
heran kalau badannya ukuran jumbo. ”Heh, udah malem nih!
Masih makan aja lo, ya?”
”He... he... tau aja lo gue lagi makan. Biasa nih, ngemil di-
kit…”
”Iya, gue tau ini jadwal lo ngemil, tapi kalo lo sih dikit-
dikit bukannya jadi bukit. Tapi numpuk jadi lemak,” kataku
sambil ngakak.
”Lo pernah denger semboyan hidup untuk makan? Nah,
gue penganutnya.”
”Gila! Semboyan macam apa tu? Lo tu emang bisa ngeles!”
Aku tertawa.
”Eh, ngapain lo nelepon gue, Net? Malem-malem gini lo
belum tidur? Tumben!”
”Mmm… gue mau curhat nih, Ver, mengenai Alan…,”
kataku dengan suara parau.
”O IYA!” tiba-tiba Vero berteriak. ”Gimana kencan lo tadi
siang? Sukses?”
Ah… andai memang seperti itu. Aku menghela napas.
”Duh… selamet ya? Akhirnya sahabat gue punya pacar
juga! Wah... Garnet, kapan ya gue bisa nyusul? Lo tu ber-

18
http://pustaka-indo.blogspot.com
untung banget ya, Net, secara Alan kan ganteng banget!
Apalagi gue udah liat fotonya. Keren gitu loh. Kapan-kapan lo
kenalin gue, ya? Gue juga mau tuh jadi pacarnya. Yang ke-
sembilan juga mau, apalagi yang pertama. Ini semua karena
jasa temen sekampus lo yang namanya Cindy ya, Net? Coba
kalau dia nggak nawarin diri buat ngasihin surat itu ke Alan,
lo nggak kan pernah tau isi hatinya si ganteng itu, kan? Iya,
kan, Net? Iya, kan?”
Kepalaku pusing mendengar ucapan Vero. Kalau masalah
bicara, dia seperti kereta api. Panjaaaang sekali. Kadang aku
tidak tahu di mana letak remnya.
”Net? Garnet? Lo masih di sana, kan?”
”Iya gue masih di sini.”
”Mana semangatnya nih?! Dari tadi lemes banget!”
”Gimana gue bisa semangat, kalau sejak siang tadi sampe
malem gini gue bete!”
”Ha? Bete? Lo bete sama siapa, Net? Yang jelas bukan sama
gue, kan? Gue kan sohib lo yang paling baik, nggak mungkin
banget kalau lo bete. Lagian, seharusnya lo hari ini gak perlu
bete karena lo sama Alan udah jadian. Lagi pula…”
”Sebentar lagi gue bisa bete sama lo kalau lo gak bisa
diem!” potongku.
”Garnet? Lo serius betenya?”
”Ya iyalah! Gue bete sama Alan dan Cindy,” ucapku ketus.
”Alan? Cindy? Nggak! Nggak mungkin! Cindy kan yang
udah bantuin lo kasihin surat itu ke Alan. Itu kan yang lo
ceritain ke gue waktu itu?”

19
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Yeah, Cindy nolongin sekaligus bohongin gue masalah
kencan itu.”
”Apa?”
”Alan nggak pernah ngajak gue kencan, Ver. Cindy cuma
ngarang cerita.”
”Jadi, lo dan Alan...”
”Gue nggak pacaran sama dia, karena tadi siang Alan cuma
mau ngembaliin surat gue. Alan nolak gue!”
”HAAA?”
”Yeah, apalagi tadi dia bilang… kalaupun dia kencan sama
cewek, yang pasti… cewek itu bukan gue,” ucapku lemas. Sa-
kit sekali mengatakannya.
”KURANG AJAR! DASAR COWOK NGGAK TAU
DIRI!” teriak Vero berang.
Aku menggigit bibir.
”Net, lo pasti sedih banget ya? Lo juga pasti sakit hati sama
Cindy ya? Apalagi si Alan bajingan itu. Tenang, Net, kalau lo
mau hajar tuh cowok, gue bersedia bantuin lo. Lo bisa andalin
gue. Kalau lo bilang tonjok, gue akan tonjok mukanya biar
tau rasa!”
Aku tertawa.
”Net, lo jangan ketawa. Gue serius!”
”Ya ya! Gue percaya.” Aku tau ucapannya tidak main-main.
Karena sebelumnya, ia pernah nonjok muka cowok untuk
membelaku.
”Jadi, kapan lo mau kasih pelajaran ke mereka?”
”Udahlah, Ver… mungkin, guenya aja yang terlalu kege-eran

20
http://pustaka-indo.blogspot.com
nanggepin ajakan kencan itu. Gue emang kesel, tapi mau
diapain lagi.”
”Ya ampun, Net, lo tu kalau kesel, bilang aja kesel! Kalau
mau marah, bilang aja marah! Jangan ditahan-tahan! Nanti
kenapa-napa lagi. Serius nih, lo nggak papa?”
”Nggak, gue nggak papa kok, Ver. Satu-satunya jalan, gue
harus lupain semuanya.”
”Oke kalau itu emang mau lo. Tapi, gue tau ngelupain ke-
jadian nyebelin kayak gini nggak gampang. Dan kalau karena
masalah ini lo butuh bodyguard, gue bersedia bantuin lo!”
Lagi-lagi Vero membuatku tertawa.
”Ng… Besok kan minggu, gimana kalau kita jalan, trus kita
makan-makan enak di kafe, okeh?” ajak Vero.
Jalan? Yang satu ini aku sih oke saja, tapi kalau makan…
aku paling malas. Tapi tak apalah, Aku rasa aku memang
membutuhkannya. Yeah, itu ide bagus. Setidaknya pikiranku
yang butek ini nantinya jadi jernih kembali. ”Okeh!” kataku
menyetujuinya.

***

Hhhh… kutarik napas dalam-dalam setelah menutup telepon.


Separuh beban hatiku telah terangkat. Vero membantu me-
lepaskannya.
Veronika memang pintar menghiburku. Dia sahabat terbaik
yang kumiliki. Selalu membantu setiap saat aku memiliki

21
http://pustaka-indo.blogspot.com
masalah, menghiburku saat aku sedang sedih, dan membelaku
dari orang-orang yang jahat padaku.
Kadang kupikir, apa jadinya kalau aku tidak memiliki saha-
bat seperti dia? Yang pasti, aku tidak akan pernah memiliki
teman sejati. Yeah, tidak ada yang mau sungguh-sungguh ber-
teman denganku selain Vero. Sementara Cindy, aku meragukan
kebaikannya selama ini. Sikapnya yang manis akhir-akhir ini,
kurasa bentuk kepura-puraan saja.
Sementara Veronika benar-benar sahabat istimewa, bahkan
kalau ada kata yang lebih baik dari sekadar luar biasa dan
istimewa, aku ingin memberinya predikat itu. Karena bagiku,
begitulah Veronika yang sesungguhnya.
Di balik sikap galaknya, ia sangat lembut. Di balik tubuh
suburnya, ia sangat penyayang dan baik hati. Di balik ucap-
annya yang terkadang susah untuk berhenti, kadang ia bisa
sangat dewasa. Walaupun cuek, terkadang ia sangat perhatian.
Walaupun aku sebenarnya juga tahu, di balik senyum dan
tawa cerianya, dia pun mengalami perasaan yang sama seperti
aku. Sama-sama merasa dikucilkan karena bentuk fisik. Dan
di balik nafsu makannya yang berlebihan, aku tahu… dia
mencoba menghindari kenyataan perasaannya menjadi cewek
yang tidak cantik karena kelebihan berat badan. Aku mema-
hami perasaannya, karena perasaan itu juga ada dalam hatiku.
Kami berdua sama-sama merasa tidak cantik.
Aku dan Veronika adalah sahabat yang kompak. Kurang-
lebih sembilan tahun aku dan Veronika bersahabat. Sejak
masih sama-sama duduk di bangku kelas tiga SD.

22
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pertemanan kami terjadi secara kebetulan dan unik. Di
antara ribuan kisah pertemuan yang aneh, kurasa kisah per-
temuanku dengannya mungkin termasuk kategori itu.
Saat itu rumahku berada di kawasan Kebayoran Baru. Aku
pulang ke rumah sendirian melewati sebuah lapangan kecil tak
jauh dari rumahku. Lapangan itu biasanya digunakan anak-
anak cowok seusiaku untuk bermain bola. Aku biasa melewati
lapangan itu karena jaraknya lebih dekat untuk pulang.
Suasananya sedang ramai.
Tiba-tiba saja sebuah benda bulat yang entah dari mana
datangnya, mendarat di kepalaku. Sakitnya bukan main. Aku
terjatuh karena hantaman bola kaki. Kontan aku menangis.
Orang yang harus bertanggung jawab atas kejadian itu
adalah Rhinky, tetangga sekaligus teman sekolahku. Dia amat
nakal! Dengan tampang menyesal sambil menarik-narik napas
untuk menyelamatkan ingusnya yang mau keluar dari lobang
hidung, ia berusaha minta maaf. Namun, belum selesai kata-
kata itu ia ucapkan, tiba-tiba sebuah tinju telak mendarat di
wajahnya.
Tinju itu begitu keras sehingga membuat mata kanannya
bengkak. Dan yang mengejutkan, tinju itu berasal dari seorang
cewek seusiaku yang bertubuh luar biasa subur. Badannya
gendut dan bulat. Ibarat gedung, tubuhnya besar dan sangat
kokoh. Ia datang untuk membelaku, padahal aku tidak me-
ngenalnya.
Belakangan baru kuketahui, cewek yang membelaku itu ber-
nama Veronika. Rupanya dia tetangga baruku dari Medan.

23
http://pustaka-indo.blogspot.com
Secara kebetulan, ia mendaftarkan diri di sekolah yang sama
dan sekelas denganku. Sejak itulah kami akrab. Meskipun ba-
dannya sangat gendut dan aku terlalu kurus, kami berdua
sangat kompak. Terutama kalau Rhinky yang dekil itu men-
coba menakaliku, Vero tidak akan ragu-ragu menghadangnya.
Sebulan kemudian, aku lewat lapangan bola itu lagi, kali ini
bersama Vero. Kembali sebuah bola nyasar tepat di wajahku.
(Entah kenapa, aku sangat sering dicium bola.) Kulihat Rhinky
datang menghampiri dan mencoba memberikan pertolongan.
Namun Vero sudah keburu menonjok mukanya sampai biru
lagi. Sejak saat itu, Rhinky tidak pernah main bola lagi. Ku-
dengar, dia trauma dengan kejadian itu.
Akhirnya kami mengetahui bukan Rhinky pelakunya, tapi
anak lain. Dengan rasa malu, aku dan Vero minta maaf pada-
nya. Tak lama berselang keluarga Rhinky pindah entah ke
mana.
Saat menginjak SMA, keluarga Veronika pindah ke Ciledug.
Aku sangat sedih. Untunglah, komunikasi di antara kami tidak
terputus. Aku juga bersyukur, walaupun kami kuliah di tempat
yang berbeda, Tuhan berbaik hati membantu menjaga per-
temanan kami sampai sekarang…

***

”ALAN BENER-BENER KETERLALUAN, NET!!” Vero


mengacung-acungkan telunjuknya pertanda ia sedang kesal.
Tidak dipedulikannya tatapan orang-orang yang duduk di meja

24
http://pustaka-indo.blogspot.com
tak jauh dari kami. Sesuai janjinya semalam, sore ini dia
mengajakku makan di kafe.
Kafe ini tidak terlalu besar, jadi suara Veronika yang meng-
hujat dengan volume agak kencang itu terdengar ke mana-
mana. Apalagi ukuran tubuh kami yang kontras sangat
mengundang perhatian.
Aku memberinya isyarat supaya mengecilkan volume suara-
nya. Vero menurut, namun gayanya masih mengisyaratkan ia
tidak peduli dengan tatapan-tatapan itu.
”Cindy juga keterlaluan banget. Temen macam apa itu? Alan
nggak tau diri! Cowok brengsek! Dia pikir cuma dia cowok
yang ada di dunia ini? Cakepan juga Orlando Bloom, aktor
idola kita, Net! Liat aja, kalau ketemu sama orangnya, gue
tonjok dia! Biar tau rasa! UGH!” Vero meremas-remas tangan-
nya.
Aku tertawa mendengar sumpah serapah yang terus melun-
cur dari mulut Vero. Begitu semangatnya ia membantuku
menghujat kedua orang itu. Aku senyum-senyum sendiri
melihat tingkahnya yang mengoceh sambil mengunyah burger
ukuran jumbo. Vero terlihat lucu.
”Woi! Lo kok malah ketawa-ketiwi gitu sih? Lo pikir gue
badut?”
”Habis, lo semangat banget ngomongnya! Pake bawa-bawa
Orlando Bloom segala. Ntar dia keselek lagi gara-gara kita
omongin!” ucapku sambil membayangkan tampang aktor idola
kami berdua tersedak minuman. Wajah tampannya pasti ber-
ubah merah seperti kepiting rebus.

25
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Biar aja! Biar dia tau kalau di Indonesia ada dua cewek
seksi yang naksir sama dia.”
Kami berdua tertawa.
Kebiasaanku dan Vero kalau sedang ngobrol, adalah meng-
ucapkan ”body kami seksi”. Kami berpendapat, siapa lagi yang
akan memuji kalau bukan diri sendiri? Mengharapkan cowok
akan berbicara seperti itu kepada dua orang yang masing-
masing bertubuh terlalu gemuk dan terlalu kurus seperti kami,
harus berapa ribu tahunkah kami menunggu? Oleh karena itu
kami berdua sepakat, merupakan pantangan bagi kami berdua
menyebutkan kami tidak cantik.
”Trus, rencana lo buat kasih pelajaran sama mereka apa,
Net?”
”Kasih pelajaran? Ngng… gue gak kepikiran ke arah sana,
Ver! Biar aja, nanti mereka akan dapet balesannya kok!”
”Apa? Balesannya? Kapan? Sampai lo lumutan? Lo nggak
boleh biarin begitu aja orang yang udah berbuat semena-mena
sama lo!” Vero kelihatannya tidak setuju dengan pendapatku.
”Habis, gue harus gimana? Marah-marah sama Alan? Ntar
gue dibilangin keganjenan lagi. Emang dia siapa gue? Lagian…
itu hak dia untuk nggak nerima gue sebagai pacarnya.”
”Dibilangin keganjenan nggak papa, lagi. Asalkan hati kita
puas!” Kadang-kadang Vero mengeluarkan ide-ide gila dan
konyol.
”Ngarang!” Aku ngakak. Vero memang suka asal bicara.
Tapi, kehadirannya dan celoteh-celoteh yang dikeluarkannya
hari ini sanggup membuatku tenang.

26
http://pustaka-indo.blogspot.com

2
Pengakuan Cindy

LARI! Hanya itu yang bisa kulakukan. Kutambah kecepatan


langkahku untuk mendahului kedatangan Mr. Danny dosen
bahasa Inggris-ku. Untunglah gerakanku sangat cepat sehingga
akhirnya dengan penuh perjuangan aku sampai juga di dalam
kelas.
Mr. Danny belum datang.
”Fiuh… akhirnya...”
Handoko yang berada di bangku depan geleng-geleng kepala
melihat kedatanganku. Tubuhku memang banjir keringat.
Aku nyengir padanya. Hampir saja! Kuseka keringatku yang
bercucuran, mengatur napas, lalu duduk di bangku sebelah-
nya.
Yeah, hari ini aku telat lagi. Dan itu berarti aku kesiangan
lagi. Itu memang kebiasaanku. Aku tahu itu adalah kebiasaan
buruk, tapi aku tak bisa mengubahnya. Padahal dengan sangat
terpaksa kadang aku akan pergi ke kampus tanpa mandi ter-
lebih dahulu. (Ssst, tapi ini cukup jadi rahasiaku sendiri ya!)

27
http://pustaka-indo.blogspot.com
Imbas berlari tiap pagi dengan kecepatan luar biasa seperti ini
penampilanku jadi berantakan, produksi minyak di wajah me-
ningkat, tubuh menjadi agak sedikit beraroma, dan tentu saja aku
terlihat… kucel! Namun, siapa peduli dengan semua itu? Aku
tidak peduli, teman sekelasku tidak peduli. Kecuali…
”HAI, GARNET!”
Ugh! Suara itu lagi! Suara sumbang yang terdengar setiap
pagi, setiap hari, dan hanya satu orang yang memiliki suara
seperti itu.
Cindy!
Siapa yang tidak kenal dia? Cewek berwajah cantik, tubuh
seksi, juga wajah yang selalu dipuji ”manis” oleh para cowok,
menjadikan ia pantas dijajarkan dengan para peragawati yang
sering berjalan di catwalk Jakarta. Namun, kelakuannya pantas
disejajarkan dengan iguana kesayangan tetanggaku. Aku me-
milih diam melihat ulahnya yang tertawa cekikikan bersama
kedua jongos setianya, Siska dan Laura.
Cindy mendekat dan duduk di sebelahku. Ugh... reseh
banget sih! Menyebalkan! makiku dalam hati. Hh… aku malas
melihatnya. Terutama kalau ingat bagaimana dia mengarang
peristiwa kencanku dan Alan kemarin.
”Ngapain, Cin?” tanyaku basa-basi sambil pura-pura sibuk
mengeluarkan buku kuliah dari tas.
”Gimana kemaren? Asyik nggak? Kencan pertama?” Cindy
menyilangkan telunjuknya sambil tersenyum. Suara dan se-
nyumnya penuh nada mengejek. Aku merasa dialah orang
yang paling berbahagia atas penderitaanku.

28
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku menatap Cindy tajam. Berharap ia segera pergi dari
hadapanku. ”Makasih atas semuanya, Cin, makasih karena lo
udah ngarang tentang kencan itu. Lo sengaja kan membuat
gue malu?” ucapku geram.
”Oh, jadi lo tau malu juga?” ucap Cindy ketus.
”Apa?” Mataku menyipit.
”Yeah, secara lo juga udah pernah buat gue malu, karena
gue pernah dibentak Alan di depan temen-temen sekelas.
DULU!”
Aku terpana. Ucapannya membuatku kembali teringat de-
ngan kejadian yang telah lalu. Aku tidak menyangka, itu awal
dari semuanya. ”Tapi itu kan karena lo juga yang mulai!” aku
membela diri.
”Denger, Net,” Cindy mendekatkan wajahnya sekitar lima
sentimeter di depan wajahku. ”Belum pernah gue dipermalukan
seperti itu sama cowok mana pun! Gue nggak bisa lupa de-
ngan kejadian memalukan itu, sama halnya lo juga nggak akan
bisa lupa dengan kejadian memalukan yang udah lo alami.
DITOLAK COWOK! Ha... ha... ha…” Sambil tertawa Cindy
kembali ke tempat duduknya. Kulihat teman-temannya, Siska
dan Laura, tertawa sambil menatap ke arahku. Mereka… me-
nyebalkan! Gigiku bergemeretak. Namun, seperti biasa, aku
tidak bisa melakukan apa-apa.
Mataku berkaca-kaca menatap mereka yang tidak berhenti
menertawai nasib burukku. Kubuang muka secepat mungkin.
Bersamaan dengan itu, Alan masuk. Menatapku dengan dingin
dan langsung duduk di bangkunya.

29
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku menghela napas.
Ah… seandainya aku tidak pernah sekelas dengan Alan, se-
andainya aku tidak jatuh cinta dengannya, seandainya aku
tidak mengirim surat cinta untuknya, seandainya aku tidak
berteman dengan Cindy, seandainya dan seandainya… namun,
semua itu hanya harapanku. Karena pada kenyataannya semua-
nya telah terjadi. Dan aku harus menerima kenyataan, bahwa
mulai hari ini, di kampusku, di kelasku, selain perlakuan
menyebalkan dari Cindy, Siska, dan Laura, aku pun akan me-
nerima tatapan dingin dari cowok yang kusukai, Alan….

***

Waktu menunjukkan pukul 14.00. Dengan langkah gontai aku


masuk pekarangan rumah. Begitu kakiku menjejak ruang
tamu, Mama bicara tidak keruan saat melihat penampilanku.
Ini sudah menjadi tradisi. Di saat pergi dan pulang dari
kampus, Mama akan dengan setia mengkritik penampilanku
yang menurutnya sangat berantakan.
”Aduh, Garnet… Kamu tuh nggak ada manis-manisnya jadi
anak cewek. Coba rok hitam dan baju krem yang Mama beliin
waktu itu dipake, pasti kelihatan manis deh! Mama kan udah
suruh ganti baju tadi! Jangan pake baju gombrong yang jelek
gitu! Kamu kucel banget tau, nggak? Mana ada anak cewek
jorok macam kamu. Sekali-sekali kalau pergi atau pulang
kampus, sempetin dulu liat kaca, bersihin wajah dari minyak

30
http://pustaka-indo.blogspot.com
dan kotoran biar jerawat kamu nggak nambah, trus nyisir dulu
biar nggak berantakan bla… bla... bla…”
Ucapan dan perkataan Mama yang memekakkan telinga
tidak kudengarkan lagi. Di otakku masih terngiang-ngiang
ucapan Cindy dan tatapan dingin Alan. Sebelum Mama me-
neruskan kalimat-kalimatnya, aku kabur ke kamar.
”GARNET!” panggil Mama.
”Garnet mau tidur, Ma! Capek!”
”GARNET! BADAN KAMU UDAH TERLALU KURUS,
MAKAN DULU SEBELUM TIDUR! MAMA UDAH
BUATIN DIET TINGGI KALORI TINGGI PROTEIN
DARI DOKTER! GIMANA KALAU MAAG KAMU
KAMBUH LAGI? MAMA JUGA YANG...”
BRAK! Kututup pintu.
Masih terdengar keluh kesah Mama dari luar.
Peduli amat dengan tubuhku yang kurus ini, peduli amat
aku menderita maag kronis, peduli amat dengan makanan itu.
Saat ini yang kuinginkan adalah berbaring dan memejamkan
mata. Atau aku nonton saja ya? pikirku. Kuputuskan me-
nonton Lord of the Rings, maka kuhidupkan komputerku.
Selama menonton, entah kenapa pikiranku melayang, kem-
bali teringat pada peristiwa yang lalu.

***

”Aduh… sebelum berangkat mandi dulu nggak sih?”


”Siapa yang belom mandi, ngaku?”

31
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Makhluk jelek dilarang dekat-dekat gue!”
”Yang ngerasa paling jelek, tunjuk tangan…”
Itu adalah deretan kata yang sering dikumandangkan Cindy
untukku. Dan semuanya selalu diakhiri satu kata yang diucap-
kan dengan rasa geli dan berulang-ulang. Apa lagi kalau bukan
”hahaha…” alias suara tawa? Ah… menyedihkan!
Karena sudah terlalu sering jadi bulan-bulanan, aku jadi
kebal. Ironisnya, makin hari aku makin merasa seperti apa
yang dikatakan mereka. Yeah, AKU JELEK!
Puncaknya adalah di hari itu. Saat aku datang ke kampus
dengan dengan banjir keringat karena angkot yang kunaiki
sesak penumpang.
”Garnet, badan lo bau banget, ya? Kayaknya… deodoran
nggak mahal deh! Kalau lo nggak beli, biar gue beliin yang
bungkusan! Ha... ha… ha...,” sindir Cindy.
Mataku menyipit, menyadari aroma tubuhku yang berke-
ringat dan menyengat. Apa pun itu, aku merasa bau badanku
ini bagaikan terapi aroma yang dipajang di dalam ruangan.
Aku diam saja sambil berjalan ke bangkuku.
Cindy dan dua dedengkotnya masih tertawa. Dan yang me-
nyebalkan, tawa itu diikuti tawa seluruh teman sekelasku yang
lainnya.
Aku memilih tidak memedulikan tingkah mereka.
Hh… betapapun kerasnya aku mencoba, aku tahu per-
tunjukan ini belum berakhir! Sebentar lagi, Cindy pasti akan
mendekatiku seperti yang biasa ia lakukan.
Nah… benar, kan? Dia berada di belakangku sekarang. Dan

32
http://pustaka-indo.blogspot.com
dengan santainya menarik sesuatu yang bertengger di atas
hidungku. Kacamata minus enam!
”BALIKIN!” pekikku.
”Gue pinjem bentar!” seru Cindy sambil tertawa.
Ya ampun… pandanganku benar-benar kabur. Aku merasa
menggapai angin saat berusaha merebut benda keramat yang
sudah bertahun-tahun menghiasi mataku itu. Aku pasrah
mendengar tawa mereka. Rasanya ingin melawan kalau saja
Cindy tidak keburu merebut kacamataku. Sayangnya, gerakan
Cindy begitu cepat.
”HEI! BALIKIN NGGAK?” terdengar suara membentak.
Oh Godness! Suara cowok! Mungkin dewa penolongku. Aku
bernapas lega menduga-duga. Wahai! Siapa yang berhati malai-
kat itu? Setahuku selama ini tidak ada yang berani melawan
Cindy. Jadi ini bisa kukategorikan sebagai kejadian luar biasa.
Aku memakai kacamataku lagi setelah dengan berat hati
Cindy mengembalikannya. Setelahnya, baru aku sadari sosok
cowok yang telah menolongku.
Ya Tuhan! Aku berharap ini bukan mimpi. Dia Alan! Alan
Prasetya! Cowok paling cool, keren, dan ganteng di kelas ini.
Antara percaya dan tidak aku melihatnya. Selama ini me-
negurku pun dia tidak pernah. Tapi hari ini, dia menolongku!
DIA MENOLONGKU! Dan itu nyata! Terutama kata-kata
terakhir yang ia ucapkan dengan tajam ke arah Cindy.
”Denger ya, Cin, gue nggak suka liat lo perlakuin Garnet
kayak gitu! Dan gue nggak mau itu lo ulangi! INGET ITU!”
bentak Alan.

33
http://pustaka-indo.blogspot.com
Suasana menjadi agak panas. Untunglah suasana kembali
normal saat Mr. Danny masuk ke kelas untuk memulai pe-
lajaran.
Tidak terbayang betapa malunya Cindy, betapa kesalnya
Siska dan Laura dengan perlakuan Alan. Namun, aku satu-
satunya orang yang merasa berbunga-bunga karenanya.
Perlakuan Cindy bisa kulupakan, tatapan tidak suka dari
Siska kukesampingkan, senyum mengejek Laura tidak ku-
pedulikan, tawa seisi kelas tidak kupusingkan! Tapi, sikap Alan
yang membelaku tidak bisa kulupakan begitu saja. Dan yang
tidak pernah kuduga sama sekali, sekelumit kejadian itu adalah
cikal bakal aku jatuh cinta.
Yeah, akhirnya aku jatuh cinta pada Alan. Perasaan itu
kupendam berbulan-bulan, hingga akhirnya aku memutuskan
memberanikan diriku menyatakan perasaan padanya.
Beberapa minggu terakhir, sebelum aku memutuskan me-
ngirim surat cinta pada Alan, entah angin apa yang membuat
Cindy begitu baik padaku. Bahkan dengan terang-terangan ia
mengatakan ingin berteman padaku. Aku menanggapinya
dengan senang hati saat ia menawarkan diri membantuku
menyerahkan surat cintaku itu. Walaupun akhirnya… AKU
DITOLAK!
Hekh! Tentu saja rasanya sangat sakit.
Namun, yang tidak bisa kuterima adalah kebohongan Cindy
yang mengatakan bahwa Alan mengajakku berkencan. Selain
itu, penolakan Alan juga menyinggung perasaanku.
Hhhhh…. Kadang aku tidak bisa menerima semua ini.

34
http://pustaka-indo.blogspot.com
Termenung aku mengingat kejadian itu.

***

Sambil nonton Lord of the Rings sendirian di komputer dalam


kamarku, aku membayangkan suatu hari nanti akan ada cowok
sekeren Orlando Bloom hadir dalam hidupku. Yaah… hadir
dalam mimpiku saja aku sudah senang.
Tidak terasa air mataku mengalir. Aku benci menangis! Me-
nangis makin membuatku merasa bahwa aku adalah pecun-
dang.

35
http://pustaka-indo.blogspot.com

3
Perjanjian dengan Tante Maya


GARNET JELITAAAAAA! AUWO…!!!” Teriakan Tarzan
dari Bang Reza membangunkan aku dari tidur sore itu. Biasa-
nya kalau dia berteriak seperti itu, ada temanku yang datang.
Aku melongokkan kepala ke luar kamar. ”Siapa?” tanyaku
padanya.
”Cewek paling seksi sedunia. VERONIKA!”
Aku mencibir. ”Vero janji ngasih apa sama lo? Kok mujinya
dahsyat banget kayak gitu?”
Aku segera menghampiri Vero yang berdiri di depan pintu
rumah. Sudah dua hari ini aku tidak bertemu dengannya.
Tumben nih anak, ke rumah nggak nelepon dulu. ”Ver, ma-
suk!” ajakku. Namun, keningku segera berkerut saat melihat
tampang anehnya.
”Pssst!” Vero menarikku masuk ke rumah. Ia kelihatannya
sangat gelisah menunjuk-nunjuk ke depan rumahku.
Kulongok ke depan, Nissan X-Trail Vero parkir di luar pagar
rumahku. Seseorang duduk menunggu di balik setir.

36
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Sama siapa lo?” tanyaku.
”Tante Maya!”
”Tante Maya? Bukannya dia masih di Amerika?” Aku ke-
heranan. Sejak kapan tante Vero yang cantik itu datang kem-
bali ke Tanah Air tercinta Indonesia Raya merdeka ini?
”Tante Maya baru nyampe kemarin! Kepulangannya punya
misi membuat hidup gue kacau-balau, tau nggak?” kata Vero
tambah gelisah.
”Ada apa sih, Ver? Kok lo panik gitu? Gue jadi bingung!”
”Net, lo nggak ada acara kan sekarang?”
Aku menggeleng. Heran.
”Please temenin gue!”
”Temenin ke mana?”
”Tante Maya mau bawa gue ke klinik untuk konsultasi
dokter. Lo temenin gue ke sana!” kata Vero panik.
”Emangnya lo sakit pake ke dokter segala?” tanyaku tambah
bingung.
”Gue hampir sekarat!”
”HA?!” Aku kaget. Badan sebesar itu bisa sekarat juga?
”Gue bisa mati kalau lo nggak ikut gue sekarang!” kata Vero
seperti mau mati beneran, sambil menarik-narik tanganku.
Wajahnya benar-benar pucat.
Aku rasa ini serius, maka tanpa pikir panjang, aku menuruti
kemauannya masuk mobil. Untung aku masih sempat meng-
ganti pakaian kusut yang kupakai tidur siang dengan kaus dan
jins kumal yang tadi kupakai ke kampus.
Tante Maya menyambutku dengan senyum ramah. Wajah

37
http://pustaka-indo.blogspot.com
cantiknya sungguh sedap dipandang. Umurnya sekitar tiga
puluh limaan. Rambutnya yang lebat dicat cokelat kepirangan.
Aslinya sih warga Batak, tapi raut wajahnya seperti penduduk
pribumi blasteran. Dia tipe wanita yang masih betah melajang.
Kalau belum pernah melihat foto keluarga mereka, sampai
mati pun aku takkan percaya wanita cantik ini tantenya
Vero.
”Halo, Tante…” sapaku sambil masuk mobil.
”Hai, Garnet… kami berdua nggak ganggu kamu kan, Net?
Soalnya Vero ngotot banget kamu harus ikut,” kata Tante
Maya lembut.
Aku menggeleng. ”Nggak kok, Tante, Garnet lagi nggak
ngapa-ngapain.”
”Habisnya nih, Vero manja banget! Masa mau ke dokter aja
harus dipaksa dulu baru mau jalan. Udah gitu, syaratnya kamu
harus ikut! Penakut banget sih! Kayak anak kecil aja!” Tante
Maya tertawa.
Aku tersenyum menanggapinya sambil melirik ke arah Vero
yang terus pasang tampang cemberut. Entah apa yang ada di
dalam pikirannya. Tapi yang jelas, dilihat dari sudut mana
pun, Vero tidak terlihat seperti orang yang sedang sakit.

***

Setelah berkendara selama beberapa waktu, Nissan X-Trail yang


kami kendarai parkir tepat di depan sebuah bangunan tingkat
tiga bercat putih. Di atas bangunan itu, kubaca sebaris kalimat:

38
http://pustaka-indo.blogspot.com
BEAUTY AND HEALTH WITH PLASTIC SURGERY DR.
MICHAEL HUTAGALUNG.
Aku melongo menatap Vero. INI KAN KLINIK KE-
CANTIKAN?
”Ver, lo gila! Lo mau operasi plastik ya?” Aku menarik le-
ngan Vero ke sudut ruang klinik saat Tante Maya mendaftar-
kan nama Vero untuk konsultasi.
Vero gelisah. ”Itulah masalahnya, Net, Tante Maya nyaranin
gue sedot lemak! Makanya gue dibawa ke sini.”
”APA? SEDOT LEMAK? GUE NGGAK SETUJU!” tolakku
cemas.
Wajah Vero pun tak kalah cemasnya. Sampai berkeringat
dingin. ”Gue juga nggak mau. Lo kan tau sendiri, gue paling
takut sama yang namanya operasi! Tapi kata Tante Maya…”
”Vero, masuk ke ruang dokter yuk!” Tante Maya memberi
isyarat pada Vero untuk masuk karena Dokter sudah me-
manggilnya.
”Net, lo jangan ke mana-mana ya? Gue mau ngomong se-
telah ini.”
”Ta… tapi...”
”Garnet, tolong tunggu sebentar, ya? Tante mau nemenin
Vero dulu,” kata Tante Maya padaku.
Dengan terpaksa aku mengangguk, khawatir dengan keadaan
Vero yang berkeringat dingin.
Wajahku tegang saat menatapnya masuk ke ruang dokter.
Sementara menunggu, aku duduk di ruang tunggu. Kulihat
keadaan sekitar, pengunjungnya lumayan ramai. Rata-rata yang

39
http://pustaka-indo.blogspot.com
datang memiliki wajah cantik. Hidung mancung, body seksi,
kulit mulus. Entah menu apa yang ditawarkan klinik ini
sehingga mereka berpenampilan luar biasa seperti itu. Tidak
hanya itu, para pegawai, baik suster dan beautician yang
bekerja di sini, juga memesona. Aku sempat terlena dengan
pemandangan menakjubkan itu.
Tak lama kemudian, seorang wanita duduk di sebelahku.
Kulitnya putih, bersih, dan mengilap. Selain itu, ia memiliki
ukuran payudara yang… tidak bisa kubayangkan! Setelah ku-
sadari keadaanku, aku jadi risih karena terlihat berbeda. Kulit
hitam, jerawatan, kucel, dan kurus. Aku hendak menyingkir
kalau saja ia tidak mengajakku bicara.
”Mau suntik?” tanyanya.
Aku menggeleng. ”Nemenin temen konsultasi.”
”Oh… saya pikir mau suntik.”
”Suntik apa, Mbak?” tanyaku setengah heran. Aku kan
nggak sakit. Aneh sekali orang ini! pikirku.
”Suntik putih!” jawabnya.
”Suntik putih?” Aku melongo.
”Iya. Dulu warna kulit saya kayak kamu lho.”
Mataku terbelalak. Kulit seputih itu? TIDAK MUNGKIN!
Terbayang di benakku tentang The King of Pop, Michael
Jackson. Kulitnya kan hitam sebelum disuntik pemutih. Apa
maksudnya yang seperti itu ya?
”Saya juga dulu kurus banget,” lanjutnya, ”hidung saya juga
dulu pesek. Tapi, setelah saya suntik putih, suntik gemuk,
operasi hidung dan payudara, begini deh hasilnya! Kamu coba

40
http://pustaka-indo.blogspot.com
deh, biayanya nggak terlalu mahal kok! Suntik putih dengan
jangka waktu panjang, saya cuma keluar uang enam juta
rupiah. Murah, kan?”
ENAM JUTA?! Dia bilang enam juta murah? Bagiku itu
sangat mahal!
”Hidung saya bisa semancung ini karena uang delapan juta,
payudara dua puluh lima juta. Untuk mendapatkan berat
badan seideal ini saya menghabiskan uang lima juta. Hasilnya
juga nggak mengecewakan. Zaman gini di Jakarta udah rahasia
umum kalau operasi plastik itu jadi kebutuhan. Setelah operasi,
saya jadi lebih percaya diri. Cari cowok juga gampang! Jadi,
jangan malu-malu berubah secara instan. Kalau seperti kamu,
selain suntik putih, suntik gemuk, operasi hidung dan payu-
dara, saya rasa perawatan jerawat dan operasi pembesaran
bokong juga perlu karena…”

***

BRAK!
Kututup pintu toilet dengan kencang.
Aku lega telah meninggalkan wanita tadi yang terus bicara
membanggakan bentuk tubuhnya.
Kubuka kacamataku dan membasuh wajah untuk meng-
hilangkan setan-setan yang ada di kepalaku. Kutatap pantulan
wajahku di cermin. Ucapan wanita benar-benar mengerikan.
Itu artinya aku harus mengubah hampir semua anggota tubuh-
ku agar mendapatkan badan yang indah dan ideal. Dan aku

41
http://pustaka-indo.blogspot.com
harus merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk mengeluarkan
uang puluhan juta. Itu pun kalau aku punya. Aku rasa aku
cukup percaya diri dengan keadaanku yang seperti ini. Meski-
pun tidak menarik dan pernah ditolak, aku tidak akan operasi
hanya untuk mendapatkan cinta Alan!
Setelah cukup tenang, aku segera keluar toilet. Aku teringat
harus segera kembali ke ruang tunggu. Siapa tahu Vero dan
Tante Maya sudah selesai konsultasi. Namun, karena terburu-
buru, di persimpangan ruang tanpa sengaja aku bertabrakan
dengan seseorang.
BUK!
”Aduhhh!” aku hampir terpental. Dengan tubuh kerempeng
seperti ini, serasa barusan disenggol buldoser.
”Sori…,” ucap orang yang barusan menabrakku.
Aku terpana melihat cowok yang berdiri di hadapanku.
Tubuhnya tinggi, wajahnya tampan, hidungnya mancung,
kulitnya putih. Namun, kekagumanku hanya sekejap. Untuk
apa cowok datang ke klinik kecantikan seperti ini? Aku me-
natapnya dengan penuh kecurigaan. Perasaanku mengatakan,
WAJAH ITU PALSU!
Ah! Pemandangan ini membuatku mati rasa. Ternyata bukan
hanya perempuan yang menyukai bedah plastik, laki-laki pun
tidak mau ketinggalan. Makhluk macam apa dia? Aku melirik-
nya sinis.
”Kamu nggak papa?” tanyanya.
Aku menggeleng cepat. Sebelum sempat meninggalkan tem-
pat itu, aku melihat Vero dan Tante Maya berjalan ke arahku.

42
http://pustaka-indo.blogspot.com
Bergegas aku menghampiri mereka. ”Vero, Tante, udah selesai
konsultasinya?”
”Baru aja selesai. Garnet kelamaan nunggu ya? Maaf ya,” kata
Tante Maya. Kulihat di sebelahnya Vero tampak murung.
”Ah, nggak kok, Tante.”
”Sama siapa kamu?” Tante Maya melirik cowok yang tadi
menabrakku. Tiba-tiba wajah Tante Maya berbinar. ”Oh! Hai,
Rhin!” Tante Maya menghampiri cowok itu dan berbicara pada-
nya. Kelihatannya Tante Maya mengenalnya dengan akrab.
Melihat Tante Maya asyik ngobrol, Vero segera menarikku
keluar klinik dan masuk mobil.
”Ver, Dokter bilang apa?”
”Gawat, Net, gawat! Gue jadi sedot lemak! Gila nggak?”
Wajah Vero pucat. Ia bersandar di jok mobil. Aku tidak tega
melihatnya.
”Gila banget!” seruku terkaget-kaget.
”Mati gue! Harusnya Tante Maya tetap di Amerika biar
nggak perlu liat badan gue! Duh, Net, kalau gue sedot lemak
gue harus rajin olahraga, minum obat pelangsing, dan diet
ketat! Itu artinya gue harus ngurangin hobi terbesar gue:
makan! Kacau, kan? Gue kan nggak bisa jauh-jauh dari yang
namanya makanan! Apa artinya hidup gue tanpa makanan…
iya, kan?” Vero hampir menangis.
Aku mengangguk. Teringat akan semboyan hidupnya yang
gila, makan untuk hidup.
”Terus apa rencana lo, Ver?”

43
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Gue nggak bisa mikir apa pun! Tolong gue, Net! Gue udah
dijadwalin operasi bulan depan!” Vero tambah panik.
”Apa? Bulan depan? Lo operasi bulan depan?” ulangku.
”Iya, Net! Bulan depan! Mati gue!”
”Wah, nggak bisa begitu! Tenang, Ver, gue janji akan ngomong
sama Tante Maya. Gue janji!” kataku menenangkannya.
Tak berapa lama, Tante Maya keluar dari klinik dan masuk
ke mobil.
”Gimana, Veronika sayang? Udah lega kan sekarang? Udah
dapet solusi penurunan berat badan secara singkat. Masih inget
pesen Dokter Michael tadi, kan? Satu bulan ke depan, kamu
harus tetap fit biar pas operasi nanti nggak ada kendala,
oke?”
Lega apaan? Seandainya Tante Maya tahu Vero hampir mati
karena solusi gila itu! rutukku dalam hati.
”Tapi, Tante…” Vero memelas.
”Nggak ada tapi-tapian! Pokoknya, jadwal udah dibikin dan
kamu harus ikutin apa kata Tante. Kamu mau badanmu se-
besar gajah?”
”Vero nggak mau operasi, Tan…”
Aku tak sampai hati melihatnya. ”Iya, Tan! Garnet pikir,
Vero nggak usah operasi deh! Soalnya, nanti program diet yang
udah kita atur malah berantakan!” kataku berbohong.
Vero melongo menatapku. Ia tidak percaya aku mengatakan
hal itu.
”Diet? Vero ikut program diet?” Mata Tante Maya terbe-
lalak.

44
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku mengangguk. Memberi kode pada Vero dengan men-
cubit pahanya. Untungnya Vero mengerti aku sedang meng-
ajaknya bersandiwara.
”Kok kamu nggak bilang sama Tante kalau selama ini kamu
diet, Ver?”
”Habis, Tante ngotot nyuruh Vero sedot lemak sih. Padahal
Vero udah jalanin program diet selama ini.”
”Hm… udah berapa lama?” tanya Tante Maya setengah ti-
dak percaya.
”Satu minggu!” kataku.
”Dua minggu!” teriak Vero.
Kami berucap bersamaan. Maka tahulah Tante Maya bahwa
aku dan Vero membohonginya.
”Oke, satu minggu atau dua minggu? Ada yang bisa jelasin
sama Tante?” Tante Maya menatap kami satu per satu.
Aku dan Vero menunduk.
”Ver, kamu jangan pernah bohongin Tante. Tante tau betul
kamu dietnya payah! Oke, sekarang Tante tanya, berapa rekor
terlama kamu ikut program diet?”
”Se...”
”Se… apa? Seminggu? Sebulan?”
”Se… tengah hari, Tan.”
Hhmfff! Aku mati-matian menahan tawa.
Vero melotot ke arahku.
”Nah! Itu kamu nyadar! Tante lakuin semua ini untuk ke-
baikan kamu, tau?”

45
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Maaf, Tante. Tapi maksain seseorang buat operasi apa
merupakan suatu kebaikan?” tanyaku. Terus terang aku sangat
menentang tindakannya. Harusnya ia lebih mengerti perasaan
Vero.
Tante Maya terdiam. ”Oke, Tante tau Tante terlalu me-
maksa. Gini aja, Tante kasih Vero waktu untuk nurunin berat
badan. Tante nggak akan nyuruh-nyuruh sedot lemak lagi, dan
operasinya boleh di-cancel, kalau Vero sanggup nurunin berat
badannya lima belas kilo dalam waktu satu bulan!”
”LIMA BELAS KILO?!!” aku dan Vero berucap bersamaan.
Kami saling pandang.
Tante Maya mengangguk.
Gila! Dengan nafsu makan sebesar Vero, menurunkan berat
badan lima belas kilo dalam waktu sebulan adalah hal yang
tidak mungkin! Dan kalaupun hal itu berhasil dilakukan, aku
rasa rekor MURI harus mencatatnya!
”Lima kilo, Tan!” tawar Vero.
”Empat belas!” ucap Tante Maya.
”Tujuh Tan!” seruku.
”Tiga belas!”
”Delapan.” Vero panik.
”Dua belas.”
”SEPULUH!” aku dan Vero sama-sama berteriak.
Hening.
”Oke, sepuluh! Deal!” Tante Maya mengedip, kemudian
menatap ke arahku. ”Dan Garnet, karena kamu udah ikutan

46
http://pustaka-indo.blogspot.com
bohongin Tante, kamu wajib ngingetin Vero untuk ngurangin
makan! Kamu Tante tugasin jadi penasihatnya!”
Aku dan Vero membanting badan di jok mobil. Keringat
Vero sebesar butiran jagung.

47
http://pustaka-indo.blogspot.com

4
Bertemu Kawan Lama

HARI ini seusai kuliah, aku tidak langsung pulang ke ru-


mah. Sore ini aku ada janji dengan Vero di kafe favoritnya.
Gila nih anak! Kemarin udah janji mau diet di depan Tante
Maya—pake sumpah demi langit dan bumi segala... eh…
sekarang malah ngajak janjian di kafe favorit! Kalau bukan
mau makan enak, apa namanya?
”Wuih… Ver, lo doyan apa hobi?” seruku saat melihat satu
gelas milk shake, satu mangkuk jumbo es krim bertabur
cokelat, sepiring penuh kentang goreng, dua dada ayam pedas,
dan satu pizza ukuran mega terhidang di meja.
”Dua-duanya!” Vero mencomot dua potong pizza sekaligus.
Makanan Italia itu langsung ia lumat sampai habis.
”Woi! Stop! Lo kan lagi diet!” cegahku saat Vero mulai
mengambil potongan ketiga dan keempat. Tindakanku sangat
beralasan, Vero sudah makan satu porsi paket chicken rice with
double wings tujuh menit sebelumnya. Selain itu, aku kan udah
janji pada Tante Maya untuk ngingetin Vero.

48

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Aduh, Net, lo jangan kayak Tante Maya deh! Ngelarang-
larang gue makan! Persetan dengan diet, persetan dengan sedot
lemak! Gue nggak peduli!” katanya cuek.
”Oke, silakan aja kalau lo mau ngerasain nikmatnya tidur
di meja operasi!”
Vero lemas. Mungkin ia agak trauma dengan kata-kata ope-
rasi. ”Yah, mubazir deh gue beli ini semua. Ayo, Net, lo yang
abisin!”
”Nggak ah! Lo tau sendiri gue paling males makan!”
tolakku. Itulah sebabnya sakit maag-ku sering kambuh.
”Kalau gitu, biar gue yang abisin kali ini… aja!” tawar
Vero.
”Ntar gue aduin Tante Maya, lo!” ancamku.
”Sedikit… aja!” Vero masih berusaha. Aku tahu mengabai-
kan semua makanan yang ada di meja adalah tantangan
terberat buatnya. Ia mulai mencomot es krim seujung sendok
kecil. Hanya seujung. Tapi… ”Hm…” ia mulai meleletkan
lidah. Melihatku tidak bereaksi, Vero meneruskan sendokan
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya. Sudah kuduga! Kalau
urusan makan, Vero paling susah dicegah. Vero baru berhenti
saat mendengar ring tone HP-nya berbunyi. ”Tante Maya!”
Vero mengangkat ponsel. ”Ya, Tante?”
Selama Vero bicara dengan Tante Maya di telepon, aku ber-
konsentrasi dengan jus avokat yang kupesan. Merasakan
dinginnya merasuk ke tenggorokan. Ah… Segarnya…
”Net, ntar temenin gue ke klinik Dokter Michael, ya?” kata
Vero usai menerima telepon dari Tante Maya.

49

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Ke sana lagi? Ngapain? Operasinya kan bulan depan? Apa
dipercepat?” tanyaku penasaran.
Vero bergidik. ”Nggak lah! Gila lo, perjanjiannya kan masih
lama. Gue disuruh Tante Maya ketemu Dokter Michael. Pin-
jem buku panduan diet untuk pasien obesitas.”
”Oh, jadi lo obesitas? Kok gue baru tau!” candaku.
”Sialan lo!”
”Dokter Michael baik banget sama Tante Maya, Ver!”
”Karena Dokter Michael mantan pacar Tante Maya.”
”Ha?” aku melongo.

***

Saat kami tiba di klinik, resepsionis mempersilakan kami


menunggu sementara ia menghubungi Dokter Michael. Tak
berapa lama, barulah kami dipersilakan masuk.
Ruang Dokter Michael tidak begitu luas. Ada tempat tidur
di sudut ruang, dan beberapa peralatan kesehatan lainnya yang
tersimpan dalam lemari. Tensimeter, masker, hand scoon, spuit
berbagai ukuran, obat-obatan, dan entah apa lagi.
Dokter Michael sedang duduk di mejanya dan tersenyum
pada kami.
Wah... ramah sekali orang ini. Meskipun berusia sekitar
empat puluhan, ketampanannya masih sangat nyata. Apakah
wajah itu juga palsu? Aku yakin dokter berwajah setampan ini

50

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
cukup meyakinkan seseorang agar tidak ragu mengeluarkan
kocek berapa pun untuk biaya operasi.
”Hm… Veronika. Kalian ayo duduk.” Dokter Michael me-
merhatikan Vero dengan tubuh besarnya, lalu melirik ke arah-
ku dengan tatapan tanda tanya. Mungkin yang ada di dalam
pikirannya, kenapa semut dan gajah bisa temenan ya?
Setelah duduk, aku masih sibuk pasang mata ke segala
penjuru ruangan. Ada berbagai poster tentang tindakan bedah
dipajang di beberapa bagian dinding. Juga ada gambar teknik
pelangsingan tubuh, before and after pasien operasi, serta
gambar-gambar bentuk tubuh yang ideal serta tidak ideal.
Kulihat salah satunya menampakkan tubuh yang kira-kira sama
kurusnya seperti aku. Di bawahnya tertulis kata-kata ”kurang
gizi”. Perlahan tapi pasti, aku melempem di bangkuku.
”Vero ke sini mau minjem buku, Dok!” kata Vero meng-
utarakan niat kedatangannya.
”Oh, ya. Maya juga telepon saya tadi. Sebentar…” Dokter
Michael mengangkat telepon di mejanya dan menekan nomor.
”Rhin, tolong buku yang ada di laci meja bawa ke sini, ya?
Ada dua buku di situ. Yo, makasih!”
Sembari menunggu, Dokter Michael mengajak kami
ngobrol. ”Ngng… ini teman kamu, Ver?” Lelaki itu memer-
hatikanku lekat-lekat. Mungkin dia heran kok ada ya manusia
sekurus ini?
”Iya, Dok, sahabat saya namanya Garnet,” kata Vero mem-
perkenalkanku.
Aku tersenyum padanya.

51

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Mmm… Garnet, berapa berat badan kamu?”
Aku melongo diberi pertanyaan seperti itu. Aduh... ngapain
sih nanyain itu? Males banget deh! ”Tiga sembilan, Dok,”
jawabku terpaksa.
”Tinggi?”
Kok gue diinterogasi sih? ”Seratus lima puluh enam.”
”Terlalu langsing, ya?”
Ugh! Nggak usah basa-basi deh! Terlalu kurus kan maksud-
nya? Aku menggigit bibir. Malu sih!
”Selama ini ada masalah? Suka pusing-pusing atau sakit
maag mungkin?”
Hei, hei! Aku kan nggak bermaksud konsultasi. Belum sem-
pat aku menjawab pertanyaannya, ada yang masuk ke ruangan.
”Ini bukunya. Panduan diet untuk pasien obesitas,” ucap orang
yang barusan masuk sambil meletakkan dua buku di meja.
DIA? Aku terpana. Dia cowok yang menabrakku di depan
toilet kemarin! Aku pikir dia pasien, tapi ternyata bukan!
Mungkin dia bekerja di sini.
”hanks, Rhin! Oya, kamu masih inget sama keponakan
Tante Maya, kan?” Dokter Michael menunjuk Vero.
Vero kaget. Aku juga.
”Hmm...,” cowok itu tersenyum, ”sebenarnya masih inget,
Oom, kemarin sebenernya udah ketemuan. Tapi kayaknya Vero
yang lupa sama Rhinky deh! Soalnya dia langsung pergi begitu
aja.”
Aku dan Vero saling pandang. Oom? Dia memanggil
Dokter Michael Oom? Itu berarti, dia keponakan Dokter

52

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Michael! Dan… namanya Rhinky? YEAH! RHINKY! Aku
langsung teringat sesuatu.
”Elo… Rhinky?” tanya Vero setengah takjub, seperempat
tidak percaya dan seperempatnya lagi bengong. Aku pun tidak
beda jauh darinya.
”Iya, gue Rhinky.”
Vero shock!
Aku mau pingsan! Tentu saja! Kalau mendengar nama yang
satu itu, sampai mati pun aku tidak akan pernah melupakan-
nya. Rhinky tetanggaku dulu, yang hobi main bola di lapang-
an dekat rumahku. Yang nakal, yang ingusan, yang dekil,
yang… ah…! Pokoknya dia juga yang pernah nyasarin bola ke
kepalaku. Aku yakin Vero juga tidak akan pernah melupakan
ia pernah nonjok muka Rhinky karena kejadian itu. Kenapa
cowok nakal, ingusan, dan dekil itu bisa berubah tampan
begini? TAMPAN BEGINI?!
Entah karena malu dengan peristiwa dulu, kaget dengan
perubahan Rhinky, takjub dengan ketampanan Rhinky, atau
karena masih shock, Vero yang biasanya banyak bicara jadi
tidak berkutik.
”Seneng ketemu lo lagi, Ver,” kata Rhinky.
”Yah, gue juga,” jawab Vero terpesona.
Hanya Vero! Ya, hanya Vero yang ia sapa. Itu berarti, dia tidak
mengenaliku lagi. Rhinky tidak tahu aku adalah Garnet! Ia
bahkan tidak peduli ada makhluk kurus, hitam, dan jerawatan
ini ada di sebelahnya. Yeah, dengan wajah setampan itu, aku
yakin makhluk jelek seperti aku ini lebih pantas diabaikan.

53

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Ngng… Vero permisi dulu, Dok! Kayaknya udah hampir
malem nih!”
Ah, akhirnya Vero mengatakan hal itu. Aku sebenarnya
sudah tidak betah berlama-lama di tempat ini. Terutama kalau
ingat bagaimana Dokter Michael bertanya tentang berat badan-
ku.
”Hm... ya, hati-hati di jalan, salam sama Maya ya, Ver?”
Vero mengangguk. ”Gue cabut, Rhin!”
Rhinky mengangguk sambil tersenyum.
Hmh… senyumnya manis sekali. Aku juga berusaha ter-
senyum padanya, meskipun sepertinya ia tidak memedulikan
keberadaanku. Namanya juga basa-basi. Tapi, mungkin perasa-
anku saja, sekilas kulihat ia membalas senyumku. Aku jadi
deg-degan.
”Oya, Garnet, kalau kamu butuh konsultasi, datang aja ke
sini. Saya bersedia kasih diskon lima puluh persen untuk tin-
dakan apa pun buat kamu,” kata Dokter Michael tiba-tiba.
Hek! Ucapan Dokter Michael barusan membuatku mati
langkah. Alias tidak bisa bergerak. Apa bentuk badanku se-
begitu menyedihkannya sampai ia rela memberi diskon se-
banyak itu padaku?
”Ya, makasih, Dok. Tapi saya masih percaya diri dengan apa
yang ada pada diri saya, dan bagaimana bentuk tubuh saya,”
jawabku pasti. Penuh percaya diri, meyakinkan, sekaligus ber-
bohong. Sebenarnya aku tidak begitu percaya diri kok, tapi
aku tersinggung dengan ucapannya.
Sebelum aku dan Vero keluar ruangan, sekilas kulihat

54

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Rhinky menatapku tidak percaya. Entah apa hanya perasaanku,
sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padaku. Namun aku
dan Vero keburu pergi.

***

Di dalam mobil Vero, sepanjang perjalanan, tidak hentinya


sahabatku itu mengungkapkan kekagetannya tentang Rinky.
Sepertinya dia sudah mendapatkan kembali saraf comelnya
yang sempat hilang.
”Gila! Gila! GILA!” Ratusan kali aku mendengar kata-kata
itu meluncur dari mulut Vero. ”Kenapa Tante Maya nggak
bilang kalau cowok kemarin itu Rhinky? Waah, ternyata ada
untungnya juga Tante Maya datang ke Jakarta dan maksa gue
sedot lemak!”
”Gue juga kaget ngeliat Rhinky, Ver!” seruku.
”Rhinky keren banget! Berubah banget! Gue nggak nyangka,
Net! Wah… kalau tau udah gede dia seganteng ini, dulu gue
nggak akan bantuin lo nonjok mukanya!”
”Huah! Jahat nih!” protesku.
Kami berdua tertawa teringat masa itu.
”Aduh, Rhinky… lo kok ganteng banget! Nggak dapet
Orlando Bloom gue rela deh pacaran sama lo!”
”Yee…” Aku ngakak melihat ekspresi Vero yang bicara
sambil terpejam-pejam.
”Eh, ngomong-ngomong, gantengan mana, Rhinky sama
Alan?” tanya Vero tiba-tiba.

55

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Hhh! Lo jadi ngingetin gue sama tampang cowok brengsek
itu, Ver!” aku cemberut.
”Sori, Net. Gue kelepasan! Tampang lo jangan jadi jutek
gitu dong! Gue nggak bermaksud ngingetin lo dengan per-
buatannya yang udah nyakitin lo kok! Gue cuma berharap lo
selalu inget, suatu hari nanti lo harus nonjok mukanya! Ha...
ha... ha…”
Aku ikut tertawa. ”Tenang, kalau lo ke kampus gue, gue
bawa lo ke depan mukanya. Kenalan sekalian!”
”Boleh, boleh… Gue pengin banget tuh kenalan sama Alan!
Bukan cuma tau di foto doang!”
Kami tertawa lagi.
”Oya, Net, besok sore temenin gue cari baju senam ya?
Kayaknya, buat ngedukung program diet, gue harus senam
yang teratur nih!”
”Ya. Tapi lo jemput gue ke kampus ya? Besok gue sampe
jam lima. Naaah, sekalian lo liat langsung tuh tampangnya si
Alan! Kenalan-kenalan deh!” candaku.
”Wuah! Kalau ucapan gue tadi make a wish, berarti harapan
gue mau ketemu Alan terkabul dong, hahaha...”
Vero emang paling bisa!

56

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

5
Aku Ingin Berubah

SUASANA di kampusku sangat tidak menyenangkan! Mak-


sudku, setiap hari memang sangat tidak menyenangkan. Tapi
hari ini lebih tidak menyenangkan lagi.
Awalnya sih tidak ada masalah. Tumben-tumbenan hari ini,
meskipun agak telat, ada bangku yang tersisa dua baris dari
belakang. Jadi aku bisa dengan leluasa memerhatikan
pemandangan-pemandangan di depanku dari sini. Dan yang
jadi pusat perhatianku adalah… Alan.
Entah kenapa, mataku tak bisa lepas dari Alan. Ia duduk di
barisan depan paling pinggir. Aku dapat dengan jelas melihat
wajahnya dari tempat dudukku. Cowok itu sedang serius atau
bengong? Kulihat matanya tak lepas memerhatikan wajah
dosen yang lagi ngomong.
Tiba-tiba Alan juga melirik padaku. Cepat-cepat aku ber-
paling.
Ah… jangan-jangan, dia pikir aku masih mengharapkannya.
Padahal sejak ia mencampakkanku, aku berusaha melupakan

57

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
aku pernah sangat menyukainya. Dan untunglah hampir
berhasil. Maksudku, rasa cintaku sudah menghilang 75%-nya.
Yang 25% lagi, sedang aku usahakan. Benar-benar perjuangan
berat!
Usai pelajaran berakhir, rupanya perhatianku pada Alan se-
lama pelajaran berlangsung tadi tak lepas dari pandangan mata
seseorang. Cindy menyadarinya, dan ternyata itu dijadikan
bahan ejekannya lagi.
”Duh, masih berharap nih?” goda Cindy sambil membuntuti
langkahku di belakang, diikuti Siska dan Laura.
”Apa sih?!” aku menepis tangannya yang kurang ajar me-
narik ranselku.
”Kenapa, masih sedih ya karena cinta ditolak?” ejek Cindy
dengan tampang dibuat layaknya orang ingin menangis.
”Uuuh… kacian…”
”Lo bisa berhenti gangguin gue nggak sih, Cin?” Aku me-
natapnya dengan kesal.
”Kenapa? Lo marah sama gue?”
”Ya jelaslah gue marah!” Aku berusaha melawan. ”Kalian
bertiga tuh nggak ada habisnya gangguin gue. Norak!” bentak-
ku sambil menunjuk tiga cewek itu.
”Eh, elo tu yang norak!” Cindy tak terima.
”Tapi gue masih punya harga diri daripada kalian yang
bisanya cuma ngeledek orang!” ucapku sambil meninggalkan
mereka.
”Eh, lo ngelawan gue?” Cindy yang emosi menarik tangan-
ku.

58

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Udah, kasih pelajaran aja, Cin!” Siska memanas-manasi.
Laura juga.
”Lepas!” Aku berusaha melepaskan tanganku yang berada
dalam cengkeramannya dengan menariknya secara paksa.
Untunglah berhasil. ”Terserah apa kata kalian!” Aku kembali
melangkah menjauhi mereka.
”JANGAN PERGI LO, JELEK!” Ucapan Cindy mendadak
menghentikan langkahku.
Aku menatap tajam ke arahnya. Mataku menyipit. ”Apa lo
bilang?”
”GUE BILANG, LO TUH JELEK!!” ulang Cindy.
Sebenarnya hatiku geram bukan main. Cuma kupikir,
setelah mengatakan hinaan itu dengan sendirinya Cindy akan
berhenti. Maka aku terus saja berjalan tanpa memedulikannya.
Namun, ternyata sikap tak peduliku membuat Cindy makin
menjadi dengan mengucapkan ejekan-ejekan lainnya.
”EH, GARNET, LO TUH UDAH JELEK, NORAK,
CULUN, JERAWATAN, KEREMPENG, LAGI! LO TUH
NGGAK SELEVEL SAMA GUE! GUE YAKIN, NGGAK
AKAN ADA YANG SUKA SAMA LO, KARENA LO TUH
SUPERJELEK! PANTES AJA ALAN NOLAK LO!”
Mendadak aku menghentikan langkah. Sakit sekali hatiku
mendengar kata-kata Cindy. Mataku terpejam. Menunduk. Air
mataku mengalir, tanganku bergetar. Aku ingin sekali berbalik
mendorongnya sekuat mungkin agar ia menjauh sejauh-jauhnya
dari hadapanku, agar aku tidak mendengar kata-kata menyakit-

59

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
kan itu. Namun sebelum hal itu sempat kulakukan, tamparan
yang cukup keras keburu mendarat di pipinya.
PLAK!
”Aww!” jerit Cindy mengaduh.
Hening.
Cindy memegang pipinya, tidak percaya.
Laura dan Siska bengong.
Aku menoleh dan terkejut ketika melihat seseorang berbadan
gemuk ternyata sudah ada di sebelahku dengan mata merah
menahan amarah menatap Cindy. Dia Vero. Aku baru sadar
dia sudah sampai di sini.
”DENGER YA KALIAN SEMUA! GUE NGGAK AKAN
SEGAN-SEGAN BERBUAT LEBIH DARI INI KALAU
KALIAN MASIH KASAR SAMA GARNET! INGET ITU!!”
bentak Vero sambil menuding tiga cewek ganjen itu. Usai me-
ngatakan itu, Vero menarikku pergi.
Kulihat baik Cindy, Laura, dan Siska ketakutan. Mereka
bertiga gemetaran sambil berpegangan tangan. Tidak aneh!
Kalau Vero marah, gajah pun langsung minggat!

***

Tangisku tumpah ruah di dalam mobil Vero, di lapangan


parkir.
”Udahlah, Net, lo jangan nangis lagi… udah…” Vero ber-
usaha menenangkanku sebisanya.
”Cindy bener, Ver, gue emang jelek, gue emang kurus, gue

60

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
emang nggak ada apa-apanya dibanding dia…,” kataku ter-
sendat-sendat.
”Net, lo jangan jadi pesimis kayak gitu.”
”Tapi emang bener, kan? Semua itu emang bener kan, Ver?
Karena semua itu makanya Alan nolak gue!”
Vero diam.
”SEANDAINYA GUE NGGAK JELEK SEPERTI INI,
VER!” teriakku histeris. ”SEANDAINYA GUE NGGAK
JERAWATAN, SEANDAINYA BADAN GUE IDEAL,
SEANDAINYA GUE BERUBAH, SEANDAINYA…”
”GARNET, GUE NGGAK SUKA LO NGOMONG
KAYAK GITU!” bentak Vero. ”KITA KAN UDAH JANJI,
NGGAK AKAN PERNAH BILANG KITA JELEK! KITA
SEPAKAT APA PUN YANG ADA DALAM DIRI KITA
ADALAH YANG PALING INDAH! NGGAK ADA ORANG
YANG BOLEH BILANG KITA JELEK, APALAGI DIRI
KITA SENDIRI!!!”
Aku terpana menatapnya. Kemudian tertunduk lemas sambil
terisak menutup wajahku.
”Net, maaf…” suara Vero melemah. ”Gue nggak bermaksud
ngebentak lo…”
”Nggak, Ver, apa yang lo bilang itu bener…,” ucapku pa-
rau.
”Net, asal lo tau, meskipun Cindy ngatain lo jelek, gue
tetep bangga punya sahabat kayak lo!”
Aku terkejut sekaligus terharu mendengar ucapan Vero. Air
mataku makin deras mengalir. Aku sangat menyesali kelakuan-

61

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
ku tadi. Ya Tuhan… andai Vero tahu, akulah yang seharusnya
bangga memiliki sahabat sebaik dia…
”Udah lo jangan nangis lagi.” Vero memelukku erat-erat.
Perlahan aku menjadi tenang. Kuseka air mataku, menyadari
sesuatu. ”Oya, Ver, kita harus cabut sekarang! Lo mau beli
baju senam, kan? Ntar pulangnya kemaleman, lagi!” aku meng-
ingatkan.
”OIYA!” Vero menepuk kepalanya.
”Wah, sori nih, Ver, gara-gara gue… kita baru jalan seka-
rang.” Aku menyesal.
”Ah! Nyantai aja, lagi! Ngng… tapi kayaknya cari baju
senamnya nggak jadi deh!” Vero berubah pikiran.
”Trus kita mau ke mana?”
”Tante Maya bilang, abis buku diet yang gue pinjem dari
Dokter Michael difotokopi, gue harus balikin buku itu seka-
rang. Nah… lo temenin gue ke sana.”
”Sekali lagi sori, Ver…” Aku makin menyesal. Padahal baju
senam itu cukup penting baginya.
”Udah… nggak papa kok, Net. Oya, ngomong-ngomong…
omongan lo tadi… emangnya kalau seandainya semua
terwujud, apa yang akan terjadi?”
”Omongan gue yang mana?” Aku menatap Vero heran.
”Ngng…” Vero tampak ragu-ragu mengatakannya. ”Kalau
seandainya lo berubah… emangnya lo mau ngelakuin apa?”
Vero mengingatkan.
Aku berpikir sejenak. ”Gue akan bikin Alan suka sama gue.
Biar Cindy dan yang lainnya tau, gue juga bisa dapetin cowok

62

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
cakep! Biar mereka nggak menghina gue lagi!” jawabku berapi-
api. ”Yeah, walaupun emang nggak bisa.” Aku segera sadar
diri.
”Net, gue emang suka lo apa adanya. Tapi, gue juga nggak
bakal ngebenci lo kok kalau lo berubah…,” ucap Vero tulus.
Aku melongo menatap Vero. ”Ver?”
”Kalau lo bener-bener niat, gue seneng banget kok, Net!”
”Maksud lo?” aku bingung dengan sikap Vero.
”Begini, kita berdua emang nggak boleh bilang kalau kita
jelek, tapi bukan berarti kita nggak boleh jadi cewek yang
bener-bener cantik, kan?”
Kata-kata Vero sulit kupercaya. Apa dia berusaha meng-
utarakan ide konyolnya lagi?
”Tante Maya udah kasih tantangan buat gue untuk ngurusin
badan selama sebulan ini dan gue setuju. Kalau itu berhasil,
berarti gue akan berubah Net. Nah, nggak salah kan kalau lo
ngelakuin hal yang sama? Lo berubah menjadi gendut dengan
ngatur pola makan lo yang aneh itu!” ucap Vero sungguh-
sungguh.
Astaga! Aku rasa itu ide brilian, tapi juga sangat tidak
mungkin! Apa Vero tidak pernah berpikir, menaikkan satu ons
berat badan tubuhku sama susahnya dengan menurunkan satu
ons berat badannya!
”Nanti sampai di klinik, sekalian kita tanya sama Dokter
Michael, ada buku diet untuk orang yang kekurangan berat
badan nggak buat lo?” usul Vero.
Aku ragu.

63

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Ayolah, Net, kita coba! Lo kan udah jadi penasihat gue
untuk diet. Nah, sekarang gue yang harus maksa lo untuk
gemuk. Gimana?”
Setelah kupikir… Vero ada benarnya juga. Yeah, tidak ada
salahnya mencoba. Aku mengangguk setuju.
Ucapan Vero benar-benar membangkitkan kemarahanku
pada Cindy. Yeah, kalau aku berhasil, setidaknya ada hal yang
bisa dibanggakan untuk mematahkan segala ejekan Cindy,
Siska, dan Laura yang tiap hari tanpa absen mengejekku. Jelek,
norak, culun, dekil, adalah segelintir kata-kata yang nantinya
akan kuhilangkan dalam kamus perbendaharaan kata-kata
mereka! janjiku berapi-api dalam hati.

***

Sampai di klinik, Vero menemui Dokter Michael di ruang-


annya, sementara aku menunggu di luar karena malu dengan
keadaanku. Lusuh, mata sembap habis menangis, menyedihkan!
Kalau aku menemuinya dalam kondisi seperti ini, berapa lagi
dia akan memberiku diskon untuk operasi?
Keadaan klinik mulai sepi. Wajar saja, waktu sudah me-
nunjukkan pukul 20.00. Sudah hampir tutup kurasa. Aku
duduk sendirian di ruang tunggu. Aku ngantuk, beberapa kali
aku menguap. Maka aku menundukkan kepala. Saking
ngantuknya, aku tidak sadar ada makhluk yang datang men-
dekat.
”Sendirian?” tanya sebuah suara.

64

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Siapa sih? Udah tau gue sendirian, pake nanya, lagi! Aku
menoleh dan kaget. Kukucek mataku beberapa kali. Meyakin-
kan diri aku tidak sedang melihat penampakan. Masih se-
tengah tidak percaya, mataku mengikuti gerakan cowok yang
kini duduk di sebelahku.
Astaga! ”Elo… elo… Rr… Rhinky? Lo Rhinky, kan?” tanya-
ku tergagap. Ya Tuhan… untuk apa si ganteng ini mendekati-
ku? Bukannya ia tidak mengenaliku lagi?
”Kenapa sih, ngeliat gue kayak ngeliat hantu?”
”Ngng... itu… itu…” aku gelagapan.
Rhinky tertawa memandangku. ”Lo ngantuk? Kok matanya
beler?”
”I... iya…” Aku nyengir. Ngantuk sekaligus habis nangis.
”Ya ampun, lo tuh dari dulu nggak berubah, ya? Masih
cuek kayak dulu, nggak sadar situasi, dan… dekil!” Rhinky
mengucek-ucek rambutku.
Aku terpana kaget dengan sikapnya yang tanpa canggung
itu. Rasa kantukku hilang mendadak. ”Lo kenal gue?”
”Ya iyalah! Lo Garnet, kan?”
Aku shock! Tidak percaya dengan apa yang barusan ku-
dengar. Dia memanggilku Garnet. Ia masih ingat namaku!
Rhinky masih ingat padaku! ”Lo serius masih inget gue?”
ulangku meyakinkan.
”Ya, cewek dekiii… l!”
”Astaga! Gue pikir lo lupa sama gue! SUMPAH!!” jeritku.
”Justru lo yang lupa sama gue, waktu kita tabrakan di de-
pan toilet, gue ngerasa itu lo. Tapi lo cuek aja ngeliat gue.

65

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Gue tambah yakin waktu ngeliat Vero ada di sana. Kalian
kompak banget ya, sampe sekarang masih sahabatan. Gue
inget, saking kompaknya, Vero pernah nonjok gue karena
belain lo.”
”Tapi kompaknya merugikan orang lain. Lo jadi korban
tonjokan nyasar Vero!” ucapku menyesali. Yah, itu adalah ke-
salahanku dan Vero terhadap Rhinky.
Kami tertawa, ingat masa lalu.
”Ngng… ngomong-ngomong, ngapain lo sendirian di sini?”
tanya Rhinky.
”Nemenin Vero balikin buku.”
”Oh…”
Kami terdiam. Canggung, tidak tahu mesti bicara apa.
”Lo kerja di sini?” tanyaku memecah kesunyian.
”Hm… belajar lebih tepatnya. Sekali-sekali gue ke sini. Kalo
nggak sibuk kuliah.”
”Oya, lo ambil jurusan apa?”
”Kedokteran.”
”WOW!” seruku kagum. ”Berarti di depan gue ini calon
dokter nih?”
”Ah… biasa aja, lagi!” ucap Rhinky malu-malu. ”Selesai
nanti, orangtua gue pengin gue ambil spesialis bedah plastik
di Eropa. Makanya, selama ini gue sering dateng ke klinik
ini… untuk lihat-lihat dan sedikit-banyak belajar lah…”
Astaga… kedatangannya ke klinik ini malah membuatku
menyangka ia salah satu pasien operasi. Ternyata perkiraanku
salah besar!

66

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Waaah… hebat! Dokter bedah plastik, uangnya pasti ba-
nyak!” seruku. Biaya satu kali tindakan operasi di sini saja
mahal sekali. Namun, kelihatannya Rhinky tidak begitu ber-
semangat.
Rhinky tersenyum hambar. ”Yeah, dari segi finansial cukup
menjanjikan. Tapi… dari segi hati, gue nggak begitu suka.”
”Kenapa?” tanyaku heran.
”Karena…”
”Hei! Asyik banget ngobrolnya!” Tiba-tiba Vero mengejutkan
kami. Rupanya dia sudah selesai.
”Eh, udah selesai, Ver?” tanyaku.
”Udah! Ngng… tadi, Dokter Michael bilang, dia nggak
punya buku diet yang kita cari. Tapi Dokter nyaranin lo buat
suntik lemak aja, Net. Biar gendutnya lebih cepat kelihatan.
Selain itu, nanti dikasih vitamin, obat nafsu makan, dan…”
Aku mencubit lengan Vero, menyuruhnya diam. Aku malu
dia mengatakan hal itu di depan Rhinky. Terutama ingat per-
kataanku yang terlalu percaya diri di depan Dokter Michael
kemarin. Jelaslah sesungguhnya aku hanya pura-pura.
Vero nyengir. ”Sori…”
”Lo mau gendutin badan, Net?” tanya Rhinky padaku.
”Ngng… ya,” jawabku malu-malu.
”Oya, berapa nomor HP lo? Kalau ada buku dietnya, ntar
gue pinjemin deh!”
”Lo serius?” Mataku terbelalak. Hatiku berbunga-bunga.
Rhinky mengangguk. Kami pun tukeran nomor hand-
phone.

67

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
***

”Sialan lo, Net! Ternyata Rhinky lebih inget sama lo daripada


sama gue! Padahal, sejak ketemu kemarin, Rhinky kan inceran
gue!” ucap Vero saat perjalanan pulang. Vero menunjukkan
ekspresi cemburu. Aku yakin dia iri berat melihat prosesi
tuker-tukeran nomor handphone tadi. Tapi itu kan kebetulan.
”Apa sih lo? Nggak penting tau nggak?!” Aku nyengir
sekaligus bahagia.
”Wah... jangan-jangan nanti dia bisa naksir lo tuh!”
Aku ngakak. ”Lo gila, ya? Mana mungkin cowok secakep
dia naksir gue! Dia gila, kali!”
”Ya, kalau dia naksir gue, berarti dia juga gila dong!”
Kami tertawa. Dalam tawaku, terbayang bagaimana Rhinky
meminjamkan buku diet itu untuk mendukung program peng-
gemukan badanku, dan aku berharap keinginan terbesarku ini
akan terwujud!

***

Aku tiba di depan rumah jam 21.10. Kulambaikan tanganku


pada Vero. Setelah mobilnya menghilang di balik tikungan,
aku masuk rumah.
Dua puluh menit lagi, jam malamku hampir habis. Mama
bisa ngamuk nih kalau aku pulang lewat dari jam 21.30.
Untunglah, aku datang tepat waktu. Mama nggak akan marah
soal jam malam, tapi… aku tidak boleh senang dulu.

68

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Garnet!” Mama berdiri di ruang tamu sambil berkacak
pinggang.
Bang Reza cengar-cengir di belakang Mama. ”Rasain!” bisik-
nya dari jauh.
Pasti Mama mau menyuruhku makan malam. Biasanya
dengan mata melotot seperti itu, dia akan berjuang keras me-
nyuruhku masuk ke ruang makan, bahkan terkadang dengan
marah-marah.
Aturan yang selalu kutentang! Karena seperti biasanya juga,
disuruh seperti apa pun, aku akan menolak untuk makan.
Kebiasaanku, kalau pulang malam langsung molor tanpa
makan dan mandi. Tapi kali ini, aku rasa aku akan mengejut-
kan Mama.
”Ma, masak apa malam ini? Aku mau makan,” ucapku.
Mama melongo. Terheran-heran campur bingung.
”Ma, cepetan dong, Garnet laper nih!”
Setengah tidak percaya akhirnya Mama menjawab pertanya-
anku. ”Mama buat bandeng presto, sayur lodeh, sama sambal
udang.”
”Temenin makan ya, Ma?” pintaku.
Meski masih keheranan, Mama mengangguk ”Ya…,”
jawabnya lembut, lalu tersenyum.
”TUMBEN SI JELITA MAU MAKAN!” teriak Bang Reza.
”REZA!” Mama melotot.
Dengan mata melirik, aku mencibir ke arah Bang Reza yang
bengong. Weee… elo tu yang reseh!
Bang Reza garuk-garuk kepala.

69

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Tak lama, Papa pulang dari kantor, kami makan malam
bersama.
Diam-diam semuanya sangat surprise dengan perubahanku.
Usai mandi, aku berbaring di tempat tidur, memegang
perutku yang terasa tidak enak. Aku makan terlalu banyak
tadi, maksudnya agar berat badanku cepat naik. Rasanya mual
dan mau muntah. Terlalu bersemangat, kali. Padahal tadi
Mama sudah memperingatkan, menurut dokter penderita maag
kronis tidak boleh makan terlalu banyak secara mendadak.
Nanti perut bisa terasa penuh dan tidak enak. Terlambat, aku
sudah merasakannya sekarang.
Biar saja, semuanya ini kulakukan demi niatku pada Vero
untuk sama-sama berubah, dan tentu saja sebagai awal pem-
buktian pada Cindy, aku tidak seperti yang ia kira. Yup!
TIDAK SEPERTI YANG IA KIRA!
Tanpa sengaja, mataku membentur ponselku yang tergeletak
di meja belajar. Segera aku meraihnya, teringat dengan nomor
seseorang. Aku membayangkan wajah seseorang itu, lalu ter-
senyum sambil memejamkan mata.

70

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

6
Pesan Mama

AKU bangun pagi-pagi sekali. JAM EMPAT TEPAT!!


Bayangkan, mungkin sepanjang sejarah, baru kali ini aku
bangun sepagi ini. Maksudku, bangun pagi karena keinginanku
sendiri. Tidak termasuk dibangunkan Mama, teriakan Bang
Reza, atau Papa kalau lagi marah-marah.
”Ahhhhh… segarnya…” Aku menghirup udara pagi dalam-
dalam.
Rasanya jarang sekali aku bisa merasakan menghirup udara
pagi, alami, dan belum tercampur polusi seperti ini. Ternyata
rasanya sangat nikmat! Aku tidak peduli hari masih gelap,
maling belum pulang ke rumah, atau kuntilanak masih sis-
kamling di kuburan. Yang penting aku menikmatinya!
Mama kaget melihatku. Bahkan lebih kaget lagi, saat dengan
suka rela aku menyempatkan diri membantunya membuat
sarapan.
”Net, kamu nggak lagi sakit, kan?” Mama menatapku tak
percaya. Saat melihatku sibuk memasukkan bakso, udang, dan
sosis dalam jumlah sangat banyak ke dalam wajan.

71

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku menggeleng sambil mengaduk-aduk nasi goreng. Karena
kupikir sosisnya kurang banyak, aku berjalan mendekati kulkas
hendak mengambil bungkusan sosis lagi. Aku pikir, lebih
banyak makanan berlemak, lebih cepat badanku gemuk.
Kening Mama berkerut. ”Garnet, kamu mau masak nasi
goreng campur sosis, atau sosis goreng campur nasi?”
Setelah sadar campuran sosisnya sudah lebih dari cukup, aku
mengurungkan niatku mengambil sosis.
Nasi goreng sudah matang. Usai menata piring di meja,
Mama mengajakku bicara.
”Garnet, ada apa dengan anak Mama? Kok tiba-tiba ber-
ubah?”
Aku bengong. ”Apanya yang berubah, Ma? Emangnya badan
Garnet udah tambah gemuk? Baru aja sekali makan malem
yang banyakan!”
”Bukannya begitu, justru karena kamu makan malem yang
banyak makanya Mama heran.”
”Ah, Mama, Mama nggak seneng liat anaknya berubah?
Gitu?”
”Bukannya begitu, justru Mama seneng banget. Cuma ke-
napa mendadak begini? Aneh… semalem tiba-tiba mendadak
minta makan tanpa Mama paksa. Apalagi makannya dengan
porsi yang banyak, kayak orang kesurupan!” Mama menarik
napas. ”Sekarang, bantuin Mama buat sarapan nasi goreng
aneh gini. Lagaknya kayak orang yang pengin buru-buru
gendut aja. Kamu punya masalah?”

72

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Ucapan Mama membuatku terdiam.
”Jujur sama Mama, Net.”
”Nggak ada apa-apa kok, Ma.”
”Net, feeling Mama, pasti ada apa-apa. Apa ada yang udah
nyakitin kamu? Ngeledek kamu? Iya?”
Memang benar kalau feeling orangtua itu pasti tepat.
Walaupun aku tidak pernah curhat tentang Cindy atau siapa
pun, ternyata Mama merasakannya.
”Maa…” Aku menatap Mama. Mataku berkaca-kaca.
Mama menatapku sedih. ”Jadi bener, kan?”
Aku menunduk sedih. Melihat tatapan Mama, rasanya aku
tidak sanggup menampung air mataku lagi.
”Garnet, anak Mama…” Mama memelukku erat-erat. Aku
merasa nyaman sekali di dalam pelukan Mama. Belaiannya
membuatku merasakan kehangatan seorang ibu. Hal itu mem-
buatku lupa tentang semua pendapatku yang selalu meng-
anggap Mama adalah sosok yang menyebalkan dan tukang
ngatur.
”Ada temen Garnet yang bilang Garnet jelek, Ma. Garnet
nggak terima dibilang seperti itu. Garnet harus berubah! Badan
Garnet harus bagus, Garnet harus cantik, Ma! Biar dia gak
ngatain Garnet jelek lagi! Harus!” Aku terisak.
”Garnet... Mama seneng kalau kamu mau berubah. Tapi
inget, Sayang, jangan karena kamu sakit hati, atau karena
kamu peduli dengan omongan orang lain yang buruk tentang
kamu, baru kamu mau berubah,” ucap Mama lembut sekali.
”Kalau karena itu, kamu pasti akan cari cara yang ekstrem

73

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
untuk mewujudkannya. Itu nggak baik, Sayang… Hal itu akan
jadi bumerang buat diri kamu sendiri. Dan itu artinya kamu
kalah. Mama nggak mau itu terjadi sama kamu.”
Aku menatap Mama lekat-lekat.
”Inget satu pesan Mama, hanya satu,” Mama menatapku
dalam-dalam, ”kamu harus berubah, demi diri kamu sendiri,
bukan demi orang lain! Dengan begitu, kamu nggak akan ter-
tekan menjalaninya… dan kamu akan menjadi pemenang…”

***

Aku tertegun di dalam ruang kelasku yang masih sepi. Yeah,


aku datang paling cepat hari ini, baru hari ini. Dan tentu saja
itu mengagetkan Handoko yang datang setelah aku. Biasanya
dialah orang pertama yang tiba di kelas.
”Tumben lo, Net, ada angin apa nih?!” tanya Handoko
bingung.
”Lo maunya angin apa? Ada angin topan, angin leysus, apa
puting beliung?” jawabku malas.
”Buang angin ada nggak?!” canda Handoko.
”Garing!” Aku mencibir.
Tak lama, seorang lagi datang.
Cindy! Ia agak kaget melihat keberadaanku.
Kedatangan Cindy diikuti Laura dan Siska, tapi mereka
tidak bereaksi hari ini, mungkin masih teringat tamparan Vero
kemarin, atau juga masih takut dengan ancaman Vero.
Kemudian kelas makin ramai. Anak-anak yang lain sudah

74

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
mulai berdatangan. Tidak terkecuali Alan. Hhhh… Makin
hari, tatapannya semakin dingin. Tapi aku tidak begitu me-
medulikannya. Di kepalaku masih terngiang-ngiang ucapan
Mama tadi pagi.

Inget satu pesan Mama, kamu harus berubah demi diri kamu
sendiri, bukan demi orang lain. Bukan demi orang lain…
BUKAN DEMI ORANG LAIN!

Mama benar, aku akan berubah demi diriku sendiri, demi ke-
baikanku sendiri! Bukan demi orang lain, bukan karena ucapan
Cindy, ejekan Laura dan Siska, bahkan bukan demi Alan!
janjiku dalam hati.
Aku tersenyum membayangkan wajah Mama, entah kenapa
hatiku jadi lega sekali.

***

Kebahagiaanku datang lagi saat Vero menjemputku ke kampus.


Hari ini kan Sabtu, aku pulang lebih cepat. Saat melihat Vero
datang ke kampusku, Cindy dan kedua temannya langsung
kabur melarikan diri. Kelihatannya mereka benar-benar trauma
dengan tamparan Vero.
Vero pun mengajakku ke rumahnya.

***

75

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Di rumah Vero, kami berdua makan siang bersama. Kulihat
menu yang dihidangkan untuknya lain daripada yang biasa.
Yang agak berbeda adalah, kali ini aku melihat Vero
diharuskan makan sayur. Aku paling tahu, selama ini dia
paling alergi makan sayuran.
”Ini makan siangnya, Non Vero,” kata pembantu Vero yang
bernama Parijem sambil menghidangkan makanan untuknya.
Tentu saja makanan ini semua atas anjuran Tante Maya
melalui buku diet yang dipinjamkan Dokter Michael.
”Duh… Jem… gue bisa lupa nih, kalau tiap hari makan
makanan kayak gini…,” keluh Vero pada Parijem saat melihat
ternyata makan siangnya hanya berupa semangkuk kecil sayur
bening, sepotong kecil semangka, sepotong tempe, dan tiga
sendok nasi putih.
”Bisa lupa?” keningku berkerut.
”Lupa bernapas!” sahut Vero kesal sambil melirik penuh
dendam pada Parijem dan seseorang di luar sana. Siapa lagi
kalau bukan Tante Maya.
Aku ngakak. Bagiku porsi seperti itu sudah cukup. Tapi
kalau mengingat porsi makan Vero ukuran jumbo, aku percaya
ia bisa mati kalau tiap hari makan dengan porsi sekecil itu.
Tante Maya masuk ke ruang makan. Rupanya ia mendegar
ucapan Vero. ”Jangan banyak omong deh! Kamu mau nasinya
Tante kurangin jadi satu sendok, tempenya jadi setengah
potong, sayurnya jadi…”
”Udah! Udah, Tante, jangan!” Vero menarik tangan Tante
Maya yang bersiap menarik kembali makan siangnya.

76

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Makanan Vero memang sengaja dipisahkan tersendiri.
Terpaksa, ia menahan diri untuk tidak mencomot ayam bakar
yang ada di piring nasiku, meluruskan kepala agar tidak
tergoda sepiring rendang daging di sebelahnya, dan menahan
liurnya yang hampir menetes saat melirik satu loyang puding
susu yang baru dikeluarkan Parijem dari dalam kulkas. Tentu
saja, makanan itu dihidangkan untukku. Atas perintah Tante
Maya, untuk menguji seberapa hebat ketabahan Vero atas
godaan makanan-makanan itu.
Aku bersumpah saat ini Vero pasti sangat gelisah.
”Ver, baju senamnya nggak jadi beli?” tanyaku mengalihkan
perhatiannya, sejak tadi ia terus melirik mulutku yang sibuk
menggigit ayam bakar. Setelah Tante Maya keluar ruang
makan, Vero kembali tidak berkonsentrasi dengan makanan-
nya.
”Ah, nggak papa lagi! Tanpa baju senam itu kan Tante
Maya tetep aja maksa gue senam mati-matian! Gila tuh orang,
seneng banget nyiksa keponakannya,” bisik Vero, takut ke-
dengaran Tante Maya lagi. ”Oya, Rhinky udah kasih buku diet
buat lo belom?”
”Belom. Ah, mungkin dia sibuk. Mana sempet nyariin buku
diet buat gue?” jawabku.
”Sibuk apaan?”
”Sibuk kuliah. Pulang kuliah dia langsung ke klinik. Rupa-
nya selama ini dia belajar tentang bedah plastik kepada Dokter
Michael. Katanya dia mau ngambil spesialisasi bedah plastik di
Eropa!”

77

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”HA, EROPA?!” Vero ternganga. ”Kok lo tau sih? Lo ngo-
brol banyak ya sama Rhinky? Ngomong-ngomong, dia udah
punya cewek belum?”
”Gila lo, mana mungkin gue nanyain itu!”
”Yaa, kali aja.” Vero tertawa.
”Kalau dia belum punya cewek, emangnya kenapa?”
”Kalau belum, kita gebet dia sesudah kita berhasil dengan
diet masing-masing!” katanya penuh semangat.
”Kita? Emangnya Rhinky bisa dibagi dua?” Aku ngakak.
”Becanda, lagi, Net! Yah... dengan adanya Rhinky, itung-
itung nambah semangat kita untuk lebih serius ngejalanin diet.
Ya, nggak? Itulah gunanya cowok cakep!”
Aku pikir omongan Vero ada benarnya juga. ”Gue setuju!”
seruku bersemangat.
”Yee, rupanya lo napsu juga!”
Kami tertawa lagi.
”Oya, program penggemukan lo udah sampe mana, Net?”
”Sebates makan teratur. Karena gue sakit maag, gue nggak
bisa makan terlalu banyak. Soalnya rasanya jadi mual dan
penuh. Mama wanti-wanti terus ke gue. Mama sempet
nasihatin gue waktu gue maksa makan banyak banget kemarin
malem! Kata Mama, kayak orang kesurupan!”
”Wah, gila lo! Itu kan gak bagus buat lo!” Vero terbelalak.
”Makanya Mama nasihatin gue. Yeah… kasih-kasih masukan
dan semacamnya.”
”Oh… Nyokap lo care juga!”
”Dia dukung gue, lagi!” kataku bangga.

78

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Vero mengangguk-angguk. ”Ya... ya... gue percaya dia serius
dukung lo, bukannya kayak Tante Maya, mentang-mentang
bokap gue lagi ke luar negeri, kesempetan deh nyiksa gue!”
”EHEM!” Tante Maya batuk di luar.
Vero mengerut, aku menahan tawa.
”Ngng… Eh, gue ada sesuatu buat lo, Net.”
”Apa tuh?” tanyaku penasaran.
”Ntar abis makan, ke kamar gue.”

***

Saat aku pulang dari rumah Vero, waktu menunjukkan pukul


19.30. Bergegas aku mandi. Setelah berganti baju, Mama me-
nyuruhku makan malam lebih cepat agar aku bisa menikmati
segelas susu sebelum tidur. Yeah, sejak aku memutuskan untuk
menjaga pola makanku, Mama turut campur tangan sebagai
pengawasnya.
Jam 21.00, aku belum bisa tidur. Susu yang dibuatkan
Mama hampir habis. Aku harus meminumnya sedikit-sedikit
agar tidak muntah. Karena belum merasa ngantuk, kusetel
tape-ku. Lagu Tere, Pasangan Sepadan mengalun dengan
indah.
Aku termenung di tempat tidur. Mataku membentur se-
katung besar paper bag yang berisikan berbagai macam makan-
an yang tadi kubawa.
Yeah, itu semua pemberian Vero.
Usai makan siang tadi, Vero mengajakku ke kamarnya. Di

79

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
sana, Vero memberiku SEKANTUNG PENUH COKELAT!
Ho ho ho! Banyak sekali!
Walaupun aku tidak begitu hobi makan cokelat, Vero
mengatakan mulai hari ini aku harus mencobanya untuk
menunjang program penggemukan badanku! Alasan Vero yang
lain, dengan menerima cokelat-cokelat itu, secara tidak lang-
sung aku membantunya.
Aku heran. Kemudian ia menjelaskan semua cokelat itu
adalah cokelat yang sudah terlanjur dibelinya untuk persediaan
tiga hari ke depan. Dan demi dietnya, ia tidak membutuhkan
semua itu lagi. Barulah aku mengerti.
Oya, selain itu Vero berjanji akan menyerahkan camilan
yang ia simpan di dalam lemari kamarnya (Gila, ini sih pe-
nimbunan sembako namanya!). Sekilas kulihat, tampangnya
sedikit tak rela saat menyerahkan semua benda paling berharga
dalam hidupnya itu. Tapi, yaaah, namanya juga pengorbanan!
Mau tak mau, ia merelakannya juga. Hari ini aku benar-benar
surprise dibuatnya!
Aku rasa, ucapan Vero yang menganjurkanku untuk sesekali
ngemil agar menunjang program penggemukan badanku ada
benarnya juga. Kebalikan dari Vero yang harus menghilangkan
hobi makannya demi program diet yang ia jalani.
Rupanya Vero sungguh-sungguh berjuang! Terbukti dengan
melakukan semua ini, dengan merelakan semua makanannya
untukku. Entah karena takut dengan ancaman Tante Maya,
takut dengan operasi sedot lemak itu, atau karena terpesona
pada Rhinky, yang jelas ia sangat berusaha!

80

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kalau begitu, aku pun tak mau kalah, aku juga harus ber-
usaha! janjiku dalam hati.
Hm… cokelat dan camilan-camilan ini akan sangat mem-
bantuku nantinya. Tapi, tetap saja aku harus menjaga diri agar
tidak terlalu banyak ngemil, karena kalau tidak, bukannya
camilan yang mengandung lemak itu akan membuat jerawatku
bertambah banyak? Yeah, paling tidak camilan itu akan ku-
makan sedikit demi sedikit.
Rupanya Vero memikirkan aku juga. Aku rasa, aku juga
harus membantunya. Tapi, kira-kira… apa yang bisa kulakukan
untuknya ya? Aku sibuk berpikir.
Membelikannya buku diet? Ah! Aku rasa buku dari Dokter
Michael sudah lebih dari cukup. Ugh… apa ya? Aku terus
berpikir.
Di tengah sibuknya otakku berfikir, HP-ku berbunyi. Kuraih
HP. Ada SMS masuk…
Mmm... dari siapa ya? Vero, kali.
”RHINKY!” jeritku memandang tak percaya pada ponselku.

Hi Net, dh tidur blm?

Waah… hidungku sampai kembang-kempis melihat sebaris


kalimat itu. Yeah, hanya sebaris SMS dari Rhinky sanggup
membuatku seperti penderita asma. Mungkin karena aku telah
tersihir pesonanya.

Belum, lagi. Lo, Rhin?

81

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Gue juga belom nih, gak bisa tidur.

Kalau gitu sama, gue juga gak bisa tidur.

Aduh… kenapa bahasannya nggak bermutu sih? Gerutuku


menyesal.

Gue dh dapet buku diet buat lo. Kapan kita bisa ketemu?
Besok bisa?

Mataku terbelalak. Naaah, ini dia yang kutunggu-tunggu! Ke-


temuan! Rhinky ngajak gue ketemuan? Rasanya aku mau
loncat tinggi-tinggi sampai nyentuh plafon saking girangnya.
Tidak disangka, ia sungguh-sungguh berniat meminjamkan
buku itu. Buru-buru kubalas SMS Rhinky. Aku tak mau ia
lama menunggu jawabanku. Atau aku yang tak sabar membalas
SMS-nya?

Bisa dong! Besok kan Minggu. Eh, tapi sebelumnya gue


makasih banget lho, Rhin, lo udah cariin buku itu buat
gue. Oya, ketemuannya di mana?

Aku tersenyum dan segera menekan tombol kirim. Namun


tiba-tiba mataku mendelik saat melihat laporan SMS.

Pesan gagal.

”Ha? Kenapa nih?” Kucoba mengirimnya lagi.

82

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pesan gagal.

Duh, kenapa sih? Kuulangi lagi sampai lima kali, barulah aku
menyadari sesuatu. Jangan-jangan… segera kucek pulsaku.
Astaga! Benar dugaanku, pulsaku tinggal 180 perak! Aku
lemas seketika. Ya ampuu... n! Kenapa aku bisa lupa mengisi
pulsa sih?! Segera aku berlari keluar, bermaksud minta pulsa
kepada Mama. Namun, gerakanku terhenti saat mendengar
HP-ku berbunyi.
Rhinky meneleponku! Suaraku tertahan membaca nama
yang tertera di layar ponsel.
”Hai, Rhin, sori bukannya nggak mau bales SMS lo, pulsa
gue habis, gue lupa ngisi. Tadi gue mau minta pulsa sama
Mama, eh lo keburu nelepon. Sumpah, gue jadi nggak enak
sama lo nih! Sekali lagi sori, ya? Sori banget…,” ucapku tanpa
basa-basi.
”Nggak usah dijelasin panjang-lebar, gue maklum kok,
Net!”
Aku jadi malu setelah sadar aku terlalu banyak bicara. Wah,
jangan-jangan aku tertular sifat Vero nih!
”Oya, ketemuan di mana besok?” tanya Rhinky.
Wah, baru saja hal itu mau aku tanyakan. ”Lo aja yang
tentuin tempatnya deh! Gue sih nurut aja. Jamnya juga ter-
serah lo. Besok gue bebaaas!”
”Oke kalau gitu, jam delapan pagi. Di klinik ya?”
”Ya. Gue pasti dateng,” jawabku langsung menyetujui.
”Oke, gue tunggu. Bye...”

83

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Bye!”
Klik! HP kututup. Aku tersenyum. Rasanya senaaaa… ng
sekali, namun tiba-tiba mataku melotot.
”JAM DELAPAN PAGI?!” Ya ampun! Itu artinya hari
Minggu pun aku harus bangun pagi?! Astaga… sama saja aku
tidak mendapat libur kuliah selama satu minggu penuh! Ku-
pukul jidatku.

84

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

7
Jalan Bareng Rhinky

RASANYA pagi ini aku tidak bisa menahan kekesalanku.


Jelas saja, di saat harus bangun pagi untuk menemui Rhinky,
aku lupa menyetel alarmku. Akibatnya, aku bangun jam 07.00.
Padahal aku harus sampai di klinik itu jam 08.00. Gawat!!
Aku kesiangan! Ugghh! Dengan kesal aku ngibrit ke kamar
mandi.
Setelah jebar-jebur ria selesai, aku membuka lemari pakaian.
Kutarik kaus hitam dan celana jins butut kesayanganku dari
sana lalu segera memakainya. Namun, entah kenapa aku me-
rasa ada yang salah dengan pakaian itu. Kuganti lagi dengan
kaus biru. Masih kurang pas. Kuraih kemeja putih. Agh! Ter-
lalu resmi! Kuambil kaus berkerah warna cokelat, jaket ungu,
kaus lengan panjang warna krem. Semuanya nggak oke!
Kuambil kaus.
Kemeja.
Kaus lagi.
Kemeja lagi dan lagi.

85

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sampai akhirnya baru kusadari kamarku berantakan!
”AAAARRGGHHH!” teriakku yang masih bingung harus
memakai baju apa. Aku melongo. Duh, kenapa hari ini aku
jadi gagap baju gini? Biasanya aku nggak pernah bermasalah
dengan apa yang kupakai! Apa ini karena Rhinky yang akan
kutemui? Hh… entah kenapa si tampan itu telah berhasil
membuatku minder dengan baju-bajuku. Padahal itu semua
baju yang biasanya kupakai.
Mama membuka pintu kamar. Ternyata ia mendengar
teriakanku. Keningnya berkerut melihat kamarku yang porak
poranda ”Kamu kenapa, Net? Kemalingan?!” canda Mama.
”Ugh, Mama… Garnet bingung nih, mau pakai baju
apa?”
”Lho? Kok? Tumben…”
”Ma… bantuin Garnet milih baju dong…,” pintaku.
”Nggak salah nih? Biasanya, kamu selalu nolak kalau Mama
suruh pake ini, pake itu,” celoteh Mama.
Aku tersenyum malu. Mengakui apa yang barusan Mama
ucapkan benar adanya. ”Abis, nggak tau nih kenapa hari ini
Garnet bingung mau pakai apa?”
”Emangnya kamu mau ke mana Minggu pagi begini? Biasa-
nya pagi-pagi gini kamu masih molor, bangunnya jam sebelas,
abis itu baru mandi kalau hari udah sore, trus…”
”Maaa...,” rengekku. Ternyata Mama hafal semua keburu-
kanku.
”Iya deh…” Mama mendekat. ”Kamu janjian sama siapa,
Net?”

86

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Janjian ma temen, Ma.”
”Mmm…” Mama tersenyum misterius menatapku.
Aku memerhatikan tubuhku di cermin dengan bingung.
”Mama liat apa sih? Emang ada yang ilang dari badan Garnet?”
”Mama tau… kamu janjian sama cowok ya?” tebak Mama.
Mau tak mau, aku jadi salah tingkah mendengar perkataan
Mama.
”Hayo… sama siapa?”
”Sama temen, Ma,” elakku.
”Nggak, Mama nggak percaya!”
”Bener, Ma, sama temen.” Aku mencoba meyakinkan
Mama, tapi sepertinya tidak berhasil. Untunglah Mama me-
nyerah.
”Oke, sama siapa pun itu, kamu pake baju ini aja deh.”
Mama mengambil tank top hitam sebagai dalaman, baju tangan
panjang putih kerah lebar dan celana jins tiga perempat.
”Maa...” Aku memerhatikan pakaian itu dengan saksama.
Itu baju yang dibelikan Mama yang belum pernah kupakai.
Aku terlalu alergi dengan pilihannya.
”Kenapa?”
”Itu kan baju perempuan…”
”Lho, kamu kan perempuan?” Mama bingung.
Aku sadar. ”Maksud Garnet, apa nggak terlalu seksi? Garnet
nggak akan nyaman makenya!”
”Siapa bilang ini seksi. Coba dulu deh… ini nyaman di-
pakai kok!” Mama meyakinkanku.
Mama membantuku memakai baju itu. Aku tak kuasa

87

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
menolak. Dan… Wow! Apa yang dikatakan Mama benar ada-
nya. Baju itu nyaman sekali. ”Iya, Ma, bajunya enak juga di-
pake.”
Mama tersenyum melihatku. ”Berarti, mulai hari ini kamu
mulai biasain diri pake baju yang Mama beliin, ya?”
Aku mengangguk setuju. ”Tapi, cuma untuk baju kasual
kayak gini aja. Kalau rok dan sejenisnya, Garnet masih ngeri,
Ma.”
”Nanti lama-lama sesudah kamu terbiasa dengan baju-baju
itu, kamu pasti akan cari baju yang lebih lucu daripada itu,
termasuk rok juga. Bahkan suatu hari nanti, sepatu high heels
yang Mama beliin buat kamu akan dapet gilirannya! Yakin deh
dengan apa yang Mama bilang.”
Ah, apa benar? Tapi, apa pun itu, aku mengucap terima
kasih pada Mama dengan memeluknya. Hm… aku senang
hubungan kami lebih baik. Ternyata, selama ini aku salah me-
nilai Mama.
”Astaga! Udah jam delapan kurang sepuluh!” aku tersentak
saat melihat jam. ”Garnet pergi dulu ya, Ma?” Setelah mem-
benarkan letak kacamataku yang sedikit miring, aku berlari
keluar kamar.
Mama geleng-geleng melihatku.

***

Kopaja jurusan Pasar Minggu-Cipulir sangat sesak. Penumpang-


nya penuh! Bahkan melebihi kapasitas. Aku heran, padahal

88

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
hari ini hari Minggu. Kudengar dari beberapa penumpang,
ternyata ada kecelakaan di Pasar Kebayoran, makanya jalanan
macet total. Untunglah aku yang biasa naik Kopaja ini masih
sempat dapat mobil, walaupun dengan keadaan yang sangat
memprihatinkan. Berdiri sambil berdesak-desakan.
Kurang-lebih lima puluh menit perjalanan, akhirnya sampai
juga. Aku keluar dari Kopaja mengerikan itu dengan penuh
perjuangan saking sempitnya.
Tapi, celaka! Aku turun di blok yang salah. Dengan kesal
aku berlari sepanjang kurang-lebih lima ratus meter sampai
akhirnya sampai di tempat tujuanku. Klinik kecantikan.
Fiuh… kuhapus keringatku yang bercucuran. Langkahku
oleng ke arah klinik, napasku ngos-ngosan.
Sepi sekali kelihatannya. Di mana Rhinky ya? Aku celinguk-
an.
Biasanya ada dua satpam berdiri di luar klinik, juga tidak
sedikit mobil yang parkir di depannya, tapi kali ini...
Hm… hari Minggu ternyata kliniknya tutup. Aku berjalan
lebih mendekat ke bangunan itu dan dengan rasa penasaran,
aku mengintip pintu klinik yang terbuat dari kaca.
”HIEEEH!” aku menjerit seketika saat samar-samar kulihat
ada bayangan wajah di kaca itu. Ada sosok mengerikan! Siapa
sih ngagetin aja?! makiku dalam hati.
Kucoba memerhatikan lebih saksama. Dan… ASTAGA!
ITU AKU! Bayanganku sesungguhnya! Benarkah seperti ini
penampilanku? Kenapa aku baru menyadarinya?!

89

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kucoba mengatur napas. Berpikir. Memercayai apa yang
barusan kulihat. Dan aku percaya! Kaca itu tidak bohong!!!
TIDAAAAKK!! Ingin rasanya aku meneriakkan kata itu se-
kerasnya kalau bisa sampai ke ujung langit.
Bayangkan! Wajahku sangat lusuh, rambut panjangku awut-
awutan, bulir-bulir keringat di seputar keningku masih turun
tidak berhenti. Penampilanku kali ini bagaikan pelari maraton
jarak jauh yang barusan mencapai garis finis. Tapi, aku pelari
yang kalah, karena tidak ada senyum di wajahku.
PENAMPILANKU KACAU-BALAU!
Ya ampun… baru kali ini aku merasa aku jelek sekali.
Maksudku, sangat-sangat jelek! (Karena aku memang jelek,
kan?) Buru-buru aku menyingkir dari sana. Trauma dengan
penampilanku.
Astaga!! Kenapa aku tidak menyadari seperti inilah penampil-
anku saat mencapai kampus. Ya, aku selalu datang telat, kan?
Berlari-lari menuju kelas, karena itu aku tidak sempat melihat
kaca. Lagi pula aku tidak penah peduli dengan kaca, aku tidak
pernah peduli dengan penampilanku. Tapi, aku tidak pernah
menyangka, BENTUK WAJAHKU SEMENGERIKAN INI?
Pantas! Pantas saja, Cindy selalu mengejekku, Laura dan
Siska menertawai aku, dan Alan tidak sudi menjadi pacarku.
Ya Tuhan… kenapa aku baru menyadarinya? Pantas saja Mama
selalu cerewet selama ini. Pantas… pantas… astaga… astaga…
cuma itu yang bisa kusebut.
Aku panik luar biasa! Bagaimana kalau Rhinky melihatku
seperti ini?

90

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Hei, siapa si jelek yang berdiri di sana?! Hhhh… aku rasa
dia akan berkata demikian. Kusisir rambutku sekenanya me-
makai tangan. Di tengah panikku, seseorang menepuk pundak-
ku dari belakang.
Setengah shock, aku menoleh.
”Hai… Net…” Rhinky menatapku heran, kaget, shock atau
mungkin juga takjub melihat begitu berantakannya aku. Yang
jelas, aku hanya bisa nyengir kuda ditatap seperti itu.
Please deh, Rhin, jangan liat gue kayak ngeliat kuntilanak!
batinku.
”Lo naek apa ke sini?” tanyanya. Pertanyaan yang sangat
tepat untuk seseorang dengan penampilaan yang kacau-balau.
”Kopaja,” jawabku berusaha tersenyum.
”Oh…”
Yup. Sudah jelas, kan? Cukup puas? Jadi jangan tanya itu
lagi. Karena kalau tidak, dengan malu aku akan menceritakan
bagaimana kondisi Kopaja yang menyesakkan, bagaimana aku
berdesakan, bagaimana perjuanganku keluar, dan bagaimana
aku berlari sepanjang lima ratus meter karena aku turun di
tempat yang salah.
”Sori, Rhin, gue telat ya?” Aku mengalihkan perhatian
Rhinky yang masih fokus dengan penampilan konyolku.
”Nggak papa. Gue baru selesai bantuin suster-suster di
dalem nyeterilin alat kok. Ada yang minta jadwal operasi sore
hari ini. Lo datang tepat waktu kok!”
Kulirik jam tanganku, 09.15. Aku harap ia tidak pura-pura.
91

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Oya, nih bukunya.” Rhinky memberiku sebuah buku yang
ia keluarkan dari dalam tasnya. ”Ngng… itu buku panduan
makanan apa aja yang bagus buat orang yang kekurangan
berat badan. Sekaligus contoh menunya.”
”hanks ya, Rhin!” ucapku sambil mengambil benda itu.
”Oya, gue langsung cabut nih, gue nggak mau ganggu acara
lo,” seruku bersiap-siap pergi. Aku pergi bukannya tanpa
alasan, kulihat Rhinky sudah siap dengan tasnya. Berarti, ke-
mungkinan dia punya tujuan ke suatu tempat hari ini.
”Eh, tunggu!” cegah Rhinky. ”Kok buru-buru banget sih, lo
mau ke mana?”
”Ngng… pulang!” jawabku polos.
”Jadi lo ke sini cuma mau ambil buku ini doang?”
Aku mengangguk. Yeah, pagi ini aku bingung mau pakai
baju apa sampai-sampai memorak-porandakan seisi kamarku
hanya untuk menemuinya, sekadar mengambil sebuah buku.
Menyedihkan! ”Bukannya lo mau pergi?” tanyaku.
”Gue emang mau pergi. Tapi sama lo, kalau lo juga nggak
ada acara.”
Mataku terbelalak. ”Lo yakin mau jalan sama gue?”
Rhinky melongo. ”Emangnya kenapa?”
Pake tanya lagi! Lo kan cakep banget, gue kan jelek banget!
Emangnya nggak malu? batinku. Namun, melihat tidak ada
keraguan di wajah Rhinky, segera aku menggeleng. ”Gue nggak
ada acara kok!”
Kami pun berangkat.

92

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
***

Rhinky membukakan pintu mobilnya untukku. Aku ge-er


setengah mati diperlakukan seperti ini. Dengan Toyota Avanza
miliknya, kami barusan sampai di sebuah kafe, di kawasan
Senayan.
Masih terlalu pagi untuk makan siang, maka Rhinky hanya
memesan segelas cappuccino untuknya dan segelas jus avokat
untukku. Tadinya aku mau pesan lemon tea, tapi Rhinky me-
larangku dengan alasan lemon tea lebih cocok diminum oleh
Vero. Oya, sebagai kudapan, Rhinky juga memesan satu porsi
spageti saus makarel bertabur keju yang sangat banyaa… k
untukku. Rasanya ia benar-benar berniat menambah jumlah
lemak dalam tubuhku. Bayangkan saja, kalau itu sekadar ku-
dapan, menu apa yang akan ia pesankan untukku kalau saat
ini makan siang?
”Kayaknya lo sibuk banget ya, Rhin, hari Minggu masih ke
klinik juga,” ucapku sambil menyuapkan spageti ke mulutku.
Ikan makarelnya sangat terasa.
”Ah, nggak juga. Kebetulan aja pasien Oom Michael lagi
penuh untuk bulan ini, makanya gue sempetin buat ngebantu.
Ngng… lebih tepatnya dipaksa ngebantu.”
”Dipaksa? Lho kok?”
”Sejujurnya gue kurang setuju dengan tindakan bedah
plastik. Tapi Oom Michael terus maksa gue buat suka, dengan
jalan ngebantuin dia kalau gue ada waktu.”
”Kenapa?” tanyaku heran.

93

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Jutaan wanita ingin tampil sempurna. Mereka mengharapkan
wajahnyalah yang paling cantik, tubuh mereka yang paling indah,
kulit mereka yang paling halus, dan mereka harus menjadi pusat
perhatian. Semua itu mereka peroleh dengan jalan apa pun.
Termasuk mengubah bentuk tubuh dan wajah mereka, sebagian
atau keseluruhan,” Rhinky menjelaskan. ”Salah satunya dengan
menjalani operasi plastik. Mungkin gue salah satu dari sekian
orang yang nggak suka dengan jalan pintas gini. Karena bagi gue,
kecantikan dan keindahan wanita yang sesungguhnya, ada pada
kebaikan hati, selain penampilan yang jujur dan apa adanya.
Itulah yang paling penting buat gue…”
Wah, terus terang mendengar penuturan Rhinky, membuat-
ku salut. Jarang-jarang ada cowok yang lebih mengutamakan
hati daripada tampang! Empat jempol untuknya! ”Jadi, atas
alasan itu lo nggak setuju dengan tindakan bedah plastik?”
”Yeah, kurang-lebihnya seperti itu. Lagian… menurut
pendapat gue, pasien yang sesungguhnya, adalah orang sakit
yang minta disembuhin. Sedangkan bedah plastik, adalah
orang-orang sehat yang minta disakitin.”
Aku tertawa. Ternyata selera humor Rhinky boleh juga.
”Tapi, kalau nggak suka, kenapa lo jalanin?! Lo kan bisa nolak
itu semua dan ikutin kata hati lo!”
”Ngng… ini hanya untuk sementara. Sekadar nyenengin
orangtua. Setelah gue lulus kedokteran nanti, gue mau lanjut,
coba ambil spesialis penyakit dalam. Dengan mengobati orang
yang benar-benar dalam kondisi sakit, rasanya… tenaga yang
gue keluarin jadi lebih berharga,” kata Rhinky tulus.

94

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku terpana mendengar ucapannya. Mau tak mau aku sangat
kagum dengan Rhinky, ia bukan hanya tampan luar biasa, di
balik itu, kebaikan hatinyalah yang paling luar biasa. Kalau ada
emas seribu karat, aku pikir hatinya seperti emas itu.
”Cuma… masalahnya, bokap gue dan Oom Haikal, berpen-
dapat beda. Mereka berpikir, ngapain sekolah mahal-mahal
kalau bukan untuk mendapatkan uang yang lebih banyak?
Dan bedah plastik memiliki peluang pendapatan yang sangat
besar. Terutama di zaman modern seperti ini, peminatnya sa-
ngat besar. Bahkan orang rela mengeluarkan uang berapa pun
untuk mengubah dirinya. Rasanya gue tertekan juga dengan
aturan mereka, terutama aturan bokap gue. Nggak ada satu
pun yang ngedukung gue…” Rhinky menghela napas.
”Rhin, gue rasa nggak ada salahnya lo pertahanin pendapat
lo. Selama lo bertahan, selama lo menganggap jalan yang lo
pilih adalah benar, gue yakin sekeras apa pun mereka, akhirnya
akan luluh juga. Tenang aja, Rhin, walaupun di dunia ini
kayaknya nggak ada satu orang pun yang ngedukung lo, gue
ngedukung lo penuh kok!” ucapku sungguh-sungguh.
Rhinky terpana menatapku lalu tersenyum. ”Makasih ya,
Net…”
Astaga, senyumannya membuat lidahku yang sedang me-
nyeruput jus avokat jadi mati rasa. Apalagi ia tersenyum sambil
menatapku lekat-lekat. Aku salah tingkah dan segera mema-
lingkan pandang.

***

95

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Setelah puas ngobrol-ngobrol di kafe, puas bernostalgia,
akhirnya kami ke mal. Ada yang kubeli di sana. Yeah, aku
baru memikirkannya saat melewati konter pakaian olahraga.
Aku kan berjanji mau memberi Vero sesuatu.
Pakaian senam untuk Vero! Semoga ia senang dan tambah
semangat menjalani program pengurangan lemak besar-besaran-
nya. Aku memilih baju senam paduan black and purple, sesuai
warna favoritnya.
Melihat hal itu dan mendengar bocoran tentang Vero yang
sedang semangat berdiet, akhirnya Rhinky juga menitipkan
sesuatu buat Vero. Walaupun aku sedikit iri, tapi aku rela
membantu Rhinky menyerahkan sebuah VCD body language
untuk Vero.

***

Aku masih berdiri full senyum di depan pagar rumahku


menatap kepergian Toyota Avanza Rhinky yang barusan
menghilang. Sampai masuk ke rumah pun, senyumku masih
mengembang. Bahkan ledekan Bang Reza yang sibuk
menggodaku tidak mampu menghapus senyumku ini. Ah…
aku senang… pokoknya AKU SENAAAANG! Aku berjalan
sambil loncat-loncatan.
”Busyet, kemasukan setan apa lo, Net?” Bang Reza bi-
ngung.
”Akhirnya, ku menemukanmu… saat raga ini ingin ber-

96

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
labuh… kuberharap engkaulah, jawaban sgala risau hatiku, dan
biarkan diriku mencintaimu hingga ujung usiaku…”
Bait-bait lagu dari Naff mengiringi langkahku sampai masuk
kamar.
Sampai kamar, tidak hentinya aku memandang cermin. Me-
merhatikan lingkar lenganku, dada dan perutku yang ke-
rempeng, bentuk mukaku yang terlalu tirus, dan mukaku yang
jerawatan. Di saat ini, aku berjanji akan tetap menjaga pola
makanku. Agar saat aku menatap cermin suatu hari nanti,
pemandangan ini akan berubah. Tentu saja dengan petunjuk
Mama dan… panduan buku dari Rhinky. YEAH!
Pertemuan dengan Rhinky tadi telah membuatku makin
bersemangat seperti ini. Waaah, mungkin ini yang Vero bilang,
itulah gunanya cowok cakep! Secara tidak langsung, sadar atau
tidak, Rhinky sudah memacu semangatku. Haha!

97

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

8
Tukeran Barang

AKU meletakkan sebuah paper bag kecil di depan Vero, saat


kami janjian makan di food court Plasa Senayan.
Vero memesan salad. Dengan sangat terpaksa tentunya.
Sedangkan aku menikmati chicken steak dengan sedikit wortel,
paprika, dan kentang goreng. Ah, rasanya aku juga butuh nasi.
Jangan kaget, sejak aku memutuskan untuk menggemukkan
badan, kalau bisa aku harus makan dengan nasi. Padahal
sebelumnya, aku bahkan tidak pernah bermasalah meski tanpa
makan apa pun.
”Apa nih?” tanya Vero.
”Liat aja!”
Vero mengeluarkan isinya. Lalu matanya terbelalak. ”Garnet,
waaah, bagus banget! Warna ungu! Ini buat gue?”
Aku mengangguk. ”Gara-gara gue, lo nggak jadi beli baju
senam. Makanya gue beliin satu buat lo.”
”hanks ya, Net…,” kata Vero senang.
”Bukan cuma itu aja, ini juga ada lagi,” kataku sambil me-
nyerahkan sesuatu. ”Kalau yang ini dari Rhinky lho!”

98

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”VCD body language? Dari Rhinky? Kok dia tau?” Vero
terheran-heran sekaligus senang.
”Tiga hari yang lalu, waktu gue nyari baju senam buat lo,
tiba-tiba dia beli itu buat lo.”
”Tiga hari yang lalu?! Itu hari Minggu, kan?... Kalian jalan
berdua?” selidik Vero.
”Nggak direncanain kok, tadinya Rhinky mau kasihin buku
yang dia janjiin. Karena sama-sama nggak ada acara, kita ber-
dua langsung jalan deh!” jawabku kelabakan. Aku takut di-
sangka Vero bermain belakang demi memperebutkan
Rhinky.
”Waah, lo udah buat gue ngiri, tau!” ucap Vero terus terang.
”Tapi nggak papa, kita bersaing sehat untuk ngedapetin
Rhinky! Kalau akhirnya dia suka sama lo, gue rela kok!”
Aku ngakak. ”Gila lo! Rhinky itu cuma nganggep gue saha-
bat! Cuma jujur aja sih, gue terima tantangan lo!” candaku.
Meskipun kalau itu terjadi, aku senang juga sih!
”Yee… akhirnya lo ngaku kan, kalau lo udah terpesona?
Terpesona… ku pada pandangan pertama…” Vero menyanyikan
lagu Glenn.
Aku tersenyum malu.
”Kalo lo ketemu Rhinky, bilang thanks sama dia ya, Net,
makasih udah mau kasih barang pemberian dan peduli sama
gue. Oya… ngomong-ngomong soal barang pemberian, gue
juga dapet sesuatu dari Tante Maya nih!”
”Oya? Apa?” tanyaku penasaran.
”Ngng... bukan berupa barang sih, tapi lebih mengandung

99

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
unsur kritikan! Lo tau sendiri, Tante Maya sok perfeksionis!
Serasa J-lo deh!”
Aku tersenyum. Dia memang cantik sih… ”Emang lo di-
kasih apa, Ver?”
”Pajangan dinding.” Vero tidak bersemangat.
Aku melongo. ”Pajangan dinding?”
”Ini…” Vero mengeluarkan secarik kertas ukuran A4 dan
menyerahkannya padaku. Aku membacanya dengan saksama.

KEBURUKAN VERO
– Tukang menimbun makanan
– Males gosok gigi sebelum tidur, makanya mulutnya
bau
– Senamnya nggak semangat
– Tukang molor, ngorok, ngeces lagi. Kebiasaan
memalukan untuk cewek
– Suka ngemil
– Gila shopping
– Tukang jelajah kafe
– Nggak bisa ngeliat iklan makanan baru di TV, langsung
beli

PESAN SERIUS!!!!!
HILANGKAN SEMUA KEBIASAAN BURUK YANG
MENGGANGGU PROGRAM DIET KALAU NGGAK MAU
JADWAL OPERASI DIPERCEPAT!

”Tante lo perhatian banget sama lo, Ver.” Aku terkikik.


”Kejam kaleee…!” Vero mendengus kesal. Setelah itu kulihat
Vero juga berusaha mengeluarkan sesuatu dari tas.

100

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Apa tuh, Ver?”
”Emangnya cuma lo yang bisa kasih gue sesuatu? Sebener-
nya, gue juga udah siapin sesuatu buat lo, Net! Lo pasti perlu
ini, nih…”
Aku terpana meraih pemberian Vero. Satu boks kecil vita-
min. Dia benar, aku juga sangat membutuhkan vitamin-vita-
min ini. ”Waah... thanks ya, Ver!”
”Eits, itu belum semuanya, ini ada masker, pembersih antiacne,
pelembap low oil untuk kulit berminyak, sun block, hand body,
obat jerawat, seperangkat alat make-up, entah apa lagi tuh yang
ada di dalamnya… semuanya dari Tante Maya.”
”TANTE MAYA? Ya ampun… banyak banget! Tante Maya
baik banget sama gue! Duuh… makasih, Ver, makasih buat
Tante Maya juga…” Aku terharu menerimanya. Aku memeluk
Vero.
”Tapi, sebenernya masih ada lagi, Net, tapi gue nggak tega
ngasihinnya ke elo…” Vero menyembunyikan sesuatu di balik
punggung.
”Apa sih?” tanyaku penasaran.
”Dari Tante Maya juga. Tapi… lebih baik nggak usah deh,
karena ini privat banget. Gue takut lo tersinggung…”
”Ya ampun, Ver, mana mungkin gue tersinggung dengan
maksud baik Tante Maya.”
”Agak jahat sih, tapi dia kasih pajangan dinding juga buat
lo.”
”Ha?” Aku melotot. ”Sumpah lo?”
Vero mengangguk setengah hati.

101

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Ya udah, mana-mana? Sini, gue pengin liat!” desakku. Tapi
Vero keberatan memberikannya.
Setelah dengan sedikit paksaan, akhirnya kertas itu ku-
rebut.
Keningku berkerut melihat deretan kata-kata yang disusun
dengan rapi di kertas putih itu. Sama seperti milik Vero. Aku
terpana melihatnya. ”Ver, nggak salah nih?” kubaca tulisan itu
satu per satu.

KEBURUKAN GARNET
– Bangun selalu siang, akibatnya telat datang ke kam-
pus
– Jarang mandi pagi, badan jadi bau
– Kulit kusam, males bersihin muka, mukanya jerawat-
an
– Males makan, badan jadi kerempeng
– Rambut berantakan
– Nggak pernah dandan, nggak oke

PESAN SERIUS!
UNTUK PENAMPILANNYA YANG… (?), PERGUNAKAN
PERALATAN MAKE-UP YANG SUDAH DISEDIAKAN
DAN JANGAN LUPA MEMAKAI PEMBERSIH SECARA
TERATUR UNTUK MENGURANGI JERAWAT.

Sumpah aku terkaget-kaget membacanya. Rupanya orang lain


pun tak sudi melihat penampilanku. Aku menggigit bibir.
”Tuh… kan, gue bilang juga apa, Tante Maya keterlaluan,
kan? Gue udah bilang jangan buat daftar itu buat lo. Tapi dia
maksa banget sih!” Vero tak enak hati melihatku. Ia sangat

102

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
gelisah. ”Sori ya, Net, gue nggak bermaksud buat lo marah,”
ucap Vero saat aku terdiam menatapnya.
”Dia emang keterlaluan! SUMPAH!” Aku menggeleng le-
mah.
”Garnet, lo jangan tersinggung ya? Please… ntar gue bi-
langin deh sama Tante Maya nggak usah ikut campur sama
urusan lo, gue udah tau ini bakal jadi sesuatu hal yang nggak
nyenengin dan…”
”Hhmf… hahaha…” Aku tak bisa menahan tawa.
Vero melotot ke arahku. ”Garnet?! Lo ngerjain gue?”
”Lo jangan panik gitu dong ngomongnya! Gue nggak ter-
singgung kok, gue malah seneng banget, berarti Tante Maya
nggak cuma merhatiin lo, tapi merhatiin gue juga!” kataku
telah berhasil mengerjai Vero.
”Hhh… Sialan lo! Gue pikir lo tersinggung beneran!” Vero
bernapas lega.
”Oke, gue akan pajang ini di dinding kamar biar gue selalu
ingat ini adalah sesuatu yang harus gue ilangin,” ucapku ber-
semangat. ”Tapi… tunggu...” Tiba-tiba aku menyadari sesuatu.
”Dari mana Tante Maya tau semua keburukan gue?” Aku me-
natap tajam ke arah Vero.
Vero nyengir. ”Gue yang bilang… hehehe...”
”Sialan lo!” Aku memukul lengan Vero. Kami pun ter-
tawa.

***

103

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Jam 18.00 aku sudah sampai rumah. Dengan langkah pasti
aku masuk rumah dan sesekali melirik kantong putih berisikan
vitamin pemberian Vero dan berbagai macam benda pemberian
Tante Maya.
”Hei, apaan tuh?” tegur Bang Reza saat aku melintasi ruang
tamu.
”Mau tau aja sih!” Aku cemberut menatapnya.
”Dasar jelita!” ledeknya mendekatiku.
”Bodo amat lo mau bilang apa tentang gue, yang pasti
dengan semua barang yang ada di dalam kantong ini, gue
nggak akan jadi jelita lagi… weee… hehehe…” Aku tertawa
meledeknya.
Bang Reza bersiap membalasku dengan kata-kata lagi.
Untunglah Mama keburu datang. Jadi Bang Reza sok manis,
nyengir sambil mengelus-elus rambutku di depan Mama.
Dasar bermuka dua! Aku berjalan ke kamar sambil melotot
padanya.

***

Jam 18.30 aku sudah makan malam. Mama menyiapkan nasi


dengan lauk dua perkedel jagung kesukaanku, sepotong sayap
ayam goreng, dan semangkuk sup kerang! Yeah, sup kerang
adalah salah satu menu yang disontek Mama dari buku pem-
berian Rhinky. Menurut buku itu, kerang sangat baik untuk
meningkatkan nafsu makan. Tips untuk selalu menyajikan

104

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
makanan dalam kondisi hangat juga diberlakukan Mama
untukku.
Selain itu, tambahan sepiring kecil bayam rebus juga tidak
kutolak. Dengan begitu, aku tidak akan menderita ambeien
meskipun banyak mengonsumsi makanan berlemak karena
konsumsi seratku tetap seimbang.
Malamnya, aku sempatkan menikmati setengah gelas susu
cokelat hangat ditemani camilan pemberian Vero. Aku me-
makannya semampuku. Mengingat sudah cukup banyak aku
makan malam tadi.
Oya, aku sudah mulai memakai pembersih antiacne pem-
berian Tante Maya saat mandi tadi. Sekarang, mukaku putih
karena dipenuhi masker. Rasanya lucu juga. Dengan penampil-
an seperti ini, aku bahkan susah sekali menggerakkan wajah.
Kaku! Namun, aku yakin semakin hari aku akan semakin
terbiasa.
Hmmh… rasanya bahagia sekali mengetahui begitu banyak
yang peduli. Mama, Vero, Tante Maya, juga… Rhinky tentu-
nya. Mereka semua bersemangat mendukungku. Maka, aku
juga harus menghargai perhatian mereka semua dengan terus
bersemangat.

105

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

9
Rhinky Sibuk

TO sleep now, close your eyes… try to think of tomorrow, all of


us, wish you good night, so I’m switching off the light….
One more hug…
One more smile…
Lagu Good Night yang kusetel sebagai alarm HP mem-
bangunkanku pagi ini. Kurang cocok rasanya lagu yang begitu
slow ditugaskan untuk membangunkan seseorang dari tidur.
Aku rasa, lagu itu malah membuat siapa saja tambah nyenyak
mendengarnya. Tapi, itu kusengaja agar alarm pagi membuatku
bangun tanpa membuat otakku sakit, karena akan ada hal lain
yang mungkin membuat otakku sakit hari ini, yaitu memakai
peralatan make-up, pemberian Tante Maya.
Saat mandi, tak lupa aku membersihkan wajahku (yang kini
kuprioritaskan karena aku sangat memimpikan kemulusan wa-
jah. Siapa juga yang tahan dengan jerawat-jerawat itu?). Usai
mandi, kupandangi wajahku di cermin. Sedikit kupanjatkan
doa agar jerawat-jerawat itu segera menghilang. Usai berdoa,
barulah aku mulai berdandan.

106

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kupandangi benda-benda pemberian Tante Maya satu per
satu. Hm… kalau dipikir-pikir, rumit juga ya memakai
foundation dan bedak? pikirku sambil memulas-mulaskan bedak
dengan spons ke wajahku. Dengan sedikit perjuangan akhir-
nya hasilnya oke juga. Tidak belepotan. Oke, bedak tidak ada
masalah.
Tapi… keningku segera berkerut saat melihat lipstik. Yang
satu ini aku agak ngeri memakainya. Aku sering melihat cewek
yang memakai lipstik tebal sehingga tidak sedap dipandang.
Seperti drakula habis mengisap darah. Tapi kali ini, kuberani-
kan saja untuk mencobanya. Kalau tidak bagus, tidak usah
dipakai! Aku mulai memulas bibirku.
Dan, perkiraanku salah! Ternyata Tante Maya pintar me-
milihkan warna lipstik untukku, warna karamel sangat senada
dengan warna bibir, warnanya begitu lembut. Begitu memakai-
nya, wajahku jadi tampak fresh namun tidak menor. Semoga
saja aku cepat terbiasa dengan benda yang dulunya sangat
tidak kusukai ini.
Kali ini, baju yang kupakai pun agak berbeda daripada
biasanya. Jins belel yang biasa kupakai tidak kulirik lagi. Aku
memakai jins baru yang ngepas dipakai, dipadukan kemeja
putih dengan motif bunga berwarna biru laut. Penampilanku
memang tidak sempurna, namun setidaknya menurut hematku,
keadaanku sedikit lebih baik daripada sebelumnya.
Tidak sampai empat puluh menit, (waktu yang harus
kukorbankan untuk penampilanku hari ini) aku sudah siap.

107

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kupakai kacamataku, lalu berangkat dengan otak segar, pikir-
an segar, dan wajah yang tentu saja segaaaar…!

***

Aku tiba di kampus tidak terlalu pagi, namun masih jauh dari
yang namanya kesiangan. Sebelum masuk kelas, aku menyem-
patkan diri ke toilet, sekadar mengecek penampilanku. Setelah
yakin rambutku masih rapi, wajahku masih fresh—oke! Tidak
ada masalah!—aku berjalan menuju kelas.
Tidak ada komentar dari siapa pun mengenai penampilanku
hari ini. Hanya saja, aku sempat melihat lirikan Cindy yang
cukup meyakinkanku bahwa ia agak kaget dengan sedikit, oh
tidak, kurasa secuil… atau… seupil… yah... seupil… perubah-
anku. Tapi bagus, kan? Itu artinya ada kemajuan!
Yeah, di balik itu aku sadar usahaku kan baru seumur tunas
taoge. Belum banyak membuahkan hasil. Namun, tujuanku
bukannya ingin dipuji orang lain, kan? Setidaknya walaupun
hanya aku sendiri atau hanya Cindy yang mulai menyadarinya,
aku sudah cukup senang.

***

Setelah pelajaran usai, aku meninggalkan kelas. Aku putuskan


segera makan siang di kantin dengan sepiring nasi putih, seiris
dendeng sapi, capcai, dan satu botol teh dingin. Karena tergiur

108

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
dengan menu baru kantin berupa jagung rebus oles mentega,
aku juga memesannya. Kurasa menu siangku sudah lebih dari
cukup. Aku makan sendiri di pojokan.
Dari balik kacamata minusku, kulihat Cindy, Laura, serta
Siska datang dan duduk berseberangan meja denganku. Mereka
memerhatikanku dengan tatapan tidak suka, bahkan sampai
bisik-bisik segala. Dasar tukang rumpi! Sialan mereka! Apa
belum kapok juga dengan tamparan dan ancaman Vero? Dasar,
tiga sahabat yang paling kompak dalam menjabarkan kekurang-
an orang! gerutuku dalam hati. Ah, terserahlah! Lebih baik
kunikmati saja makan siang ini dengan khusyuk.
Namun, baru saja aku akan mengangkat sendok, terdengar
ponselku berbunyi. Segera kuangkat.
”GARNEEEEET!!!!” teriakan Vero melengking di HP-ku.
Busyet nih anak. Aku merasa barusan ada angin yang me-
nerjang wajahku. ”Ver… Ver… sadar woi!”
”Hehehe... sori… terlalu bersemangat.”
”Semangat sih semangat! Tapi jangan kayak mau nerbangin
orang gitu dong! Ada apa, Non?!”
”Temenin gue ke klinik yuk?”
”Ke klinik? Mau apa lagi?” tanyaku heran.
”Gue mau nimbang berat badan nih!”
”Ah, elo! Nimbang aja pake ke klinik Dokter Michael se-
gala, mendingan juga di Blok M. Cuma gopek ini! Atau kita
beli timbangan aja biar puas!” candaku.
”Gue mau ketemu Dokter Michael buat nimbang berat
badan, sekalian ukur lingkar lengan, lingkar perut, paha, sama

109

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
ukur lemak. Kan tepat satu minggu gue diet.”
”Mmm… boleh. Lo jemput gue, ya?”
”Oke deh… oya, mendingan lo hubungin Rhinky gih! Se-
kalian kita ketemuan sama dia di sana… gimana?”
”Wah, ide lo bagus tuh!” aku bersemangat. Usai menerima
telepon dari Vero, segera kuhubungi Rhinky.
”Lo mau ke klinik? Sama Vero? Waah sayang, gue lagi sibuk
banget sama tugas-tugas kuliah gue nih, Net. Banyak banget!
Mungkin beberapa minggu ini, gue nggak bisa ke klinik. Sori
ya, Net, sori juga buat Vero…,” kata Rhinky dengan nada me-
nyesal.
Aku tertunduk lemas usai menelepon Rhinky. Sayang sekali,
padahal aku sangat berharap bisa bertemu dengannya.
Saat aku menelepon Vero, ia juga sangat kecewa mendengar
kabar ini. Walaupun sedikit kecewa, aku dan Vero tetap me-
nemui Dokter Michael.

***

Kami berdua baru saja kembali dari klinik Dokter Michael.


Tanpa basa-basi, Vero langsung masuk rumahnya sambil me-
nari-nari. Aku tertawa geli melihat tingkahnya.
Jelas saja, di klinik tadi Dokter Michael memberitahu kabar
baik untuknya. Setelah melakukan pengukuran, berat badan
Vero ternyata telah berkurang. Makanya sejak di perjalanan
tadi sahabatku itu girang bukan main.
”Waah, Garnet, kamu kelihatan beda deh!” tegur Tante

110

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Maya yang sedang nonton TV di ruang tamu padaku. Ke-
mudian ia mendekat.
”Ah, masa sih, Tan?” tanyaku malu-malu. ”Ini kan karena
make-up yang Tante kasih ke Garnet.” Jujur saja, aku sangat
senang. Tante Maya kan tukang kritik dan selalu jujur dalam
menyampaikan kritikannya. Kalau ia bilang aku berubah,
pastilah itu benar.
”Ya, bagus deh. Tante seneng kamu mau makenya. Pember-
sihnya juga harus rajin dipake ya? Biar jerawatnya berkurang,”
pesan Tante Maya. ”Tapi ini tetep berita bagus loh!”
Aku mengangguk. ”Oya, Tante harus tau berita yang paling
bagus, Tan! Tentang Vero!” kataku sambil melirik Vero yang
lagi mesem-mesem.
Tante Maya menoleh pada Vero. ”Emangnya, kamu punya
berita bagus apa, Ver?”
”Dan saudara-saudara, berita bagusnya adalah… Setelah di-
timbang, diukur, dilihat, dan diputuskan, selama seminggu
menjalani diet yang super melelahkan, berat badan Veronika
telah turun sebanyak… jreng… jreng… SATU KILO-
GRAAAAM!!” teriak Vero sambil tersenyum lebar-lebar. Bang-
ga.
Kening Tante Maya berkerut melihat Vero yang kini loncat-
loncatan dan sibuk tos denganku. Sangat berbeda dengan
kami, ia malah menunjukkan tampang tidak puas.
”Satu minggu cuma kurang satu kilo, kamu pikir itu sudah
hebat?! Perjanjiannya selama satu bulan turun sepuluh kilo! Itu

111

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
berarti, selama satu minggu minimal kamu harus turunin berat
badan kamu dua setengah kilo!!!” kata Tante Maya tajam.
Suaranya ketus sekali.
Vero yang tadi ceria mendadak tercengang. Aku pun ter-
pana.
”Pertama kali kita ke klinik Dokter Michael, berat badan
kamu delapan puluh lima, kurang sekilo jadinya delapan puluh
empat! Di mana berita bagusnya? Ini pasti karena kamu belum
ngilangin kebiasaan ngemil waktu malem. Iya, kan?!”
”Tapi, Tan… namanya juga usaha. Berapa pun lemak yang
udah kebuang, harusnya Tante hargai Vero dong… lagian ma-
sih ada sisa waktu tiga minggu lagi kan?” seloroh Vero mem-
bela diri.
”Iya, Tan, kita kan belum lihat hasil akhirnya...,” kataku
ikut membela. Aku rasa Tante Maya terlalu menekan Vero.
”Oke, oke, tapi inget kalau nggak berhasil, operasi itu tetap
harus dilakukan!” kata Tante Maya, lalu pergi meninggalkan
kami.
Vero mengangkat bahu memandangku. ”Tuh, liat, kan? Sok
perfeksionis banget deh!” ucap Vero kesal.
”Udahlah, Ver, yang penting, lo harus berusaha yang sem-
bilan kilonya lagi selama tiga minggu berikutnya. Gue yakin
lo pasti bisa!” hiburku. Yeah, semoga saja.

***

112

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Saat malam menjelang, usai membersihkan wajah dan memakai
masker jerawat pemberian Tante Maya, aku berbaring di
ranjangku sambil membaca novel.
Saat sibuk dengan isi novel itu, entah kenapa aku teringat
kepada Rhinky. Sedang apa dia ya? Tadi dia bilang sedang
sibuk. Sekarang… apa masih sibuk ya? Tebersit ide di hatiku
untuk meneleponnya. Kuraih HP-ku.
”Kalau gue telepon, kira-kira ganggu nggak ya? Udah jam
sepuluh nih…” Aku jadi ragu. ”Bisa-bisa dia marah besar ka-
lau malem-malem gini gue telepon….” Tapi, rasanya aku ka-
ngen sekali dengan suaranya.
”Hm… apa pun yang terjadi, iseng aja deh! Gue telepon
Rhinky sekarang!” seruku seraya menekan nomor Rhinky.
Nada masuk, tapi tidak ada jawaban. Lama sekali aku me-
nunggu sampai deringan kesepuluh. Lagi ngapain lo, Rhin?!
Tambah dua deringan lagi, barulah telepon diangkat.
”Halo… siapa neh?”
Suara Rhinky beler banget! Jangan-jangan dia lagi tidur nih?
”Hai, Rhin… ini gue, Garnet.”
”Ngapain, Net, lo malem-malem nelepon gue? Gue ngantuk
banget neh…”
”Oh… sori…,” kataku tak enak hati. ”Maaf banget, gue
nggak tau lo lagi tidur, Rhin... Gue pikir lo lagi nyantai…”
”HA? ASTAGA! JAM BERAPA NIH?!!” Mendadak suara
Rhinky menggelegar.
”Halo… halo, Rhin? Lo kenapa?”

113

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”YA AMPUN! GUE KETIDURAN!! GILA, UDAH JAM
SEPULUH, LAGI! MANA TUGAS GUE BANYAK
BANGET, NET!”
”Apa?! Jadi lo ketiduran lagi ngerjain tugas? Hehe... gue kira
gue udah ganggu istirahat lo. Tugas lo banyak ya, Rhin?”
”Yah... lumayan deh…”
”Kalo gitu, met ngerjain tugas aja ya?” Tanpa menunggu
jawaban Rhinky, telepon langsung kuputus.
Hm… aku menahan tawa membayangkan ekspresi Rhinky
yang kaget tadi. Tiba-tiba, HP-ku berdering. Satu SMS masuk.
”Dari Rhinky?” desisku. Aku tersenyum membacanya.

Yee kok dah ditutup sih! Gue kan belom ngucapin


makasih dah bangunin gue tadi.

Oh... lo masih inget bilang makasih ma gue?

Ya dong! Kalo nggak ada lo, tugas gue buat besok bisa
ancur.

Makanya punya tugas jangan ditabung. Mending kalo


ada bunga.

Ya ada dong! Bunga capek! Hehe… lo lagi ngapain,


Net?

Gue lagi nyantai. Eh, lo nggak jadi ngerjain tugas? Ntar


tugas lo beneran ancur lho...

Hahaha… ampe lupa! Oya jangan banyak begadang,

114

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
ntar tambah kurus. Jaga kesehatan ya, Net. Jangan lupa,
makan tetep dijaga. Biar gak sakit. Oke deh, thanks buat
yang tadi n bye…

Hm… dasar Rhinky! Aku kembali tersenyum, lebih tepatnya


berbunga-bunga. Ternyata Rhinky perhatian juga padaku. Ah…
aku menarik napas panjang, menaruh novelku dan segera
memejamkan mata. Yeah, aku harus tidur.

***

Esoknya saat aku bangun pagi, langkahku menuju kamar


mandi berhenti ketika melihat ada pesan masuk pada layar
ponselku. SMS dari Rhinky.

Karena lo, tugas gue selesai tepat waktu. Setelah


kesibukan gue selesai, gue janji bakal traktir lo.

Kulihat jam pengiriman SMS itu adalah jam tiga pagi. Aku
tersenyum, rupanya Rhinky sangat sibuk ya?

Lo juga jaga kesehatan, dan janji lo pasti gue tagih. :)

Usai menekan tombol send, aku bergegas ke kamar mandi.

115

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

10
Claudia

TAK terasa tiga minggu telah berlalu. Saat ini aku berdiri di
depan cermin menatap wajahku. Kabar gembira! Jerawat-
jerawatku kini sudah mulai berkurang! Yeah, walaupun se-
dikit….
Lalu aku berdiri di atas sebuah timbangan. Mataku menatap
angka yang tertera pada timbangan itu, jarum merah yang
sejak tadi bergoyang kini sudah berhenti.
Berita buruknya, sangat disayangkan, berat badanku hanya
naik dua kilogram. Sehingga sekarang menjadi 41 kilogram!
Namun, benar kata Mama, karena aku menjalani segalanya
tanpa tekanan, ini tidak menjadikanku patah semangat!
Tenang saja, aku akan tetap semangat menjalani program
penggemukan badanku terus sampai nanti, sampai aku benar-
benar bertubuh ideal dan sehat.
Rupanya nasibku masih jauh lebih baik dibandingkan
Veronika. Karena siang ini Vero datang ke rumahku dengan
wajah panik luar biasa. Dan penyebabnya adalah…

116

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
YA BENAR! Target pencapaian sepuluh kilogramnya gagal
total! Ia hanya sanggup menurunkan lima kilo lagi. Dan itu
berarti, hanya enam kilo yang sanggup ia penuhi. Padahal aku
tau betul betapa kerasnya perjuangan Vero selama tiga minggu
ini.
Angka ini masih ia sembunyikan dari Tante Maya, karena
ia takut setengah mati dengan rencana operasi itu. Padahal
menurutku, itu angka yang luar biasa! Mengingat betapa
susahnya ia diet selama ini. Ini juga dapat dilihat dari per-
ubahan bentuk tubuh Vero yang… menurutku agak berbeda
daripada sebelumnya.
”Ya ampun, Net, Tante Maya bisa ngamuk nih!” Begitu
datang dan masuk kamarku, Vero membanting badannya di
atas tempat tidurku dengan wajah panik. Untunglah tempat
tidurku itu spring bed. Kalau dari kayu aku khawatir Vero akan
mematahkan ranjangku sampai berkeping-keping.
”Ver, lo harus tenang!” Aku memegangi badannya yang terus
gelisah.
”Gue nggak bisa tenang, Net, nggak bisa! Tante Maya nggak
main-main dengan ucapannya. Dia pasti nggak jadi cancel
operasi gue! Gue yakin! Dia kan gila, Net!” Baik mulut mau-
pun badan Vero tidak ada yang bisa diam.
Di tengah kepanikan Vero, HP-ku berdering. ”Tante Maya!”
seruku tertahan.
”Tuh kan, apa kata gue!” Vero memegang kepalanya. ”Dia
pasti nyariin gue karena gue minggat dari rumah! Net, jangan
bilang-bilang gue ada di sini!” pesan Vero serius.

117

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Halo, Tan?” aku bicara setelah sebelumnya mengaktifkan
loud speaker HP-ku agar Vero bisa ikut mendengarnya.
”Net, mana Vero? Tante mau ngomong sama dia. Sekarang!”
ucap Tante Maya tegas.
”Wah, Vero nggak ada di sini, Tan! Coba aja hubungi HP-
nya.” Aku berusaha berbohong dengan tenang.
”Dari tadi HP-nya nggak aktif! Kamu jangan bohongin
Tante deh! Dia kabur ke mana lagi kalau bukan ke rumah
kamu? Iya, kan? Mana? Tante mau ngomong sama dia!”
”Tapi, Tan, Vero nggak ada di sini…”
”Tante mau ngomong sama dia, Net! Kamu denger kan apa
yang Tante bilang?” Nada suara Tante Maya meninggi.
Aku memandang Vero yang sedang menekuk wajahnya se-
puluh lipatan. Ia kesal sekali. Dengan perasaan dongkol, ia
meraih HP-ku. ”Ya, Tante, ini Vero!”
”Naah, Tante bilang juga apa, kamu pasti sembunyi di
rumah Garnet, kan? Tante barusan telepon Dokter Michael,
dia udah bilang semua hasil pengukuran badan kamu. Tapi
Tante mau denger langsung dari mulut kamu. Jujur sama
Tante, berapa timbangan kamu, ha?”
”Tujuh puluh sembilan, Tan,” ucap Vero lemah.
”Sekarang apa konsekuensinya?”
”Vero nggak mau operasi, Tan! Lagi pula tanpa operasi, Vero
bisa ngurangin berat badan lagi kok! Vero janji!!”
”Janji? Kamu kan udah setuju kalau program diet kamu
gagal kamu mau sedot lemak. Jadi, Tante tolak perjanjian beri-
kutnya!”

118

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Vero akan terus diet sampai berat badan Vero sesuai seperti
yang Tante mau. Bila perlu sampe kurus kering! Biar Tante
puas sekalian!” ucap Vero ketus.
”Vero! Kok ngomongnya gitu?!”
”Habis, tante Maya selalu maksain kemauan Tante tanpa
mikirin perasaan Vero! Lagian apa untungnya buat Tante kalau
badan Vero kurus? DENGAN SEMUA ATURAN YANG
TANTE BUAT UNTUK VERO, TANTE UDAH BUAT
VERO MENDERITA! TANTE SADAR NGGAK SIH?!”
Mata Vero memerah. Ia meluapkan segala perasaan yang ia
pendam selama ini.
Suara Tante Maya berubah. ”Ver, maafin Tante. Tante nggak
bermaksud begitu sama kamu. Yah, Tante nyadar Tante salah.
Tapi, Tante ngelakuin semua ini demi kamu juga. Bukan demi
kepuasan Tante semata. Tante sedih melihat kamu berbadan
besar seperti itu. Susah berjalan, susah bernapas… Tante juga
tersiksa… bahkan Dokter Michael pernah bilang, kalau seperti
itu terus, kamu berisiko tinggi menderita berbagai macam
penyakit. Dari diabetes sampai jantung. Tante nggak mau
kamu seperti itu!”
Hening.
”Ver… kamu inget kan gimana mama kamu meninggal?”
Vero termenung mendengar penuturan Tante Maya. Kulihat
matanya berkaca-kaca. Kemudian sebulir air matanya jatuh.
Kini Vero terisak.
Aku pernah mendengar, Mama Vero meninggal karena pe-
nyakit kencing manis yang dideritanya. Ia sangat mirip dengan

119

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Vero. Baik wajah dan ukuran badannya. Aku sungguh tak me-
nyangka tujuan Tante Maya demikian. Di balik sifat memaksa
dan perfeksionisnya yang berlebihan, ternyata tujuannya adalah
ini. Aku rasa Vero kini pun mulai mengerti. Kupegang pundak
Vero yang menangis.
”Tan, maafin Vero, ya? Udah salah sangka sama Tante…,”
kata Vero sambil mengusap air matanya.
”Tante juga minta maaf, Vero, keponakan Tante tersa-
yang…”
”Vero janji akan nurutin apa yang Tante Maya bilang.”
”Kamu janji?” tanya Tante Maya.
”Vero janji.”
Aku terpana. Apa Vero serius? Apa dia tidak takut dengan
operasi itu? Tapi, apa pun itu, aku salut akan kenekatannya.
”Oke, kalau gitu, kamu harus bilang langsung sama Dokter
Michael jadwal operasi kamu nggak jadi di-pending…”
Hh... aku harap Vero tabah dengan keputusan ini.
Dengan berat hati Vero berkata, ”Ya, Tan, kalau memang
pilihan operasi lebih baik, Vero rela kok, walaupun…”
”Kamu dengerin omongan Tante dulu, Ver, operasinya
nggak jadi di-pending, tapi di-cancel untuk selamanya.”
Aku kaget.
Mata Vero terbelalak. ”TANTE SERIUS?!!” Vero terkejut
sekaligus bahagia. Ia bahkan tidak percaya mendengarnya.
”Iya, genduuut, asalkan kamu tetep pertahanin diet dan se-
nam kamu. Dan tunjukin sama Tante, kamu bisa punya badan
sehat dan ideal, tanpa operasi.”

120

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Vero memandangku penuh haru. Kurasa ia mau melompat
saking girangnya. Tapi, kuharap jangan di atas tempat tidur-
ku.
Usai berbicara dengan Tante Maya, wajah Vero memancar-
kan kelegaan. Ia memelukku erat-erat. Wah, aku bersyukur
Tuhan telah memberi kebahagiaan hari ini.

***

Besok sorenya, Vero memintaku menemaninya ke klinik


Dokter Michael. Tentu saja aku menerimanya dengan senang
hati, karena kuharap Rhinky juga ada di sana siang ini. Ah…
semoga saja dia sudah tidak sibuk lagi dengan tugas-tuganya.
Ini kan sudah tiga minggu.
Saat Vero masuk ke ruang Dokter Michael, seperti biasa aku
duduk di ruang tunggu. Mataku mencari-cari keberadaan
Rhinky. Namun, sosok cowok itu tidak terlihat sama sekali.
Hatiku kecewa.
Untunglah, kekecewaanku tidak berlangsung lama karena
selang beberapa menit, saat aku melihat ke arah pintu masuk,
Rhinky datang! Yeah, si tampan itu barusan masuk ke klinik.
Aku berdiri berniat akan mendekatinya. Namun, gerakanku
terhenti saat melihat cewek yang duduk di sofa dekat pintu
keluar sudah mendahuluiku. Siapa dia ya?
Dengan lunglai, aku kembali duduk di bangkuku lalu me-
nutupi wajah dengan sebuah buku. Dari balik buku, mataku
mengawasi mereka yang mengobrol sambil berdiri di sana.

121

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Hm... harus kuakui cewek itu sangat cantik. Tubuhnya tinggi
menjulang dan ramping. Sangat serasi dengan Rhinky yang
juga tampan dan tinggi. Apa mereka… pacaran? Atau…
temenan? Atau… Perasaanku sibuk bertanya-tanya hingga
tanpa kusadari Rhinky sudah berjalan di depanku.
Aku makin membenamkan wajahku di balik buku. Tidak
ingin mengganggu mereka. Tapi…
”Net? Ngapain lo di sini?!”
Aku tersentak. Rhinky menyadari keberadaanku!
”Eh, Rhin, elo?” Aku berdiri sambil menutupi kegugupanku.
Rhinky berdiri tepat di hadapanku dan… cewek itu berada di
sisi Rhinky tentunya.
Rhinky terpana menatapku. ”Ya ampun! Lo berubah, Net!
Gila, gue surprise banget ngeliat lo!”
Apanya yang berubah menurut Rhinky ya? Bentuk badanku
atau jerawatku? Ah, terserahlah, yang penting baginya ada yang
berubah! Aku tersenyum. ”Makasih, tapi lo bakal kaget lagi
kalau liat Vero! Berat badannya berkurang enam kilo selama
sebulan ini!” seruku.
”Oya? Vero ada di sini?”
”Ya. Lagi nemuin Dokter Michael, karena dietnya lumayan
berhasil, operasinya di-cancel!”
”Waah… gue salut sama kerja keras kalian…”
”EHEM! Kayaknya ada yang reunian nih!” Cewek yang ada
di sebelah Rhinky mendadak mengeluarkan suara.
Astaga! Karena terlalu bersemangat, aku dan Rhinky sampai
melupakan cewek di sebelahnya.

122

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Oh! Net, kenalin ini Claudia,” kata Rhinky memper-
kenalkan kami.
”Hai… gue Claudia.” Ia tersenyum padaku sambil meng-
ulurkan tangan. Wajahnya nyaris sempurna. Tubuh anggun
memesona, hidung mancung, kulit putih, begitu banyak ke-
lebihan sampai aku sulit mencari—walaupun hanya satu—
kekurangannya. Perbedaannya terlalu besar dibandingkan aku.
Dan ternyata Claudia ramah sekali.
Aku balas tersenyum sambil menyambut uluran tangannya.
”Hai… gue Garnet.”
”Garnet?” Claudia menyipitkan mata memandang Rhinky.
”Oh, jadi dia yang namanya Garnet?” Tiba-tiba tatapan
Claudia yang ramah berubah menjadi tatapan tidak percaya.
Aku menatap Claudia dan Rhinky bergantian dengan sorot
heran penuh tanda tanya. Apa Claudia mengenalku sebelum-
nya?
”Clau, Garnet ini temen gue waktu zaman SD dulu. Ke-
betulan kami ketemu lagi di klinik ini dan...”
”Udah deh, lo nggak ada bosen-bosennya nyeritain itu ke
gue!” Entah hanya perasaanku saja, tiba-tiba saja sikap Claudia
berubah jadi kurang hangat.
Aku melongo. Nyeritain itu ke gue? Apa sih maksudnya?
”E… Rhin…”
”Rhin! Gue harus ke agency siang ini. Lo bisa anterin gue,
kan? Bentar lagi gue telat nih!” potong Claudia sambil berlagak
sibuk, memandang jam tangannya dan pura-pura gelisah.
Lagaknya seolah ingin membawa Rhinky menjauh dariku.

123

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Oh, lo mau ke agency, ya? Wah, sori banget gue udah ada
janji sama Oom Michael sore ini. Jadi… maaf gue nggak bisa
nganter lo. Nggak papa, kan?” ucap Rhinky meyakinkan
Claudia tidak akan kecewa. Aku rasa itu sia-sia, karena Claudia
sesaat membisu menahan sesuatu. Mungkin kemarahan.
Menurutku Rhinky keterlaluan mengabaikannya.
”Oke, seperti biasa… kalau buat gue, lo nggak pernah pu-
nya waktu!” ucapnya ketus, kemudian bersiap pergi.
”Clau!” cegah Rhinky. ”Net, sebentar…” Rhinky memberi
isyarat padaku dan menarik Claudia agak menjauh. Entah apa
yang mereka bicarakan di sana. Terus terang sikap mereka ber-
dua menyimpan tanda tanya besar bagiku.
Tak berapa lama, Claudia pergi ke luar klinik. Rhinky
menghela napas memandang kepergiannya. Hanya beberapa
saat, Rhinky kembali lagi mendekatiku.
”Dia cantik ya?” pujiku.
”Yeah…” Rhinky kelihatan tidak bersemangat.
”Emang lo sibuk banget sampe nggak bisa nganterin dia?
Kayaknya Claudia kecewa banget deh. Lagian kasian kan, dia
hampir telat lho!” ucapku.
”Hm… selain guenya yang sibuk, dia juga punya tanggung
jawab yang harus dia selesaikan sendiri. Gue nggak perlu dan
nggak mau ikut campur lagi dengan segala urusan Claudia.”
Didengar dari nada bicaranya, Rhinky tidak merasa bersalah
sedikit pun.
”Lho, bukannya dia cewek lo?” Keningku berkerut.
Rhinky menatapku. ”Kata siapa?”

124

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Kata… bukan kata siapa-siapa sih, tapi kayaknya kalian
akrab!” jawabku sekenanya. Sejujurnya itu hanya tebakanku.
”Sok tau lo!” Rhinky mengucek-ucek rambutku.
Ah, Rhinky… walaupun ia menutupinya, aku melihat ada
sesuatu yang tersirat secara samar. Mereka… memiliki hubung-
an khusus!
”Oya, gue kan punya janji mau traktir lo!” ucap Rhinky
sambil berpikir.
Astaga! Ternyata dia masih ingat. Terus terang aku senang
sekali! ”Hm... gue pikir lo udah lupa!” candaku.
”Gue nggak akan mungkin lupa janji gue sama cewek yang
udah bantuin gue,” ucap Rhinky serius. ”Oke, lo mau minta
traktir di mana, mau makan apa aja terserah.”
”Lo serius nih? Gue banyak maunya lho. Makannya juga
banyak,” tantangku.
”Nggak masalah!”
”Oke, kapan lo siap?”
”Kebetulan besok gue nggak sibuk, lo gue jemput ke rumah,
oke?”
”Yoi!” seruku.
”Oya, Net, gue mau masuk dulu. Banyak kerjaan, salam
buat Vero ya!” Sebelum pergi, Rhinky masih sempat memencet
hidungku.
Ugh! Aku menepis tangannya. Dasar Rhinky! Aku me-
natapnya yang berjalan masuk ke ruang tengah. Namun se-
belum menghilang, Rhinky berbalik. Dan mengucapkan se-
suatu padaku. ”Lo tambah manis, Net!”

125

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku melongo. Apa katanya? Gue manis? Aku tertawa dalam
hati, namun apa yang barusan dikatakannya itu membuat hati-
ku terasa melayang, dan jantungku hampir rontok! Perasaan
ini belum hilang sampai seseorang menepuk punggungku
dengan kasar.
”Woi! Ngelamun, Jeng?!”
”Duh! Ver, lo bikin gue kaget, gila!” makiku sambil meng-
elus dada. ”Oya, gimana? Udah cancel-nya?”
Mata Vero berbinar. ”Bereeees…! Eh, lo liat apaan tadi,
Net?”
”Liat Rhinky!”
”Mana? Mana?” Mata Vero jelalatan.
”Tuh!” tunjukku.
”Lo ngigo ya, Net? Nggak ada tau!”
”Udah masuk! Katanya banyak kerjaan.”
”Yaah…” Vero kecewa.
”Kita langsung pulang nih?” tanyaku melihat Vero masih
sibuk menatap ke tempat menghilangnya Rhinky.
Vero mengangguk. ”Oke!”

126

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

11
Semua Cewek Itu Cantik Kok!

KEESOKAN harinya Rhinky benar-benar menjemputku. Dia


makin tampan berbalut kaus santai berwarna biru, di dadanya
bertuliskan kata peace. Sangat sesuai dengan penampilannya
siang ini. Damai.
Mama menyambutnya dengan senyum sumringah. Mungkin
dalam hatinya Mama berharap Rhinky merupakan teman lelaki
spesialku. Harapan yang tidak mungkin! Apa dia tidak melihat
anaknya tidak terlalu istimewa untuk mendapatkan pangeran
setampan Rhinky? Aku cuma turut berbahagia melihat ke-
akraban Mama dan Rhinky. Siapa tahu Tuhan berkehendak
lain dengan menjadikan aku dan Rhinky sebagai pasangan
seumur hidup? Walaupun hanya berupa khayalan, melihat
keakraban Mama dan Rhinky, kurasa cowok itu takkan sulit
mendapat lisensi lulus sebagai calon mantu dari Mama.
Hehe...
Aku merasa bagaikan dua telapak tangan satu tertutup dan
satunya lagi terbuka yang sengaja dijajarkan bersebelahan

127

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
dengan Rhinky. Kuharap tidak ada orang yang peduli dengan
keadaan ini. Seperti yang sudah-sudah, aku khawatir Rhinky
akan malu berjalan denganku, dan seperti biasanya juga dia
tidak menunjukkan tanda-tanda itu.

***

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa waktu, akhirnya


kami tiba di KTS. Aku memilih warung Si Doel karena
gurame bakarnya sangat lezat. Vero pernah mengajakku me-
nikmati menu itu, dan dia selalu mengacungkan dua jempol
untuk menu favoritnya di sini. Berharap akan merasakan hal
yang sama, Rhinky ikut memesannya.
Sambil menunggu makanan datang, entah kenapa saat
melihat sepasang kekasih di meja yang berseberangan dengan
kami, tiba-tiba aku teringat Claudia. Tergelitik rasa ingin tahu-
ku mengenai cewek cantik itu. ”Oya, Rhin, gue boleh tanya
sesuatu?”
”Boleh…,” jawab Rhinky datar.
”Tentang Claudia, dia cewek lo, kan?”
”Hm… kok nanyanya itu sih?” Rhinky mengangkat bahu.
”Yaah, kalau nggak suka nggak usah jawab!”
Rhinky menggeleng. ”Bukan nggak suka, gue kaget aja lo
buka pertanyaan tentang ini. Karena kalau gue perhatiin,
kayaknya lo nggak pernah bahas masalah pasangan deh! Baru
kali ini.”
Jelas saja, aku kan habis mengalami couple sindrome yang

128

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
artinya aku trauma melihat cowok karena pernah ditolak Alan
mentah-mentah. ”Jadi?” aku masih menunggu jawabannya.
”Ya, Claudia sampai saat ini statusnya masih pacar gue.
Cuma… hubungan kami sedang dalam masalah. Gue sedang
nentuin apa gue harus putus sama dia atau tetap jalan…”
”Tapi menurut gue Claudia cantik dan…”
”Cantik bukan segalanya, Garnet!” potong Rhinky tegas.
Kemudian ia tersenyum. ”Ada hal yang nggak bisa gue ngerti
dari dia sejak dulu. Selama ini… Gue selalu berusaha memper-
baiki hubungan kami, tapi kayaknya sekarang udah nggak
mungkin lagi. Gue ragu, apa hubungan kami bisa diselamat-
kan…”
”Yang pasti bukan karena cewek lain, kan?” selidikku pe-
nasaran. Berharap Rhinky belum mendapatkan calon pengganti
Claudia.
”Sayangnya, ya,” jawab Rhinky pasti sambil menatapku.
Aku tersenyum sinis, sedikit kecewa. ”Dasar cowok!” sindir-
ku. Namun Rhinky tidak terpengaruh kesinisanku.
”Dia cinta pertama gue.” Pandangan Rhinky menerawang.
Entah apa yang ada di dalam pikirannya, tapi yang jelas, aku
yakin cinta pertama Rhinky melebihi Claudia dalam segala hal.
Lebih cantik, lebih anggun, dan yang pasti… aku berharap dia
lebih baik.
Pelayan datang menyuguhkan pesanan kami. Asap mengepul
di atas gurame bakar, sambalnya mengundang selera. Aku su-
dah tidak sabar ingin melahapnya.
”Net, gue boleh tanya sesuatu?” tanya Rhinky tiba-tiba saat

129

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
aku sibuk mengipas-ngipas dengan tangan asap gurame yang
baru dihidangkan.
”Boleh…,” jawabku.
”Lo udah punya cowok belum?”
Aku mencoba tertawa, meskipun sejujurnya pertanyaan itu
cukup mengejutkan. Apa Rhinky mau membalasku karena aku
sudah mempertanyakan kehidupan pribadinya? Aku ragu-ragu
menjawab.
”Kalau nggak suka nggak usah jawab,” Rhinky mengulang
kata-kataku tadi.
Aku tersenyum. ”Bukannya nggak mau jawab, cuma gue
rasa lo udah tau jawabannya!” kataku tidak bersemangat, de-
ngan harapan Rhinky tidak akan menanyakan itu lagi.
”Tapi gue mau jawaban yang jujur dari lo.”
Aku menarik napas. Meskipun tidak ingin, aku rasa men-
ceritakan hal ini kepada Rhinky tidak ada salahnya. Yeah,
walaupun tidak akan mengubah jalan cerita hidupku.
”Gue barusan ditolak cowok.” Kata-kata itu meluncur begitu
saja dari mulutku. Setelahnya aku menyesal. Ah, kenapa tidak
kukatakan saja aku tidak pernah punya pacar tanpa harus
menceritakan pengalaman pahit hidupku. Aku teringat kembali
pada wajah Alan.
”Apa separah itu?” tanya Rhinky kemudian. ”Sampe muka
lo jadi sedih gitu ngomongnya.” Rhinky tertawa.
”Lo nggak akan tau betapa menyedihkannya sampai lo nge-
rasain hal yang sama kayak yang gue alamin!!” ucapku ketus.
Tersinggung dengan ucapannya.

130

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Sori… maaf, Net, gue nggak bermaksud buat lo sedih...”
Kelihatannya Rhinky sangat menyesal. Melihat ungkapan
penyesalannya yang tulus, hatiku jadi terbuka untuk bercerita
lebih jauh lagi.
”Gue nggak akan sesedih ini, kalau dia nggak menghina
gue,” ucapku pelan. ”Yeah… gue sadar gue nggak pantes buat
dia. Gue jelek, gue kurus, pokoknya nggak ada bagus-bagusnya
di mata dia. Rhin… apa semua cowok itu cuma tertarik sama
cewek yang cantik? Apa di mata mereka cewek jelek seperti
gue ini nggak pantas dicintai?” Suaraku menjadi parau.
Rhinky menatapku dalam-dalam. ”Seperti yang pernah gue
bilang ke elo, gue nggak setuju dengan yang namanya bedah
plastik, permak muka, mancungin hidung, atau apalah yang
bertujuan supaya mereka lebih cantik, bahkan berlomba-lomba
untuk cantik. Gue pribadi lebih menyukai cewek yang apa
adanya. Tanpa permak, tanpa kepalsuan wajah, dan yang ter-
penting hatinya.”
Perkataan Rhinky cukup menghibur hatiku.
”Lagi pula… kalau semua perempuan berhidung mancung,
berkulit putih, berdagu lancip, berdada besar, apa indahnya
dunia? Justru kecantikan tumbuh karena adanya perbedaan.
Karena kecantikan tidak bisa dihitung, dijumlah, atau disama-
samakan. Selera orang beda, karena kecantikan itu relatif…
Seperti ungkapan, tidak ada yang jelek di dunia ini, kecuali
pikiran manusia itu sendiri yang menganggapnya demikian.”
Mendengar ungkapan itu aku terpana menatap Rhinky.
Ungkapan itu sungguh sangat berarti.

131

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Jadi,” lanjut Rhinky, ”sesungguhnya cuma satu yang pasti,
dan nggak akan bisa diubah walaupun orang berusaha me-
nyangkalnya, semua cewek itu cantik kok!” kata Rhinky seraya
tersenyum kepadaku.
Dadaku bergetar. Hatiku terasa nyaman. Mendengar ucapan-
nya membuat aku ingin menangis. Ya Tuhan… aku bersyukur
kau masih menciptakan orang-orang seperti Rhinky yang
masih mau berpikiran seperti itu. Yeah, keyakinan hatiku yang
menyatakan bahwa aku tidak menarik segera pudar. Rhinky
benar, aku merasa jelek karena pikiranku yang berpendapat
demikian. Harusnya aku sadar sejak awal, semua cewek itu
sesungguhnya cantik kok. Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk
merasa jelek.

***

Rhinky mengantarku ke rumah. Mama mengucapkan terima


kasih padanya beberapa kali. Ya ampun, Mama! Aku pikir
Mama naksir Rhinky deh! Senyum Mama terus mengembang
dan baru meredup saat mobil Rhinky hilang di balik tikung-
an.
”Kamu pinter cari temen, Net!” kata Mama padaku saat
kami masuk ke rumah.
Aku menoleh pada Mama. ”Maksud Mama?”
”Udah cakep, sopan, lagi!”
”Jelas dong, GARNET!” Aku sedikit membusungkan dada-
ku.

132

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Tapi… kalau kamu mau terus di dekatnya, kamu harus
terus berubah menjadi lebih baik, menghilangkan semua ke-
biasaan buruk sampai ke akar-akarnya…,” pesan Mama.
”Garnet kan lagi berusaha, Ma.” Aku memeluk Mama.
”Oya, ada kabar gembira buat kamu, Net.”
”Apa itu, Ma?” tanyaku sambil menatap wajah Mama yang
berseri-seri.
”Papa bilang, Papa ada uang untuk tindakan Lasik kamu.”
”Lasik?” Kata itu tidak asing di telingaku. Itu kan semacam
tindakan medis untuk memperbaiki minus mata seseorang.
”Ha? Bener, Ma?” tanyaku tak percaya.
Mama mengangguk. ”Iya, biar kamu nggak terganggu de-
ngan kacamata, dan nggak perlu pake benda itu selama-lama-
nya!”
Aku memeluk Mama lagi, kali ini lebih erat. ”Makasih ba-
nget ya, Ma… Garnet sayang Mama dan Papa…” Kucium dan
kupeluk Mama kencang-kencang sampai Mama susah ber-
napas.
”Aduh, Garnet udah...!” Mama berontak. ”Eh, tadi Vero
telepon. Katanya dia coba telepon ponsel kamu, tapi nggak
diangkat-angkat,” ucap Mama setelah aku menghentikan cium-
anku.
Aku menepuk kepalaku, dan langsung mengeluarkan HP
dari tas. Astaga! Dua belas kali missed call! Ya ampuuun, rupa-
nya saat jalan dengan Rhinky tadi aku tidak menyadari ada
telepon masuk.
”Ma, Garnet pake telepon ya?” Aku berlari menuju telepon

133

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
rumah, kemudian dengan sigap menekan nomor rumah
Vero.
”Halo, Ver!” Aku bernapas lega begitu mendengar suara
Vero.
”Woi! Ke mana aja lo?”
”Gue abis jalan. Ada apa sih?”
”Nggak ada papa sih! Gue cuma mau ngajak lo seneng-
seneng!”
”Seneng-seneng? Yee... gue pikir apaan!”
”Ah, lo gimana sih! Kita kan belum seneng-seneng begitu
tau berat badan gue turun, dan berat badan lo naek! Gimana
kalau kita makan-makan?” ajak Vero.
”Gue sih seneng aja. Tapi lo yakin mau makan banyak?
Ntar diet lo berantakan dan Tante Maya…”
”Alaaah, Tante Maya lo pikirin. Tenang aja, dua hari lagi
dia balik ke Amerika. Lagian, gue mau puasin makan dan
keliling kafe beberapa hari, terus gue balik diet lagi.”
”Waah! Dasar curang! Kalau ketauan Tante Maya, gue bisa
ikutan dimaki!”
”Gue tanggung jawab penuh deh! Pokoknya kita cari kafe
yang enak!”
”Emang mau jalan sekarang? Gue baru pulang, Ver!”
”Ngng… besok malem aja deh! Lo gue jemput, oke?”
”Oke!” seruku.

134

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

12
Claudia vs. Vero

SETELAH sibuk merayu Mama selama setengah jam, akhir-


nya aku mendapat izin keluar malam ini. Dengan syarat harus
pulang sebelum jam 24.00 teng! Wuah! Dengan syarat itu aku
merasa jadi Cinderella!
Tepat jam 20.00, Vero menjemputku.
”Kita mau ke kafe mana, Ver?” tanyaku saat Vero mem-
belokkan arah mobilnya menuju kawasan Senayan.
”Ke Front Row. Malem ini Glenn yang isi acara lho!” ucap
Vero penuh semangat.
”Wah, seru tuh!” jeritku. Ya! Vero selalu tahu siapa saja yang
menjadi pengisi acara di setiap kafe. Julukan Tante Maya ”Pen-
jelajah Kafe” untuk Vero memang cocok sekali.
Dengan melalui perjalanan sekitar 35 menitan, akhirnya
kami sampai juga di tempat tujuan.
Pengunjung sudah terlihat ramai di pintu masuk. Vero
mengajakku duduk di bagian luar mengarah ke kolam yang
dibatasi dengan kaca pemisah. Di sana tidak begitu padat.

135

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Glenn Fredly yang sedang menghibur seisi kafe masih jelas
terlihat dari sini.
Rupanya malam ini Vero sungguh-sungguh dengan niatnya
untuk makan besar-besaran! Porsi makannya meningkat drastis,
kembali ke porsi awal sebelum ia bertekad menjalani diet.
Dasar Vero!
Saat kami sedang asyik-asyiknya makan dan ngobrol diiringi
lagu Januari yang dinyanyikan oleh Glenn Fredly, mataku me-
nyipit memerhatikan pemandangan yang ada di belakang
penyanyi itu.
”Lo liat apaan, Net? Serius banget!” tanya Vero.
”Itu… Ver!” aku menunjuk ke arah beberapa model yang
sedang memeragakan baju di panggung. Berlenggak-lenggok
dengan gemulai, senyum mengembang dengan rasa percaya
diri yang tinggi. Mataku fokus memerhatikan salah satu dari
mereka.
”Apaan sih?”
”Model yang pake baju merah! Gue kenal dia!” kataku sam-
bil terus memasang mata.
”Yaelah! Gue juga kenal. Namanya Claudia, kan?! Dia
model yang lagi naek daun! Lo pasti abis baca tabloid gosip
tentang operasi plastik yang abis dia jalanin, iya kan?”
”Apa?” Mataku memicing menatap Vero.
”Iya! Emangnya lo nggak tau, ya? Sejak operasi itu, muka-
nya tambah cantik deh! Dan dia tambah tenar lho…”
”Jadi, dia korban operasi juga?” Aku menatap Vero tidak

136

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
percaya. Pantas saja aku bertemu dengannya di klinik Dokter
Michael!
Vero mengangguk. ”Kenapa sih, kok ekspresinya aneh
kayak gitu?” ucap Vero sambil sibuk mengunyah kentang go-
reng.
”Dia, Ver! Waktu kita ke klinik Dokter Michael dua hari
yang lalu, gue ketemu dia!” jeritku sambil mengguncang-
guncang tubuh Vero. Seraup kentang goreng yang hampir
bersarang di mulutnya jatuh berguguran.
”Lo kenapa sih, Net?” Vero menatapku heran. ”Naah, ke-
tauan! Lo penggemar beratnya, ya...? Udah sempet minta tanda
tangannya, belom?”
”Vero, gue serius!”
”Ya emangnya kenapa kalau dia ada di klinik itu? Wajar,
kan, siapa tau dia mau kontrol dokter!” kata Vero cuek sambil
makin asyik dengan kentang gorengnya.
”Kalau itu gue juga tau! Cuma waktu itu dia berdua sama
Rhinky, Ver! Mereka mesra banget!”
”APA?!” Vero melongo. ”SAMA RHINKY?”
”Dia ceweknya Rhinky!”
”LO SERIUS, NET?! Atau mungkin lo salah liat kali?!”
Vero menajamkan penglihatannya ke arah Claudia.
”Nggak mungkin, Ver! Masalahnya gue sempet kenalan!”
Vero mengerang geram menatap Claudia dari jauh.
”Sialaaan! Kalau saingan kita secantik itu, Rhinky mana bisa
berpaling ke kita, Net? Dia kan model, cantik, putih, tinggi,
hidung mancung, dan yang pasti ramping, pula! Yah, walaupun

137

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
beberapa bagian mukanya hasil operasi, gue yakin Rhinky
tetep milih dia sampai mati! Iya, nggak? Dan yang pasti…”
Aku termenung. Tidak kudengarkan lagi ocehan Vero. Mataku
terus memerhatikan Claudia yang menghilang di balik panggung
seiring selesainya lagu yang dinyanyikan Glenn Fredly.
Claudia… dia cantik luar biasa. Aku bahkan tidak ada apa-
apanya dibanding dia. Hmm… kalau wajah Claudia hasil
operasi, berarti… teori Rhinky yang mengatakan ia tidak
setuju dengan segala urusan mempercantik wajah dengan cara
operasi plastik adalah omong kosong belaka! Buktinya, ia me-
macari Claudia, salah satu wanita yang bersembunyi di balik
wajah palsu itu! Dan cinta pertamanya, mungkin juga tidak
jauh berbeda dengan Claudia, sama-sama berwajah palsu! pikir-
ku kecewa.
Hhh… cantik ya cantik! Apa pun bentuknya dan apa pun
caranya, laki-laki tetap memilih wanita berparas menawan se-
bagai pendamping. Lagi pula, mana ada cowok sekeren Rhinky
yang mau menjadikan cewek tidak menarik sepertiku sebagai
pacar?! Apa yang akan dikatakan orang padanya nanti? Hei,
Rhin, sejak kapan lo pacaran sama pembantu? Huh! Tiba-tiba,
perasaan kagumku pada Rhinky berubah jadi hambar!
Vero masih saja sibuk dengan dunia bicaranya dengan
mengoceh tidak keruan, dan aku masih sibuk dengan lamun-
anku. Rasanya kesibukan kami tidak akan berakhir kalau salah
satu dari kami tidak ada yang memutuskan untuk pulang.
Kalau melihat Vero yang tidak bisa berhenti bicara, aku rasa
akulah orang yang harus mengambil keputusan itu.

138

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Ver, kayaknya kita pulang aja deh!”
”Tunggu, Net, gue mau lihat tampang Claudia untuk yang
terakhir kalinya.”
”Fashion show-nya udah kelar, tau!” ucapku sambil menarik
lengan Vero.
”Aduhh...” Vero merintih.
”Kenapa lo, Ver?” tanyaku panik. Apa aku terlalu keras me-
narik lengannya?
”Gue kebelet pipis, Net! Temenin gue ke toilet,” ucap Vero
sambil memegang-megang perutnya.
”Hh... gue kira apaan! Yuk!” ajakku.

***

Rasanya Vero harus menahan hasrat pipisnya beberapa waktu


karena antrean yang panjang. Untunglah, tidak berapa lama,
salah satu pintu toilet terbuka. Seseorang keluar dari dalamnya,
membuat aku dan Vero berteriak bersamaan.
”CLAUDIA?!!”
Claudia menatap Vero heran, lalu sikapnya berubah dingin
saat memandang wajahku. ”Kalian… siapa?” tanyanya berlagak
cuek.
Apa? Aku ternganga. Secepat itukah ia melupakanku? Yah…
mungkin saja dia lupa. ”Claudia, gue Garnet temennya
Rhinky. Lo masih inget nggak, dua hari yang lalu kita ketemu
di klinik, kan? Nggak nyangka kita ketemu lagi di sini…,”
ucapku berusaha ramah.

139

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Eh, temen lo, Clau?!” tanya seorang cewek yang barusan
keluar dari toilet sebelah.
”Tau, ah! Penggemar mau minta tanda tangan kali!” ucapnya
dengan sombong seraya pergi.
Aku terkejut. Sumpah! Aku tidak pernah menyangka akan
melihat sikap Claudia seperti ini.
”Tapi dia kok kenal sama Rhinky?”
”Udah deh! Nggak usah ladenin, cewek culun dan kerem-
peng kayak gitu mana mungkin punya temen sekeren Rhinky?
Ngaku-ngaku temen deket Rhinky? Kepedean!”
”Ah, bisa aja lo!”
Dua model itu tertawa. Tawa mengejek.
Astaga! Aku menatapnya tidak percaya. Apa yang barusan
kudengar benar? Apakah sikap asli Claudia seperti ini? Dia
sangat ramah di hadapan Rhinky waktu itu. Tapi sekarang…
”HEI! TUNGGU!” Di sela bengongku, tiba-tiba Vero ber-
teriak ke arah mereka.
Claudia dan temannya berhenti lalu berpaling pada kami.
Keduanya saling pandang.
Dengan tatapan ingin menelan, Vero menghampiri kedua-
nya. Kalau melihat gayanya yang seperti itu, seperti yang
sudah-sudah, Vero pasti dalam kondisi marah besar. ”JADI
CEWEK NGGAK SOPAN MACAM LO YANG JADI
PACAR RHINKY?!” tunjuk Vero pada Claudia dengan suara
melengking.
”EH, SIAPA YANG NGGAK SOPAN?!” Claudia yang
tidak terima dengan sikap Vero mendekat.

140

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”NGAPAIN LO MENGHINA GARNET?!” teriak Vero
makin berang.
”APA LO, GENDUT? EMANG DIA KEREMPENG,
KAN?”
”SENGAK BANGET LO! LO PIKIR CUMA LO CEWEK
CANTIK DI DUNIA INI?!”
”GUE TAU BANYAK CEWEK CANTIK DI DUNIA INI,
TAPI GUE CUKUP BERUNTUNG KARENA JADI SALAH
SATU DARI MEREKA! BUKAN KAYAK LO BERDUA!
MAKANYA CARI MODAL, OPERASI TUH MUKA!!” ucap
Claudia tepat di depan wajah Vero.
Aku menatap pertengkaran sengit mereka dengan tak per-
caya. Saranku, jangan pernah membalas ucapan Vero kalau
tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada…
PLAK!
Terlambat, Vero sudah melayangkan tamparannya di pipi
Claudia.
”BRENGSEK!” Claudia hendak membalas.
Secepat kilat aku berusaha melerai mereka. Tapi malang, saat
itu juga satu pukulan Claudia menghantam hidungku. ”Argh!”
Aku kesakitan. Aku merasakan ada cairan keluar dari hidung-
ku. Darah! Hidungku berdarah! Tapi aku tidak bisa melihat
apa pun karena kacamataku terlepas. Terpaksa aku merangkak
mencarinya dengan meraba-raba lantai.
Melihat hal itu Vero tambah berang. Dengan tenaga penuh
ia arahkan tinjunya ke wajah Claudia. Kudengar Claudia men-
jerit kencang sekali lalu meringis beberapa sesaat. Samar-samar

141

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
kulihat ia memegang hidungnya sambil berteriak-teriak histeris.
Namun sesudahnya ia menarik rambut Vero.
Dengan hidung berdarah dan pandangan kabur, aku yang
makin panik, berdiri untuk mencoba melerai mereka lagi,
namun kali ini teman Claudia malah menarik tanganku.
Sehingga apa yang terjadi sungguh di luar dugaan! Kami
bertengkar satu lawan satu! Saling tarik, saling jambak,
mencaci, mendamprat, ber-teriak, segala upaya dilakukan, dan
keempatnya berusaha keluar sebagai pemenang.
Dari hidungku darah keluar makin banyak. Aku kelelahan,
kepalaku pusing, mataku berkunang-kunang. Di saat rasa pu-
singku mencapai puncaknya, dan pandanganku makin kabur,
entah bagaimana sekitar ruang mendadak ribut seakan dipe-
nuhi orang, lalu blitz kamera pun memenuhi ruang toilet.

***

Aku menyandarkan tubuh lemahku pada bantal. Dari balik


pandanganku yang kabur masih dapat kulihat Mama
menatapku berkaca-kaca. Bang Reza terdiam di sisi tempat
tidurku. Aku berada di rumah sakit. Sejak semalam aku sudah
berada di sini.
Sungguh menyedihkan, badanku dipenuhi lebam biru dan
lecet-lecet. Dan saat aku siuman, Papa sudah menatap tajam
ke arahku. Penuh amarah.
”Kamu udah buat Papa malu, Net! Anak perempuan keluyuran
malam-malam, terlibat perkelahian, lagi! Mau jadi apa kamu?”

142

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Maafin Garnet, Pa…,” ucapku lemah.
”Mau jadi jagoan kamu?”
”Udahlah, Pa… kasian Garnet…,” bela Mama.
”Ini semua gara-gara Mama juga yang ngasih izin Garnet
keluyuran malem-malem! Apa jam malam udah nggak berlaku
lagi?” bentak Papa.
”Papa kok malah nyalahin Mama sih? Memangnya Papa
udah kasih contoh yang baik sama anak-anak? Kalau ada
masalah dikit aja, bisanya cuma marah-marah!” balas Mama.
”OH, JADI MAMA MAU NYALAHIN PAPA, GITU?”
”MAMA NGGAK NYALAHIN SIAPA PUN! TAPI PAPA
YANG MULAI!”
Aku terisak. Mama dan Papa terus bertengkar dan saling
menyalahkan, dan ironisnya semua akibat ulahku. Kututup
wajahku, dadaku berguncang mendengar pertengkaran mereka
yang makin menjadi.
”UDAHLAH, MA, UDAH, PA! BISA DIEM NGGAK
SIH?!” teriak Bang Reza tiba-tiba. ”KASIAN GARNET! DIA
JUGA LAGI KESAKITAN!”
Aku terpana menatap Bang Reza yang membelaku. Selama
ini dia cuma bisa menjailiku, namun barusan ia menjadi kakak
sejati. Aku menatapnya dengan perasaan penuh beribu terima
kasih.
”Sekarang, yang harus dilakukan adalah berpikir dengan
kepala dingin, karena masalah sebenarnya bukan cuma di sini,
tapi masalah kita yang sesungguhnya ada di luar. Menghadapi
tuntutan cewek bernama Claudia itu!” lanjut Bang Reza.

143

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku terkejut. Tuntutan? Claudia menuntut?
Papa terduduk di kursi. Mama menutup mukanya.
”Dari mana kita dapetin uang ratusan juta untuk mengganti
hidungnya yang rusak karena perkelahian itu? Itu yang harus
dipikirin! Bukannya sibuk saling menyalahkan!”
Astaga! Hidung Claudia rusak? Benarkah semua masalah
berkembang separah ini? Aku menatap ketiga anggota keluarga-
ku, berharap ada yang akan memberikan penjelasan, namun
kebungkamanlah yang akhirnya kudapat.

***

Karena peristiwa yang terjadi belakangan ini dan kondisi


kesehatanku, aku dilarang keluar rumah, dan telah terkurung
selama satu minggu. Bahkan, dengan alasan keamanan, Papa
melarangku kuliah.
Tidak ada yang mau bercerita padaku. Mama yang menjadi
harapanku satu-satunya tetap bungkam. Ia hanya mengatakan,
sekarang masa sedang rawan-rawannya karena rumah kami
mendadak sering didatangi wartawan.
Aku sering mengintip dari balik jendela para kuli tinta yang
berkeliaran di depan rumahku itu. Katanya mereka mencari
informasi tentang kejadian malam itu. Yeah, ini pasti tentang
Claudia. Seperti yang ada di hadapanku saat ini, sehalaman
surat kabar dengan gambar memalukan (perkelahian di malam
itu) bertuliskan: CLAUDIA MODEL TERMAHAL MEN-
DERITA CEDERA HIDUNG.

144

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Memang bukan aku yang menjadi pemeran utama dalam
berita itu, tapi keterlibatanku membuat masalah berkembang
menjadi pelik seperti ini. Dan akibat peristiwa itu juga, se-
rentetan hukuman dari Papa aku jalani.
Parahnya lagi, HP-ku disita Papa, sehingga komunikasiku
dengan dunia luar terputus, menelepon Vero juga dilarang.
Menurut Papa, ini semua karena aku terlalu akrab bergaul
dengan Vero. Andai Papa tahu kalau Vero-lah yang membela
anaknya mati-matian.
Lebih menyedihkan lagi, aku tidak bisa melihat dengan
jelas! Kacamataku rusak! Untuk melengkapi penderitaanku, dua
minggu lagi benda itu baru akan dibelikan oleh Mama. Me-
nurutnya, ini hukuman ekstra yang harus kujalani dari Papa.
Matilah aku!
Bang Reza tidak pernah kelihatan. Dia sibuk menyelesaikan
masalah ini bersama Papa. Aku merasa sangat bersalah telah
merepotkan semuanya. Kejadian ini sungguh menyiksaku. Aku
bahkan tidak bisa tidur memikirkan kesalahan-kesalahan yang
telah kuperbuat.

145

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

13
Tamu Untukku

AKU duduk lunglai di tempat tidurku tanpa bisa melakukan


apa-apa. Sudah satu bulan berlalu sejak kejadian itu, namun
hukumanku tak kunjung selesai. Aku rindu sahabatku Vero,
aku rindu celotehnya yang tiada henti dan menghibur, aku
rindu kuliah, walaupun tetap sebal pada Alan, Cindy, Siska,
dan Laura.
Cukup dua kata yang dapat merangkum beribu perasaanku
selama menjalani hukuman ini. AKU BOSAN!
Hal yang menguntungkan dari hukuman ini adalah, karena
aku mencoba melarikan diri dari stres dengan banyak me-
ngonsumsi makanan sehat buatan Mama, berat badanku naik
drastis. Aku juga lebih memerhatikan kebersihan tubuhku
dengan mencoba menerapkan hidup teratur, bersih, dan sehat.
Sehingga… sebulan terakhir aku berhasil menumpas jerawat-
jerawat yang tadinya setia menempel di pipiku. Hmm… aku
juga lebih mahir berdandan. Yeah, itu adalah keuntungan-
keuntungannya.

146

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Sekarang… jam 20.05, cuma itu yang aku tahu mengenai
waktu, sementara hari apa dan tanggal berapa aku tidak tahu
lagi. Otakku benar-benar dalam kondisi sekarat. Mungkin ka-
rena aku terlalu lama terkurung di rumah, ya? Tapi, kalau
kuperhatikan, wartawan-wartawan yang sering berkeliaran di
depan rumahku selama beberapa hari ini tampaknya sudah
tidak kelihatan. Semoga ini pertanda baik. Kuharap, Papa dan
Bang Reza telah berhasil menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi akibat perkelahian dengan Claudia malam itu.
Aku merasa bisa mati karena bosan tepat tengah malam
nanti kalau saja Mama tidak masuk ke kamarku dan menyu-
ruhku keluar karena di ruang tamu ada dua tamu untukku.
Kedua orang itu adalah Tante Maya dan seorang lelaki
paruh baya bertubuh sangat subur dengan postur tubuh tinggi
besar. Sekilas ada raut wajah Vero bersemayam di situ. Aku
pernah melihat lelaki ini sebelumnya. Dia Oom Bono, papa
Vero. Rupanya beliau sudah kembali dari Amerika.
Aku tersenyum bergantian pada mereka yang tengah duduk
di sofa ruang tamu.
Dengan senyum manis khasnya, Tante Maya menarikku agar
duduk di sebelahnya. Ia memegang tanganku dengan lembut.
Sapuan make-up-nya lebih tipis daripada biasa, namun ke-
cantikannya tidak berkurang sedikit pun.
Setelah Mama meninggalkan kami, barulah Tante Maya
bicara. ”Apa kabar, Garnet?” Tante Maya memelukku.
”Baik, Tante..,” ucapku lemah, ”tapi Vero…” Aku mengkha-
watirkan sahabatku itu. Tante Maya selalu keras padanya.

147

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Kalau hanya karena berbadan gendut dia diancam dengan
sedot lemak, lalu akibat perkelahian itu hukuman apa yang
akan Tante Maya berikan?
”Kamu jangan pikirin keponakan Tante yang bandel itu.
Tante bener-bener minta maaf karena kelakuan Vero kamu jadi
ikut terlibat,” ucap Tante Maya lembut.
”Ya, Garnet, Oom juga minta maaf,” sambung Oom Bono.
Aku tercengang. Teringat isi surat kabar tentang perkelahian
itu. ”Tan, sebenernya apa yang terjadi?”
”Kamu udah denger tentang tuntutan Claudia, kan?”
”Yah... Garnet denger sekilas dari Bang Reza. Tapi, terus
te-rang Garnet nggak paham. Apa bener hidung Claudia ru-
sak?”
”Ya, Vero terlalu keras memukulnya. Makanya Claudia
nggak terima dan menuntut.”
”Terus Vero… apa dia di tangkep polisi? Ya ampun… Vero
nggak apa-apa kan, Tan? Oom?” Aku panik. Mana mungkin
aku bisa enak-enakan di rumah, bergumul dengan makanan
sebagai pelarian, memperbaiki hidupku, tapi sahabatku, orang
yang telah membelaku, ternyata terlibat masalah yang sangat
serius. Aku merasa bersalah pada Vero.
Tante Maya menggeleng. ”Vero nggak apa-apa. Masalah
udah diselesaikan dengan baik. Untunglah, dengan beberapa
orang yang bersedia membantu, akhirnya permasalahan ini bisa
diselesaikan dengan jalan damai.”
Aku menghela napas lega. Dalam hati aku mengucap rasa
syukur. ”Terus, Oom, sekarang Vero di mana?”

148

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Oom sangat kecewa sama Vero, makanya sebagai hukuman,
Vero dilarang keluar rumah. Itu adalah konsekuensi yang harus
Vero tanggung. Lagi pula, kami sekeluarga malu dengan ke-
luarga kamu, Net. Vero udah nularin sifat yang nggak baik
sama kamu.” Wajah Oom Bono menyiratkan penyesalan.
”Lagian kenapa juga tuh anak main pukul sembarangan…”
Tante Maya menggeleng-geleng. ”Kedatangan kami berdua,
mau minta maaf kepada keluarga kamu dan kamu, Garnet.
Karena Vero, semuanya jadi ikut terlibat. Orangtua kamu ikut
direpotin.”
Sesaat aku tertegun. Aku pikir Tante dan Oom Bono salah
mengerti. ”Tan, Oom, semua orang udah berprasangka buruk
sama Vero,” ucapku tertahan. Mataku berkaca-kaca. ”Sebener-
nya Vero nggak salah, ini semua karena dia mau belain Garnet.
Makanya Vero berbuat itu.” Aku terisak.
”Apa yang kamu bilang, Net?” tanya Tante Maya sambil
menyipitkan mata. Oom Bono terheran-heran.
”Claudia menghina Garnet, makanya Vero marah dan me-
nampar muka Claudia, dan akhirnya… perkelahian itu pun
terjadi.”
”Ya Tuhan…” Tante Maya membekap mulutnya tidak
percaya. Oom Bono tampak kaget.
”Vero nggak salah, Tan… Vero nggak salah…” Air mataku
tidak terbendung lagi, aku menumpahkan tangisku di hadapan
Tante Maya dan Oom Bono.
Tante Maya juga menangis, lalu ia memelukku erat-erat
cukup lama, kemudian melepaskannya. Oom Bono menarik

149

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
napas. Aku rasa ia juga menyesal sudah terlalu keras terhadap
Vero.
”Ternyata selama ini Tante dan Oom udah salah, Net. Tante
pikir Vero adalah biang rusuh semua masalah ini. Ternyata
perbuatannya itu karena ingin membela sahabatnya. Yeah,
harusnya Tante bangga sama dia, bukannya malah meng-
hukumnya. Tante bener-bener menyesal, kami harus minta
maaf sama dia…,” ucap Tante Maya disertai anggukan Oom
Bono.
”Yah, perbuatannya main pukul itu memang tidak baik
sama sekali. Tapi, paling tidak ternyata ada alasan di balik per-
buatannya itu,” kata Oom Bono bijak.

***

Aku rasa, aku harus bahagia karena semua masalah berlalu


dengan baik. Atas kesalahpahaman yang terjadi, Papa dan
Mama akhirnya mau mengerti dan tidak begitu menyalahkan
aku dan Vero. Mama juga langsung menelepon Vero dan me-
minta maaf padanya atas nama keluarga, karena telah ber-
prasangka buruk selama ini.
Oya, HP-ku sudah dikembalikan Papa, dan mulai besok,
aku boleh keluar rumah lagi.
Satu-satunya orang yang ingin aku temui setelah masalah ini
selesai, adalah…Yup! Veronika!
Aku kangen sekali padanya. Tapi rasa kangen itu baru bisa
diwujudkan besok. Ingin rasanya aku menelepon Vero segera

150

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
begitu Papa mengembalikan HP-ku. Namun, rasa ini terus
kutahan karena besok aku ingin memberi kejutan padanya.

***

Aku terbangun saat Mama masuk kamar dan mengatakan ada


tamu yang datang pagi ini. Wuah! Tamu lagi! ”Pasti Vero!”
jeritku sambil menyambar kacamataku yang baru dan berlari
ke luar kamar. Yuhu! Padahal aku ingin memberi kejutan
padanya, tapi ternyata Vero sudah ke rumahku duluan!
Tidak kupedulikan suara Mama yang menyuruhku cuci
muka dulu sebelum keluar kamar.
Bodo amat! Vero ini! Aku mempercepat langkah menuju
ruang tamu dan sampai di sana, aku berteriak seperti yang
biasa kulakukan saat bertemu Vero.
”VEROOOO…!!!” Aku mengembangkan pelukan sambil
memejamkan mata.
Hening tidak ada sambutan. Kubuka mataku.
ASTAGA!!!
Aku shock! Pantas Mama melarangku turun sebelum men-
cuci muka.
”RHINKY?!” Aku melongo tak percaya memandang cowok
tampan yang sangat kukenal itu duduk di sofa. Melihat ke-
datanganku ia segera berdiri dan menatapku takjub.
Aku segera menyadari keadaanku, masih memakai pakaian
tidur, tampang kusut, rambut berantakan, mata sembap, dan
mungkin ilerku masih sedikit menempel di sudut bibir.

151

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Untunglah tadi malam aku mengurungkan niat memakai
masker, kalau tidak aku akan terlihat seperti penampakan setan
di pagi hari.
”Rhinky…,” ucapku kaku, dalam kondisi seperti ini aku
berharap memegang tongkat Harry Potter agar bisa meng-
hilangkan Rhinky dari rumahku tanpa bekas.
Rhinky masih terpana atau mungkin tak sanggup melihat
keadaanku.
”Gue masuk sebentar, Rhin… abis gue berantakan banget
dan…”
”Oh, nggak usah, gue cuma sebentar kok!” cegahnya. Yeah,
kalau penampilan si nona rumah berantakan seperti ini, siapa
yang tahan berlama-lama?
”Ada perlu apa?” tanyaku.
”Apa lo mau berdiri di situ terus sementara gue ngomong
di sini?” ucap Rhinky.
Astaga! Kenapa aku jadi kikuk begini? Aku segera meng-
hampiri Rhinky dan duduk di sofa berhadapan dengannya.
Aku merasa jadi orang bodoh.
”Ngng… pertama,” Rhinky menarik napas dan memerhati-
kan keadaanku, ”gue seneng keadaan lo baik-baik aja.”
”Terima kasih…,” jawabku sekadarnya.
”Dan yang kedua...,” Rhinky menarik napas, ”yang ke-
dua...,” dia menarik napas lagi.
Aku sampai sesak menunggunya. Apa dia membutuhkan
lebih banyak oksigen hanya untuk mengatakan tujuannya yang
kedua?

152

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Gue minta maaf atas kejadian yang terjadi belakangan ini.
Tepatnya perkelahian di kafe itu.”
Mataku memicing. ”Minta maaf?” Kucoba mengait-ngaitkan
beberapa kejadian yang memungkinkan Rhinky terkait dengan
masalah perkelahian itu, namun jawaban tak kunjung datang.
Sebenarmya, ada hubungan apa Rhinky dengan kejadian itu?
”Ya, Net, Vero udah cerita kronologis kejadian perkelahian
itu pada gue, dan setelah mendengarnya… gue tau ini salah
gue.”
”Ma... maksud lo apa sih? Sumpah gue bingung, Rhin!”
”Claudia menghina lo waktu itu, kan?”
Aku mengangguk. Teringat ucapan Claudia yang mengatakan
aku cewek culun dan kerempeng, sehingga memancing amarah
Vero. Tapi, apa hubungannya dengan Rhinky?
”Dia sengaja ngelakuin itu, Net.”
”Sengaja?”
”Ya, karena… karena…”
”Karena apa?” tanyaku penasaran.
”Karena dia cemburu sama lo.”
Tawaku hampir meledak. Rasanya aku butuh oksigen lebih
banyak daripada Rhinky akibat mati-matian menahan tawa.
”Lo nggak becanda, kan? Claudia… Claudia cemburu sama
gue? Dia gila, kali!” Aku tertawa, dan tawaku baru berhenti
saat melihat tatapan Rhinky yang berubah menjadi dingin.
”Kayaknya gue harus pulang sekarang, Net.” Rhinky ber-
anjak dari tempat duduknya dan bersiap pergi. Aku tidak ber-
usaha mencegahnya.

153

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Lho… kok buru-buru?” Mama barusan datang membawa-
kan minuman untuk Rhinky.
”Maaf, Tante, saya harus pulang sekarang karena masih
banyak kerjaan,” jawab Rhinky pamit pada Mama.
Rasanya aku tidak akan pernah memahami perasaan Rhinky
kalau saja tidak melihat tatapan kekecewaan yang diarahkan
padaku sebelum ia pergi meninggalkan rumahku. Aku ter-
menung. Aku rasa aku sudah keterlaluan menertawai ucapan-
nya.

154

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

14
Cinta Pertama Rhinky


SURPRISE!” teriakku begitu masuk ke kamar Vero.
”GARNEEEET!!!!” Vero yang sedang sit-up menyambutku
dengan jeritannya, dan langsung memelukku. Badannya ber-
keringat sangat banyak, aku segera menutup hidung.
”Sialan lo!” selorohnya meninju lenganku. Ia terpana merasa-
kan sesuatu, kemudian memukul lenganku lagi. ”Kayaknya lo
tambah gendut deh! Lo berubah banget, Net!”
”Masa sih?!” Memang selama dua bulan ini porsi makanku
banyak, tapi apa sebegitu berbedanya? pikirku.
”Iya! Lingkar lengan lo bertambah, bentuk muka lo nggak
terlalu tirus lagi, trus mana jerawat-jerawat lo? Dan… bokong
lo lebih berisi!” seru Vero sambil memencet-mencet pipi dan
beberapa bagian tubuhku.
Aku tertawa geli. ”Lo juga berubah kok!” balasku ”Tambah
langsing!” Sumpah, Vero benar-benar tambah langsing!
”Yeah, karena peristiwa itu, Tante Maya nambah program
senam gue dengan push-up, sit-up, dan angkat barbel. Kacau,

155

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
kan? Pokoknya gue stres berat! Ditambah lagi, Papa ngelarang
gue keluar rumah selama ini. Abis, banyak wartawan. Gue
denger rumah lo juga disatronin mereka, ya?”
Aku mengangguk.
”Yang lainnya nggak masalah. Yang bikin gue kesel, gue
nggak bisa hubungin lo karena ponsel lo nggak pernah aktif.
Lo ke mana aja sih?”
”Gue dikurung! Makanya gue nggak tau perkembangan
akhir masalahnya sampe Tante Maya dan bokap lo ke rumah.
Gue lega karena masalah udah selesai. Gimana ceritanya sih?”
Aku berharap Vero akan menceritakan perihal ini sedetail-
detailnya padaku.
”Emangnya lo nggak tau?”
Aku menggeleng.
”Bener-bener nggak tau?” tanyanya lagi.
”Nggak ada yang cerita ke gue, sumpah! Gue sempet baca
koran sih, tapi sebatas Claudia menuntut dan masalah hidung-
nya yang rusak. Selain itu, gue nggak begitu paham.”
”Tadinya Claudia bersikeras mau bawa masalah ini ke
pengadilan. Secara lo kan tau, gue yang mukul dia duluan.
Ditambah lagi, akibat pukulan gue, hidungnya jadi rusak
berat.”
”Oya? Kok bisa sih? Gue juga kena tonjok dan berdarah,
tapi nggak parah-parah amat deh.” Aku keheranan.
”Kata Dokter Michael, hidung Claudia mancung karena di-
operasi. Nah, akibat benturan yang terlalu keras, implant yang
dipasang di hidung Claudia, semacam tulang rawan buatan,

156

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
terdesak ke luar. Makanya hidungnya jebol kena tonjokan
gue.”
Aku bergidik. Tidak menyangka akibat yang harus di-
tanggung Claudia sebegitu mengerikannya. ”Trus, Claudia
udah sembuh?” tanyaku penasaran.
”Syukur udah. Dokter Michael bersedia kasih bantuan me-
renovasi hidungnya secara gratis.”
”Mukanya gimana, Ver? Kasian Claudia, dia kan model.
Muka kan aset buat model…”
”Yah… lo masih mikirin dia! Padahal lo juga ditonjok sama
Claudia. Yang jelas, lo nggak usah khawatir deh, semuanya
udah diberesin sama Dokter Michael dan hasilnya oke kok!
Buktinya dia udah berani mamerin mukanya dan jalan di
catwalk lagi. Duh… nggak nonton berita di teve sih!” Vero
mengucek rambutku.
”Yah… lo tau sendiri, Mama nggak cerita apa-apa, dan
semua alat komunikasi serta hiburan diboikot Papa. Waah,
Dokter Michael bener-bener baik ya, Ver? Dia dokter he-
bat!”
Vero mengangguk. ”Iya sih, tapi masalah nggak akan ber-
jalan baik kalau awalnya Rhinky nggak turun tangan, Net!”
”Rhinky?” Aku terbelalak sekaligus terkejut.
”Claudia udah sewa pengacara terkenal untuk kasus itu.
Makanya beberapa minggu belakangan Claudia jadi berita
hangat di infotainment. Tapi, untungnya atas bantuan Rhinky
yang membujuk Claudia agar berdamai, akhirnya tuntutan itu
ditarik lagi. Akhirnya semuanya bisa selesai. Entahlah… gue

157

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
nggak tau harus ngapain kalau Claudia tetep ngelanjutin
tuntutannya.”
Ya Tuhan… inikah sesungguhnya yang terjadi? Semua masa-
lah ditumpukan pada Vero. Padahal Vero melakukan semua itu
karena ingin membelaku. Vero hampir dituntut. Dan aku tidak
akan melihat wajah ceria sahabatku lagi kalau Rhinky tidak
melakukan sesuatu.
Tiba-tiba aku sangat menyesal karena sudah menyinggung
perasaan Rhinky tadi pagi. Aku merasa sangat bersalah pada-
nya.
”Oya, ada kabar baru lagi. Selama ini, Rhinky ngehubungin
gue. Dia khawatir sama keadaan lo. Apalagi waktu dia tau
Claudia udah nonjok muka lo. Sampe lo dibawa ke rumah
sakit segala. Dia berusaha hubungin lo, tapi HP lo nggak aktif.
Kelihatannya… dia khawatir banget sama lo, Net.”
Aku tertegun. Itukah sebabnya dia menemuiku tadi pagi?
”Lho, kok diem aja sih?” kening Vero berkerut. ”Bukannya
bagus, kan? Berarti di antara kita, lo yang lebih berpeluang
memenangkan pertarungan merebutkan Rhinky. Iya, kan?”
goda Vero.
”Ah, bisa aja lo, Ver.” Aku tidak bersemangat, perasaanku
masih bercampur baur mengingat tatapan kecewa dari
Rhinky.
”Woi! Kok malah ngelamun sih?” seru Vero sambil menepuk
pundakku.
Aku tersadar dari pikiranku yang melayang entah ke
mana.

158

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Eh, Net! Daripada bengong, mendingan kita jalan aja yuk?
Gue kangen nih pengen nginjek kafe lagi,” ajak Vero.
”Makan di kafe?” Aku geleng-geleng. Dasar cewek yang
pantang menyerah. Aku rasa Vero bukannya kangen pada kafe,
tapi kangen pada makanan yang ada di sana. Tapi tiba-tiba,
kami menyadari keberadaan Tante Maya yang entah sejak
kapan telah berkacak pinggang di tengah pintu. Terpaksa Vero
mengurungkan niatnya. Pertemuan kami dilanjutkan dengan
ngobrol-ngobrol.

***

Aku tidak bersemangat melihat puding buah yang barusan


dibawa Parijem masuk ke kamar Vero. Sambil menunggu Vero
selesai mandi, aku tertegun menatap puding buah itu. Rasanya
obrolan tentang Rhinky yang telah membantu membujuk
Claudia untuk membatalkan tuntutan itu menyimpan tanda
tanya besar bagiku. Kukira aku akan terus merasa hambar
padanya, tapi ternyata, rasa terima kasihku padanya telah
menghilangkan semua perasaan itu.
”Rhinky, maafin gue…,” ucapku perlahan. Tiba-tiba terlintas
di benakku untuk menemuinya di klinik Dokter Michael.
Semoga dia ada di sana.
”Eh, bukannya dimakan, malah ngelamun!” Vero yang baru
keluar dari kamar mandi mengagetkanku. ”Ayo, Net, puding
buahnya enak loh…” Vero menawarkan sambil mencomot se-
potong.

159

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku ikut menyendok sepotong puding. ”Eng… Ver, temenin
gue ke klinik, ya?” pintaku.
”Ke klinik? Ngapain?” tanya Vero heran. Biasanya dia yang
minta aku menemaninya ke sana, tapi kali ini aku yang
meminta, jelas saja Vero keheranan.
”Tadi pagi sebenernya gue udah ketemu Rhinky, dan tanpa
sengaja gue nyinggung perasaannya. Gue mau minta maaf
sama dia,” kataku menjelaskan.
”Duuh… ada sesuatu neh…,” ledek Vero.
”Bisa aja lo!” Aku melotot, tapi kemudian tersenyum setelah
melihat Vero mengangguk.
Setelah meyakinkan keberadaan Rhinky dengan menelepon
resepsionis yang mengatakan Rhinky akan datang nanti sore,
aku memutuskan menemui cowok itu di klinik sore nanti.
Kuharap, aku tidak mengganggu pekerjaannya.

***

Klinik tidak terlalu ramai. Resepsionis mengatakan Rhinky


belum datang. Akhirnya kami menunggu di ruang tunggu.
Vero menarik salah satu majalah yang ditaruh di rak majalah
tidak jauh dari tempat kami duduk. Sambil ngobrol, ia
membolak-balik majalah itu. ”Eh, liat nih, Net, ada gambar
Claudia!” tunjuk Vero pada salah satu halaman majalah itu,
Claudia sedang berpose sangat cantik dengan pakaian
tradisional. ”Cantiknya sih boleh, tapi… kalau inget sifatnya,

160

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
gue nggak rela cewek nyebelin kayak gini jadi pacarnya
Rhinky!” Vero terkikik.
”Bisa aja lo!” aku juga hampir melakukan hal yang sama
kalau saja tidak melihat seorang cewek yang baru keluar dari
ruang konsultasi dokter, lalu langsung mendekat begitu melihat
kami. Aku menyenggol siku Vero dan segera bangkit.
Vero melotot. ”Duh, panjang umur tuh! Mau apa si nye-
belin itu kemari?”
”Tau!” Aku menggeleng. ”Kita pergi aja deh!”
”Garnet!” panggilnya padaku saat aku sibuk menarik lengan
Vero yang tidak ingin beranjak.
”Oh, jadi lo masih inget nama temen gue?” sindir Vero.
”Gue nggak ada urusan sama lo. Gue mau ngomong sama
Garnet!” Claudia menatap Vero tajam kemudian berpaling
padaku.
”Semua masalah udah selesai, Clau. Kita udah nggak punya
urusan apa pun, lagian gue nggak punya waktu buat ngomong
sama lo. Gue ke sini mau ketemu Rhinky,” ucapku malas.
”Lo masih punya urusan sama gue kalau lo masih datang
ke klinik ini untuk nemuin Rhinky!” katanya dengan nada
mengancam.
”Apa urusannya?” sambar Vero.
”Karena Rhinky punya gue! Dia cowok gue, dan sampai
kapan pun nggak ada satu pun orang yang boleh ngerebut
Rhinky dari sisi gue!” Nada suara Claudia meninggi.
Aku terpana. Kemudian memandang ke sekeliling ruangan.
Tidak enak rasanya melihat beberapa pasien yang melirik ke

161

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
arah kami. ”Clau, jangan bikin ribut di tempat ini. Nggak
enak sama Dokter Michael, kita bisa ganggu pasien-pasiennya,”
ucapku berbisik-bisik. Kemudian bersiap pergi.
”Eeh… mau ke mana lo tukang rebut pacar orang!” Claudia
tidak peduli. Ia malah menarik tanganku.
”Gue nggak pernah merasa ngerebut siapa pun dari lo.
Rhinky sahabat gue!” kataku sambil menepis tangannya.
”Tapi masalahnya lo udah buat gue terasing dari sisi
Rhinky!”
”Terasing?” Aku dan Vero saling pandang.
”Denger ya, gue nggak akan biarin hal itu terjadi! Gue
nggak rela Rhinky jatuh ke tangan lo!”
Aku menggeleng, makin tidak mengerti maksud perkataan
Claudia yang menurutku makin menyimpang dari awal
perselisihan kami. Kenapa semuanya karena Rhinky? Tiba-tiba
aku menyadari sesuatu. Apa ini maksud Rhinky bahwa Claudia
cemburu padaku? Ya Tuhan, apa yang bisa dilakukan seorang
cewek jelek seperti aku ini untuk merebut cowok seorang
model tenar?
”Claudia, lo salah paham. Gue nggak pernah berniat
ngerebut Rhinky dari tangan siapa pun! Apalagi dari tangan
lo!”
”Alah! Nggak udah ngeles deh! Lo suka sama Rhinky, kan?
Lo naksir dia, kan? Tapi apa pun yang lo lakuin, lo nggak
akan pernah berhasil! Kampungan!”
”Claudia, denger baik-baik!” kataku dengan suara tertahan.
”Tutup mulut lo dari segala hinaan, karena gue bukan seperti

162

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
yang elo tuduhin!” Mataku panas, air mataku hampir meleleh.
Ya Tuhan, tolong aku menahan rasa sakit ini.
”LO NAKSIR RHINKY, KAN?” teriak Claudia.
Aku terkejut. Vero juga.
”IYA, KAN? BENER, KAN?” desak Claudia, kali ini de-
ngan mengguncang-guncang bahuku.
Aku kehilangan kesabaran. ”IYA! GUE NAKSIR RHINKY!
GUE SUKA DIA! TAPI GUE BUKAN CEWEK YANG
DENGAN CARA LICIK MEMPEROLEH KECANTIKAN
DENGAN MEMERMAK SELURUH WAJAH BIAR
DILIHAT OLEH RHINKY. GUE TULUS SAYANG SAMA
RHINKY! WALAUPUN GUE HARUS PUAS HANYA
DIANGGAP JADI SAHABATNYA! PUAS? PUAS?” Mataku
berkaca-kaca.
Vero menahan amarah bersiap hendak melayangkan tinjunya
pada Claudia. Tapi tangannya segera kutahan, aku tidak ingin
dia terlibat masalah yang lebih besar lagi karena membantuku.
Aku tak ingin kejadian kemarin terulang kembali.
”APA? LO MAU MUKUL GUE? AYO PUKUL!” tantang
Claudia. ”PUKUL! DASAR CEWEK TUKANG REBUT
PACAR ORANG! LO TUH NGGAK ADA HARGANYA
SAMA SEKALI! DIBANDING GUE, NGGAK ADA
HARGANYA SAMA SEKALI!!!”
Aku menahan emosiku dengan memejamkan mata. Aku rasa
aku bisa nekat kalau mendengar teriakannya sekali lagi. Emosi-
ku bisa benar-benar meledak, namun seseorang sudah menye-
lesaikannya terlebih dahulu.

163

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
PLAK!
Satu tamparan mendarat di pipi Claudia. Aku langsung
membuka mata dan menoleh ke arah Vero. Vero menggeleng.
Bukan! Bukan dia pelakunya, karena semua sudah diselesaikan
oleh cowok yang baru jadi bahan pertengkaran. Rhinky! Dia
yang melakukannya! RHINKY YANG MELAKUKANNYA!
”Gue nggak percaya ngelakuin ini sama lo, Clau. Tapi gue
udah capek sama lo, dan rasanya lo pantas mendapatkan ini!”
ucap Rhinky tajam.
Aku dan Vero tersurut mundur.
Claudia menangis sambil memegang pipinya. Kemudian
sambil menatap Rhinky ia berucap lantang. ”JADI INI YANG
GUE DAPETIN DARI LO, RHIN? INI? APA ARTINYA
PENGORBANAN GUE SELAMA INI? APA ARTINYA?
UNTUK APA GUE OPERASI BIAR LEBIH CANTIK?
SEMUANYA DEMI LO. TAPI LO MALAH NGEBELA
CEWEK YANG UDAH NGEREBUT LO DARI SISI GUE!
CEWEK YANG NGGAK BERHARGA INI DIBANDING-
KAN GUE!”
”Lo nggak pernah berkorban apa pun buat gue. Dan operasi
plastik itu lo lakuin bukan demi gue, tapi demi karier model
lo! Iya, kan?” bantah Rhinky.
PLAK! Claudia menampar pipi Rhinky setelah itu ia berlari
pergi sambil terus menangis.
Rhinky meringis memegang pipinya. Kemudian menoleh ke
arahku.
Aku mengusap-usap air mata di balik kacamataku. Sambil

164

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
menunduk, menyembunyikan tangisku di pelukan Vero. ”Se-
mua orang selalu bilang hal yang sama. Cindy, Alan, dan
Claudia juga berpendapat sama. Gue jelek. Cuma itu…,”
ucapku terisak.
”Garnet...” Rhinky memegang pundakku.
”Maaf, Rhin, lo terlibat lagi dengan masalah kita,” ucap
Vero pada Rhinky.
”Nggak, Ver, justru gue yang harus ngucapin kata maaf itu,
karena kalian jadi ikut terlibat dalam masalah gue dan Claudia.
Terutama Garnet.”
”Apa?” aku melepaskan pelukanku dari Vero seraya men-
cerna kata-kata Rhinky. ”Maksudnya?”
”Ucapan Claudia benar. Apa yang dia tuduhin ke elo itu
benar, Net…”
Itukah yang ada di dalam pikiran Rhinky? Jadi, aku cewek
yang tidak berharga di matanya. ”Yeah, bahkan lo juga setuju
gue jelek dan nggak berharga,” kataku sinis.
”Bukan itu maksud gue, Claudia udah berkata benar, Net,
lo… lo…” Rhinky menarik napas sangat dalam ”Lo… emang
ngerebut hati gue darinya.”
Aku melongo kaget. Mungkin telingaku rusak, Vero pun tak
kalah kaget.
”Selama ini, gue selalu mengagumi cewek yang cuek apa
adanya. Gue pernah mengakuinya di hadapan Claudia karena
gue nggak tahan dengan kelakuannya. Dan lo tau? Cewek itu
adalah elo, Net.”
”Ta… tapi... tapi… ka... kata lo…,” aku gelagapan.

165

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
”Ehm… gue permisi dulu, ya? Kebelet pipis!” ucap Vero
meninggalkan aku yang tengah panik, tapi aku tahu dia ber-
sembunyi di balik pintu. Aku bersumpah setelah ini akan
menggigit pipi tembemnya.
”Dulu,” lanjut Rhinky, ”ada cowok dekil, ingusan, kurus,
dan item kebingungan selama dua hari dua malam hanya
untuk mengarang sepucuk surat. Surat itu surat cinta yang
akan dia berikan pada cewek istimewa yang tinggal di sebelah
rumahnya. Cewek itu begitu cuek dan berantakan, tapi entah
kenapa cowok dekil itu sangat suka. Dan lo masih inget,
cowok dekil itu adalah gue, sementara cewek istimewa itu
adalah lo, Net. Lo cinta pertama gue…” Rhinky menggenggam
tanganku.
Astaga! Sungguh aku tidak bisa memercayainya. ”Gu...
gue… cin... cinta pertama lo?” Aku rasa aku masih shock
karena pertemuan dengan Claudia tadi, sehingga pernyataan
Rhinky barusan mungkin berhasil membuatku seperempat
koma.
”Apa pun yang Claudia bilang tentang lo,” lanjut Rhinky,
”apa pun pendapatnya tentang lo, bagi gue lo sangat berharga.
Lo paling berharga! Gue sayang lo, Net!”
Rhinky mendekatkan wajahnya padaku, ia mencium kening-
ku, sebelum aku bisa berpikir normal. Aku rasa aku butuh
oksigen lebih banyak karena sesak napas.
Untunglah sebelum aku benar-benar pingsan, Vero sudah
keburu berteriak, ”SO SWEEEEEET!”

166

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

15
Aku Patut Bahagia

PAGI ini, dengan wajah berseri-seri, aku turun ke ruang


makan untuk sarapan bersama keluargaku. Mama menyendok-
kan nasi sambil bernyanyi kecil. Ketika Papa turun, aku me-
lihat Papa tersenyum menyapa. Ah, jarang sekali aku melihat
Papa tersenyum selebar itu. Dengan baju kerjanya, ia ganteng
sekali.
Akhir-akhir ini sifat Papa lebih banyak berubah. Karena
menyesal telah berprasangka buruk padaku dan Vero, Papa
berniat akan lebih mengatur emosinya agar lebih stabil. Dan
berita baiknya, sekarang ia jarang marah-marah.
Oya, ini hari pertama aku masuk kuliah lagi. Aku sadar
karena banyak masalah yang menumpuk belakangan ini, pen-
didikanku agak terganggu. Tapi aku bersumpah, akan tetap
mendapat IPK tertinggi di angkatanku semester ini.
Usai sarapan, Bang Reza mengantarkanku ke kampus de-
ngan vespanya. Dia bersedia mengantarkanku kalau ada waktu

167

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
senggang. Kebetulan dia masuk siang hari ini sehingga aku
tidak perlu berdesakan di dalam angkot. Hm… sejak peristiwa
itu, dia makin baik padaku, dan aku makin menyadari, di
balik sifat jailnya, ternyata dia juga sayang padaku.

***

”hanks ya!” ucapku pada Bang Reza setelah sampai di depan


kampus
”Heh, gue nggak butuh terima kasih aja lho…”
”Apa?” aku bengong.
”Ini.” Bang Reza menunjuk keningnya.
Aku memerhatikan kening Bang Reza dengan saksama.
Tidak ada apa-apa di situ. ”Apa sih?” tanyaku heran.
”Gue pengin juga ngerasain dicium sama si Jelita yang udah
berubah jadi cewek manisss… sekarang!”
”Dasar Bang Reza!” Aku tertawa mendengar pujiannya. Ku-
cium kening Bang Reza bertubi-tubi sambil kucubit pipinya
keras-keras.
Bang Reza berteriak-teriak kesakitan, kemudian membawa
kabur vespanya. Aku tertawa geli. Hhh… Baru kusadari, ter-
nyata aku juga sayang abangku!

***

168

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Melewati pintu gerbang, aku melangkah pasti dengan sepatu
berhak lima sentimeter yang mulai kupakai. Aku telah belajar
untuk berjalan seimbang di atasnya. Pakaianku jauh lebih
feminin sekarang. Rok di bawah lututku sedikit berkibar ditiup
angin dan bajuku melekat sangat pas di badan. Tidak ada lagi
tulang yang menyembul, tidak ada baju kedodoran, dan tidak
ada baju ukuran anak SD. Oya satu lagi, karena Papa jadi
membayari operasi Lasik-ku, atas keprofesionalan para tenaga
medis, mataku terbebas dari kacamata untuk selamanya.
UNTUK SELAMANYA!
BRAVO UNTUKKU!
Hei! Ada seseorang yang kutemui di depan kelas! Dia ada-
lah… yeah! Cindy! Matanya melotot memandang ke arahku,
terus mengikuti langkahku sampai masuk kelas dengan
pandangan tak percaya.
Dengan senyum manis aku menyapa Handoko. Cowok itu
mengucek-ucek mata setelah melepas kacamata minusnya dan
semakin takjub ketika pandangannya tidak berubah setelah ia
memakai kacamatanya lagi.
”Garnet?” kata Handoko takjub.
Bukan itu saja, seluruh kelas juga memandang dengan tatap-
an yang sama. Kurasa seisi kelas merasa seperti mendapatkan
murid baru, semua mata tertuju padaku, tidak terkecuali…
Alan! Rasanya hari ini aku jadi pusat perhatian!

***

169

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Saat pelajaran berakhir, hal yang mengejutkan terjadi. Alan
mengajakku bicara empat mata! Astaga! Tidak pernah ku-
bayangkan sebelumnya! Jelas saja, selama ini, mana pernah
Alan mengajakku bicara empat mata di kampus! Kalau saja itu
dulu, aku pasti berjingkrak girang. Tapi sekarang, aku tidak
jatuh cinta lagi padanya. Semua perasaanku sudah terkubur
dalam lubang sumur yang entah di mana dasarnya.
”Gue udah salah sama lo, Net, salah besar!” ucapnya dengan
nada menyesal.
Ah, andaikan hal ini ia katakan setelah mencampakkanku
dulu, mungkin hatiku tidak akan begitu sakit beberapa bulan
belakangan ini.
”Gue mencuri denger omongan Cindy, Siska, dan Laura
yang lagi ngobrol di kantin. Katanya… sebenernya Cindy yang
ngarang kencan itu. Dan elo emang sengaja dibuat malu oleh
mereka, karena mereka dendam sama lo. Maaf… harusnya gue
nggak ngucapin kata-kata kasar yang memalukan hari itu.
Harusnya gue nggak perlu menghina dan nyakitin perasaan
lo.”
Dalam hati aku bersyukur akhirnya Alan mengetahui ke-
busukan mereka.
”Selama lo nggak masuk kampus, gue berusaha minta maaf
dan ngehubungin lo, tapi ponsel lo nggak aktif. Makanya, gue
utarain niat itu sekarang. Gue minta maaf sama lo, Net…,”
ucap Alan sungguh-sungguh.
”Udahlah, Al, lupain semuanya. Gue seneng akhirnya lo
sadar. Gue udah maafin semuanya kok!” ucapku tak kalah tu-

170

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
lus. Yeah, aku tak mau memperpanjang hal ini lagi. Aku tak
mau membuka luka itu lagi. ”Cuma satu pesen gue, seandai-
nya ada Garnet-Garnet lain yang suka sama lo, gue berharap
kejadian yang sama dan hinaan yang sama nggak akan ter-
ulang…”
”Makasih, Net. Gue akan inget ucapan lo, dan gue janji
nggak akan perlakuin cewek seperti itu lagi,” janji Alan.
Aku tersenyum pada Alan. Lega sekali rasanya. Aku melihat
senyum Alan juga mengandung kelegaan. Senyumnya masih
manis seperti dulu, tapi bagiku senyum cowok yang baru
datang menjemputku jauh lebih manis.
”Garnet!” panggil cowok itu.
”Rhin!” Aku tersenyum menyambutnya.
”Lama nunggu?” tanya Rhinky.
”Oh, nggak kok! Baru aja keluar!”
”Net, dia…” Mata Alan melirik Rhinky.
”Oya, kenalin, Al, ini Rhinky…,” kataku memperkenalkan.
”Gue cowok Garnet,” ucap Rhinky tanpa basa-basi sambil
mengulurkan tangannya. Ya ampuu... n! Rhinky bikin malu
deh! Harusnya kan itu nggak usah disebut. Tapi jujur, aku
juga seneng sih!
”Oh my God!” teriak sebuah suara dari belakangku.
Aku menoleh ke arah datangnya suara yang sepertinya ku-
kenal. Itu kan suara… yeah… Cindy!
”Nggak mungkin! Nggak mungkin!” teriaknya. Kulihat
Cindy sesak napas di dalam pelukan Siska dan Laura yang
ternyata mendengar dan menyaksikan semua ini.

171

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
Aku menahan tawa melihat kelakuan mereka.
Mama benar, aku telah berubah bukan demi siapa pun.
Tapi, demi diriku sendiri. Tanpa tekanan, maka aku menjadi
pemenangnya sekarang. Mereka harusnya menyesal karena telah
meremehkanku. Yeah, aku patut mendapatkan semua ini, kan?
Aku patut bahagia! ucapku dalam hati.

***

”Kita mau ke mana?” tanyaku saat melihat Rhinky membelok-


kan mobilnya ke arah yang berlawanan dengan arah rumah-
ku.
”Ke rumah gue,” jawab Rhinky santai.
Mataku menyipit. ”Kayaknya nggak ada yang janji mau
ngajak ke rumah deh!”
”Emang iya. Ini inisiatif gue sendiri, karena gue mau
kenalin cewek yang ngedukung cita-cita gue jadi dokter
spesialis penyakit dalam sama Bokap!” Rhinky memandangku
lekat-lekat.
Aku tersenyum menatapnya, kemudian pandanganku mene-
rawang mengintip dari balik kaca mobil ke langit yang biru.
Ah… Aku masih tidak mengerti sebagian apalagi sepenuh-
nya dari kisah yang kujalani selama ini. Namun yang pasti,
aku senang semuanya berakhir dengan indah.
Masih terngiang-ngiang ucapan dua orang yang telah meng-
ubah hidupku, ucapan Mama yang mengatakan aku harus

172

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com
berubah demi diriku sendiri, dan ucapan Rhinky yang me-
ngatakan semua cewek itu cantik.
Yeah, semua cewek itu cantik kok! Begitu pula aku! Dan
aku yakin, begitu pula cewek-cewek lainnya.…

173

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

pustaka-indo.blogspot.com
http://pustaka-indo.blogspot.com

Garnet dan Vero pasangan sahabat yang unik dan sempurna.


Garnet superkurus, Vero supergemuk. Sejak SD, keduanya saling
menyayangi dan melindungi... eh, tepatnya Vero yang melindungi
Garnet dan siap melabrak siapa pun yang menyakiti sahabatnya itu.
Keduanya juga kompak merasa diri mereka cantik, nggak peduli
bagaimana pun tubuh mereka atau apa pun yang dikatakan orang
tentang mereka.
Tapi kemudian tantenya Vero memaksa keponakannya itu ikut
operasi sedot lemak karena khawatir melihat tubuh Vero yang
kelebihan bobot. Sementara itu Garnet ditolak cintanya karena
penampilannya yang kurus dan kucel, serta dihina habis-habisan
oleh geng cantik di kelasnya.
Kalau sudah begitu, apa Garnet dan Vero bertahan tampil apa
adanya? Bisakah Garnet membantu Vero lari dari operasi sedot
lemaknya? Cukupkah kegarangan Vero untuk menghadapi keusilan
teman-teman sekelas Garnet?

qarnet_qq@yahoo.com

pustaka-indo.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai