Anda di halaman 1dari 8

C C

Manajemen asma bronkial

Perkembangan patogenesis dan pengobatan


Asma Bronkial
Meiyanti, Julius I. Mulia
Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRACT

Asthma bronchiale is a chronic respiratory disease that still considered as a world health problem.
Statistic shown that its prevalent rises in this last decade. The pathogenesis of asthma bronchiale
indicate that chronic inflammation play a role in the cause of the disease, its involving cells to release
various mediators that lead the symptoms. Hence the management of asthma bronchiale consists of
drugs to relief and to control the inflammation. Inhalation corticosteroid is one of the drug of choice in
asthma bronchiale therapy , its safe to be used in long term therapy.(J
Kedokter Trisakti 2000;19(3):125-132)

Key words :management, asthma bronchiale, corticosteroid

ABSTRAK

Asma bronkial merupakan penyakit saluran nafas kronis yang masih menjadi masalah kesehatan
dunia. Statistik menunjukkan prevalensi asma meningkat pada dekade terakhir. Patogenesis
menunjukkan penyebab utama terjadinya asma bronkial adalah inflamasi kronis, yang melibatkan
pelepasan mediator dari sel inflamasi sehingga menimbulkan berbagai gejala. Manajemen asma
bronkial terdiri dari obat untuk menghilangkan dan mengendalikan inflamasi. Kortikosteroid inhalasi
merupakan salah satu obat pilihan dalam pengobatan asma. Obat ini aman digunakan untuk terapi
jangka panjang.

Kata kunci: manajemen, asma bronkial, kortokosteroid

PENDAHULUAN
C
Meiyanti, Mulia C

Asma bronkial merupakan kelainan saluran Bertambahnya pengetahuan dalam patogenesis


napas kronik yang merupakan salah satu asma mempunyai dampak positip terhadap
masalah kesehatan masyarakat di dunia. penatalaksanaan asma. Ketika asma dianggap
Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia, hanya sebagai suatu penyakit alergi, anti
baik laki-laki maupun perempuan. (1) Dalam histamin dan kortikosteroid merupakan obat
dekade terakhir ini prevalensi asma bronkial yang selalu digunakan dalam penatalaksanaan
cenderung meningkat, sehingga masalah asma. Saat ini telah ditemukan konsep baru
penanggulangan asma menjadi masalah yang patogenesis asma bronkial sehingga
menarik. mempengaruhi pola pengobatan asma.
Pada saat ini tersedia banyak jenis obat
asma yang dapat diperoleh di Indonesia, tetapi hal PATOGENESIS ASMA
ini tidak mengurangi jumlah penderita asma.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis
Beberapa negara melaporkan terjadinya
yang melibatkan beberapa sel. Inflamasi kronis
peningkatan morbiditas dan mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam
(1)
mortalitas penderita asma . Hal mediator yang dapat
ini antara lain disebabkan karena kurang tepatnya mengaktivasi sel target di saluran nafas dan
penatalaksanaan atau kepatuhan
penderita.
J Kedokter Trisakti, September-Desember 2000-Vol.19, No.3 125
mengakibatkan bronkokonstriksi, kebocoran enzim tripase yang dapat memecah peptida
mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP)
dan stimulasi refleks saraf . Pada asma terjadi dan heparin. VIP bersifat sebagai bronkodilator
mekanisme hiperresponsif bronkus dan . Heparin berperan dalam mekanisme anti
inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran inflamasi , heparin mengubah basic protein
mikrovaskuler, dan mekanisme saraf.(2) yang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidak
Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus aktif.
yang berlebihan akibat berbagai rangsangan dan Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas
menyebabkan penyempitan bronkus. dalam jumlah banyak, diaktivasi oleh Ig E
Peningkatan respons bronkus biasanya dependent mechanism sehingga makrofag
mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada berperan dalam proses inflamasi pada penderita
saluran nafas atas, atau paparan bahan kimia. asma. Makrofag melepaskan mediator seperti
Hiperesponsif bronkus dihubungkan dengan tromboksan A2, prostaglandin, platelet
proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaan activating factor, leukotrien-B4 (LTB4), tumor
histopatologi pada penderita asma didapatkan necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1),
infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus, reaksi komplemen dan radikal bebas oksigen.
dan produksi sekret yang sangat kental. Berbeda dengan sel mast, pelepasan mediator
Meskipun ada beberapa bentuk rangsangan, oleh makrofag dapat dihambat dengan
untuk terjadinya respon inflamasi pada asma pemberian steroid tetapi tidak oleh golongan
mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil agonis beta-2. (3)
dan limfosit T disertai pelepasan epitel bronkus Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan
. gambaran khas untuk penderita asma. Inhalasi
Pada saluran napas banyak didapatkan sel mast, alergen menyebabkan peningkatan eosinofil
terutama di epitel bronkus dan dinding alveolus, pada cairan bilasan bronkoalveolar pada saat itu
sel mast mengandung neutral triptase. Triptase dan beberapa saat sesudahnya (reaksi lambat).
mempunyai bermacam aktivitas proteolitik Terdapat hubungan langsung antara jumlah
antara lain aktivasi komplemen, pemecahan eosinofil pada darah perifer dan pada bilasan
fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel mast bronkoalveolar dengan hiperresponsif bronkus.
mengeluarkan berbagai mediator seperti Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4,
histamin, prostaglandin-D2 (PGD2), dan platelet activating factor (PAF), radikal bebas
Leukotrien-C4 (LTC4) yang berperan pada oksigen, mayor basic protein (MBP), dan
bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan eosinofil derived neurotoxin (EDN) yang

126 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3


C C

Meiyanti, Mulia

bersifat sangat toksik untuk saluran napas. (2,3) meningkatkan kepekaan otot polos bronkus
Neutrofil banyak dijumpai pada asma yang terhadap bahan spasmogen.
diakibatkan oleh kerja. Neutrofil diduga Kerusakan epitel bronkus menyebabkan ujung
menyebabkan kerusakan epitel oleh karena saraf perifer langsung terkena paparan atau
pelepasan metabolit oksigen, protease dan teraktivasi oleh mediator inflamasi sehingga
bahan kationik. Neutrofil merupakan sumber mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui
mediator seperti prostaglandin, tromboxan, mekanisme akson refleks. Sel epitel mungkin
leukotrien-B4 (LTB4), dan PAF. dapat memproduksi enzim yang merusak
Limfosit T diduga mempunyai peranan penting mediator, yaitu neutral actoenzym
dalam respon inflamasi asma, karena masuknya endopeptidase yang dapat merusak bradikinin
antigen ke dalam tubuh melalui antigen reseptor dan substan-P. (2,4)
complemen-D3 (CD3). Secara fungsional CD3 Mekanisme kebocoran mikrovaskuler terjadi
dibagi menjadi 2 yaitu CD4 dan CD8. Limfosit pada pembuluh darah venula akhir kapiler.
T CD4 setelah diaktivasi oleh antigen, akan Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin,
melepaskan mediator protein yang disebut dan leukotrin dapat menyebabkan kontraksi sel
limfokin. Limfokin dapat mengumpulkan dan endotel sehingga terjadi ekstravasasi
mengaktifkan sel granulosit. Limfosit T CD4 makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler
merupakan sumber terbesar dari IL-5. Zat IL-5 mengakibatkan edema saluran napas sehingga
dapat merangsang maturasi dan produksi sel terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan
granulosit dari sel prekursor, memperpanjang submukosa. Keadaan ini menyebabkan
kehidupan sel granulosit dari beberapa hari peningkatan tahanan saluran napas dan
sampai beberapa minggu, bersifat kemotaksis merangsang konstraksi otot polos bronkus.
untuk sel eosinofil, merangsang eosinofil untuk Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi
meningkatkan aktivitas respon efektor, kebocoran mikrovaskuler pada saluran napas.
mengaktivasi limfosit B untuk membuat Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada
antibodi yang dapat menimbulkan respon imun. malam hari mengakibatkan terjadinya
(1 , 3)
pelepasan mediator dan peningkatan kebocoran
Kerusakan sel epitel saluran napas dapat mikrovaskuler , hal ini berperan dalam
disebabkan oleh karena basic protein yang terjadinya asma pada malam hari. (4) Pengaruh
dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif
radikal bebas oksigen dari bermacam-macam bronkus dan patogenesis asma masih belum
sel inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus
. Sel epitel sendiri juga mengeluarkan mediator. bronkus terjadi sangat cepat. Peranan saraf
Kerusakan pada epitel bronkus merupakan otonom kolinergik, adrenergik, dan
kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini nonadrenergik terhadap saluran napas telah
mungkin dapat menerangkan berbagai diidentifikasi. Beberapa mediator inflamasi
mekanisme hiperresponsif bronkus oleh karena mempunyai efek pada pelepasan
paparan ozon, infeksi virus, dan alergen. Pada neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya
manusia, epitel bronkus dan trakea dapat reaksi reseptor saraf otonom . Saraf otonom
membentuk PGE2 dan PGF2 alfa serta 12 dan mengatur fungsi saluran nafas melalui berbagai
15 hydroxyicosotetraenoic (12HETE dan 15- aspek seperti tonus otot polos saluran napas,
HETE). 15-HETE bersifat kemotaksis terhadap sekresi mukosa, aliran darah, permeabilitas
eosinofil. Kerusakan epitel mempunyai peranan mikrovaskuler, migrasi, dan pelepasan sel
terhadap terjadinya hiperresponsif bronkus inflamasi. Peran saraf kolinergik paling
melalui cara pelepasan epitel yang dominan sebagai penyebab bronkokonstriksi
menyebabkan hilangnya pertahanan, sehingga pada saluran napas. Beberapa peneliti
bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung melaporkan bahwa rangsangan yang
mengenai submukosa yang seharusnya disebabkan oleh sulfur dioksida, prostaglandin,
terlindungi. Pelepasan epitel bronkus histamin dan bradikinin akan merangsang saraf
aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi .

127 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3


C C

Meiyanti, Mulia

Bronkokonstriksi lebih sering disebabkan t 20% antara pagi dan sore hari mempunyai nilai
karena rangsangan reseptor sensorik pada diagnostik terhadap asma, dan dapat
saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh menentukan derajat hiperreaktivitas bronkus.
mediator inflamasi. (2 , 4) Hal lain yang mendukung diagnosa asma antara
Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, lain: adanya variasi pada arus puncak ekspirasi
katekolamin yang beredar dalam darah, reseptor (APE) 15 % pada pagi dan sore hari, kenaikan t
alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. 15% pada APE atau volume ekspirasi detik 1
Pemberian obat agonis adrenergik (VEP1) setelah pemberian bronkodilator secara
memperlihatkan perbaikan gejala pada inhalasi, penurunan > 20% VEP1 setelah uji
penderita asma, hal ini menunjukkan adanya provokasi bronkus. (5) Uji kulit dengan alergen
defek mekanisme adrenergik pada penderita dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik pada
asma. Saraf adrenergik tidak mengendalikan asma ekstrinsik alergi. Keadaan alergi ini
otot polos saluran napas secara langsung, tetapi dihubungkan dengan adanya produksi antibodi
melalui katekolamin yang beredar dalam darah. Ig E. Uji provokasi bronkus dapat menentukan
(2 , 4)
derajat beratnya hiperreaktivitas bronkus.
Untuk uji provokasi dapat dilakukan inhalasi
DIAGNOSA DAN KLASIFIKASI ASMA dengan histamin, metakolin, sulfur dioksis, air
BRONKIAL dingin, atau dengan latihan fisik.
Pemeriksaan radiologis dilakukan hanya untuk
Diagnosa penyakit asma bronkial perlu menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit
dipikirkan bilamana ada gejala batuk yang paru lain. Pemeriksaan patologi ditemukan
disertai dengan wheezing (mengi) yang adanya hipertrofi otot polos bronkus,
karakteristik dan timbul secara episodik. Gejala peningkatan sekresi mukus dalam lumen
batuk terutama terjadi pada malam atau dini bronkus, edema pada mukosa saluran nafas,
hari, dipengaruhi oleh musim, dan aktivitas inflamasi pada dinding dan lumen saluran napas
fisik. Adanya riwayat penyakit atopik pada dengan infiltrasi sel eosinofil dan netrofil. (5 , 6)
pasien atau keluarganya memperkuat dugaan Kay (6) membagi obstruksi bronkus atas 3 fase
adanya penyakit asma. Pada anak dan dewasa utama yaitu fase cepat ( spasmogenik), fase
muda gejala asma sering terjadi akibat lambat menetap (late,sustained), fase
hiperaktivitas bronkus terhadap alergen, banyak subakut/kronik. Fase cepat identik dengan
diantaranya dimulai dengan adanya eksim, respon awal yang terlihat pada uji provokasi
rinitis, konjungtivitis, atau urtikaria. Penderita bronkus. Ciri utamanya adalah pelepasan
asma yang tidak memberikan reaksi terhadap histamin sebagai mediator utama yang
tes kulit maupun uji provokasi bronkus, tetapi mengakibatkan spasme otot polos bronkus,
mendapat serangan asma sesudah infeksi reaksi ini terjadi sangat cepat dan berakhir
saluran napas, disebut asma idiosinkrasi. setelah 1-2 jam. Reaksi dapat menghilang
Dermatitis atopik dan alergi makanan dengan sendirinya atau kemudian diikuti fase
merupakan penyakit alergi yang pertama kali lambat menetap. Fase lambat menetap ditandai
muncul pada usia tahun pertama anak, oleh spasme bronkus dan akumulasi sel-sel
kemudian dapat berkembang menjadi alergi neutrofil, dengan mediator utamanya adalah
respiratorik. Penyakit penyerta seperti otitis leukotrin, prostaglandin dan tromboksan.
media, konjungtivitis, rinitis, polip hidung, Serangan dapat berlangsung 6-8 jam atau lebih.
sinusitis, atau hiperplasia tonsil sering Pada fase subakut, reaksi inflamasi merupakan
ditemukan. Diagnosis asma dapat ditegakkan ciri utamanya dan terdapat infiltrasi eosinofil
melalui gejala klinis, gambaran radiologis paru dan sel mononuklear. Fase lambat menetap dan
dan test provokasi. Uji faal paru dilakukan fase subakut sangat mempengaruhi terjadinya
untuk menentukan berat ringannya obstruksi asma kronis.
saluran napas, variasi dari fungsi saluran napas,
evaluasi hasil terapi, dan beratnya serangan
asma. Variasi nilai arus puncak ekspirasi (APE)

128 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3


C C

Meiyanti,
Tabel Mulia
1 : Klasifikasi asma menurut derajat penyakit (7)

Derajat asma Gambaran Klinis praterapi Fungsi paru Pengobatan


APE
atau
Gejala intermiten < 1x VEP 1 > 80 % Bronkodilator jangka pendek +
Intermiten perminggu
Eksaserbasi beberapa jambeberapa obat anti inflamasi
hari Gejala asma malam , 2x Variasi diurnal 20-30
perbulan Antara eksaserbasi paru %
normal dan tanpa gejala Gejala >
Persisten ringan 1xperminggu,<1x/hari
Eksaserbasi dapat mengganggu APE atau VEP 1 60 Setiap hari memakai agonis B-2
80 % jangka
aktivitas dan tidur Gejala asma
pendek, bronkodilator jangka
malam >
Variasi diurnal >30 % pendek+
2 x/bulan
kortikosteroid

PENATALAKSANAAN ASMA BRONKIAL


Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar kematian , sedangkan jangka panjang dapat
penderita dapat hidup normal, bebas dari mengakibatkan peningkatan serangan atau
serangan asma serta memiliki faal paru terjadi obstruksi paru yang menahun. Untuk
senormal mungkin, mengurangi reaktifasi pengobatan asma perlu diketahui juga
saluran napas, sehingga menurunkan angka perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat,
perawatan dan angka kematian akibat asma. (8) cara untuk menghindari faktor pencetus. Dalam
Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma penanganan pasien asma penting diberikan
dalam jangka pendek dapat menyebabkan penjelasan tentang cara penggunaan
Persisten sedangGejala setiap hari inhalasi+
Eksaserbasi dapat bronkodilator
mengganggu
jangka panjang (asma malam)
aktivitas dan tidur Gejala asma APE atau VEP 1 < 60 Bronkodilator jangka pendek
malam > +
1x/minggu % kortiko-
steroid inhalasi dosis
Persisten berat Gejala terus menerus Sering tinggi+ bronkodiVariasi diurnal > 30 lator
jangka panjang+
eksaserbasi % kortikosteroid
oral jangka panjang
obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan
Gejala asma malam sering
faktor alergi. Faktor alergi banyak ditemukan
APE atau VEP 1 • 80 Inhalasi agonis B-2 jangka
% pendek
dalam rumah seperti tungau debu rumah,
alergen dari hewan, jamur, dan alergen di luar
Kortikosteroid oral rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari,
(eksaserbasi) jamur, polusi udara. Obat aspirin dan anti
Variasi diurnal ” 20% inflamasi non steroid dapat menjadi faktor
pencetus asma. Olah raga dan peningkatan
aktivitas secara bertahap dapat mengurangi
gejala asma. Psikoterapi dan fisioterapi perlu
diberikan pada penderita asma.

129 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3


C C

Meiyanti, Mulia

Obat asma digunakan untuk lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh
menghilangkan dan mencegah pasien karena efektif, aman , dan harganya
timbulnya gejala dan obstruksi saluran murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali,
pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan pada orang dewasa biasanya diberikan 125-200
dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada
controller. pemberian teofilin peroral terutama mengenai
Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan sistem gastrointestinal seperti mual, muntah,
gejala asma yaitu obstruksi saluran napas . rasa kembung dan nafsu makan berkurang. Efek
Controller adalah obat yang digunakan untuk samping yang lain ialah diuresis. Pada
mengendalikan asma yang persisten. Obat yang pemberian teofilin dengan dosis tinggi dapat
termasuk golongan reliever adalah agonis beta- menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi
2, antikolinergik, teofilin,dan kortikosteroid dan aritmia, stimulasi sistem saraf pusat . ( 5,8, 9)
sistemik. Agonis beta-2 adalah bronkodilator Obat yang termasuk dalam golongan
yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis controller adalah obat anti inflamasi seperti
Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium
menurunkan permeabilitas kapiler , dan nedokromil , dan antihistamin aksi lambat. Obat
mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas
basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan lambat dapat juga digunakan sebagai controller.
stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat Natrium kromoglikat dapat mencegah
golongan ini tidak dapat mencegah respon bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan
lambat maupun menurunkan hiperresponsif mengurangi gejala klinis penderita asma.
bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, Natrium kromoglikat lebih sering digunakan
terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin, pada anak karena dianggap lebih aman daripada
merupakan obat golongan simpatomimetik . kortikosteroid . Perkembangan terbaru natrium
Efek samping obat golongan agonis beta-2 kromoglikat menghasilkan natrium nedoksomil
dapat berupa gangguan kardiovaskuler, yang lebih poten. Obat ini digunakan sebagai
peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, tambahan pada penderita asma yang sudah
takikardi dan sakit kepala . Pemakaian agonis mendapat terapi kortikosteroid tetapi belum
beta-2 secara reguler hanya diberikan pada mendapat hasil yang optimal.
penderita asma kronik berat yang tidak dapat Antihistamin tidak digunakan sebagai obat
lepas dari bronkodilator. ( 5,8,9 ) utama untuk mengobati asma., biasanya hanya
Antikolinergik dapat digunakan sebagai diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat
bronkodilator, misalnya ipratropium bromid penyakit atopik seperti rinitis alergi. Pemberian
dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromid antihistamin selama 3 bulan pada sebagian
mempunyai efek menghambat reseptor penderita asma dengan dasar alergi dapat
kolinergik sehingga menekan enzim mengurangi gejala asma.
guanilsiklase dan menghambat pembentukan Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang
cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi paling kuat . Kortikosteroid menekan respons
adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan. inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran
Mula kerja obat ini lebih cepat dibandingkan mikrovaskuler, menghambat produksi dan
dengan kerja obat agonis beta- 2 yang diberikan sekresi sitokin, mencegah kemotaksis dan
secara inhalasi. Ipratropium bromid digunakan aktivitas sel inflamasi, mengurangi sel
sebagai obat tambahan jika pemberian agonis inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin.
beta-2 belum memberikan efek yang optimal. Kortikosteroid dapat meningkatkan sensitifitas
Penambahan obat ini terutama bermanfaat otot pernafasan yang dipengaruhi oleh stimulasi
untuk penderita asma dengan hiperaktivitas beta-2 melalui peningkatan reseptor beta
bronkus yang ekstrem atau pada penderita yang adrenergik. Pemberian steroid dianjurkan
disertai dengan bronkitis yang kronis. dengan dosis seminimal mungkin. Pemberian
Obat golongan xantin seperti teofilin dan kortikosteroid peroral dapat diberikan secara
aminofilin adalah obat bronkodilator yang intermiten beberapa hari dalam sebulan atau

130 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3


C C

Meiyanti, Mulia

dosis tunggal pagi selang sehari (alternate day), Pemberian kortikosteroid sistemik lebih sering
atau dosis tunggal pagi hari. (8,9,10) Pemberian menimbulkan efek samping, maka sekarang
kortikosteroid peroral sering menimbulkan efek dikembangkan pemberian obat secara inhalasi.
samping pada saluran cerna seperti gastritis, Keuntungan pemberian obat inhalasi yaitu mula
penurunan daya tahan tubuh, osteoporosis, kerja yang cepat karena obat bekerja langsung
peningkatan kadar gula darah dan tekanan pada target organ, diperlukan dosis yang kecil
darah, gangguan psikiatri, hipokalemi, secara lokal, dan efek samping yang minimal.
moonface, retensi natrium dan cairan, obesitas, Dengan demikian untuk mengatasi asma
cushing syndrom , bullneck dan yang paling kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan yang
ditakutkan adalah terjadinya supresi kelenjar lebih baik.
adrenal. (10) Efek samping timbul terutama pada
pemberian sistemik dalam jangka lama, maka
lebih baik diberikan obat steroid kerja pendek PENUTUP
misalnya prednison, hidrokortison, atau
metilprednisolon . Prednison diberikan 40-60 Konsep baru patogenesis asma bronkial
mg/hari/oral , kemudian diturunkan secara menunjukkan bahwa asma bronkial diakibatkan
bertahap 50% setiap 3-5 hari. Hidrokortison oleh inflamasi kronis saluran nafas. Obat anti
diberikan 4 mg/kgBB secara bolus diikuti inflamasi seperti kortikosteroid merupakan
3mg/kgBB/6jam. Metilprednisolon diberikan pilihan yang baik dalam pengobatan asma.
50-100 mg/6 jam secara intravena. Sekarang ini Penggunaan kortikosteroid jangaka panjang
tersedia kortikosteroid dalam bentuk inhalasi pada penderita asma dapat menimbulkan
seperti budesonide, fluticasone. Dosis banyak efek samping.
budesonide inhalasi untuk orang dewasa Pemberian kortikosteroid secara inhalasi
bervariasi, dosis awal yang dianjurkan adalah
400-1600 mikrogram /hari dibagi dalam 2-4
tampaknya lebih efektif dan aman daripada
dosis, sedangkan untuk anak dianjurkan 200400
mikrogram/hari dibagi dalam 2-4 dosis.
Pemberian kortikosteroid secara inhalasi lebih pemberian secara sistemik. Ucapan Terima
baik dibandingkan pemberian secara sistemik,
karena konsentrasi obat yang tinggi pada tempat Kasih
pemberian langsung dibawa melalui pernafasan
dan bekerja langsung pada saluran napas
sehingga memberikan efek samping sistemik Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.
yang lebih kecil. (7,11,12) Penelitian dari Elly Herwana, M.Biomed, staf Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti atas
Agertoft dan Pedersen (13) menunjukkan bahwa
bantuan dan saran yang diberikan dalam
pemakaian budesonide tidak mengganggu
penyusunan makalah ini.
pertumbuhan anak. Penggunaan kortikosteroid
inhalasi merupakan pilihan pertama untuk
Daftar Pustaka.
menggantikan steroid sistemik pada penderita
asma kronik yang berat. Efek samping yang 1. Taufik, Yunus F, Nawas A, Mangunnegoro H.
sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis Kematian pada asma bronkial. J Respir Indo
orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi 1999;19: 119-24.
paru, dan kerusakan mukosa. Pernah dilaporkan 2. Supartini N, Santoso DI, Kardjito T. Konsep
efek samping dispnoe dan bronkospasme pada baru patogenesis asma bronkial. J Respir Indo
penggunaan kortikosteroid inhalasi. Dalam 1995;15:156-62.
beberapa penelitian diketahui bahwa 3. Jenkins CR. Asthma and the leukotriene
penggunaan kortikosteroid secara inhalasi tidak inhibitors. Medical Progress 2000;15: 27-32
menyebabkan terjadinya osteoporosis, 4. Barnes PJ. New concept in pathogenesis of
gangguan pertumbuhan, dan gangguan bronchial hyperesponsiveness and asthma. J
toleransi glukosa. (7 , 11,13) Allergy Clin Immunol 1989;83:1013-23

131 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3


C C

Meiyanti, Mulia

5. Rogayah R. Penatalaksanaan asma bronkial


prabedah. J Respir Indo 1995;15:177-81.
6. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy
Clin Immunol 1991;5:893-910.
7. Park CS. Use of inhaled corticosteroids in
adult with asthma. Medical Progress
1999;20:17-20.
8. Surjanto E, Hambali S, Subroto H. Pengobatan
jalan untuk asma. J Respir Indo 1988;8:30-5.
9. Alpers JH. The Changing approach to the
pharmacotherapy of asthma.
10. Feek MC. Oral corticosteroid use.
Medicine Digest Asia 1992;10:1720 .Medical
Progress 1995;22:18-25.
11. Brogden RN, Tavish DM. Budesonide its use
updated. Medical Progress
1993;20:19-21.
12. Ikhsan M, Yunus F, Mangunnegoro H. Efek
beklometason dipropionat dan ketotifen
terhadap hiperaktivitas bronkus pada penderita
asma. J Rerpir Indo 1995;15:146-55.
13. Agertoft L, Pedersen S. Effect of long term
treatment with inhaled budesonide on adult
height in children with asthma. N Engl J Med
2000;343:1064-9.

132 J Kedokter Trisakti, September-Desember 200-Vol.19, No.3

Anda mungkin juga menyukai