Anda di halaman 1dari 8

PERDAGANGAN MANUSIA

Pada umumnya perdagangan manusia sudah ada sejak zaman dahulu, misalnya ada seorang
majikan yang kaya pasti dilihat berapa banyak budak yang dimilikinya. Lebih banyak budak yang
dimiliki sesorang maka lebih tinggi tingkat kekayaan seseorang. Karena budak tersebut dapat
dijual belikan seperti barang, serta budak tersebut tidak mempunyai hak untuk menentukan
hidupnya sendiri.
Dalam perkembangannya perbudakan tidak diizinkan atau dihapus karena maraknya HAM
sehingga banyak masyarakat yang beramai-ramai untuk menentang perbudakan tersebut.
Trafiking atau perdagangan manusia Adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau
bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi renta atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh
keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain,
untuk tujuan eksploitasi.
Pada akhir-akhir ini banyaknya penganguran dan sulitnya mencari pekerjaan, yang mengakibatkan
berbagai cara orang untuk mencari jalan dalam mencari pekerjaan. Hal inilah yang mengakibatkan
ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan situasi itu.
Dalam perdagangan manusia ada bentuk antara lain: buruh migrant, perdagangan anak,serta
adanya tindak prortitusi, disamping itu ada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya trafiking
misalnya, ekonomi, pendidikan, budaya, jeratan hutang dan lemahnya aparat hukum dalam
menindak pelaku nya, serta kurang kepekaan masyarakat terhadap apa yang terjadi disekitarnya.
Seseorang yang dieksploitasi melalui berbagai cara tersebut dapat dikategorikan sebagai korban
perdagangan orang, meskipun ia memberikan persetujuan atau tidak terhadap eksploitasi tersebut.
Bisa jadi anak yang diambil, dikirim dipindahkan dari tempat ke tempat lain, ditampung atau
diterima untuk tujuan ekploitasi sudah dapat dikategorikan sebagai "korban perdagangan orang"
meskipun anak tersebut tidak diancam, diculik, ditipu, dijual ataupun disewakan. Disamping itu
ada perdagangan manusia yang secara nyata atau terang-terangan .
Contohnya : Di daerah Jawa Barat, merupakan daerah trafiking paling tinggi di Indonesia kenapa?
Karena disana baik pelaku maupun korbannya secara terang-terangan dalam menjalankan aksi
tersebut, misalnya apabila ada anak gadis yang masih muda dari keluarga tidak mampu, maka
pelaku akan mendatangi orang tua korban dan secara terang-terangan akan menawarkan pekerjaan
sebagai pekerja malam dengan imbalan yang banyak. Dan setelah ada kesepakatan antara orang
tua korban dan pelaku, maka pelaku akan memberikan modal kepada orang tua korban misalnya
dibawah 10 juta, tidak akan dimintakan jaminan, tetapi apabila diatas 10 juta, maka orang tua
berhak untuk memberikan jaminan berupa BPKB atau surat tanah. Setelah uang modal tersebut
diterima , maka korban akan dibawa pelaku ke tempat kerja tersebut, dan setelah itu korban
berkewajiban untuk mengangsur uang modal itu kepada pelaku sampai lunas.
Sampai saat ini, perhatian pemerintah terhadap kasus perdagangan semakin besar, usaha
pemerintah untuk menyelesaikan masalah-masalah ini sudah semakin nyata, hal ini terbukti dari
meningkatnya jumlah kasus yang ditangani oleh aparat hukum. Selain itu, saat ini sudah banyak
pelaku tindakan perdagangan manusia yang masuk penjara dan diproses secara hukum. Sejak
diperlakukan UU Anti perdagangan manusia No 21 tahun 2007, jumlah kasus yang ditangani oleh
aparat hukum meningkat.
Penegak hukum terhadap aparat yang ikut melakukan tindakan mendukung perdagangan manusia
juga masih cukup memprihatinkan, petugas yang terlibat langsung dalam usaha perdagangan
manusia ataupun yang hanya memberikan perlindungan terhadap bisnis ini masih banyak yang
belum ditindak. Sementara itu pemerintah Indonesia selalu berusaha untuk meningkatkan
pelayanan sekaligus perlindungan terhadap warga negaranya yang bekerja di luar negeri.
Dari semua pembahasan diatas dapat disimpulkan yaitu perdagangan manusia merupakan segala
sesuatu bentuk transaksi yang melibatkan manusia sebagai komoditi perdagangan . Perdagangan
manusia mempunyai banyak bentuk dan jenis yang dapat diklasifikasikan berdasarkan umur dan
gender. Ada banyak faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan perdagangan
manusia. Faktor utama tindakan perdagangan manusia (baik korban maupun pelaku ) adalah faktor
ekonomi. Sejauh ini tindakan pemerintah terhadap kasus perdagangan manusia masih jauh dari
maksimal. Namun kemajuan akan usaha pemerintah sudah terlihat. Ada banyak solusi yang
dilakukan agar kasus perdagangan manusia dapat diatasi. Namun solusi yang palilng tepat adalah
komunikasi yang baik.
Saran : Bagi masyarakat agar tidak terseret ke dalam perdagangan manusia, sebaiknya masyarakat
meningkatkan kewaspadaan terhadap semua orang. Kewaspadaan itu harus di tujukan baik kepada
orang yang belum di kenal maupun kepada orang yang telah dikenal. Selain itu, masyakat juga
harus selalu berpegang teguh pada ajaran agama dan moral yang dianut. Hal itu perlu dilakukan
sebagai antisipasi dari segala bentuk tipu daya para pelaku perdagangan manusia.
Human Trafficking
In general, human trafficking has existed since ancient times, for example, a rich employer must
have seen how many slaves he possessed. More slaves are owned by one's then higher one's wealth
level. Because the slave can be sold as a goods, and the slave does not have the right to determine
his own life.
In its development slavery was not permitted or removed because of the rise of human rights so
that many people were abuzz to oppose slavery.
trafficking Is the recruitment, transfer, transfer, reception or reception of a person, with threats or
use of violence or other forms of coercion, kidnapping, fraud, lie or abuse of power or old position
or giving or receiving payments or obtaining benefits in order obtain approval from someone who
has power over another person, for the purpose of exploitation.
In recent times there has been a lot of unemployment and the difficulty of finding work, which has
resulted in various ways people find ways to find work. This is what causes certain parties to take
advantage of the situation. In human trafficking there are forms, among others: migrant workers,
child trafficking, as well as the existence of constitutional acts, besides that there are factors that
influence the occurrence of trafficking, for example, economy, education, culture, debt bondage
and weak legal apparatus in dealing with perpetrators, and lacking community sensitivity to what
is happening around it.
A person who is exploited through various means can be categorized as a victim of trafficking in
persons, even if he gives consent or not to the exploitation.
It could be that the child taken, sent to be transferred from another place, accommodated or
accepted for the purpose of exploitation can be categorized as a "trafficking victim" even though
the child is not threatened, kidnapped, cheated, sold or rented. Besides that there is human
trafficking which is real or overt.
Example : In West Java, is the highest trafficking area in Indonesia why?
Because there both the perpetrator and the victim openly carry out the action, for example if there
is a young girl from an underprivileged family, the offender will come to the parents of the victim
and openly will offer a job as a night worker in return . And after an agreement between parents
of victims and perpetrators, the perpetrators will provide capital to victims' parents for example
under 10 million, no collateral will be requested, but if above 10 million, parents have the right to
provide guarantees in the form of BPKB or land certificates. After the capital money is received,
the victim will be brought to the workplace by the perpetrator, and after that the victim is obliged
to pay the capital money to the perpetrator until it is paid off.
Until now, the government's attention to the case of trafficking has been increasing, the
government's efforts to solve these problems have become increasingly evident, this is evident
from the increasing number of cases handled by law enforcement agencies. In addition, at this time
there have been many perpetrators of trafficking in persons who were sent to prison and were
legally processed. Since being treated by the Anti-trafficking Act No. 21 of 2007, the number of
cases handled by law enforcement agencies has increased.
Law enforcers against officers who take part in carrying out actions to support human trafficking
are still quite alarming, there are still many officers who are directly involved in human trafficking
business or who only provide protection for this business. Meanwhile, the Indonesian government
has always tried to improve services as well as protect its citizens who work abroad.
From all the above discussion it can be concluded that human trafficking is any form of transaction
involving humans as a commodity of trade. Human trafficking has many forms and types that can
be classified by age and gender. There are many factors that encourage a person to carry out acts
of trafficking. The main factors in the act of trafficking in persons (both victims and perpetrators)
are economic factors. So far the government's actions towards the case of human trafficking are
far from optimal. But progress has been made on government efforts. There are many solutions
made so that cases of human trafficking can be overcome. But the right solution is good
communication.
Suggestion: For people not to be dragged into human trafficking, it is better for the public to
increase awareness of everyone. Precautions must be addressed both to people who are not yet
known or to people who have been known. In addition, the community must always hold fast to
the religious and moral teachings adopted. This needs to be done in anticipation of all forms of
deception by traffickers.
Pencemaran Nama Baik Lewat Media Sosial Internet
Akhir-akhir ini marak kasus-kasus hukum yang berhubungan dengan Tehnologi yaitu Internet dan
Media Sosial, termasuk kasus pencemaran nama baik lewat media sosial internet. Bahkan bisa
dikatakan hampir setiap hari sebenarnya terjadi kasus serupa, yang hal ini disebabakan semakin
bebasnya masyarakat dalam mengekpresikan pendapatnya melalui internet dalam hal ini media
sosial. Salah satu kasus yang sangat sering terjadi adalah kasus penghinaan atau pencemaran nama
baik lewat melalui media sosial internet.
Sebelum adanya media sosial pengaturan tentang pencemaran nama baik diatur dalam ketentuan-
ketentuan pasal-pasal KUHP sebagai berikut :
1. Pasal 310 KUH Pidana, yang berbunyi : (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau
nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud
yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. (2) Kalau hal
ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau
ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman
penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-.
2. Pasal 315 KUHP, yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat
pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum
dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah.”
Setelah adanya internet maka diatur dalam ketentuan Undang-undang ITE, yaitu : Pasal 27 ayat
(3) UU ITE, yang berbunyi : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, Pasal 45 UU
ITE, yang berbunyi : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Bahwa pencemaran nama baik, yang secara langsung maupun melalui media sosial / internet
adalah sama merupakan delik aduan, yaitu delik yang hanya dapat diproses oleh pihak kepolisian
jika ada pengaduan dari korban. Tanpa adanya pengaduan, maka kepolisian tidak bisa melakukan
penyidikan atas kasus tersebut.
Sedangkan untuk delik aduan sendiri berdasarkan ketentuan pasal 74 KUHP, hanya bisa diadukan
kepada penyidik dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak peristiwa tersebut terjadi. Artinya
setelah lewat jangka waktu 6 (enam) bulan, kasus pencemaran nama baik secara langsung maupun
melalui media sosial / internet tidak lagi bisa dilakukan penyidikan. Oleh karenanya bagia nda
yang merasa dicemarkan nama baiknya baik secara langsung maupun melalui media sosial internet
harus mengadukannya dalam jangka waktu tersebut.
Selain itu suatu kalimat atau kata-kata yang bernada menghina atau memcemarkan nama baik,
supaya bisa dijerat pidana harus memenuhi unsur dimuka umum, artinya jika dilakukan secara
langsung harus dihadapan dua orang atau lebih, dan jika melalui media sosial harus dilakukan
ditempat yang bisa dilihat banyaka orang semisal wall facebook, posting group, dan lain
sebagainya. Kalimat hinaan yang dikirim langsung ke inbox atau chat langsung tidak bisa masuk
kategori penghinaan atau pencemaran nama baik, karena unsur diketahui umum tidak terpenuhi.
Saran: ada baiknya menggunakan media internet sebagai mana mestinya dalam berkomunikasi
maupun menyebarkan informasi, hindari postingan yang negatif atau mengarah pada hal-hal yang
tidak baik, karna berbagai pengguna lainnya memiliki pemahaman berbeda atas informasi atau
berita yang di sebar dalam akun media sosial.
Polluting the Good Name of Internet Social Media
Lately there have been widespread legal cases relating to Technology, namely the Internet and
Social Media, including cases of defamation through internet social media. It can even be said that
almost every day there is actually a similar case, which is caused by the increasingly free society
in expressing their opinions through the internet in this case social media. One of the most frequent
cases is cases of insult or defamation through internet social media.
Before the existence of social media the regulation of defamation was regulated in the provisions
of the Criminal Code articles as follows:
1. Article 310 of the Criminal Code, which reads: (1) Anyone who intentionally damages
someone's honor or good name by accusing him of committing an act with a real intention
to release the accusation, is punished for a blasphemous, with a prison sentence of nine
months or a maximum fine of Rp. 4,500, - ". (2) If this is done by writing or drawing that
is broadcast, publicly displayed or affixed, the person who commits it is punished for
writing a sentence with a sentence of a maximum of one year and four months or a
maximum fine of Rp. 4,500, -.
2. 2. Article 315 of the Criminal Code, which reads "Every intentional insult that is not
contaminated or written pollution is carried out against a person, whether in public with
oral or written, or in front of the person himself by oral or deed, or by letter sent or received
to him, threatened because of a mild insult with imprisonment for a maximum of four
months and two weeks or a fine of at most four thousand five hundred rupiahs. "

After the internet is regulated in the provisions of the ITE Law, namely: Article 27 paragraph (3)
of the ITE Law, which reads: "Everyone intentionally and without rights distributes and / or
transmits and / or makes access to electronic information and / or electronic documents containing
insults and / or defamation ", Article 45 of the ITE Law, which reads: (1) Anyone who fulfills the
elements referred to in Article 27 paragraph (1), paragraph (2), paragraph (3), or paragraph (4)
shall be punished by imprisonment for a maximum of 6 (six) years and / or a fine of a maximum
of Rp1,000,000,000.00 (one billion rupiah).
That defamation, which is directly or through social media / internet is the same as complaint
offense, namely offense which can only be processed by the police if there is a complaint from the
victim. Without complaints, the police cannot investigate the case.
Whereas for the complaint offense based on the provisions of article 74 of the Criminal Code, it
can only be submitted to the investigator within a period of 6 (six) months after the incident
occurred. This means that after a period of 6 (six) months, cases of defamation directly or through
social media / internet can no longer be investigated. Therefore, for those of you who feel defiled,
either directly or through the social media, the internet must complain about it within that period.
In addition, a sentence or words that are insulting or defamatory, so that criminal charges must be
fulfilled must be fulfilled in public, meaning that if done directly in front of two or more people,
and if done through social media, it can be seen by many people. people like wall facebook, posting
groups, and so on. Insult sent sent directly to the inbox or direct chat cannot be included in the
category of insult or defamation, because the element is known to the public is not fulfilled.
Suggestion: it's good to use internet media as where you should communicate and disseminate
information, avoid negative posts or lead to things that are not good, because various other users
have a different understanding of information or news spread on social media accounts.

Anda mungkin juga menyukai