16
SITI NURBAYA
MARAH RUSLI
Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di Jakarta.
Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang lain. Hal
tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat
terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah.
Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya
yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yangmenimpa
keluarganya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya
begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya
waktu untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya
kekampung pada waktu liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya
dia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul
Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat mereka
berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha
menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya,
maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking
kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar oleh ayahnya di
rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat dicinatianya
itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian
jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman langsung
melayang.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah
mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke
kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di
Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah
merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah
perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang
mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah
memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili
Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih.
Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun
karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan
dikirim oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di
daerah padang. Para pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih,
maka terjadilah pertempuran sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar
Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih. Letnan Mas berduel dengan
Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan Mas, namun sebelum
itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya. Datuk
Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan
dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga
sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian
Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat
melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya,
Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada
orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti
Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung
Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih
ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
Dengan maksud yang licik Datuk Maringgih meminjamkan uangnya pada Baginda
Sulaiman. Berkat pinjangan uang dari Datuk Maringgih tersebut, usaha dagang
Baginda maju pesat. Namun sayang, rupanya Datuk Maringgih menjadi iri hati
melihat kemajuan dagang yang dicapai oleh Baginda Sulaiman ini, maka dengan
seluruh orang suruhanya, yaitu pendekar lima, pendekar empat serta pendekar tiga,
serta yanglainnya Datuk Maringgih memerintahkan untuk membakar toko Baginda
Sulaiman. Dan toko Bagindapun habis terbakar. Akibatnya Baginda Sulaiman jauh
bangrut dan sekligus dengan hutang yang menunpuk pada Datuk Maringgih.
Waktu itu Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang menuntut ilmu di Jakarta.
Namun begitu, Samsul Bahri tahu bahwa kekasihnya diperistri oleh orang lain. Hal
tersebut dia ketahui dari surat yang dikirim oleh Siti Nurbaya kepadanya. Dia sangat
terpukul oleh kenyataan itu. Cintanya yang menggebu-gebu padanya kandas sudah.
Dan begitupun dengan Siti Nurbaya sendiri, hatinya pun begitu hancur pula, kasihnya
yang begitu dalam pada Samsulbahri kandas sudah akibat petaka yangmenimpa
keluarganya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yangmenimpanya
begitu beruntun. Dan, kebetulan itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya
waktu untuk mengunjungi keluarganya di Padang. Di samping kepulangnya
kekampung pada waktu liburan karena kangennya pada keluarga, namun sebenarnya
dia juga sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya yang sangat dia rindukan.
Ketika Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul
Datuk Maringgih di depan mereka. Datuk Maringgih begitu marah melihat mereka
berdua yang sedang duduk bersenda gurau itu, sehingga Datuk maringgih berusaha
menganiaya Siti Nurbaya. Samsulbahri tidak mau membiarkan kekasihnya dianiaya,
maka Datuk Maringgih dia pukul hingga terjerembab jatuh ketanah. Karena saking
kaget dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar oleh ayahnya di
rumah yang sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat dicinatianya
itu, dia berusaha bangun, namun karena dia tidak kuat, ayah Siti Nurbaya kemudian
jatuh terjerembab di lantai. Dan rupanya itu juga nyawa Baginda Sulaiman langsung
melayang.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah
mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke
kampunyanya danm tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di
Jakarta hatinya hancur dan penuh dendam kepada Datuk Maringgih yang telah
merebut kekasihnya. Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah
perjalanan dia hampir meninggal dunia, ia terjatuh kelaut karena ada seseorang yang
mendorongnya. Tetapi Siti Nurbaya diselamatkan oleh seseorang yang telah
memegang bajunya hingga dia tidak jadi jatuh ke laut.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili
Siti Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih.
Namun usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun
karena tidak terbukti Siti Nurbaya bersalah akhirnya dia bebas.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi letnan
dikirim oleh pemerintah ke Padang untuk membrantas para pengacau yang ada di
daerah padang. Para pengacau itu rupanya salah satunya adalah Datuk Maringgih,
maka terjadilah pertempuran sengit antara orang-orang Letnan Mas (gelar
Samsulbahri) dengan orang-orang Datuk Maringgih. Letnan Mas berduel dengan
Datuk Maringgih. Datuk Maringgih dihujani peluru oleh Lentan Mas, namun sebelum
itu datuk Maringgih telah sempat melukai lentan Mas dengan pedangnya. Datuk
Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan letan mas dirawat di rumah sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan
dengan ayahnya untuk minta maaf atas segala kesalahannya. Ayah Samsulbahri juga
sangat menyesal telah mengata-ngatai dia tempo dulu, yaitu ketika kejadian
Samsulbahri memukul Datuk Maringgih dan mengacau keluarga orang yang sangat
melanggar adat istiadat dan memalukan itu. Setelah berhasil betemu dengan ayahnya,
Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal dia minta kepada
orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Siti
Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung
Padang dekat dengan kuburan kekasihnya Siti Nurbaya. Dan di situlah kedua kekasih
ini bertemu terakhir dan bersama untuk selama-lamanya.
Dari perkawinannya dengan Nuria, Sutan Baringin mempunyai dua orang anak. Yang
satu perempuan bernama Mariamin, sedangkan yg satunya lagi laki-laki (yg laki2
tidak diceritakan pengarang). Akibat tingkah laku ayahnya, Mariamin selalu dihina
oleh warga kampungnya akibat kemiskinan orangtuanya. Cinta kasih perempuan yg
berbudi luhur ini dengan pemuda bernama Aminuddin terhalang oleh dinding
kemiskinan orangtuanya.
Ayah Aminuddin, Baginda Diatas, tidak setuju dg niat anaknya menikahi Mariamin.
Jika pernikahan itu terjadi, dia merasa malu sebab dia merupakan keluarga terpandang
dan kaya-raya, sedangkan keluarga Mariamin hanya keluarga miskin. Namun,
ketidaksetujuannya tsb tidak diperlihatkan kepada istri dan anaknya.
Dengan cara halus, Baginda Diatas berusaha menggagalkan pernikahan
anaknya. Salah satu usahanya adalah mengajak istrinya menemui seorang peramal.
Sebelumnya dia telah menitipkan pesan kepada peramal agar memberikan jawaban yg
merugikan pihak Mariamin. Jelasnya, sang peramal memberikan jawaban bahwa
Aminuddin tidak akan beruntung jika menikah dg Mariamin.
Setelah mendengar jawaban dr peramal tersebut, ibu Aminuddin tdk bs
berbuat banyak. Dg terpaksa, dia menuruti kehendak suaminya utk menvarikan jodoh
yg sesuai utk Aminuddin. Mereka langsung melamar seorang perempuan dari
keluarga berada. Oleh karena Aminuddin sedang berada di Medan, mencari pekerjaan,
Baginda Diatas mengirim telegram yg isinya meminta Aminuddin menjemput calon
istri dan keluarganya di stasiun kereta api Medan.
Menerima telegram tsb, Aminuddin mersasa sangat gembira. Dlm hatinya telah
terbayang wajah Mariamin. Ia mengira bahwa calon istri yg akan dia jemput adalah
Mariamin. Namun setelah mengetahui bahwa calon istrinya itu bukanlah Mariamin,
hatinya menjadi hancur. Tapi sebagai anak yg berbakti terhadap orangtuanya, dengan
terpaksa ia menikahi perempuan pilihan orangtuanya itu. Aminuddin segera
memberitahukan kenyataan itu kepada Mariamin.
Mendengar berita itu, Mariamin sangat sedih dan menderita. Dia langsung pingsan tak
sadarkan diri. Tak lama kemudian, dia pun jatuh sakit. Stahun setelah kejadian itu,
Mariamindan ibunya terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang kerani di Medan.
Pada waktu itu, Kasibun mengaku belum mempunyai istri. Mariamin pun akhirnya
diboyong ke Medan.
Suatu hari, Yasin, seorang pemuda yatim yang miskin secara kebetulan bertemu
dengan seorang gadis cantik, putri seorang bangsawan Palembang. Pada saat itu, gadis
cantik yang bernama Molek itu, sedang bersantai-santai di serambi rumahnya yang
mewah di dekat sungai. Rupanya si cantik itu jatuh cinta pada pandangan pertama
kepada Yasin. Demikian pula halnya dengan Yasin. Namun, hubungan cinta mereka
tidak mungkin dapat diwujudkan sebab perbedaan status sosial yang mencolok antara
keduanya.
Baik Yasin maupun Molek sama-sama menyadari akan kenyataan itu, namun cinta
kasih mereka yang selalu bergejolak itu mengabaikan kenyataan itu. Itulah sebabnya
cinta mereka dilangsungkan melalui surat. Semua kerinduan mereka tumbuh dalam
kertas.
Pada suatu hari Yasin bertekad untuk mengakhiri hubungan cinta mereka yang selalu
dilakukan secara sembunyi-sembunyi itu. Dia hendak melamar Molek secara terang-
terangan. Kemuadian pemuda itu memberitahukan niatnya kepada ibunya dan seluruh
kerabatnya. Keluarga Yasin pun berembuk dan dengan segala kesederhanaannya,
mereka melamar Molek. Namun, maksud kedatangan mereka ditolak oleh keluarga
Molek karena mereka berasal dari keluarga dusun yang miskin. Mereka bahkan
menghina dan menyindir keluarga Yasin sehingga rombongan itu pulang dengan
membawa segudang rasa malu dan kesal.
Tak lama kemudian keluarga Molek didatangi oleh Sayid, seorang saudagar tua
keturunan Arab yang kaya raya. Lelaki tua itu bermaksud untuk melamar Molek.
Orangtua Molek yang materialistis itu langsung memutuskan untuk menerima
lamaran Sayid. Sekalipun Molek menolak lamaran itu, perkawinan antara keduanya
pun tetap berlangsung. Kehidupan perkawinan mereka tidak membawa kebahagiaan
bagi Molek karena ia tidak mencintai Sayid. Ia pun mengetahui kalau tujuan Sayid
menikahinya hanyalah karena harta ayahnya saja. Selain itu, perlakuan Sayid
terhadapnya pun sangat kasar. Itulah sebabnya ia selalu menceritakan kegalauan,
kesedihan, dan kerinduannya terhadap Yasin melalui surat-suratnya.
Ketika mengetahui pujaan hatinya hidup menderita dan juga karena kerinduannya
yang semakin mendalam terhadap kekasihnya itu, Yasin mencoba menemui Molek di
Palembang dengan menyamar sebagai seorang pedagang nanas. Namun pertemuan itu
ternyata merupakan pertemuan terakhir mereka karena Molek yang sangat
memendam kerinduan kepada Yasin itu akhirnya meninggal dunia.
Setelah kematian kekasihnya, Yasin kembali ke desanya. Tak lama kemudian, ibunya
pun meninggal dunia. Semua musibah yang menimpanya membuat lelaki itu memilih
hidup menyepi di lereng gunung Semeru dan ia pun meninggal di gunung itu.
Seorang pemuda bernama Kacak, karena merasa Mamaknya adalah seorang Kepala
Desa yang dikuti, selalu bertingkah angkuh dan sombong. Dia suka ingin menang
sendiri. Kacak paling tidak senang melihat orang bahagia atau yang melebihi dirinya.
Kacak kurang disukai orang-orang kampungnya karena sifatnya yang demikian. Beda
dengan Midun, walaupun anak orang miskin, namun sangat disukai oleh orang-orang
kampungnya. Sebab Midun mempunyai perangai yang baik, sopan, taat agama, ramah
serta pintar silat. Midun tidak sombong seperti Kacak.
Karena Midun banyak disukai orang,
maka Kacak begitu iri dan dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun.
Sering dia mencari kesempatan untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak pernah
berhasil. Dia sering mencari gara-gara agar Midun marah padanya, namun Midun tak
pernah mau menanggapinya. Midun selalu menghindar ketika diajak Kacak untuk
berkelahi. Midun bukan takut kalah dalam berkelahi dengan Kacak, karena dia tidak
senang berkelahi saja. Ilmu silat yang dia miliki dari hasil belajarnya pada Haji Abbas
bukan untuk dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk membela diri dan
mencari teman.
Suatu hari istri Kacak terjatuh dalam sungai. Dia hampir lenyap dibawa arus. Untung
waktu itu Midun sedang berada dekat tempat kejadian itu. Midun dengan sigap
menolong istri Kacak itu. Istri Kacak selamat berkat pertolongan Midun. Kacak malah
balik menuduh Midun bahwa Midun hendak memperkosa istrinya. Air susu dibalas
dengan air tuba. Begitulah Kacak berterima kasih pada Midun. Waktu itu Midun
menanggapi tantangan itu. Dalam perkelahian itu Midun yang menang. Karena kalah,
Kacak menjadi semakin marah pada Midun. Kacak melaporkan semuanya pada
Tuanku Laras. Kacak memfitnah Midun waktu itu, rupanya Tuanku Laras percaya
dengan tuduhan Kacak itu. Midun mendapat hukuman dari Tuanku Laras.
Midun diganjar hukuman oleh Tuanku Laras, yaitu harus bekerja di rumah Tuanku
Laras tanpa mendapat gaji. Sedangkan orang yang ditugaskan oleh Tuanku Laras
untuk mengwasi Midun selama menjalani hukuman itu adalah Kacak. Mendapat tugas
itu, Kacak demikian bahagia. Kacak memanfaatkan untuk menyiksa Midun. Hampir
tiap hari Midun diperlakukan secara kasar. Pukulan dan tendangan Kacak hampir tiap
hari menghantam Midun. Juga segala macam kata-kata hinaan dari Kacak tiap hari
mampir di telinga Midun. Namun semua perlakuan itu Midun terima dengan penuh
kepasrahan.
Walaupun Midun telah mendapat hukuman dari Mamaknya itu, namun Kacak rupanya
belum puas juga. Dia belum puas sebab Midun masih dengan bebas berkeliaran di
kampung utu. Dia tidak rela dan ikhlas kalau Midun masih berada di kampung itu.
Kalau Midun masih berada di kampung mereka, itu berarti masih menjadi semacam
penghalang utama bagi Kacak untuk bisa berbuat seenaknya di kampung itu. Untuk
itulah dia hendak melenyapkan Midun dari kampung mereka untuk selama-lamanya.
Untuk melaksanakan niatnya itu, Kacak membayar beberapa orang pembunuh
bayaran untuk melenyapkan Midun. Usaha untuk melenyapkan Midun itu mereka
laksanakan ketika di kampung itu diadakan suatu perlombaan kuda. Sewaktu Midun
dan Maun sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir gelanggang pacuan
kuda itu, orang-orang sewaan Kacak itu menyerang Midun dengan sebelah Midun
pisau.
Tapi untung Midun berhasil mengelaknya. Namun perkelahian antar mereka tidak
bisa dihindari. Maka terjadilah keributan di dalam acar pacuan kuda itu. Perkelahian
itu berhenti ketika polisi datang. Midun dan Maun langsung ditangkap dan dibawa ke
kantor polisi.
Setelah diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun dinyatakan bersalah dan
wajib mendekam dalam penjara. Mendengar kabar itu, waduuh betapa senangnya hati
Kacak. Dengan Midun masuk penjara, maka dia bisa dengan bebas berbuat di
kampung itu tanpa ada orang yang berani menjadi penghalangnya.
Selama di penjara itu, Midun mengalami berbagai siksaan. Dia di siksa oleh Para sipir
penjara ataupun oleh Para tahanan yang ada dalam penjara itu. Para tahanan itu baru
tidak berani mengganggu Midun ketika Midun suatu hari ber¬hasil mengalahkan si
jago Para tahanan.
Karena yang paling dianggap jago oleh Para tahanan itu kalah, mereka kemudian pada
takut dengan Midun. Midun sejak itu sangat dihormati oleh para tahanan lainnya.
Midun menjadi sahabat mereka.
Suatu hari, ketika Midun sedang bertugas menyapu jalan, Midun Melihat seorang
wanita cantik sedang duduk duduk melamun di bawah pohon kenari. Ketika gadis itu
pergi, ternyata kalung yang dikenakan gadis itu tertinggal di bawah pohon itu. Kalung
itu kemudian dikembalikan oleh Midun ke rumah si gadis. Betapa senang hati gadis
itu. Gadis itu sampai jatuh hati sama Midun. Midun juga temyata jatuh hati juga sama
si gadis. Nama gadis itu adalah Halimah.
Setelah pertemuan itu, mereka berdua saling bertemu dekat jalan dulu itu. Mereka
saling cerita pengalaman hidup, Halimah bercerita bahwa dia tinggal dengan seorang
ayah tiri. Dia merasa tidak bebas tinggal dengan ayah tirinya. Dia hendak pergi dari
rumah. Dia sangat mengharapkan suatu saat dia bisa tinggal dengan ayahnya yang
waktu itu tinggal di Bogor.
Keluar dari penjara, Midun membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya itu. Usaha
Midun itu dibantu oleh Pak Karto seorang sipir penjara yang baik hati. Midun
membawa Halimah ke Bogor ke rumah orang tua Halimah.
Ayah Halimah orangnya baik. Dia sangat senang kalau Midun bersedia tinggal
bersama mereka. Kurang lebih dua bulan Midun bersama ayah Halimah. Midun
merasa tidak enak selama tinggal dengan keluarga Halimah itu hanya tinggal makan
minum saja. Dia mulai hendak mencari penghasilan. Dia kemudian pergi ke Jakarta
mencari kerja. Dalam Perjalanan ke Jakarta. Midun berkenalan dengan saudagar kaya
keturunan arab. Nama saudagar ini sebenarnya seorang rentenir. Dengan tanpa pikiran
yang jelek-jelek, Midun mau menerima uang pinjaman Syehk itu.
Sesuai dengan saran Syehk itu, Midun membuka usaha dagang di Jakarta. Usaha
Midun makin lama makin besar.
Usahanya maju pesat. Melihat kemajuan usaha dagang yang dijalani Midun, rupanya
membuat Syehk Abdullah Al-Hadramut iri hati. Dia menagih hutangnya Midun
dengan jumlah yang jauh sekali dari jumlah pinjaman Midun. Tentu saja Midun tidak
bersedia membayarnya dengan jumlah yang berlipat lipat itu. Setelah gagal mendesak
Midun dengan cara demikian, rupanya Syehk menagih dengan cara lain. Dia bersedia
uangnya tidak di¬bayar atau dianggap lunas, asal Midun bersedia menyerahkan
Halimah untuk dia jadikan sebagai istrinya. Jelas tawaran itu membuat Midun marah
besar pada Syehk . Halimah juga sangat marah pada Syehk.
Karena gagal lagi akhirnya Syehk mengajukan Midun ke meja hijau. Midun diadili
dengan tuntutan hutang. Dalam persidangan itu Midun dinyatakan bersalah oleh pihak
pengadilan. Midun masuk penjara lagi.
Di hari Midun bebas itu, Midun jalan jalan dulu ke Pasar Baru. Sampai di pasar itu,
tiba tiba Midun melihat suatu keributan. Ada seorang pribumi sedang mengamuk
menyerang seorang Sinyo Belanda. Tanpa pikir panjang Midun yang suka
menolong_orang itu, langsung menyelamatkan Si Sinyo Belanda.itu. Sinyo Belanda
itu sangat berterima kasih pada Midun yang telah menyelamatkan nyawanya itu.
Oleh Sinyo Belanda itu, Midun kemudian diperkenalkan kepada orang tua Sinyo itu.
Orang tua Sinyo Belanda itu ternyata seorang Kepala Komisaris, yang dikenal sebagai
Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ucapan terima kasihnya pada Midun yang telah
menyelamatkan anaknya itu, Midun langsung diberinya pekerjaan. Pekerjaan Midun
sebagai seorang juru Tulis.
Setelah mendapat pekerjaan itu, Midun pun melamar Halimah. Dan mereka pun
menikah di Bogor di rumah orang tua Halimah.
Prestasi kerja Midun begitu baik di mata pimpinannya. Midun kemudian diangkat
menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok. Dia langsung ditu¬gaskan menumpas
para penyeludup di Medan. Selama di Medan itu, Midun, bertemu dengan adiknya,
yaitu Manjau. Manjau bercerita banyak tentang kampung halamannya. Midun begitu
sedih rnendengar kabar keluarganya di kampung yang hidup menderita. Oleh karena
itu ketika dia pulang ke Jakarta, Midun langsung minta ditugaskan di Kampung
halamannya. Permintaan Midun itu dipenuhi oleh pimpinannya.
Kepulangan Midun ke kampung halamannya itu membuat Kacak sangat gelisah.
Kacak waktu itu sudah menjadi penghulu di kampung rnereka. Kacak menjadi gelisah
sebab dia takut perbuatannya yang telah menggelap¬kan kas negara itu akan
terbongkar. Dan dia yakin Midun akan berhasil rnembongkar perbuatan jeleknya itu.
Tidak, lama kemudian, memang Kacak ditangkap. Dia terbukti telah menggelapkan
uang kas negara yang ada di desa mereka. Akibatnya Kacak masuk penjara atas
perbuatannva itu.
Sedangkan Midun hidup berbahagia bersama istri dan seluruh keluarga¬nya di
kampung.
BELENGGU
ARMYN PANE
Dokter Sukartono dengan seorang perempuan berparas ayu, pintar, serta lincah.
Perempuan itu bernama Sumartini atau panggilannya Tini. Sebenarnya Dokter
Sukartono atau Tono tidak mencintai Sumartini. Demikian pula sebaliknya, Tini juga
tidak mencintai Dokter Sukartono.
Mereka berdua menikah dengan alasan masing-masing. Dokter Sukartono menikahi
Sumartini karena kecantian, kecerdasan, serta mendampinginya sebagai seorang
dokter adalah Sumartini. Sedangkan Sumartini menikahi Dokter Sukartono karena
hendak melupakan masa silamnya. Menurutnya dengan menikahi seorang dokter,
maka besar kemungkinan bagi dirinya untuk melupakan masa lalunya yang kelam.
Jadi, keduanya tidak saling mencintai.
Karena keduanya tidak saling mencintai, mereka tidak pernah akur. Mereka tidak
saling berbicara dan saling bertukar pikiran. Masalah yang mereka hadapi tidak
pernah dipecahkan bersama-sama sebagaimana layaknya suami istri. Masing-masing
memecahkan masalahnya sendiri-sendiri. Itulah sebabnya keluarga mereka tampak
hambar dan tidak harmonis. Mereka sering salah paham dan suka bertengakar.
Ketidakharmonisan keluarga mereka semakin menjadi karena Dokter Sukartono
sangat mencintai dan bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dia bekerja
tanpa kenal waktu. Jam berapa saja ada pasien yang membutuhkannya, dia dengan
sigap berusaha membantunya. Akibatnya, dia melupakan kehidupan rumah tangganya
sendiri. Dai sering meninggalkannya istrinya sendirian dirumah. Ida betul-betul tidak
mempunyai waktu lagi bagi istrinya, Tini.
Dokter Sukartono sangat dicintai oleh pasiennya. Dia tidak hanya suka menolong
kapan pun pasien yang membutuhkan pertolongan, tetapi ia juga ridak meminta
bayaran kepada pasien yang tak mampu. Itulah sebabnya, dia dikenal sebagi dokter
yang sangat dermawan.
Kesibukan Dokter Sukartono yang tak kenal waktu tersebut semakin memicu
percekcokan dalam rumah tangga. Menurut Suamrtini, Dokter Sukartono sangat
egois. Sumartini merasa telah disepelekan dan merasa bosan karena selalu
ditinggalkan suaminya yang selalu sibuk menolong pasien-pasiennya. Dia merasa
dirinya telah dilupakan dan merasa bahwa derajatnya sebagai seorang perempuan
telah diinjak-injak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi
hak sebagai seorang istri. Karena suaminya tidak mampu memenuhi hak tersebut,
maka Sumartini sering bertengkat. Hampir setiap hari mereka bertengkat. Masing-
masing tidak mau mengalah dan merasa paling benar.
Suatu hari Dokter Sukartono mendapat panggilan dari seorang wanita yang mengaku
dirinya sedang sakit keras. Wanita itu meminta Dokter Sukartono datang kehotel
tempat dia menginap. Dokter Sukartono pun datang ke hotel tersebut. Setibanya
dihotel, dia merasa terkejut sebab pasien yang memanggilnya adalah Yah atau
Rohayah, wanita yang telah dikenalnya sejak kecil. Sewaktu masih bersekolah di
Sekolah Rakyat, Yah adalah teman sekelasnya.
Pada saat itu Yah sudah menjadi janda. Dia korban kawin paksa. Karena tidak tahan
hidup dengan suami pilihan orang tuanya, dia melarikan diri ke Jakarta dia terjun
kedunia nista dan menjadi wanita panggilan. Yah sebenarnya secara diam-diam sudah
lama mencintai Dokter Sukartono. Dia sering menghayalkan Dokter Suartono sebagai
suaminya. Itulah sebabnya, dia mencari alamat Dokter Sukartono. Setelah
menemukannya, dia menghubungi Dokter Sukartono dengan berpura-pura sakit.
Karena sangat merindukan Dokter Sukartono, pada saat itu juga, Yah menggodanya.
Dia sangat mahr dalam hal merayu laki-laki karena pekerjaan itulah yang
dilakukannya selama di Jakarta. Pada awalanya Dokter Sukartono tidak tergoda akan
rayuannya, namun karena Yah sering meminta dia untuk mengobatinya, lama
kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda akan rayuannya, namun karena Yah sering
meminta dia untuk mengobatinya, lama-kelamaan Dokter Sukartono mulai tergoda.
Yah dapat memberikan banyak kasih sayang yang sangat dibutuhkan oleh Dokter
Sukartono yang selama ini tidak diperoleh dari istrinya.
Karena Dokter Sukartono tidak pernah merasakan ketentraman dan selalu bertengkar
dengan istrinya, dia sering mengunjungi Yah. Dia mulai merasakan hotel tempat Yah
menginap sebagai rumahnya yang kedua.
Lama-kelamaan hubungan Yah dengan Tono diketahui oleh Sumartini. Betapa panas
hatinya ketika mengethui hubungan gelap suaminya dengan wanita bernama Yah. Dia
ingin melabrak wanita tersebut. Secara diam-diam Sumartini pergi kehotel tempat Yah
menginap. Dia berniat hendak memaki Yah sebab telah mengambil dan dan
menggangu suaminya. Akan tetapi, setelah bertatap muka dengan Yah, perasaan
dendamnya menjadi luluh. Kebencian dan nafsu amarahnya tiba-tiba lenyap. Yah
yang sebelumnya dianggap sebagai wanita jalang, ternyata merupakan seorang wanita
yang lembut dan ramah. Tini merasa malu pada Yah. Dia merasa bahwa selama ini dia
bersalah pada suaminya. Dia tidak dapat berlaku seperti Yah yang sangat didambakan
oleh suaminya.
Sepulang dari pertemuan dengan Yah, Tini mulai berintropeksi terhadap dirinya. Dia
merasa malu dan bersalah kepada suaminya. Dia merasa dirinya belum pernah
memberi kasih sayang yang tulus pada suaminya. Selama ini dia selalu kasar pada
suaminya. Dia merasa telah gagal menjadi Istri. Akhirnya, dia mutuskan untuk
berpisah dengan Suaminya.
Permintaan tersebut dengan berat hati dipenuhi oleh Dokter Sukartono.
Bagaimanapun, dia tidak mengharapkan terjadinya perceraian. Dokter Sukartono
meminta maaf pada istrinya dan berjanji untuk mengubah sikapnya. Namun,
keputusan istrinya sudah bulat. Dokter Sukartono tak mampu menahannya. Akhirnya
mereka bercerai.
Betapa sedih hati Dokter Sukartono akibat perceraian tersebut. Hatinya bertambah
sedih saat Yah juga pergi. Yah hanya meninggalkan sepucuk surat yang mengabarkan
jika dia mencintai Dokter Sukartono. Dia akan meninggalkan tanah air selama-
lamanya dan pergi ke Calidonia.
Dokter Sukartono merasa sedih dalam kesendiriannya. Sumartini telah pergi ke
Surabaya. Dia mengabdi pada sebuah panti asuhan yatim piatu, sedangkan Yah pergi
ke negeri Calidonia.
SALAH ASUHAN
ABDUL MUIS