Erin Imaniar
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Secara umum faktor risiko yang dapat memicu
terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan lingkungan. Anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 12 kg, datang dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 hari lalu, sebelumnya pasien batuk tanpa dahak dan muntah. Sesak nafas disertai bunyi mengi yang
timbul terutama jika udara dingin atau terlalu banyak aktivitas. Terdapat riwayat alergi dingin dan riwayat keluarga penderita
asma, yaitu ibu dan nenek pasien. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sesak, nadi 120 x/menit, pernafasan
42 x/menit, suhu 36,5oC. Pada status generalis tampak bibir sianosis, pada pemeriksaan thoraks didapatkan retraksi subcostal
dan terdengar wheezing meningkat di akhir ekspirasi pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis sebagai asma bronkial, dengan
penatalaksanaan secara non-medikamentosa dilakukan edukasi untuk menghindari alergen berupa udara dingin dan
membatasi aktivitas fisik berlebihan pada anak, dan secara medikamentosa yaitu dengan nebulisasi ventolin 1,25 mg dengan
NaCl 0,9%, ampicillin injeksi 400 mg/8 jam, dan ranitidin 6,25 mg/12 jam. Prognosis pasien ini secara umum baik selama pasien
menghindari faktor pencetus timbulnya asma. [J Agromed Unila 2015 ;
2(4):360-364]
Abstract
Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways associated with airway hyperresponsiveness that leads to recurrent
episodes of wheezing, breathlessness, chest tightness, and coughing. The disease most often affects children. Factors that
influence the risk of asthma can be divided into those that trigger asthma symptoms, the former include host factors which are
primarily genetic and the later are environmental factors. A boy, 3 years old, came with shortness of breath since 1 days ago,
accompanied by coughing and vomitting. Shortness of breath accompanied by wheezing that arise especially when the air is
cold and overactivity. History of allergy (+), a history of asthma and allergies in the family is patient’s mother and grandmother.
Physical examination the patient appears to shortness of breath, pulse 120 x/minute, respiration 42 x/minute, temperature
36,5oC. General status found cyanosis lip, retraction of the chest, and audible wheezing increased at the end of expiration in
both lungs. Patient was diagnosed as bronchial asthma, the management of non-medical education is to avoid allergens such
as cold air and excessive activity restriction, and medically is to give nebulized ventolin 1,25mg with NaCl 0,9%, ampicillin
injection 400 mg/8hour, and ranitidine injection 6,25 mg/12 hour. The patient's prognosis is generally good during the patient
avoids trigger factors of asthma. [J Agromed Unila 2015; 2(4):360364]
Korespondensi: Erin Imaniar | Jln. Dakwah Gang Sepakat No. 8A, Labuhan Ratu, Bandar Lampung | HP 0819971691915
e-mail: imaniarerin@yahoo.com Mengingat patogenesisnya tidak jelas, asma
didefinisikan secara deskripsi yaitu penyakit
inflamasi kronik saluran napas yang
Pendahuluan menyebabkan hipereaktivitas bronkus
Asma merupakan penyakit inflamasi terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala
kronis saluran napas yang ditandai dengan episodik berulang berupa batuk, sesak napas,
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat mengi, dan rasa berat di dada terutama pada
penyumbatan saluran napas.1 Ciri-ciri klinis malam dan atau dini hari, yang umumnya
yang dominan pada asma adalah riwayat bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
episode sesak, terutama pada malam hari yang pengobatan.1
sering disertai batuk.1,2 Asma dipengaruhi oleh Menurut WHO3 (World Health
dua faktor, yaitu genetik dan lingkungan.
Erin Imaniar | Asma Bronkial pada Anak
menurun serta wheezing meningkat pada akhir rumah sakit dan serangan tidak berulang. Pada
ekspirasi pada kedua lapang paru. Pada cor dan malam hari pasien sering batuk dan pasien
abdomen dalam batas normal. Pada memiliki riwayat sembuh lama apabila
ekstremitas tidak terdapat edema dan tidak ada mengalami batuk.
sianosis. Tidak ada pembesaran kelenjar getah Berdasarkan anamnesis di atas, terdapat
bening. beberapa faktor risiko yang menyebabkan
Diagnosis kerja pada pasien adalah asma terjadinya asma pada pasien ini. Dari gender,
bronkial derajat ringan episodik jarang, dengan pasien laki-laki memiliki risiko asma lebih tinggi
penatalaksanaan secara nonmedikamentosa dibandingan perempuan. Dilihat dari faktor usia
dilakukan edukasi agar menghindari alergen pertama kali serangan, pasien mendapatkan
berupa udara dingin dan membatasi aktivitas serangan pertama pada usia 1 tahun dan
fisik berlebihan, dan secara medikamentosa serangan saat ini pada usia 3 tahun. Pada waktu
yaitu dengan nebulisasi ventolin 1,25 mg serangan, sesak dan batuk dirasakan memberat
dengan NaCl 0.9%, ampicillin 400 mg/8 jam, pada malam hari terutama saat udara dingin.
dan ranitidin 6,25mg/12 jam. Prognosis pasien Berdasarkan riwayat atopi, pasien memiliki
ini secara umum baik selama pasien riwayat alergi terhadap suhu dingin. Pada
menghindari faktor pencetus timbulnya asma. riwayat keluarga didapatkan adanya riwayat
asma dan atopi pada ibu dan nenek pasien dari
Pembahasan pihak ibu.
Asma merupakan penyakit respiratorik Pada pemeriksaan fisik, dari tandatanda
kronis yang paling sering dijumpai pada anak. vital didapatkan keadaan umum tampak sesak
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke nafas, nadi 120x/menit, pernafasan 42x/menit,
waktu baik di negara maju maupun negara suhu 36,5oC, pada status generalis tampak bibir
sedang berkembang. Peningkatan tersebut sianosis. Pada pemeriksaan thoraks tampak
diduga berkaitan dengan pola hidup yang retraksi subcostal, pergerakan dinding dada
berubah dan peran faktor lingkungan, terutama cepat dan simetris, perkusi hipersonor, dan
polusi baik indoor maupun outdoor. Serangan auskultasi terdengar vesikuler menurun serta
asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat wheezing meningkat pada akhir ekspirasi pada
dan mengancam kehidupan. Berbagai faktor kedua lapang paru.
menjadi pencetus timbulnya serangan asma, Berdasarkan teori, didapatkan serangan
antara lain adalah olahraga, alergen, infeksi, berulang (episodik), timbul dan memberat pada
perubahan suhu yang mendadak, atau pajanan malam hari (nokturnal), terdapat pencetus
terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, berupa udara dingin, dan adanya riwayat asma
debu polusi, dan lain-lain. Selain itu, berbagai serta atopi pada ibu dan nenek pasien. Pada
faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pemeriksaan fisik pasien asma sering
prevalensi asma suatu tempat, misalnya usia, ditemukan perubahan cara bernapas, dan
jenis kelamin, ras, sosioekonomi, dan faktor terjadi perubahan bentuk anatomi thoraks.
lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat Pada inspeksi dapat ditemukan napas cepat,
mempengaruhi prevalensi asma, derajat kesulitan bernapas, menggunakan otot napas
penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat tambahan di dada (retraksi subcostal). Pada
ringannya serangan, dan kematian auskultasi dapat ditemukan mengi (wheezing),
akibat penyakit asma.11,12 ekspirasi memanjang. Dari penjelasan di atas
Pada kasus ini, pasien mengalami dapat disimpulkan bahwa diagnosis dari kasus
serangan mengi pertama kali timbul pada usia adalah asma bronkial.
1 tahun. Sebelum serangan saat ini, pasien Klasifkasi asma sangat diperlukan karena
memiliki alergi terhadap udara dingin. Pasien berhubungan dengan tatalaksana. PNAA
sering batuk terutama bila udara dingin. (Pedoman Nasional Asma Anak) membagi asma
Serangan asma saat ini timbul 3 kali dalam 1 menjadi 3, yaitu asma episodik jarang, asma
tahun terakhir, menyebabkan pasien episodik sering, dan asma persisten. Dasar
mengeluarkan suara mengi dan sesak napas pembagian ini karena pada asma anak kejadian
atau dada terasa berat. Serangan terjadi selama episodik lebih sering dibanding persisten
2 hari, membaik setelah diberikan obat saat di (kronisitas). Dasar pembagian atau klasifikasi
asma pada anak adalah frekuensi serangan, serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya
lamanya serangan, aktivitas di luar serangan, pembedaan antara asma kronik dengan
dan beberapa pemeriksaan penunjang.13 serangan asma akut. Dalam melakukan
Dalam menentukan penilaian derajat penilaian berat ringannya serangan asma, tidak
serangan asma diperlukan juga pemeriksaan harus lengkap untuk setiap pasien.
fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru mulai dari Penggolongannya harus diartikan sebagai
pengukuran sederhana, yaitu peak expiratory prediksi dalam menangani pasien asma yang
flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi datang ke fasilitas kesehatan dengan
(APE), pulse oxymetry, spirometri sampai keterbatasan yang ada.1 Berdasarkan
pengukuran yang kompleks, yaitu muscle penjelasan di atas, didapatkan serangan
strength testing, volume paru absolut serta menyebabkan pasien sulit bernafas, mengi
kapasitas difusi. Pemeriksaan analisis gas darah nyaring pada saat ekspirasi, terdapat retraksi
merupakan baku emas untuk menilai subcostal yang dangkal, frekuensi napas cepat
parameter pertukaran gas. Pada uji jalan napas, (takipneu), dan frekuensi nadi cepat (takikardi).
hal yang penting adalah melakukan manuver Maka dapat disimpulkan bahwa derajat asma
ekspirasi paksa secara maksimal. Tetapi, pada pasien adalah derajat ringan. Dikatakan
pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada asma derajat ringan karena dinilai berdasarkan
anak usia di atas 6 tahun. Pemeriksaan rontgen parameter klinis menurut GINA yaitu sesak
thoraks menjadi pertimbangan untuk pada pasien tidak mengganggu aktivitas pasien
menentukan adanya kelainan lain atau penyakit (makan, minum, menyusu), sesak juga tidak
pada paru.1,12 Namun, pada pasien ini tidak dipengaruhi posisi, bicara tidak terganggu,
dilakukan rontgen thoraks karena keluhan kesadaran baik, ada sianosis namun cepat
pasien hanya berlangsung singkat dan tidak ada menghilang setelah dilakukan nebulisasi, suara
keluhan yang mengarah ke kelainan atau mengi hanya pada saat ekspirasi, retraksi
penyakit paru lain. Uji provokasi bronkus juga dangkal tanpa ada nafas cuping hidung, dan
dilakukan untuk melihat adanya reaksi frekuensi nafas takipneu. Setelah dilakukan
hipersensitivitas bronkus terhadap adanya penilaian berdasarkan klasifikasi PNAA dan
alergen yang menjadi pencetus terjadinya GINA, maka diagnosis pada pasien ini adalah
serangan asma. asma derajat ringan episodik jarang.
Berdasarkan penilaian PNAA didapatkan Tatalaksana awal pada pasien ini
frekuensi serangan pada pasien kurang dari 1 adalah pemberian β2-agonis kerja cepat
bulan dengan lama serangan kurang dari 1 dengan penambahan larutan NaCl 0,9% secara
minggu (pada pasien serangan timbul 2 kali nebulisasi yang diberikan sebanyak 1 kali.
dalam 1 tahun dan serangan berlangsung 1-3 Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi
hari), tidak adanya gejala diantara serangan, sebagai penapis, yaitu untuk menentukan
tidur dan aktivitas tidak terganggu, dan derajat serangan, karena penilaian derajat
pemeriksaan fisik diluar serangan tidak ada secara klinis tidak selalu dapat dilakukan
kelainan, dan selama ini pasien tidak memakai dengan cepat dan jelas.7 Pasien juga diberikan
obat pengendali asma. Dari penjelasan tersebut injeksi antibiotik ampicillin 400 mg/8jam
dapat disimpulkan bahwa frekuensi serangan sebagai profilaksis terhadap timbulnya infeksi
asma pasien adalah asma episodik jarang. yang dapat memperberat keluhan dan ranitidin
Selain klasifikasi derajat asma injeksi 6,25mg/12 jam sebagai anti emetik
berdasarkan frekuensi dan lamanya serangan terhadap pasien. Setelah dilakukan nebulisasi
menurut PNAA, asma juga dapat dinilai dan pemberian obat, keluhan sesak pada
berdasarkan berat ringannya serangan. Global pasien semakin berkurang dan keadaan pasien
Initiative for Asthma (GINA) melakukan berangsur baik, sehingga satu hari setelah
pembagian derajat serangan asma berdasarkan dirawat pasien dapat dipulangkan.
gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan Menurut alur tatalaksana serangan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan asma pada anak, pada tatalaksana awal
menentukan terapi yang akan diterapkan. seharusnya dilakukan nebulisasi β2-agonis 12x
Klasifikasi tersebut adalah asma serangan selang 20 menit dan nebulisasi ke dua ditambah
ringan, asma serangan sedang, dan asma dengan antikolinergik.7 Pada pasien ini setelah
dilakukan nebulisasi pertama, keluhan sesak pencegahan faktor pencetus berupa alergi
mulai berkurang, kemudian dilakukan observasi terhadap udara dingin dan membatasi aktivitas
selama 20 menit, dan keluhan mengi berangsur berlebihan sudah tepat.
hilang. Sehingga pemberian nebulisasi ke dua
tidak diberikan. Pemberian antibiotik dan Daftar Pustaka
antiemetik pada pasien ini kurang tepat. Pada 1. National Institure of Health. Global strategy
pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi for asthma management and prevention.
baik dari gejala maupun tanda klinis. Keluhan USA: National Institutes of Health; 2007.
muntah pada pasien terjadi karena adanya
2. Bernstein JA. Asthma in handbook of
batuk. Pada anak dengan gejala batuk, dalam
allergic disorders. Philadelphia: Lipincott
paru-paru akan memproduksi lendir berlebih.
Williams & Wilkins; 2003.
Lendir kemudian akan masuk ke dalam saluran
cerna dan dikeluarkan melalui muntah. Karena 3. World Health Organization. Asthma
penjelasan di atas, maka penggunaan [internet]. Geneva: WHO; 2013 [ disitasi
antiemetik pada kasus kurang tepat. Untuk tanggal 11 Mei 2015]. Tersedia dari:
keluhan batuk sebaiknya diberikan terapi http://www.who.int/mediacentre/
mukolitik untuk pengeluaran lendir, yaitu factsheets/fs307/en
ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari dibagi 4. Centers for Disease Control and
dalam 3 dosis. Prevention. Asthma [internet]. USA: CDC;
Prognosis pada penderita ini baik, 2013 [disitasi tanggal 11 Mei 2015]
didukung oleh kepustakaan yang mengatakan Tersedia dari:
bahwa jika setelah nebulisasi 1 kali respon baik http://www.cdc.gov/asthma/asthmadata.
dan setelah diobservasi selama 1-2 jam htm.
perbaikan klinis stabil maka pasien boleh 5. Kementerian Kesehatan Republik
dipulangkan. Tetapi jika gejala timbul lagi, klinis Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013.
tetap belum membaik atau memburuk pasien Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
tetap diobservasi dan dirawat. Pada pasien ini 6. Waldo EM. Ilmu kesehatan anak Nelson.
terdapat perbaikan klinis dan setelah Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit Buku
diobservasi secara klinis keadaan pasien stabil. Kedokteran EGC; 2012.
Namun perlu diperhatikan pencegahan 7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar
terhadap faktor pencetus berupa alergi dingin respirologi. Edisi ke-2. Jakarta: Badan
dan membatasi aktivitas berlebihan agar Penerbit IDAI; 2010.
keluhan tidak timbul kembali.
8. Masoli M, Fabian D, Holt S, Beasley R.
Global burden of asthma. New Zealand:
Simpulan Medical Research Institute of New
Pasien anak laki-laki berusia 3 tahun Zealand; 2013.
didiagnosis asma bronkial derajat ringan
9. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW,
episodik jarang. Tatalaksana medikamentosa
pada pasien ini kurang tepat. Menurut alur Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H,
tatalaksana serangan asma pada anak, pada Siregar SP, et al. Allergy and asthma, the
tatalaksana awal seharusnya dilakukan scenario in Indonesia. Dalam: Shaikh WA,
nebulisasi β2-agonis 1-2x selang 20 menit dan editor. Principles and practice of tropical
nebulisasi ke dua ditambah dengan allergy and asthma. Mumbai: Vicas
antikolinergik. Tatalaksana nebulisasi Medical Publishers; 2006.
pemberian β2-agonis kerja cepat dengan 10. Steinke JW, Borish L. Genetics of allergic
penambahan larutan NaCl 0,9% sudah tepat. disease. Med Clin N Am. 2006; 90: 1-15.
Namun untuk pemberian ampicillin 400 mg/8 11. Lenfant C, Khaltaev N. Global initiative for
jam dan ranitidin injeksi 6,25 mg/12 jam tidak asthma. Geneva: NHLBI/WHO; 2002.
tepat. Pada kasus ini sebaiknya diberikan 12. Fordiastiko. Asma dan seluk-beluknya.
ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari dibagi Semarang: PDPI; 2005.
dalam 3 dosis. Sedangkan untuk tatalaksana
non medikamentosa berupa edukasi terhadap