Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PORTOFOLIO

FIMOSIS

Disusun oleh :
dr. Ferrina Ufiani

DOKTER INTERNSIP RS ANNISA CIKARANG


KABUPATEN BEKASI
SEPTEMBER 2018 – SEPTEMBER 2019
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 24 Desember di Wahana RS Annisa telah dipresentasikan portofolio
oleh :
Nama : dr. Ferrina Ufiani
Kasus : Bedah
Topik : Fimosis
Nama Pendamping : dr. Elwin Affandi MM, dr. Cecep Awaludin
Nama Wahana : RS Annisa Cikarang
No Nama Peserta Tanda tangan

1 1.

2 2.

3 3.

4 4.

5 5.

6 6.

7 7.

8 8.

9 9.

10 10.

11 11.

12 12.

13 13.

14 14.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Ferrina Ufiani dr. Elwin Affandi, MM dr. Cecep Awaludin


Nama Peserta : dr. Ferrina Ufiani
Wahana : RS ANNISA Cikarang
Topik : Fimosis
Tanggal : 3 Desember 2018
Objektif :
 Keilmuan Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi  Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun datang dengan keluhan sulit buang air kecil
sejak 1 hari SMRS.Keluhan disertai dengan durasi buang air kecil yang lama, sedikit-sedikit dan
ujung penis menggembung setiap buang air kecil.Pasien mengeluhkan sakit saat buang air kecil.,
berwarna urin jernih (+), darah (+), demam(+)

Tujuan : Mengetahui aspek diagnostik dan penanganan awal pada pasien fimosis.

Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit


Cara Membahas: Diskusi  Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama: An. MR, 3 tahun Nomor Registrasi: 405514


Data utama untuk bahan diskusi:

1. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang:


Keluhan sulit buang air kecil sejak 1 hari SMRS. Keluhan disertai dengan durasi buang air
kecil yang lama, kulit penis tidak dapat ditarik ke pangkal penis, sedikit-sedikit dan ujung penis
menggembung setiap buang air kecil. Pasien mengeluhkan sakit saat buang air kecil. Warna urin
jernih (+), darah (+), demam(+) sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan naik turun, sudah
diberikan obat paracetamol turun kemudian demam kembali. batuk (-), mual (-), muntah (-) dan
bab dalam batas normal.

2. Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat keluhan yang sama : disangkal
 Riwayat kejang : disangkal
 Riwayat penyakit lain : disangkal
 Riwayat operasi sebelumnya : disangkal

3. Riwayat Keluarga:
 Riwayat alergi : disangkal
 Riwayat kejang atau epilepsi : disangkal
 Riwayat diare di keluarga sekarang : disangkal
 Riwayat alergi / asma : disangkal
 Riwayat batuk pilek : disangkal
 Riwayat fimosis : ada, kakak pasien

4. Riwayat Imunisasi
Pasien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap, yaitu Hepatitis B, BCG, Polio, DTP, dan
MR.

5. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Pasien merupakan anak ke -2 dari 2 bersaudara. Lahir anak laki-laki dari ibu P2A0, aterm,
persalinan secara sectio cesaria, ditolong dokter. BBL 3800 gram, panjang badan lahir 52 cm,
kelainan kongenital (-), biru (-), ikterik (-), tampak sehat, lahir langsung menangis. Setelah
kelahiran, ibu pasien disarankan untuk kontrol ke posyandu untuk imunisasi.

6. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
Hasil Pembelajaran:

1. Mengetahui cara mendiagnosis fimosis


2. Mengetahui penanganan awal pada pasien fimosis
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

1. Subjektif :
Sulit buang air kecil sejak 1 hari SMRS.Keluhan disertai dengan durasi buang air kecil
yang lama, sedikit-sedikit dan ujung penis menggembung setiap buang air kecil.Pasien
mengeluhkan sakit saat buang air kecil. Pasien mengeluhkan sakit saat buang air kecil
berwarna urin jernih (+), darah (+), demam(+) sejak 2 hari yang lalu, demam dirasakan
naik turun, sudah diberikan obat paracetamol turun kemudian demam kembali.

2. Objektif :
Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Compos mentis
 Keadaan gizi : BB : 12 kg, (kurva WHO BB terhadap umur : gizi kesan
baik)

 Tanda-tanda vital:
o Nadi : 130 x/menit
o Respirasi : 34 x/menit
o Suhu : 37,1ºC per axilla
 Kepala : normocephal
 Rambut : hitam, distribusi merata
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3
mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
 Hidung : lapang, sekret -/-, darah (-/-)
 Bibir : Mukosa bibir lembab, sariawan (-)
 Lidah : lidah kotor (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (-)
 Telinga : darah (-/-), sekret (-/-)
 Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar,
 Thorax : retraksi (-), simetris
 Paru-paru
o Inspeksi : pengembangan dinding dada simetris
o Palpasi : tidak ada kelainan
o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi : suara dasar vesikuler (-/-), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
o Inpeksi : iktus kordis terlihat
o Palpasi : tidak diperiksa
o Perkusi : batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, regular, bising (-)
 Abdomen
o Inspeksi : distensi (-), dinding perut sejajar dinding dada
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Perkusi : timpani, ascites (-)
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
 Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2’, sianosis (-), oedem tungkai (-).

 Status Lokalis
o Inspeksi : tampak kulit penis menutupi kepala penis, tidak tampak edema,
tidak tampak kemerahan.
o Palpasi : teraba gland penis, tidak terasa nyeri tekan, kulit penis tidak dapat
di retraksi ke pangkal penis, terdapat perlengketan propusium dengan glan
penis.
Pemeriksaan Laboratorium Darah :

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hb 13,4 10,7-14,7

Ht 38 31-43

Trombosit 316 217-497

Leukosit 12,65 5.50-15.50

Masa perdarahan (BT) 1.30 1.00 – 6.00

Masa Pembekuan (CT) 3.30 1.00 – 6.00

Glukosa darah sewaktu 102 60 – 100

Pemeriksaan Rontgen Thorax :

Kesan :
Cor dan Pulmo dalam batas normal
Tak tampak infiltrat
3. Assesment :
o Fimosis
o Obs. Febris H+2
4. Plan :
o IVFD RL 10 tpm makro
o Puasa
o Sirkumsisi Cyto

o Konsul ke dokter anak → ACC operasi, diberikan terapi inj. Cefotaxime 3

x 400 mg.

Follow Up
Rawat hari I (4/12/18)
S Nyeri bekas luka operasi, demam (-), bak dbn.
O KU: TSS, Kes: CM, FN/RR/T: 128/28/35,8
Status lokalis a/r penis :
tampak verban (+), rembesan darah (-)
A Post sirkumsisi a/i fimosis
P IVFD RL 10 tpm makro
Inj. Cefotaxime 3 x 400 mg
Inj. Ketorolac 7,5 mg / 8 jam
Observasi KU, TTV dan perdarahan

Rawat hari II (5/12/18)


S Nyeri bekasi luka operasi berkurang, demam (-), bak dbn.
O KU: TSS, Kes: CM, FN/RR/T: 128/28/35,1
Status lokalis a/r penis :
tampak verban (+), rembesan darah (-)
A Post sirkumsisi a/i fimosis
P Boleh pulang, obat pulang: sanmol syrup 3x1cth.
Kontrol 3 hari kemudian.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis, preputium
melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kencing,
sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa kesakitan pada saat buang air
kecil.

Gambar. Fimosis

2.2. PREVALENSI

Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang
penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1-1,5% laki-
laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian,
penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis
2.3. ETIOLOGI

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan

penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat

pada kepala penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya, bisa dari bawaan

dari lahir atau didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak sukar berkemih. Kadang-kadang begitu

sukar sehingga kulit preputium menggelembung seperti balon. Bayi/anak sering menangis

keras sebelum urin keluar. Keadaan demikian lebih baik segera disunat, tetapi kadang

orangtua tidak tega karena bayi masih kecil. Untuk menolongnya dapat dicoba dengan

melebarkan lubang preputium dengan cara mendorong ke belakang kulit preputium

tersebut dan biasanya akan terjadi luka. Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak

merapat lagi pada luka tersebut dioleskan salep antibiotik. Tindakan ini mula-mula

dilakukan oleh dokter, selanjutnya.

Adanya smegma pada ujung preputium juga menyulitkan bayi berkemih maka

setiap memandikan bayi hendaknya preputium didorong ke belakang kemudian ujungnya

dibersihkan dengan kapas yang telah dijerang dengan air matang.

Untuk mengetahui adanya kelainan saluran kemih pada bayi, tiap bayi baru lahir

harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih setelah lahir atau paling lambat 24 jam

setelah lahir. Perhatikan apakah urin banyak atau sedikit sekali. Bila terdapat gangguan

ekskresi bayi akan terlihat sembab pada mukanya. Atau bila kelainan lain misalnya kista

akan terlihat perut bayi lebih besar dari normal. Jika menjumpai kelainan tersebut beritahu

dokter. Sampai bayi umur 3 hari pengeluaran urin tidak terpengaruh oleh pemberian

cairan. Baru setelah umur 5 hari dapat terpengaruh.


2.4. KLASIFIKASI

 Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo fimosis) Terjadi pada
anak laki-laki yang baru lahir. Preputium melekat pada glans dan lama kelamaan akan
dapat dipisahkan seiring bertambahnya usia. Fimosis ini bukan disebabkan oleh
kelainan anatomi melainkan karena adanya faktor perlengketan antara kulit pada
penis bagian depan dengan glans penis sehingga muara pada ujung kulit kemaluan
seakan-akan terlihat sempit. Sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak,
bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan
tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan
epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga
akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.

 Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true fimosis)


Timbul kemudian setelah lahir. Fimosis patologis didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat ditarik
kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara di ujung kulit kemaluan secara
anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) yang buruk, peradangan
kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan
berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium
yang membuka.
Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis (preputium) yang
kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh Balanitis Xerotica Obliterans
(BXO).
Upaya untuk melakukan retraksi preputium secara paksa pada fimosis fisiologis akan
menyebabkan microtears, infeksi dan pendarahan yang akan menimbulkan jaringan
parut sekunder dan terjadinya fimosis patologis. Higienistas yang buruk dan balanitis
berulang (infeksi pada glans penis), posthitis (peradangan preputium), atau keduanya
dapat menyebabkan kesulitan dalam retraksi preputium dan mengakibatkan risiko
terjadinya fimosis patologis. Diabetes mellitus merupakan predisposisi infeksi ini
karena kandungan glukosa yang tinggi pada urin, yang merupakan media yang
kondusif untuk proliferasi bakteri. Fimosis patologis juga bisa terjadi karena balanitis
xeroticans obliterans (BXO), bentuk genital dari lichen sclerosus. Kondisi ini
mempengaruhi baik pria dewasa maupun anak laki-laki. Etiologinya tidak diketahui;
kemungkinan karena reaksi inflamasi, infeksi, dan hormonal. Hal tersebut mungkin
merupakan fase premalignant. Kateterisasi berulang juga bisa menyebabkan fimosis.

Gambar. Fimosis fisiologis dan fimosis patologik

2.5. GEJALA KLINIS

 Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (ballooning)


 Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai
buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut
disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan
yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang
sempit.
 Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.
 Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
 Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang
memancar dengan arah yang tidakdapat diduga
 Bisa juga disertai demam
 Iritasi pada penis.

2.6. PATOFISIOLOGI

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi

alamiah antara preputium dengan glans penis. Sampai usia 3-4 tahun, penis tumbuh

dan berkembang. Debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma)


mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium

dengan glans penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis

yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.

Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi

perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke arah

proksimal. Pada usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat diretraksi. Pada sebagian

anak, preputium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung preputium

mengalami penyimpangan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi.

Biasanya anak menangis dan pada ujung penis tampak menggelembung. Air

kemih yang tidak lancar, kadang-kadang menetes dan memancar dengan arah yang

tidak dapat diduga. Kalau sampai terjadi infeksi, anak akan menangis setiap buang

air kecil dan dapat pula disertai demam. Ujung penis yang tampak menggelembung

disebabkan oleh adanya penyempitan pada ujung preputium karena terjadi

perlengketan dengan glans penis yang tidak dapat ditarik ke arah proksimal.

Adanya penyempitan tersebut menyebabkan terjadi gangguan aliran urin pada saat

miksi. Urine terkumpul di ruang antara preputium dan glans penis, sehingga ujung

penis tampak menggelembung.


Mekanisme Fimosis
2.7. DIAGNOSIS

Diagnosis fimosis terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan anamnesis. Tidak ada
tes laboratorium atau pencitraan yang diperlukan. Pemeriksaan penunjang mungkin
diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau infeksi kulit pada genital. Pada anamnesis
didapatkan keluhan berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air kecil yang
kemudian menghilang setelah berkemih dan Biasanya bayi menangis dan mengejan saat
buang air kecil karena timbul rasa sakit.

Pada pemeriksaan fisik kasus fimosis, dapat ditemukan kulit yang tidak dapat diretraksi
melewati gland penis. Pada fimosis fisiologis, bagian preputial orifice tidak ada luka dan
terlihat sehat, sedangkan pada fimosis patologis terdapat jaringan fibrus berwana putih yang
melingkar

2.8. KOMPLIKASI
 Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
 Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena
infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
 Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
 Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
 Infeksi saluran kemih

2.9. DIAGNOSIS BANDING

Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium penis yang diretraksi sampai
di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan menimbulkan
jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Warna gland penis akan semakin
berwarna pucat dan bengkak. Seiring perjalanan waktu keadaan ini akan
mengakibatkan nekrosis sel di gland penis, warnanya akan menjadi biru atau hitam
dan gland penis akan terasa keras saat di palpasi.
Gambar. Parafimosis

2.10. PENATALAKSANAAN
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%)
dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-
anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga
tahun.

Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada


penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan komplikasi,
seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi,
sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien.

Prosedur teknik dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong


preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah
proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus
coronarius.

1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi


2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar. Bila
perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan daerah
ventral
4. Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan
mencubitkan pinset
5. Bila didapati fimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium,
lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai
seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan.
6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal dengan
2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral. (Prepusium
dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal
7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kira-kira ½
sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali. kulit
Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’).
Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di
distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali
kendali )
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada di
frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12), dengan
patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6).
Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat
melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang uretra
harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.

2.11. PROGNOSIS
Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan ditangani.
3. ANALISIS KASUS

FIMOSIS

Pasien An. MR usia 3 tahun, masuk RS dikarenakan permasalahan dengan saluran


kemihnya. Menurut prevalensi fimosis, Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat
usia 3 tahun dan hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis
kongenital.

Keluhan yang dirasakan pasien merupakan gejala dari fimosis. Preputium yang tidak
dapat ditarik ke pangkal penis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel antara
preputium bagian dalam dengan glans penis. Hal ini membuat penis menggelembung saat
buang air kecil sehingga urin yang keluar lebih sedikit.
PENATALAKSANAAN PADA FIMOSIS

Indikasi medis utama dilakukannya tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah


fimosis patologik.

Prosedur teknik dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong


preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah
proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus
coronarius.
1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi
2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar. Bila
perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan daerah
ventral
4. Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan
mencubitkan pinset
5. Bila didapati fimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium,
lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai
seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan.
6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal dengan
2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral. (Prepusium
dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal
7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kira-kira ½
sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali. kulit
Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’).
Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di
distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali
kendali )
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada di
frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12), dengan
patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6).
Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat
melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang uretra
harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto;


2009.
2. Santoso A. Fimosis dan Parafimosis. Tim Penyusun Panduan Penatalaksanaan
Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2005.
3. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki.
Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004. p 801
4. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen edition.
USA: Appleton and Lange; 2004.
5. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for
fimosis and other medical indications in Western Australian boys". Med. J.
Aust. 178 (4): 155–8; 2003.
6. Hina Z, Ghory MD. Fimosis and Parafimosis. Diunduh dari URL:
(http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview)
7. Brunicardi FC, et al. Schwartz’s Principle of Surgery Eight Edition Volume 2.
USA: Mc Graw Hill.
8. Shahid, Sukhbir Kaur, “Fimosis in Children,” International Scholarly Research
Network, ISRN Urology, vol, 2012, Article ID 707329, 2012.

Anda mungkin juga menyukai