Anda di halaman 1dari 8

Sistem Pertanian Berkelanjutan Pada Lahan Dataran Tinggi

di Kawasan Hulu DAS Deli Sumatera Utara


Shanti Desima Simbolon1,2, Zulkifli Nasution3, Abdul Rauf3, Delvian4
1
Mahasiswa Program Doktor Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU
2
Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas HKBP Nommensen, Medan
3
Staf Pengajar Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, USU, Medan
4
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan, USU, Medan
Corresponden e-mail: shantisimbolon97@gmail.com

Abstrak. DAS Deli merupakan salah satu DAS kritis di propinsi Sumatera Utara yang memerlukan
penanganan sebagai lokasi sasaran rehabilitasi. Mata pencaharian sebagian besar penduduk pada lahan
dataran tinggi di kawasan hulu DAS Deli adalah bertani. Mereka mengolah lahan pertanian sebesar 82%
terutama pada desa-desa di DAS Deli bagian hulu. Keadaan ini menimbulkan kerawanan terhadap erosi dan
banjir di daerah hilirnya bila pengelolaan lahan tidak disertai dengan upaya-upaya rehabilitasi lahan dan
konservasi tanah dan air. Makalah ini membahas salah satu upaya pengembangan pertanian berkelanjutan
berbasis agroekologi yang perlu ditekankan dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian.
Penjabarannya mencakup 4 dimensi yaitu dimensi sosial ekonomi, sumberdaya sebagai asset produksi
dalam usahatani, peningkatan peranan masyarakat, dan program aksi/implementasi yang realistis. Usaha
tani berbasis agroekologi dalam pengelolaan lahan dataran tinggi yang tepat guna dan tepat sasaran dapat
memberikan keuntungan ekonomi dan melindungi lahan dan lingkungan secara simultan. Dengan demikian
pembangunan pertanian secara berkelanjutan dapat terwujud.
Kata kunci : lahan dataran tinggi, kawasan hulu DAS, usahatani berbasis agroekologi, pertanian
berkelanjutan

Abstract. DAS Deli is one of the critical watershed in province of North Sumatra that require treatment
as a rehabilitation target location. The livelihoods of most people in the highlands of the region upstream
Deli is farming. They cultivate farmland by 82% mainly in villages in the upstream Deli watershed. This
situation raises vulnerability to erosion and flooding in downstream areas where land management is not
accompanied by efforts to rehabilitate the land and soil and water conservation. This paper discusses one
effort to develop agroecological based on sustainable agriculture that should be emphasized in maintaining
and improving agricultural production. The explanation is included four dimensions of social, economic,
resource as an asset in the farming production, increase the role of the community, and the program
of action/implementation that realistic. Farming in upland land management based on agroecological
appropriate and targeted to provide economic benefits and protecting the land and the environment
simultaneously. Thus sustainable agricultural development can be achieved.
Keywords: upper watershed area, based on agro-ecological farming, sustainable agriculture

1. Pendahuluan fisiografi yang sangat beragam, sehingga praktek


Keberhasilan pembangunan pertanian ditentu­ budidaya pertanian di lahan dataran tinggi memiliki
kan oleh lingkungan tempat tumbuh suatu posisi strategis dalam pembangunan pertanian
komoditas pertanian. Faktor biofisik seperti nasional.
jenis tanah dan iklim (intensitas cahaya, curah Namun, budidaya pertanian di lahan dataran
hujan, kelembaban, dan suhu) dapat menjadi tinggi dihadapkan kepada faktor pembatas biofisik
peluang dan/atau masalah dalam pengembangan seperti lereng yang relative curam, kepekaan tanah
pertanian, bergantung kepada kemampuan petani terhadap longsor dan erosi, curah hujan yang
dalam menggunakan teknologi pengelolaaan dan relative tinggi, dan lain­lain. Kesalahan dalam
pemanfaatan sumber daya alam. Menurut Dariah pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lahan
(2007), wilayah Indonesia sebanyak 45% berupa di daerah ini dapat menimbulkan kerusakan atau
perbukitan dan dataran tinggi dicirikan oleh topo­ cekaman biofisik berupa degradasi kesuburan

85
tanah dan ketersediaan air yang dampaknya tidak ini, salah satu upaya pengembangan usaha tani
hanya dirasakan oleh masyarakat di lahan dataran berbasis agroekologi perlu ditekankan dalam
tinggi, tetapi juga di dataran rendah (Irianto et al., mempertahankan dan meningkatkan produksi
1999; Anyamba et al., 2006; Pranadji, 2006). pertanian. Penjabarannya mencakup 4 dimensi
Terdapat Empat hal yang mencerminkan yaitu dimensi sosial ekonomi, sumberdaya
kondisi pertanian lahan kering dataran tinggi yaitu sebagai asset produksi dalam usahatani,
usaha tani semakin tidak menguntungkan bagi peningkatan peranan masyarakat, dan program
petani sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan aksi/implementasi yang realistis (Susanto,
ekonomi keluarganya, menurunnya daya dukung 2006). Usaha tani berbasis agroekologi dalam
lingkungan yang ditunjukkan oleh meningkatnya pengelolaan lahan dataran tinggi yang tepat guna
kerusakan lingkungan dan rendahnya produktivitas dan tepat sasaran dapat memberikan keuntungan
lahan, meningkatnya volume hujan akibat anomaly ekonomi dan melindungi lahan dan lingkungan
iklim yang memicu terjadinya ledakan serangan secara simultan. Dengan demikian pembangunan
hama penyakit tanaman sehingga mengakibatkan pertanian dan pembangunan ekonomi secara
gagal panen dan kerugian materi yang tidak sedikit berkelanjutan dapat terwujud.
dan hilangnya kemampuan masyarakat untuk Penggunaan lahan yang berkelanjutan
membangun modal sosial (social capital) (Gatot, et (sustainable) adalah penggunaan lahan yang
al., 1999, Anyamba, et al., 2006 dan Pranadji, 2006). memenuhi kebutuhan saat ini, dan sekaligus
Salah satu lahan pertanian pada dataran tinggi mengawetkan sumberdaya tersebut untuk
di Sumatera Utara adalah lahan di kawasan hulu generasi yang akan datang. Hal ini memerlukan
Daerah aliran sungai (DAS) Deli. DAS Deli kombinasi antara produksi dan konservasi, yaitu
merupakan salah satu DAS yang melintasi wilayah produksi berbagai bahan (good) yang diperlukan
perdesaan dan perkotaan Kabupaten Karo, Kota rakyat saat ini, di samping konservasi sumberdaya
Medan dan Kabupaten Deli Serdang. DAS Deli alam tempat berproduksi tersebut, agar dapat
merupakan salah satu DAS kritis di propinsi menghasilkan produksi yang terus berlanjut di
Sumatera Utara yang memerlukan penanganan masa yang akan datang penggunaan lahan harus
sebagai lokasi sasaran rehabilitasi. Adapun faktor direncanakan untuk seluruh masyarakat, karena
penyebab penetapan DAS Deli sebagai DAS kritis konservasi tanah, air, dan sumberdaya lahan yang
karena luasan lahan kritis hampir mencapai lain sering di luar keinginan pengguna lahan
separuh dari luas total DAS Deli, sehingga sangat perorangan.
berpengaruh terhadap kelestarian sumber daya Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis
lahan dan air kawasan Deli. Terganggunya kondisi ingin memaparkan pengembangan pertanian
DAS Deli akibat perubahan karakteristik DAS tsb berkelanjutan berbasis agroekologi pada lahan
dimana respon DAS terhadap masukan curah berlereng di kawasan hulu DAS Deli, Sumatera
hujan semakin mudah menyebabkan terjadinya Utara.
banjir. Selain itu, bentuk wilayah di bagian hulu
DAS yang didominasi oleh kemiringan lereng 2. Metodologi Penelitian
bergelombang, berbukit dan bergunung (BP DAS Menggunakan studi kepustakaan dengan
Wampu Sei Ular, 2013) pendekatan deskriptif, dimana penulis memberikan
Mata pencaharian sebagian besar penduduk pemaparan umum sehingga permasalahan dapat
pada lahan dataran tinggi di kawasan hulu DAS digambarkan dengan jelas beserta solusi yang
Deli adalah bertani. Mereka mengolah lahan diperlukan.
pertanian sebesar 82% terutama pada desa-
desa di DAS Deli bagian hulu. Keadaan ini 3. Pembahasan
menimbulkan kerawanan terhadap erosi dan 3.1. Kondisi Petani di Lahan Dataran Tinggi
banjir di daerah hilirnya bila pengelolaan lahan Umumnya, petani di lahan dataran tinggi
tidak disertai dengan upaya-upaya rehabilitasi menunjukkan kondisi ekonomi yang hampir serupa
lahan dan konservasi tanah dan air. Dalam hal yaitu aksesibilitas ke fasilitas ekonomi (seperti pasar,

86
sumber sarana produksi, dan lembaga keuangan) yang langsung dengan system usaha tani atau tidak sama
kurang baik, modal yang terbatas, dan pendapatan sekali. Masuknya teknologi baru ke pemukiman
yang relative rendah. Oleh sebab itu, teknologi yang akan dapat bersinggungan dengan budaya baik
sesuai untuk diterapkan hendaknya mempunyai ciri secara langsung atau tidak. Persinggungan ini akan
menghasilkan komoditas yang mudah dipasarkan mendukung atau menolak teknologi baru tersebut.
atau tahan simpan, memerlukan modal yang relative Indikasi penerapan teknologi di kawasan lahan
murah dan peralatan yang sederhana, serta mampu dataran tinggi dapat dilakukan melalui 3 pendekatan,
meningkatkan pendapatan secara nyata. yaitu teknis, ekonomi dan sosial budaya. Pendekatan
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa teknis ditekankan pada keberhasilan teknologi
petani hanya mengaplikasikan satu atau lebih tersebut dalam meningkatkan produktivitas tanah
komponen teknologi yang sesuai dengan dan atau tanaman tanpa merusak lingkungan.
kebutuhan dan kemampuan permodalannya. Pendekatan ekonomi menyoroti dukungan pasar,
Mayoritas petani di lahan berlereng adalah kemampuan permodalan dan adanya peningkatan
petani kecil dengan ketersediaan modal kerja pendapatan. Pendekatan sosial budaya ditekankan
yang sangat terbatas (Soehardjan, 2001 dan pada akseptabilitas oleh petani dan tidak
Tjitropranoto, 2001 dalam Sulaiman, 2002). bertentangan dengan budaya bertani yang ada.
Masyarakat yang berpendidikan rendah dengan Dengan demikian, keberhasilan aplikasi teknologi
tingkat ketrampilan dan kemampuan manajemen dalam mendukung usahatani akan tergantung
yang terbatas merupakan tipikal umum yang pada kesesuaian teknologi tersebut dengan kondisi
melekat pada diri petani. Meskipun demikian, agroekologi, ekonomi dan sosial budaya.
mereka adalah orang-orang yang relative
mudah untuk menerima inovasi teknologi dan 3.2. Kondisi Bio-Fisik Kawasan Hulu DAS Deli
bahkan mempunyai sifat-sifat khas seperti ulet, a. Kemiringan Lereng
mudah menyesuaikan diri dan haus akan ilmu Kemiringan lereng Sub-Sub DAS di DAS Deli
pengetahuan baru. Kendati umumnya petani diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu kelas I
berpendidikan rendah dan haus teknologi, tetapi (datar), kelas II (landai), kelas III (agak curam),
mereka adalah orang-orang yang realis terhadap kelas IV (curam), dan kelas V (sangat curam),
kondisi yang sedang dihadapi. Apabila teknologi disajikan pada Tabel 1 dibawah ini:
tersebut secara nyata tidak menguntungkan, Lahan dengan kemiringan yang cukup curam
memerlukan biaya yang mahal sehingga tidak umumnya ditemui di daerah hulu suatu DAS.
terjangkau dan kurang praktis penerapannya, Daerah hulu DAS Deli merupakan lahan dengan
mereka akan menghindarinya. kemiringan lereng yang tinggi. Pembagian
Petani di lahan dataran tinggi mempunyai budaya kawasan hulu DAS Deli adalah kawasan lindung
khas daerahnya. Budaya tersebut dapat berkaitan dan kawasan budidaya. Untuk kawasan lindung,

87
petani memanfaatkan sebagai lahan budidaya tinggi menyebabkan terjadinya erosi. Di
tanaman tahunan, dengan demikian terjadi musim penghujan, banjir, erosi dan longsor
alih fungsi lahan. Menurut van Noordwijk dan terjadi dimana-mana, tetapi dimusim kemarau
Hairiah (2006), salah satu penyebab terjadinya kekeringan dan kebakaran hutan sering
penurunan kualitas sumber daya lahan adalah mengancam. Masalah ini menunjukkan ada-
adanya alih fungsi lahan hutan menjadi lahan nya penurunan kualitas sumber daya lahan
pertanian (intensif) dengan masukan yang pada lahan dataran tinggi di kawasan hulu
berlebih alih fungsi lahan hutan menjadi lahan DAS Deli, dan hal ini berhubungan dengan
pertanian menyebabkan hilangnya beberapa terganggunya fungsi hidrologi DAS (jumlah
kelompok fungsional organisme tanah, karena dan kualitas), menurunnya kesuburan tanah
berbuahnya jenis dan kerapatan tanaman yang (rendahnya ketersediaan hara dan kandungan
tumbuh di atasnya sehingga mengubah tingkat bahan organik tanah), berkurangnya tingkat
penutupan permukaan tanah yang berdampak biodiversitas flora dan fauna baik di atas tanah
pada perubahan iklim mikro, jumlah dan jenis maupun di bawah tanah.
masukan bahan organik, dan jenis perakaran
yang tumbuh dalam tanah (Giller, et al., 1997 ; b. Lahan Kritis
Lavelle, et al., 2001). Kondisi lahan kritis di DAS Deli ditentukan
Penyebab lainnya adalah faktor petaninya oleh 6 parameter yaitu Erosi, Kemiringan
sendiri. Dimana pengetahuan dan teknologi lereng, Liputan Lahan, Kondisi Batuan,
yang disampaikan ke petani sangat minim dan Produktivitas dan Manajemen. Adapun
kelembagaan yang ada di tingkat usahatani sangat kondisi kekritisan lahan DAS Deli secara
lemah, sehingga memperparah terjadinya degradasi umum seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
lahan dan lingkungan. Dampak dari kejadian Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa
tersebut adalah produktivitas lahan menurun, jumlah lahan kritis, agak kritis dan potensial kritis
kualitas dan kuantitas produksi menurun, cukup besar dari total luas DAS Deli yaitu sebesar
pendapatan petani rendah dan menyebabkan petani 37,97 persen. Lahan marginal ini harus dikelola
miskin dan tidak sejahtera. dengan baik agar tidak meningkat jumlahnya
Khusus untuk kawasan budidaya yaitu sehingga dapat tetap dimanfaatkan tanpa
kawasan usahatani, karena kondisinya ber- merusak lahan pertanian. Namun hal ini tidak
lereng dengan intensitas curah hujan yang mudah, perlu dilakukan pendekatan-pendekatan

88
yang sesuai dengan kondisi bio-fisik lahan dan usaha tani merupakan sistem yang terbuka,
faktor sosial dan ekonomi petani setempat. Oleh berbagai input diterima dari luar, dan sebagian
karena itu, dalam makalah ini akan dibahas dari output meninggalkan sistemnya (Reijntjes,
pengelolaan sistem pertanian berkelanjutan pada Haverkort and Bayer, 1999).
lahan dataran tinggi seperti kawasan DAS Deli
yang paling tepat dan efisien sebagai solusi dalam 3.4. Sistem Usaha Tani Berkelanjutan Pada
permasalahan pengelolaan lahan pertanian pada Dataran Tinggi di Kawasan Hulu DAS Deli
dataran tinggi di kawasan hulu. Untuk mendukung sistem usaha tani ini,
perlu dilakukan pengembangan teknologi
3.3. Sistem Usaha Tani yang berwawasan lokal dan berkelanjutan.
Menurut CGIAR (1978), usaha tani bukanlah Aplikasi teknologi ini harus dilakukan sejak
sekedar kumpulan tanaman dan hewan, dimana awal penempatan untuk menghindari terjadinya
orang bisa memberikan input apa saja dan kesalahan dalam menata lahan, memilih komoditas
kemudian mengharapkan hasil langsung. Usaha dan memilih cara budi daya. Penerapan aplikasi ini
tani merupakan suatu jalinan yang kompleks akan menyebabkan terwujudnya sistem usaha tani
terdiri dari tanah, tumbuhan, hewan, peralatan, berkelanjutan di lahan pegunungan atau berlereng,
tenaga kerja, input lain dan pengaruh-pengaruh yang secara ekonomi menguntungkan dan secara
lingkungan yang dikelola oleh seseorang yang ekologi tetap mempertahankan kelestarian sumber
disebut sebagai petani sesuai dengan kemampuan daya lahan dan air. Pengembangan teknologi lokal di
dan aspirasinya. Usaha tani tidak terlepas dari kawasan berlereng diawali dengan proses pemilihan
budaya dan sejarah. Peluang dan hambatan teknologi, dilanjutkan dengan diseminasi teknologi.
ekologis dan geografis (lokasi, iklim, tanah, Altieri (1998) menyatakan bahwa pengem-
tumbuhan dan hewan setempat) yang tercermin bangan pembangunan pertanian berkelanjutan
dalam budaya setempat. perlu ditekankan pada mempertahankan dan
Hal ini kemudian tercermin dalam pertanian meningkatkan tingkat produksi yang sudah
setempat yang merupakan hasil dari suatu dicapai. Dengan demikian penjabarannya dalam
proses interaksi antara manusia dan sumberdaya bentuk agenda mencakup 4 dimensi yaitu:
setempat. Nilai-nilai masyarakat pedesaan, (1) dimensi social ekonomi; (2) sumber daya
pengetahuan, ketrampilan, teknologi dan instuisi sebagai asset produksi dalam pembangunan; (3)
sangat mempengaruhi jenis budaya pertaniai peningkatan peranan masyaakat dan (4) program
yang telah dan terus berkembang. Istilah system aksi / implementasi yang realistis. Agenda pada
pertanian mengacu pada suatu susunan khusus dimensi sosial-ekonomi perlu ditekankan ke arah
dari kegiatan usaha tani yang dikelola berdasarkan mengatasi kemiskinan, keseimbangan produksi
kemampuan lingkungan fisik, biologis, dan dan konsumsi, keseimbangan demografi,
sosioekonomis serta sesuai dengan tujuan, kesehatan masyarakat, penataan hunian yang
kemampuan, dan sumberdaya yang dimiliki manusiawi, dan keseimbangan lingkungan dan
petani (Shaner et al., 1982). pembangunan.
Usaha tani dengan kegiatan-kegiatan yang Sumber daya alam sebagai asset produksi perlu
serupa dikatakan mempraktekkan system dipahami bentuk, keberadaan dan karakternya
pertanian tertentu. Dalam suatu sistem usaha sehingga dalam agenda pemanfataannya
tani, sumber daya fisik seperti tanah, air dan mengarah pada (1) Prinsip kesamaan ha kantar
udara berinteraksi hingga menciptakan kondisi generasi atas sumber daya; (2) Keseimbangan
suhu, angin, curah hujan tertentu dan lain-lain pemanfataan, preservasi dan konservasi; (3)
yang unik. Berbagai sumber daya dan proses Peningkatan kemanfaatan untuk generasi
biologis dan fisik secara sengaja dimanipulasi oleh yang akan datang. Sedangkan agenda program
sumber daya manusia di dalam system tersebut, aksi/implementasi yang realistis menurut
yaitu keluarga petani dengan segala pengetahuan, Altieri (2002) mencakup: (a) pendanaan dan
ketrampilan, pengalaman dan energinya. Sistem mekanisme, termasuk keberpihakan pada

89
sector pertanian; (b) peningkatan nilai tambah pembangunan pertanian berbasis agroekologi
teknologi asli untuk dijadikan sebagai bagian dari dalam suatu hierarki pembangunan, dengan
keunggulan kompetitif; (c) transfer teknologi; system produksi pertanian sebagai hierarki
(d) dukungan keilmuan melalui penelitian yang paling kecil dalam pembangunan. Hal ini penting
terkoordinatif; (e) peningkatan kemampuan agar kebijakan yang diambil pemerintah untuk
sumber daya manusia; (f) peningkatan kerjasama memberikan dukungan pembangunan pertanian
internasional; (g) dukungan instrument legal; (h) dalam bentuk masukan produksi dapat efektif
proses pengambilan keputusan yang transparan. dan efisien.
Pembangunan pertanian berkelanjutan
3.5. Pembangunan dan Pengembangan Sistem Per- berbasis agroekologi didukung oleh masyarakat
tanian Berkelanjutan Berbasis Agroteknologi dan disangga oleh 4 pilar yaitu: (1) secara
Lahan dataran tinggi dengan iklim dan jenis ekonomi fisibel (economically feasible) untuk
tanah yang berbeda mempunyai karakteristik membentuk suatu system produksi jangka
lingkungan tumbuh tanaman yang heterogen. panjang; (2) penggunaan teknologi yang
Lingkungan tumbuh demikian memenuhi sepadan (technologically appropriate); (3) secara
persyaratan fisiologis bagi jenis-jenis tanaman lingkungan tidak merusak dan berkelanjutan
tertentu. Kelompok jenis tanaman berdasarkan (environmentally sound and sustainable) dan (4)
persyaratan fisiologis harus memenuhi secara sosial dan budaya dapat diterima (socially
persyaratan agronomis yang diekspresikan and cultrurally acceptable) (Susanto, 2006).
dalam tingkat kesesuaian tanaman bagi berbagai Susanto (2006) berpendapat bahwa sektor
karakteristik fisk dan kimia tanah (Altieri, 2002). pertanian harus mampu memberikan kontribusi
Pengelolaan lahan untuk tanaman semusim dalam kualitas pertumbuhan yang memadai
memerlukan penanganan yang cukup sulit sehingga bentuk masukan perlu dimulai lagi dari
karena keadaan lahan dengan kemiringan sistem produksi pertanian dari hierarki yang
yang curam, sehingga diperlukan pengelolaan paling kecil. Dengan pemikiran yang demikian
dengan memperhatikan konservasi tanah dan maka partisipasi aktif masyarakat petani yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kesesuaian relative masih menghadapi berbagai bentuk
lahannya. Untuk pendekatan pengelolaan lahan keterbatasan dalam proses pertumbuhan bisa
yang berwawasan lingkungan (berkelanjutan) ditempatkan sebagai produsen, dan bukan hanya
dapat dilakukan melalui pengelolaan biofisik sebagai konsumen atau penerima pelayanan sosial
lahan dan tanaman, partisipasi dan peningkatan proses pertumbuhan.
pengetahuan petani melalui penyuluhan, Dengan perubahan ini akan membuat
penguatan kelembagaan dan penyediaan lembaga pertumbuhan menjadi berkelanjutan dan pada
saprodi, pemasaran dan modal usahatani gilirannya mampu mendorong pembangunan
(pendekatan ekologi, sosial dan ekonomi). sosial ekonomi yang dipicu dari masyarakat
Untuk membangun hal tersebut maka sebagai pelaku produksi pertanian. Pemilihan
pendekatannya dapat melalui usahatani teknologi lokal perlu dilakukan dengan tahapan
berkelanjutan berbasis agroekologi. Melalui sebagai berikut : (a) mempelajari kondisi fisik
pendekatan ini diharapkan terciptanya kondisi lokasi antara lain iklim, tanah, topografi, dan
sumberdaya lahan dan lingkungan yang lestari, elevasi; (b) memilih system penggunaan lahan
pemanfaatan lahan berkelanjutan tanpa terjadinya dan komoditas yang sesuai; (c) mempelajari
degdradasi lahan, meningkatkan produktivitas aksesibilitas, pemasaran, ketersediaan sarana
lahan dan meningkatkan pendapatan dan produksi dan peralatan; (d) mempelajari kondisi
kesejahteraan petani. Pembangunan pertanian sosial ekonomi masyarakat termasuk kemampuan
berbasis agroekologi pada dasarnya merupakan dalam membiayai penerapan teknologi, jenis-jenis
bagian integral dari pembangunan nasional komoditas yang sudah dikembangkan, teknologi
secara keseluruhan. Dengan demikian, kebijakan yang sudah dikembangkan dan ketrampilan
pembangunan nasional perlu menempatkan yang dimiliki; (e) mengajak masyarakat untuk

90
partisipasi aktif dalam memilih teknologi yang sikap mental maupun perilaku manusianya.
akan dikembangkan sehingga teknologi terpilih Penerapan model usahatani berbasis
betul-betul sesuai dengan kebutuhan dan minat agroekologi di wilayah dataran tinggi khususnya
masyarakat. di hulu DAS Deli diharapkan dapat memberikan
Pengembangan usahatani berbasis agroekologi keuntungan langsung kepada petani di samping
perlu ditekankan pada mempertahankan dan menghasilkan berbagai jasa yang dibutuhkan
meningkatkan tingkat produksi yang sudah masyarakat pada umumnya, antara lain sebagai
dicapai. Penjabarannya mencakup 4 dimensi yaitu objek wisata agro, penyedia lapangan kerja,
dimensi sosial ekonomi, sumberdaya sebagai asset penggalang ketahanan pangan, dan penyedia
produksi dalam usahatani, peningkatan peranan berbagai fungsi lingkungan seperti pengendali
masyarakat, dan program aksi/implementasi yang erosi dan longsor, penghasil oksigen, dan pengatur
realistis. Agenda pada dimensi sosial ekonomi tata air daerah aliran sungai.
perlu ditekankan kearah mengatasi kemiskinan,
keseimbangan produksi dan konsumsi, 4. Kesimpulan
keseimbangan demografi, kesehatan masyarakat, 1. Pembangunan dan pengembangan per-
penataan hunian yang manusiawi, dan tanian berbasis agroekologi merupakan
keseimbangan lingkungan dan pembangunan. salah satu solusi dari permasalahan yang
Sumber daya alam sebagai asset produksi perlu dihadapi petani dataran tinggi di kawasan
dipahami bentuk, keberadaan dan karakternya hulu DAS Deli Sumatera Utara.
sehingga dalam pemanfaatannya mengarah pada 2. Upaya-upaya penerapan kaidah-kaidah
prinsip kesamaan hak antar generasi atas sumber konservasi sumberdaya lahan tergantung
daya, keseimbangan pemanfaatan, preservasi dan dari kesadaran dan kemampuan petani
konservasi, dan peningkatan kemanfaatan untuk selaku subjek penentu pengelola lahan
generasi yang akan datang. Agenda pemberdayaan pertanian.
masyarakat mencakup pemanfaatan pengetahuan
dan teknologi asli (indigenous knowledge and 5. Daftar Pustaka
technology), kesetaraan akses sumber produksi, Altieri, M. A. 1998. Applying agroecology
pengakuan otoritas lokal, dan kebijakan to enhance productivity of peasant
pemerintah antar sector yang berpihak pada farming system in Latin America.
sektor pertanian (Susanto, 2006). Environ. Dev. Sustainability 1 : 197 –
Penerapan model usahatani berbasis 217.
agroekologi ini tidak terlepas dari upaya Altieri, M. A. 2002. Agroecology : the science of
menerapkan kaidah-kaidah konservasi natural resource management for poor
sumberdaya lahan dalam system usaha tani. farmers in marginal environments.
Pada prinsipnya tergantung dari kesadaran dan Agriculture, Ecosystems and
kemampuan petani selaku subjek yang menentukan Environment : 1 – 24.
dalam pengelolaan usahataninya. Namun disadari Anyamba, A., J. P. Chretein, J. Small, C. J.
benar bahwa petani pada umumnya masih dalam Tucker and K. J. Linthicum. 2006.
kondisi serba kekurangan sehingga pemenuhan Developing Global Climate Change
kebutuhan jangka pendek lebih diprioritaskan Anomalies Suggest Potential Disease
dibandingkan persoalan jangka panjang seperti for 2006 – 2007. International Journal
konservasi sumber daya lahan. Petani yang of Health Geographics, (5) : 6 – 10.
dipandang sebagai kelompok primer yang perlu BP-DAS Wampu Sei Ular. 2013. Karakteristik
mendapat informasi, pembinaan dan bimbingan DAS Deli. Bagian Program BP DAS
dari pemerintah melalui program pemberdayaan Wampu Sei Ular. Disampaikan Pada
dan penyuluhan. Bagi komunitas petani yang Lokakarya Penyusunan Rencana Umum
mempunyai karakteristik demikian diperlukan Pengelolaan DAS Terpadu DAS Deli di
pendekatan sistemik baik dari segi perubahan Hotel Garuda Plaza, Desembar 2013

91
CGIAR. 1978. Farming System Research at the Reinjntjes, C., B. Haverkort dan A. W.
International Agricultural Research Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan
Centers. Rome: TAC Secretariat, : Pengantar Untuk Pertanian
Agriculture Dept. FAO. Berkelanjutan dengan Input Luar
Dariah, A. 2007. Budidaya Pertanian pada Rendah. Kanisus. Jakarta.
Lahan Pegunungan. Warta Penelitian Shaner, A., B.A. Steward, dan S. Narain.
dan Pengembangan Pertanian 1982. Towards green villages : a
Indonesia. 29 (1) : 7 – 9. strategy for enviromentally sound and
Giller, K.E., G. Cadish, C. Ehaliotis, E. Adams, participatory rural development. New
W.D. Sakala, and P.L. Mafongoya, Delhi.
1997. Building soil nitrogen capital in Soehardjan, 2001 dan Tjitropranoto, 2001
Africa. In: Buresh, R.J., Sanchez, P.A. dalam Sulaiman, 2002.Smith, S.V., S.H.
and Calhoun, F. (Eds), Replenishing Bullock, A.H. Corona, E.F. Vizcaino,
soil fertility in Africa. SSSA Special M.E. Rodriguez, T.G. Kretzschmar,
Publication No. 51, Madison, L.M. Farfan, and J.M.S. Cesena. 2007.
Wisconsin, pp. 193-218. “Soil Erosion and Significanse for
Irianto, G. S., J. Duschesne, F. Forest, P. Carbon Fluxes in a Mountainous
Perez, C. Cudennec, T. Prasetyo, dan Mediterranean-Climate Watershed”.
S. Karama. 1999. Rainfall-Runoff Ecological Applications Journal 17 :
Harvesting For Controlling Erosion 1379 – 1387.
and Sustaining Up Land Agriculture
Development. Selected Paper From The Susanto, S. 2006. Agroekologi Sebagai Basis
10th International Soil Conservation dalam Pembangunan Pertanian
Organization Meeting, 24 – 29 May Berkelanjutan. Dalam : Revitalisasi
1999. p. 431 – 439. Pertanian dan Dialog Peradaban.
Editor : Jusuf Sutanto dan Tim.
Lavelle, C., J.D. Smolik and C. Mends. 2001. Penerbit Kompas. Jakarta.
Agricultural Systems in The Context of
Sustainable Development: The Case of van Noordwijk, M. dan K. Hairiah. 2006.
Low-Input Sustainable Agriculture (LISA). Intensifikasi Pertanian, Biodiversitas
Tanah dan Fungsi Agro-ekosistem.
Pranadji, T. 2006. Model Pemberdayaan Agrivita Volume 28 No. 3. Unibraw,
Masyarakat Pedesaan Untuk Malang.
Pengelolaan Agroekosistem Lahan
Kering. Disertasi. IPB. Bogor.

92

Anda mungkin juga menyukai