PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada mulanya Riset Operasi tidak terlepas dari perang dunia ke II. karena
terjadinya perang maka terjadi sebuah kebutuhan, iyalah bagaimana cara
mengalokasikan sumber sumber daya yang sangat terbatas kepada berbagai
elemen operasi militer dalam sebuah kegiatan secara efektif. Karena itulah
pemimpin pemimpin perang meminta saran kepada ahli dalam bidang sains
untuk melakukan pendekatan ilmiah untuk menghadapi permasalahan dan
melakukan upaya pemecahannya secara strategis.
Metode pengoptimalan proses pengambilan keputusan yg dibatasi
ketersediaan sumber daya mengenai bisnis, ekonomi, sosial maupun bidang
lainnya menggunakan pendekatan ilmiah berupa Pemrograman Linier. Pada tahu
1939 G.A Robert dan E.C Willia, mengembangkan untuk pertama kalinya
sebuah sistem komunikasi untuk Angkatan Udara(AU) Inggris.
Kemudian pada tahun1940 , Riset Operasi digunakan oleh McClosky dan
Trefthen dari Inggris untuk menenmukan suatu alat baru untuk mendeteksi
kegiatan militer musuh, mulai dari situlah ditemukan alat pendeteksi yaitu Radar.
Pada saat Amerika terlibat dalam perang dunia , 1942-1943 dibentuklah divisi
Riset Analisis.
Setelah perang berakhir , keberhasilan pada bidang militer menarik
perhatian para industriawan, mereka memperdalam teknik teknik yang ada untuk
kegiatan perusahaan. Secara lebih khusus banyak permasalahan dapat
terselesaikan dengan menggunakan teknik Riset Operasi.
Riset Operasi iyalah metode digunakan untuk memformulasikan dan
merumuskan sebuah permasalahan sehari-hari baik itu mengenai bisnis,
ekonomi, sosial ataupun bidang lainnya ke dalam suatu pemodelan matematis
untuk mendapatkan solusi yang optimal.
2. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori pemodelan di bidang operasi riset?
2. Bagaimana terbentuknya model-model yang ada di operasi riset?
3. Bagaimana penerapan pemodelan di bidang operasi riset dalam
kehidupan sehari-hari?
3. Tujuan
1. Mengetahui apa saja teori pemodelan di bidang operasi riset?
2. Mengetahui bagaimana terbentuknya model-model yang ada di operasi
riset?
3. Mengetahui bagaimana penerapan pemodelan di bidang operasi riset
dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN
I. MODEL TRANSPORTASI (DISTRIBUSI)
A. Arti dan Model Transportasi
Transportasi adalah adanya perpindahan barang dari satu tempat ke tempat
lain dan dari beberapa tempat ke tempat lain. Tempat asal barang disebut sumber
(resources) sedangkan tempat tujuan disebut destination. Hal ini merupakan
bagian dari kehidupan nyata manusia untuk memindahkan barang dari satu tempat
ke tempat lain. Misalnya disuatu tempat asal barang mempunyai jumlah produk
yang berlebih sehingga perlu ditransportasikan ke tempat lain yang
memerlukannya.
Proses kegiatan transportasi tidak hanya terjadi di antara perusahaan
manufuktur tetapi terjadi juga di dalam perusahaan manufuktur dalam skala mikro
seperti transfortasi bahan baku dari gudang–gudang bahan ke berbagai tempat
produksi (pabrik) agar bahan-bahan baku tersebut dapat di proses menjadi produk
setengah jadi atau produk jadi.
1. Satu Tempat Asal (Sources) Keberbagai Tempat Tujuan (Destination)
a) Jumlah barang
x ij yang dikirimkan harus lebih kecil dari jumlah barang
Nilai tempat tujuan T bila mempunyai j kolom, kita beri symbol Kj, sedangkan
sel-sel yang merupakan perpotongan baris Bi, dan kolom Kj disebut sel (Bi, Kj),
sehingga rumus umumnya menjadi:
Nilai Bi + Nilai Kj + Nilai (Bi, Kj) = 0
c) Untuk menerapkan rumus tersebut, pada tahap pertama B, dari baris i
diberi nialai sebesar 0 (nol)
d) Setelah seluruh sel-sel yang terisi “dinilai” untuk menghitung besarnya B i
dan Kj, selanjutnya dengan rumus yang sama dinilai sama pula semua sel
yang kosong. Tujuannya untuk mencari sel yang bernilai paling rendah,
dan kemudian menjadi sel yang harus diisi. Disinilah kelebihan MODI
dengan stepping stone, yaitu sel yang diisi perlu “dinilai” terlebih dahulu
sedangkan pada stepping stone cara menilai sel-sel yang harus diisi
dihitung secara lebih panjang prosesnya dan lebih lama.
e) Bila sol-sel kosong teah terisi, berarti diperoleh matriks baru yang berbeda
alokasinya dengan matriks awal, selanjutnya matriks baru tersebut perlu
dinilai lagi dengan prosedur yang sama dari (a) sampai (e).
4. Pemecahan dengan VAM (Vogel’s Approximation Method)
Metode Vogel’s atau VAM tampaknya merupakan perbaikan dari cara-cara
perhitungan diatas, selain lebih mudah juga lebih praktis dan cepat.
Prosedur VAM terdiri dari:
a) Cari dan hitung besarnya selisih angka biaya transport peringkat terkecil
dengan angka biaya transport yang lebih besar pada peringkat berikutnya
dalam setiap baris dan kolom masing – masing.
b) Angka selisih tersebut dalam butir (a) ditempatkan diujung masing-masing
baris atau diujung puncak kolom masing – masing.
c) Angka-angka tersebut, baik yang berada di ujung baris maupun puncak
kolom yang paling besar selisihnya. Angka yang dipilih menunjukan baris
atau kolom yang sel-selnya akan dipilih untuk diisi sesuai dengan
kapasitas ataudaya tampungnya
d) Hanya sel-sel baris atau kolom yang mempunyai biaya transportasi paling
kecil mendapat prioritas untuk memperoleh alokasi untuk diisi.
e) Bila baris atau kolom yang selnya diisi telah penih sebesar kapasitas atau
daya tampungnya, maka baris atau kolom seharusnya “arsir” sebagai
“tanda” agar tidak diganggu dalam proses perhitungan berikutnya. Akan
tetapi, apabila baris atau kolom belum penih, karena masih lebih kecil dari
kapasitas atau daya tampungnya maka biarkan saja tidak perlu diarsir.
f) Tahap berikutnya, menjalani prosedur secara cermat dari (a) sampai
dengan (e)
5. Dummy
Dalam dunia nyata sering terjadi ketidaksamaan antara jumlah kapasitas daerah
sumber (asal) dengan daya tamping daerah tujuan.
Dapat saja KA Dt atau KA Dt
KA = kapasitas daerah asal (a)
Dt = daya tamping tempat tujuan (t)
Bila hal itu terjadi, maka kapasitas dan daya tamping harus disamakan terlebih
dahulu. Caranya dengan menambahkan dummy (kepada salah satu yang lebih
kecil).
6. Model Penghematan Paling Kecil ( Least Cost Model)
Selain cara-cara diatas hamper semua orang mempraktkan model
trasportasi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari – hari. Setelah itu, harus
mencari biaya, maka yang terkecil lebih dahulu dipilih. Selain itu, harus mencari
biaya yang masih murah berikutnya, walauoun lebih besar. Inilah prinsip logika
dari least cost stone model tersebut. Cara ini sebenarnta hanya merupakan
perbaikan dari stepping stone berbasis northwest corner ( sel di pojok kiri atas)
untuk “menilai” dalam mengisi sel.jadi, least cost ialah cara untuk memulai
pengisian sel pada matriks permulaan. Lanjutan penyelesaiannya untuk mancari
matriks yang optimum dapat dilakukan dengan stepping stone atau “MODI”. Jadi,
sekali lagi least cost model ini cara permulaan menisci sel pada matriks
permulaan.
Pemilihan sel (Bi, Kj) untuk diisi paling dahulu, karena sel (Bi, Kj) tersebut
mempunyai nilai biaya transportasi yang paling kecil, yakni 10. Selanjutnya, sel
lain yang diisi mengikuti logika daya tamping kolom dan kapasitas baris masing-
masing. Untuk mengikuti matriks optimum, anda dapat memprosesnya dengan
stepping stone atau MODI. Hasilnya harus sama dengan cara pada halaman
sebelumnya.
7. Maksimum Penghematan (Maximum Net Saving, MNS)
Adapun cara Maksimum Penghematan adalah sebagai berikut:
a) Susunlah masing-masing kapasitas daya tamping lengkap dengan biaya
transportasi dari setiap tampat asal ke setiap tempat tujuan.
b) Perhatikan masing-masing kolom dan baris. Lalu cari selisih biaya
transportasi dari setiap transportasi terbesar dengan terkecil pada setiap
kolom dan baris. Angka tersebut Selisih Penghemataan Maksimum (SPM).
c) Setiap SPM pada masing-masing kolom dan baris dikalikan dengan unit
daya tamping.
d) Urutkan nilai penghematan maksimum (NPM) semua kolom.
e) Kolom dengan prioritas nomor 1 mempunyai kesempatan pertama untuk
diisi sel-selnya.tentukan sel untuk diisi harus sel yang mempunyai biaya
transportasi paling kecil dalam kolom bersangkutan.
f) Total biaya transportasi minimum adalah jumlah perkalian unit barang
dengan biaya transportasi dari seluruh sel yang terisi.
C. Matrikulasi Data
Selanjutnya, bagaimana memasukkan data tersebut kedalam matriks?
Perhatikan hal berikut ini. Tempat a dan b (pabrik) hanya mengeluarkan saja
(outgoing); tempat g hanya menerima saja (incoming). Daerah yang lain
mempunyai anak panah, menerima (incoming) dan mengeluarkan (outgoing),
yakni c, d, e dan f.
Jadi, a dan b sebagai pabrik hanya murni mengeluarkan produk yang
dihasilkan saja (men-supply), sedangkan daerah g hanya menerima saja (demand)
atau pure demand. Tempat lainnya c dan d berfungsi menerima lalu memasok
sebelum barang-barang mencapai tujuan akhir. Untuk mengkontruksi hal-hal
tersebut ke dalam bentuk LP (linear programming), perhatikan langkah-langkah
berikut.
1. Gunakan symbol X ij sebagai jumlah barang yang dikirimkan dari satu
tempat ke tempat yang lain.
Misalnya X ab=¿ jumlah barang yang dikirimkan dari adan b dan
seterusnya.
2. Kendala ditentukan oleh “kapasitas” dan “daya tamping”masing-masing
tempat. Misalnya A berkapasitas 2.000, sedangkan e = 1.600 lalu untuk
membedakan antarapenyalur (sumber) dengan penerima (tempat tujuan),
maka tempat penyalur (sumber) dengan penerima (tempat tujuan), maka
tempat penyalur (asal) diberi tanda (+), sedangkan sisi kanan (penerima
atau tujuan) bertanda (-). Jadi, dalam kasus di atas a dan b bertanda (-),
sedangkan e, f dan g bertanda (+). Selanjutnya, mari kita susun matriks
seperti tabel dibawah ini.
Keterangan:
1. Sel (a, Xac) dan (Aa. Xad) berisi angka 1, karena terdapat pengiriman
barang dari a ke c dank e d. sama halnya sel (b, Xbc) dan sel (b, Xbd) dan
sel-sel yang lain.
2. Sel (c, Xac) = -1, karena c menerima (penerima) setelah dikeluarkan
(penyalur) dari a.
Sel (d, Xad) = -1, karena d menerima (penerima) setelah dikeluarkan
(penyalur) dari a dan sama halnya untuk sel-sel lain yang berisi angka -1.
3. Setiap kolom + 1 – 1 = 0 (vertikal)
4. ∑ +1 dan ∑ −1 = 0 (horizontal = baris). Disini 11+(-11) = 0.
5. Kolom terakhir a = 2.000, b = 2.400 sebagai sumber, sedangkan e =
-1.600, f = -1.800, dan g = -1.000 sebagai penerima.
Catatan:
Biaya Xcc, Xdd, Xee = 0 karena dari c ke c, d ke d, dan e ke e tanpa biaya
alias nol. M adalah biaya yang tidak ada karena tidak ada alokasi barang.
Dari matriks diatas, maka dengan value judgement (logika) dicari biaya
transportasi terkecil selain 0 (nol) seperti berikut.
Kolom c : Biaya transportasi terkecil adalah 4, yakni Xbc yang berarti
sejumlah barang (x) dikirimkan dari b ke c. berapa banyaknya? Lihat secara
horizontal, yakni sebanyak 2.400 unit.
Kolom d : Biaya transportasi terkecil adalah 8, yakni Xad, yang berarti dari
a ke d. berapa banyak? Lihat secara horizontal, yakni sebanyak 2.000 unit.
Hal itu dapat digambarkan seperti pada gambar berikut.
Lalu dari terminal antara c dan d kemana dikirimkan dan berapa banyak?
Kolom e : biaya terkecil selain nol adalah 16, yakni Xce. Artinya dari c
harus ke e. berapa banyak? Lihat vertikal, yakni 1.600. akan tetapi, karena
yang dikeluarkan lagi oleh terminal c sebanyak 2.400, maka pada baris c
terdapat Xef, artinya c mengirim ke f sebanyak (2.400-1.600) atau 800 unit.
Kolom f : biaya transportasi terkecil adalah 8, Xdf yang berarti pengiriman
dari d dikirim ke f sebanyak 1.800 unit.
Kolom g : biaya transportasi terkecil adalah 6, yaitu Xfg yang berarti
pengiriman f ke g sebanyak 1.000 unit.
Berdasarkan hal itu kita dapat membuat gambar alur pengiriman secara lebih
lengkap, yakni seperti gambar berikut.
Daerah pemasaran f menerima 800 unit (dari c) dan 1.800 unit (dari d).
padahal f hanya butuh 1.800 unit saja, sehingga kelebihan sebanyak 800 unit
(2.600 unit-1.800 unit) harus dikirimkan ke pasar g. padahal pasar g hanya
memerlukan 1.000 unit. Dilain pihak d menerima 2.000 unit yang dapat
disalurkan untuk memenuhi pasar g.
Masalahnya apakah total biaya transportasinya dalam gambar 6.3 sudah paling
minimum? Hal ini masih dapat coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh
alur pengiriman barang dengan total biaya paling kecil, dapat dilihat pada
gambar 6.4.
Ingat tentang model transportasi yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,
bahwa besarnya biaya transportasi adalah jumlah unit barang dikalikan dengan
biaya transportasi per unitnya.
Menurut pendapat penulis, model terminal antara (transshipment) ini
digunakan bila seluruh jaringan distribusi pabrik besar kea gen kecil sampai
dengan pengecer
Dibawah kendali satu manajemen. Sehingga total biaya transportasi dari pabrik
keagen besar lalu keagen kecil sampai dengan pengecer dan konsumen menjadi
minimum. Akan tetapi, apabila manajemen pabrik hanya bertanggung jawab
sampai agen (terminal pertama) saja, maka tidak perlu menggunakan model
terminal antara (transshipment) ini. Pihak pabrik hanya berkepentingan
meminimumkan total biaya transportasi dai gudang-gudang pabrik kea gen besar.
Selanjutnya, tanggung jawab agen besar kea gen kecil, lalu agen kecil ke para
pengecer, dan seterusnya sampai kekonsumen.
∑ ai +c >∑ b j +c
i=1 j=1
a i=0untuk i=r +1 , r +2 , … , n
b j=0 untuk j=1,2 ,… , p
∑ ai +c <∑ b j +c
i=1 j=1
a i=0untuk i=r +1 , r +2 , … , n
b j=0 untuk j=1,2 ,… , p
( )
w i∗ ∑ aij x j∗−b i =0 ,i=1, … , m
j=1
x j∗¿
III. Model Penugasan Pekerjaan (Job Assignment Model)
A. Arti Penugasan
Penugasan berarti berhubungan dengan pemberian tugas pekerjaan
terhadap karyawan. Model penugasan ini berkaitan dengan alokasi
karyawan atau mesin yang tersedia. Mungkin saja tersedia beberapa tugas
pekerjaan dan beberapa karyawan atau mesin yang siap dioperasikan.
Penugasan karyawan atas suatu pekerjaan akan menimbulkan biaya.
Tujuannya dalah menugaskan karyawan-karyawan untuk mengerjakan
pekerjaan dimana setiap karyawan mendapatkan satu tugas, sehingga total
biaya penugasan menjadi minimum. Situasi ini disebut dengan istilah
penugasan.
n m
Fungsi Tujuan: Minimumkan Z=∑ ∑ b ij X ij
i=1 j=1
Dengan bij adalah biaya yang harus dibayarkan, sedangkan Xij adalah
jumlah karyawan yang ditugaskan.
Fungsi Kendala :
n
X ij =0 atau 1
Jika X ij =0 berarti tidak ada karyawan yang ditugaskan pada pekerjaan
tertentu
X ij =1 berarti ada karyawan yang ditugaskan pada pekerjaan
tertentu
B. Contoh Kasus 1
Perhatikan table 7.2 berikut. Berdsarkan alokasi tersebut sel-sel tertentu,
yakni sel (1-1) + sel (2-2), dan sel (3-3)memperoleh alokasi 1 pekerja
sesuai dengan kebutuhannya (masing-masing pekerjaan memperoleh
hanya 1 alokasi karyawan).
Masalahnya apakah alokasi tersebut telah optimum dalam arti
menghasilkan total biaya atau alokasi yang paling kecil? Bagaimana
caranya?
Model penugasan memberi petunjuk untuk menambah atau mengurangi
angka-angka pada setiap sel dgn angka tertentu. Bila konstanta ρi dan φj
merupakan angka pengurang untuk setiap sel ke j dan baris ke i maka
akan diperoleh angka biaya transportasi pada setiap sel, yakni
C ij ( baru ) =Cij ( lama )−ρi−φ j
Sehingg berdasarkan program linier tujuan akan tambah menjadi:
∑ ∑ Cij X ij −∑ ρi ∑ X ij −∑ φ j ∑ x
i j i j i j
Pada contoh table 7.2, angka pengurang pada setiap baris adalah angka
biaya terkecil pada masing-masing baris.
Berdasarkan hal tersebut maka angka-angka biaya karyawan pada setiap
sel dalam matriks table 7.2 berubah melalui cara berikut.
Baris 1 : (10-10) = 0, (14-10) = 4, (18-10) = 8, semua angka
dikurangi angka 10 yaitu angka yang paling kecil pada
barisan 1.
Baris 2 : (28-20) = 8, (20-20) = 0, (24-20) = 4, semua angka
dikurangi angka 20 yakni angka yang paling kecil pada
barisan 2.
Baris 3 : (30-26) = 4, (26-26) = 0, (32-26) = 6, angka 26 yang
paling kecil dalam baris 3 sebagai pengurang angka-angka
yang lain.
Lalu periksa baris dan kolom yang masih belum mempunyai angka
0. Lalu angka-angka dalam kolom 3 inipin dikurangi dengan angka
terkecilnya, yakni dikurangi dengan angka 4 sehingga matriksnya berubah
lagi menjadi berikut.
Semua baris dan kolom pada tabel7.4 tersebut telah mempunyai angka nol,
sehingga table telah optimum. Tabel ini menyimpulkan:
a. Pekerjaan 1 diserahkan kepada karyawan 1
b. Pekerjaan 3 diserahkan kepada karyawan 2
c. Pekerjaan 2 diserahkan kepada karyawan 3
Cara menghitungnya mudah, kan tetapi dapat terjadi bahwa tidak semua
karyawan memperoleh penugasan yang layak seperti contoh diatas.
C. Contoh Kasus 2
Tabel 7.5 akan menjelaskan contoh penugasan yang tidak layak.
Dengan mengurangi angka pada setiap sel pada baris-baris dengan angka
paling kecil bersangkutan, seperti cara diatas maka diperoleh table 7.6
berikut ini.
Catatan :
a. Kumulatif % dari total rupiah :
Bila lebih kecil 80% → kelas A
80-95% → kelas B dan bila
Lebih besar 95% → kelas C
b. *) 42.900/59.860 = 71,7%
**) 52.900/59.860 = 88,4%
K
kali pesan. Bentuk umum frekuensi pembelian = sedangkan ongkos (biaya)
Q
order = Bo.
K
Jadi, Total Biaya Order (TBo) = × Bo
Q
KBo
TBo= …(Rumus 2)
Q
a. Total Biaya Sediaan (TBS) atau Total Inventory Cost (TIC)
Berdasarkan rumus 1 dan 2 diperoleh Total Biaya Sediaan (TBS) = TBp + TBo
QBp KBo
TBs= + …(Rumus 3)
2 Q
b. Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economically Order Quantity, EOQ)
Total Biaya Sediaan (TBS) yang paling ekonomis terjadi pada saat TBp = TBo.
2 KBo
Qe=
√ Bp
…(Rumus 4)
Bp
2 KBo
¿
2 KBo
2 KBo
√Bp
Bp
2 KBo Bp
¿ 2 KBo
√ Bp
×
2 KBo
¿ Bp
√ 2 KB o
Bp
=¿
…(Rumus 5)
Keterangan:
Stock on hand = persediaan bahan di tangan
On order = bahan dalam pemesanan
Reorder Point = titik pemesanan kembali
Safety stock = cadangan penyelamat
Lead time = lamanya pesanan, dihitung sejak tanggal pesanan sampai dating
di gudang.
Selama pesanan (lead time) persediaan bahan tetap digunakan sejumlah A’
sampai B’. Pada B’, bahan yang dipesan sejumlah EOQ (sebesar B’B”) masuk ke
gudang sehingga persediaan yang ditinggal BB’ bertambah sebanyak BB’B”
(sebesar EOQ, karena B’B” = A’A”). Sekarang telah tersedia bahan sejumlah
BB’B” unit.
Bahan sejumlah BB’B” tersebut digunakan sebelum periode BD, selama
B”C”D. Akan tetapi pada saat persediaan mencapai titik C” telah pula dilakukan
pesanan kembali sebanyak EOQ yakni C’C”. Pesanan pada titik C”, dating selama
lead time yaitu pada titik D” sehingga persediaan pada titik D menjadi DD’D”D”’
unit. Demikian seterusnya.
1
× [ ( jumlah pembelian yang memperoleh potongan × potongan harga )−( jumlah pesanan normal ×ha
2
Contoh: suatu perusahaan pemasok bahan baku menawarkan daftar penawaran
harga seperti Tabel 8.3.
1 20
ekstra per tahun =
2
( 500 ×0,95−200× Rp1,00 ) ×( )
100
=Rp 27,5 juta
(Rumus 2)
Jumlah pembelian yang mendapat potongan harga adalah 500 unit, harga
yang telah dipotong Rp0,95. Jumlah pesanan normal 200 unit dan harga
normal Rp1,00 per unit
Pengiritan biaya dalam 1 tahun = (a) – (b)
= Rp60 juta – Rp27,5 juta
= Rp32,5 juta
Apabila Pesanan 1.000 Unit
a. Pengiritan biaya bahan setahun = 1.200 × (Rp1,00-Rp0,90) = Rp120 juta
b. Biaya penyimpanan setahun
1
¿ [ ( 1.000× Rp0,90 )−( 200 × Rp 1,00 ) ] =Rp 350 juta
2
Pengiritan biaya pengadaan bahan setahun = (a) – (b)
= Rp120 juta – Rp70 juta
= Rp50 juta
Dalam masalah ini dipilih untuk melakukan pemesanan bahan sebanyak
1.000 unit setiap kali order. Artinya, menajemen memutuskan untuk membeli
“dengan discount”. Syaratnya antara lain mempunyai gudang yang berkapasitas
cukup menampung 1.000 unit tersebut. Selain itu, perlu upaya untuk menjaga
lebih intensif agar kerusakan bahan tetap minimum, pengaturan gudang bahan
agar masuk dan keluarnya lancer. Melatih para karyawan gudang untuk lebih
cermat dan cepat.
Sebagai tambahan, kita dapat menggunakan istilah keiritan atau
kehematan atau penghematan sebagai terjemahan dari kata saving.
V. MODEL ANTRIAN (WAITING LINE MODEL)
A. Ruang Lingkup Antrian
“Antrian” atau “queueing” atau “waiting line” adalah kegiatan yang timbul
karena jumlah fasilitas pelayanan jasa lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
orang yang memerlukan pelayanan bersangkutan. Misalnya, mobil antri membeli
Bahan Bakar Minyak (BBM).
Masalah yang berkaitan dengan antrian adalah waktu menunggu agar tidak
terlalu lama dan tidak terlalu boros waktu. Sedangkan masalah panjang antrian
berkaitan dengan tempat (space) untuk menunggu dan cara untuk mengatasinya
adalah model antrian.
Teori antrian adalah teori yang membahas seluk beluk antri yang dilakukan
oleh orang atau benda atas kehendak manusia.
B. Disiplin Antrian
Antri adalah berdiri berderet dalam suatu barisan memanjang dari depan
kebelakang. Dalam hal ini disiplin yang harus ditaati pada saat antri adalah bahwa
orang yang datang lebih dulu adalah orang yang harus dilayani lebih dulu atau
first come,first served.
C. Jenis Antrian
a. jalur tunggal, satu tahap pelayanan.
Contoh : Tempat praktik umum seorang dokter.
b. jalur tunggal, beberapa tahap pelayanan
Contoh : saat beli karcis kereta api, kita juga akan antri untuk masuk peron
melalui pintu pemeriksaan. Selanjutnya naik keatas kereta api sampai stasiun
tujuan, dan antri keluar melalui pintu stasiun dengan menyerahkan karcis bekas.
c. Jalur ganda, satu tahap pelayanan
Contoh : Antrian pasien disuatu rumah sakit, dimana terletak beberappa
dokter (paramedis) yang menangani pasien lebih dari seorang (beberapa orang).
d. Jalur ganda, beberapa tahap pelayanan bertahap ganda
Contoh : Perusahaan perakitan mobil, dimana terdapat beberapa jalur
perakitan sehingga pada saat yang sama dapat dirakit beberapa mobil pada jalur
yang berbeda.
D. Sifat Dasar Antrian
- Pola Kedatangan ( The Arrival Pattern)
- Pola Pelayanan ( The Service Pattern);
- Intesnsitas lalu lintas atau kegunaan (The traffic intensity or utilization);
- Jumlah jalur Pelayanan (The Number of Service Channel);
- Disiplin Antrian (thev queue discipline).
a. Pola kedatangan
Dapat datang secara berkelompok dalam jumlah besar atau kecil bahkan
sendiri-sendiri. Demikian pula, keadaan datangnya bisa teratur atau tidak teratur,
dalam arti interval waktu kedatangannya secara sembarang ataupun tetap. Dalam
hal ini pola kedatangan dalam suatu antrian sangat bervariasa dan berbeda satu
sama lain. Untuk pola kedatangan random maka bentuk distribusinya poisson.
Tingkat kedatangan dalam satuan waktu dinyatakan dalam lambda ¿, dan
menurut statistik dapat dibuktikan bahwa tingkat kedatangan mengikuti distribusi
poisson rata-rata jarak antara (interval kedatangan) yaitu ¿.
b. Pola Pelayanan
simbol yang digunakan untuk rata-rata tingkat pelayanan dalam model
antrian adalah myu (μ ¿ yang merupakan lamanya pelayanan dalam satuan waktu.
Tingkat pelayanan mengikuti suatu distribusi eksponensial. Jika rata rata
pelayanan μ maka penyebaran (distribusi) waktu pelayanan mengikuti suatu
distribusi eksponensial yang negatif, dengan waktu pelayanan adalah 1/ μ.
Secara umum kondisi atau asumsi yang berlaku untuk model antrian
adalah :
a. tingkat kedatangan menurut distribusi poisson (poisson arrival rate).
b. waktu pelayanan diasumsikan mengikuti distribusi eksponensial (eksponensial
service time).
c. displin, yang datang dahulu harus memperoleh pelyanan lebuh dulu,
d. tingkat rata-rata pelayanan μ lebih besar daripada rata-rata tingkat kedatangan
λ.
E. Formula Model Antrian Jalur Tunggal Satu Tahap Pelayanan
Secara umum dapat dikatakan bahwa variabel pokok dari suatu antrian
adalah hanya tingkat kedatangan yang diberi tanda λ dan tingkat pelayanan diberi
tanda μ. Kita akan gunakan bentuk antrian jalur tunggal dan satu tahap pelayanan.
Misalnya, dalam suatu fasilitas atau tempat antrian pada waktu permulaannya
tidak terdapat orang atau mobil yang antri atau A=0, bila beberapa saat kemudian
dapat terjadi kemungkinan, misalnya kedatangan 1 orang dalam periode ∆ t maka
kemungkinan tersebut beesarnya adalah
λ x ∆ t= λ ∆t
sedangkan kemungkinan dilakukannya pelayanan dalam waktu ∆ t adalah
tingkat pelayanan dikalikan dengan waktu ∆ t atau μ dikalikan dengan
pertambahan waktu. Dengan kata lain probabilitas suatu pelayanan dalam waktu
∆ t adalah μ( ∆ t).
Kemungkinan kedatangan dalam suatu interval waktu sebesar ∆ t adalah
μ( ∆ t). Padahal waktu yang sama ∆ t dari unit pelayanan (μ ¿ terdapat
kemungkinan 1 orang meninggalkan antrian berarti kemungkinannya adalah
μ( ∆ t). Mengingat interval waktu ∆ t sangat kecil sehimgga kita menganggap
bahwa kedatangan dan kepergian lebih dari satu unit selama waktu ∆ t adalah 0.
Oleh karena itu, “∆ t m erupakan angka yang sangat kecil sekali atau sama
dengan nol untuk jumlah kedatangan n lebih besar dari satu. Dengan demikian
secara umum jumlah yang antri selama interval waktu ∆ t mempunyai tiga
kemungkinan yang akan terjadi, yakni ;
1. Jumlah bertambah satu orang dalam antrian karena adanya satu orang
datang tetapi tidak ada yang berangkat meninggalkan tempat pelayanan.
2. Jumlah berkurang satu orang karena tidak ada orang yang datang, tetapi
ada satu orang yang meninggalkan antrian karena telah selesai dilayani.
3. Jumlah tetap sama karena hanya ada satu orang yang datang dan satu pula
yang meninggalkan antrian karena telah selesai dilayani.
λ +µ λ
Pn+ 1= Pn− P n−1.................................(5)
µ µ
Selanjutnya, dengan mensubtitusikan atau memasukkan nilai n=1, maka
persamaan nomor 5 tersebut kan menjadi persamaan berikut.
λ +µ λ
Pn+ 1= Pn− P n−1 atau
µ µ
λ+ µ λ
P 2= P1− P1−1.................................................(6)
µ µ
λ
Tapi ingat, bahwa persamaan nomor 4 menyatakan bahwa P1= P
µ 0
Jadi, apabila persamaan nomor 6 digabung dengan persamaan nomor 4 akhirnya
menjadi berikut.
λ+ µ λ
P 2= P1− P0 ,tetapi
µ µ
λ+ µ λ λ
P 2= P [ P ]− P
µ 1 µ 0 µ 0
λ λ+ µ
P 2= [ −1]P 0
µ µ
λ λ µ
P2= [ + −1] P0
µ µ µ
λ λ
P2= [ +1−1] P0
µ µ
λ λ
P2=[ ] x [ ]P0
µ µ
λ 2
P2=[ ] P0.............................................................(7)
µ
2
λ
Sedangkan persamaan nomor 7 adalah p2 = []p
μ 0
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa :
n
λ
pn = []
p
μ 0 ...........................................(8)
Sampai disini anda perlu tahu atau mungkin sudah tahu bahwa berbagai
kemungkinan seperti diterangkan diatas adalah 100%. Dengan demikian, jumlah
1
λ
1−
terhingga yang apabila dihitung akan menghasilkan nilai sebesar μ
Oleh karena itu , persamaan nomor 10n dapat diubah menjadi sebagai berikut
1
p0 =
1
λ
( ) 1−
μ
λ
p =1−( )
0
μ .......................................(11)
Bila persamaan nomor 11 dimasukkan pada persamaan nomor 8 maka hasilnya
adalah
n
λ
pn = []
p
μ 0 (persamaan nomor 8)
Jadi,
pn =
λ
μ ( ) (1− μλ ) ..........................(12)
Persamaan nomor 12 tersebut nerupakan rumus umum untuk menghitung
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu antrian.
nilainya sama dengan 2
maka prose perhitungan berikutnya adalah seperti ini.
1
1
Ls
2
1
1
Ls
1 1
Ls
1
Ls
Ls
Ls
Ls
.....(14)
Jika kita ingin menghitung jumlah rata-rata dalam sistem diselesaikan
dengan peramaan 14.
3. Jumlah Rata-Rata Dalam Antrean (La)
Jumlah rata-rata dalam antrean ( La) berkaitan erat dengan lamanya tingkat
pelayanan () dan tingkat kedatangan (). Rasio antara tingkat kedatangan dengan
tingkat pelayanan disebut tingkat kesibukan, yakni
K
Dengan demikian, jumlah rata-rata menunggu dalan antrean (La) adalah jumlah
rata-rata yang menunggu dalam sistem dikalikan dengan tingkat kesibukan
pelayanan. Jadi,
La Ls Ls
2
maka, La
( )
4. Rata-Rata Waktu Menunggu Dalam Sistem (Ws)
Rata-rata waktu menunggu dalam sistem (Ws) dipengaruhi oleh 2 hubungan
faktor, yakni jumlah yang antre dalam sistem (Ls) dibandingkan dengan tingkat
kedatangan dalam sistem (). Jadi rata-rata waktu menunggu dalam sistem adalah
Ls
Ws padahal Ls
1
Jadi, Ws
1
Ws
5. Rata-Rata Waktu Menunggu Dalam Antrean (Wa)
Rata-rata waktu menunggu dalam antrean (Wa) dipengaruhi oleh jumlah rata-
rata dalam antrean (La) dibandingkan dengan tingkat kedatangan dalam antrean
().
La 2
Wa padahal La
( )
2 1
Jadi, Wa
( )
Wa
( )
6. Perbedaan Rata-Rata Jumlah Antrean Dengan Sistem
Diketahui bahwa perbedaan antara jumlah rata-rata dalam sistem (Ls) dengan
jumlah rata-rata dalam antrean (La) adalah 1, yaitu banyaknya orang yang sedang
menerima pelayanan (service). Jadi, Ls – La = 1.
7. Perbedaan Rata-Rata Waktu Antrean Dengan Sistem
Perlu diketahui pula bahwa perbedaan antara waktu rata-rata dalam sistem
(Ws) dengan waktu rata-rata dalam antrean (Wa) adalah
1 1
atau Ws Wa
8. Tingkat Kesibukan Pelayanan
Apabila tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan sama besar, berarti K=1.
Hal ini berarti bahwa secara teoritis tingkat kesibukan pelayanan yang paling
tinggi adalah 100 %. Selain itu, perlu diingat bahwa harus lebih besar daripada
.
9. Waktu Pelayanan Yang Konstan
Rumus-rumus sebelumnya hanya dapat diaplikasikan pada pekerjaan yang
waktu pelayanannya tidak konstan.
a. Rata-rata jumlah dalam antrean dengan pelayanan waktu yang konstan (Lak)
Lak 1
Lak La
2 2
1
Jadi, Lak untuk waktu pelayanan yang konstan merupakan La.
2
2 1
Lak
2
2
Lak
2
Contoh Soal:
1. Pada suatu swalayan “Rayhan FZ”, pada satu kassa terdapat antrean orang
yang akan membayar. Dari pengamatan yang dilakukan, tingkat kedatangan
berdasarkan distribusi Poisson, edangkan tingkat pelayanan berdistribusi
eksponensial. Rata-rata kedatangan konumen adalah 1 orang dalam 240
detik. Adapu rata-rata pelayanan kasir adalah 180 detik.
Hitunglah:
a. Tingkat Kesibukan Kasir
b. Tingkat Pengangguran Kasir
c. Jumlah rata-rata yang antre dalam antrean
d. Jumlah rata-rata yang antre dalam sistem
e. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean
f. Rata-rata waktu menunggu dalam sistem
g. Probabilitas terjadinya 5 orang dalam antrean
Jawaban:
a. Tingkat kedatangan adalah 1 orang dalam 240 detik, berarti 1 orang dalam 4
menit atau 15 orang dalam 60 menit atau 15 orang perjam.
Jadi, λ=15 orang perjam
Rata-rata waktu pelayanan adalah 180 detik. Berarti 1 orang setiap 3 menit.
Jadi pelayanan dalam satu jam adalah
μ=20 orang per jam
Tingkat kesibukan kasir adalah
λ
K=
μ
K = 15 orang per jam / 20 orang per jam
K = ¾ =0,75
K = 75%
Berarti tingkat kesibukan kasir adalah 75% (sang kasir cukup capek)
b. Tingkat nganggur kasir berarti = 1-K Atau 100% - 75% = 25%
c. Jumlah rata-rata yang antre dalam antrean
λ2
La =
μ( μ− λ)
152
La =
20(20−15)
225
La =
20(5 )
La =2 ,25
Orang yang antre
d. Jumlah rata-rata orang yang antre dalam sistem
λ
L1=
μ (μ−λ )
15
L1=
(20−15 )
15
La =
5
La =3
Artinya, jumlah rata-rata yang antre termasuk yang sedang dilayani kasir
berjumlah 3 orang
e. Rata-rata yang menunggu dalam antrean adalah
λ
W a=
μ( μ−λ )
15
W a=
20(20−15 )
15
W a=
20(5)
W a =0, 15
Artinya, rata-rata waktu menunggu dalam antrean adalah 0,15 jam atau
15
×60 menit=9 menit
100
f. Rata-rata waktu menunggu dalam sistem adalah
λ
W 1=
( μ−λ )
1
W 1=
(20−15)
1
W a=
5
W a=12 menit
Artinya, rata-rata menunggu dlam sistem adalah 12 menit
g. Kemungkinan terjadinya jumlah orang yang antre sebanyak 5 orang dalam
antrean adalah
λ n λ
Pn = ( )( )
μ
1−
μ
5
15 15
P5 = ( )( )
20
1−
20
5
3 1
P5 = ( )( )
4 4
243 1
P5 = ×
1024 4
P5 =0 , 0593
Artinya, kemungkinan terjadinya jumlah orang yang antre sebanyak 5 orang
dalam antrean hanya sebesar 5,93%.
2. Tingkat kedatangan kendaraan bermotor pada pintu masuk gerbang tol
“RFZ” adalah sebesar 120 mobil perjam. Adapun tingkat pelayanan penjual
karcis tol adalah sebesar 150 mobil perjam. Hanya tersedia satu gerbang tol
saja yang beroperasi. Tingkat kedatangan dan tingkat pelyanan masing
masing mengikuti penyebaran Poisson dan Eksponensial.
Hitunglah:
a. Tingkat kesibukan oelayan karcis tol (K)
b. Rata-rata jumlah mobil yang antre pada antrean (La)
c. Rata-rata waktu menunggu mobil dalam antrean (Wa)
Jawaban :
a. λ = 120, dimana λ adalah tingkat kedatangan per jam
µ = 150, dimana µ adalah tingkat pelayanan per jam
tingkat kesibukan K = λ/µ = 120/150 = 0,80
artinya, tingkat kesibukan petugas karcis tol adalah 80%, sedangkan waktu
mengganggur (idle time) sebesar 100%-80%=20%.
Sebelum menjawab lebih lanjut,kita ketahui bahwa kerja seorang petugas
tol dengan mesin otomatis, berarti tingkat pelayanan konstan. Jadi, rata-
rata jumlah mobil dalam antrean adalah
λ2
Lak =
2 μ( μ−λ )
1202 14 . 400
Lak = =
2(150 )(150−120 ) 300×30
14 . 400
Lak =
9000
Lak =16
Artinya, rata-rata jumlah yang antre adalah 16 mpbol
b. rata-rata waktu menunggu dalam antrean
λ
W ak =
2 μ( μ−λ )
120 120
W ak = =
2(150 )(150−120 ) 300×30
120
W ak =
9000
W ak =0.013 jam
Artinya, waktu menunggu setiap mobil dalam antrean adalah 0.013 x 60
menit = 0,78 menit.
Kebijakan yang dapat diambil oleh manajemen tyol RFZ adalah jumlah mobil
yang antre dan waktu menunggu dalam tol masih ada dalam batas yang wajar.
Akan tetapi, melihat tingkat kesibukan petugas tol yang cukup tinggi, yakni
80% dapat mengakibatkan kelelahan mental yang cepat selama bertugas.
Sehingga pimpinan gerbang tol yang dapat mengambil kebijakan tentang
kemungkinan menambah gerbang Tol.
3. PT Arya Rini adalah perusahaan manufaktur penghasil pesawat terbang
komersial mempunyai data sebagai berikut. Rata-rata datangnya pesanan
pembuatan pesawat terbang adalah 5 buah per tahun. Sedangkan rata-rata
lamanya pembuatan tiap pesawat 2 bulan. Kedatangan pesawat mengikuti
sebaran poisson, sedangkan pembuatan mengikuti sebaran eksponensial.
Hitunglah :
a. Tingkat kesibukan devisi produksi dari perusahaan tersebut.
b. Rata-rata jumlah pesanan yang menunggu dalam antrean
c. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean
Jawaban :
Waktu proses pembuatan pesawat terbang relative konstan sehingga kita akan
menggunakan rumus-rumus dengan waktu pelayanan konstan.
a. Kedatangan pesanan berarti λ =5 per tahun
Lamanya pembuatan pesawat adalah 2 bulan, berarti 6 buah pesawat
pertahun. Tingkat kesinukan divisi produksi adalah
K=λ/µ = 5/6 = 0.83
Kesibukannya adalah 83% berarti tingkat menganggur atau idle time nya
divisi produksi sebesar 100% -83% = 17%
b. Rata-rata jumlah pesanan yang menunggu dalam antrean adalah
λ2
Lak =
2 μ( μ−λ )
52 25
Lak = =
2(6 )(5−6 ) −12
Lak =−2 , 08 buah
c. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean adalah
λ
W ak =
2 μ( μ−λ )
5
W ak =
2(6)(5−6 )
5
W ak =
−12
W ak =−0 ,4166 tahun
Berarti waktu menunggunya 0,4166 x 12 bulan = 4,99 bulan
H. JALUR GANDA DALAM TAHAP PELAYANAN TUNGGAL
Bila teori dan contoh soal diatas hanya meliputi model antrean dengan
jalur tunggal dan satu tahap pelayanan, maka sekarang kita akan mencoba
mengamati dan menelaah model antrean yang mempunyai jalur ganda dan
satu tahap pelayanan.
Contoh model antrean yang mempunyai model ganda dan satu tahap
pelayanan adalah
- Jalur tol yang mempunyai beberapa jalur penjualan karcis
- Swalayan yang mempunyai beberapa kassa dan tempat pembayaran
- Rumah sakit yang mempunyai beberapa tempat pemeriksaan pasien
- Pelabuhan yang mempunyai beberaa tempat bongkar muat
- Perusahaan manufaktur yang mempunyai beberapa tempat fasilitas
pemeliharaan dan perbaikan mesin
- Bank yang mempunyai beberapa loket pengambilan dan pembayaran
uang, dan
- Kantor pos yang mempunyai beberapa loket tempat penjualan benda pos
Dibandingkan dengan model antrean yang hanya mempunyai jalur tunggal
dan hanya mempunyai satu tahap pelayanan, tentu saja model antrean dengan
model ganda dan satu tahap pelayanan, mempunyai pengaruh terhadap waktu
menunggu dan panjang antreannya.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diingat bahwa pada antrean
dengan pola “jalur ganda dan satu tahap pelayanan”, berlaku asumsi sebagai
berikut.
- Tingkat kedatangan mengikuti distribusi poisson
- Tingkat pelayanan mengikuti distribusi eksponensial
- Yang datang lebih dahulu, dilayani lebih dahulu
- Tingkat pelayanan µ harus lebih besar daripada tingkat kedatangan λ
Apabila jumlah tempat pelayanan sebanyak J buah, berarti tingkat
pelayanan efektif sebesar J x µ harus lebih besar daripada tingkat
kedatangan λ. Dalam bahasa matematikanya Jxµ>λ.
K
dinyatakan dengan seperti dinyatakan di atas.
K
K K
menjadi 2 atau dibagi 2 atau 2
datang dalam jalur antrean sebesar nol, atau P0 . Sama dengan nol berarti
kemungkinan petugas pelayanan menganggur.
Mengingat terdapat J buah jalur, sehingga terdapat J! (faktorial)
kemungkinan-kemungkinan, bukan? Dan mengingat di antara J jalur
tersebut hanya sebesar (J-1) yang mempunyai berbagai kemungkinan
lainnya, maka jumlah jalur sebesar (J-1) ini atau sering diberi simbol n ini
kedatangan alias P0 .
Jadi, rumusnya adalah sebagai berikut.
J 1
La P0
2
J 1 ! J
9. Rata-Rata Jumlah dalam Sistem
Sedangkan bedarnya rata-rata jumlah dalam system untuk model antean
jalur ganda dan tahap pelayanan adalah
Ls La
10. Rata-Rata Waktu Menunggu dalam Antrean
Rata-rata waktu menunggu dalam antrean dapat diformulasikan sebagai
berikut.
J
Pt P0
J !1
J
Disini terlihat bahwa rata-rata menunggu dalam antrean (Wa) dipengaruhi
0,83
51
La 0, 4371
5 1 ! 5 0,83
2
0,83
6
0, 4371
4! 4,17
2
0,33
0, 4371
417,33
0,14
0, 0003
417,33
Jadi, jumlah orang yang menunggu dalam antrean sangat kecil. Jika
demikian, maka manajer swalayan harus mengurangi loket yang buka.
e. Rata-rata jumlah menunggu dalam system adalah
Ls La
0, 0003 0,83
0,8303 dibulatkan Ls 1
Disini pun menunjukkan tidak ada orang yang antre dalam system,
kecuali satu orang dalam pelayanan
f. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean adalah
J 1
Wa P0
2
J 1 ! J
0,83
5 1
0, 4371
50 5 1 ! 5 0,83
2
0,33 0, 4371
50 4 ! 4,17
2
0,1442
50 417,36
0, 000007
Berarti tidak ada orang atau konsumen yang antre.
g. Rata-rata waktu menunggu dalam system adalah
Ws Wa
50
0, 000007 0, 000007 0,83 0,830007
60
h. Kemungkinan menunggu adalah
J
Pt P0
J ! 1
J
0,83
5
43, 71%
50
5!1
60 5
17, 05
0,17%
120 0,83
Kesimpulan yang dapat diambil dari biro travel tersebut sebagai berikut.
- Dengan tingkat kesibukan sebesar 0,16 atau 16% berarti bahwa petugas
pelayanan penjualan tiket mempunyai waktu menganggur (idle time)
sebesar 100%-16%=84%. Hal ini disebabkan jumlah konsumen yang datang
relatif lebih sedikit dibandingkan loket yang tersedia.
- Sebaiknya apabila tingkat kedatangan konsumen rendah, kegiatan
menganggur para penjual tiket dialihfungsikan dengan menutup loket
tertentu dan pegawai tersebut diminta untuk mengerjakan pekerjaan lain.
- Dalam kondisi seperti diatas, para konsumen yang datang tidak perlu antre
panjang. Konsumen tentunya merasa senang.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Teori pemodelan di bidang operasi riset antara lain model transportasi,
model terminal antara, model penugasan pekerjaan, model persediaan, dan
model antrean.
2. Saran