Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada mulanya Riset Operasi tidak terlepas dari perang dunia ke II. karena
terjadinya perang maka terjadi sebuah kebutuhan, iyalah bagaimana cara
mengalokasikan sumber sumber daya yang sangat terbatas kepada berbagai
elemen operasi militer dalam sebuah kegiatan secara efektif. Karena itulah
pemimpin pemimpin perang meminta saran kepada ahli dalam bidang sains
untuk melakukan pendekatan ilmiah untuk menghadapi permasalahan dan
melakukan upaya pemecahannya secara strategis.
Metode pengoptimalan proses pengambilan keputusan yg dibatasi
ketersediaan sumber daya mengenai bisnis, ekonomi, sosial maupun bidang
lainnya menggunakan pendekatan ilmiah berupa Pemrograman Linier. Pada tahu
1939 G.A Robert dan E.C Willia, mengembangkan untuk pertama kalinya
sebuah sistem komunikasi untuk Angkatan Udara(AU) Inggris.
Kemudian pada tahun1940 , Riset Operasi digunakan oleh McClosky dan
Trefthen dari Inggris untuk menenmukan suatu alat baru untuk mendeteksi
kegiatan militer musuh, mulai dari situlah ditemukan alat pendeteksi yaitu Radar.
Pada saat Amerika terlibat dalam perang dunia , 1942-1943 dibentuklah divisi
Riset Analisis.
Setelah perang berakhir , keberhasilan pada bidang militer menarik
perhatian para industriawan, mereka memperdalam teknik teknik yang ada untuk
kegiatan perusahaan. Secara lebih khusus banyak permasalahan dapat
terselesaikan dengan menggunakan teknik Riset Operasi.
Riset Operasi iyalah metode digunakan untuk memformulasikan dan
merumuskan sebuah permasalahan sehari-hari baik itu mengenai bisnis,
ekonomi, sosial ataupun bidang lainnya ke dalam suatu pemodelan matematis
untuk mendapatkan solusi yang optimal.
2. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori pemodelan di bidang operasi riset?
2. Bagaimana terbentuknya model-model yang ada di operasi riset?
3. Bagaimana penerapan pemodelan di bidang operasi riset dalam
kehidupan sehari-hari?
3. Tujuan
1. Mengetahui apa saja teori pemodelan di bidang operasi riset?
2. Mengetahui bagaimana terbentuknya model-model yang ada di operasi
riset?
3. Mengetahui bagaimana penerapan pemodelan di bidang operasi riset
dalam kehidupan sehari-hari?
BAB II
PEMBAHASAN
I. MODEL TRANSPORTASI (DISTRIBUSI)
A. Arti dan Model Transportasi
Transportasi adalah adanya perpindahan barang dari satu tempat ke tempat
lain dan dari beberapa tempat ke tempat lain. Tempat asal barang disebut sumber
(resources) sedangkan tempat tujuan disebut destination. Hal ini merupakan
bagian dari kehidupan nyata manusia untuk memindahkan barang dari satu tempat
ke tempat lain. Misalnya disuatu tempat asal barang mempunyai jumlah produk
yang berlebih sehingga perlu ditransportasikan ke tempat lain yang
memerlukannya.
Proses kegiatan transportasi tidak hanya terjadi di antara perusahaan
manufuktur tetapi terjadi juga di dalam perusahaan manufuktur dalam skala mikro
seperti transfortasi bahan baku dari gudang–gudang bahan ke berbagai tempat
produksi (pabrik) agar bahan-bahan baku tersebut dapat di proses menjadi produk
setengah jadi atau produk jadi.
1. Satu Tempat Asal (Sources) Keberbagai Tempat Tujuan (Destination)

2. Beberapa Tempat Asal (Sources) Keberbagai Tempat Tujuan (Destination)

B. Penerapan Model Transportasi dengan LP (Linear Programming)


Pengiriman barang dari satu tempat ke tempat lainnya memerlukan biaya
pengiriman. Besarnya pengiriman barang dipengaruhi dua variable, yaitu jumlah
barang yang akan dikirimkan dan biaya angkut per unit. Tentu saja dalam
mengirimkan, diupayakan agar biayanya seminim mungkin.
Model transportasi pada intinya mencari dan menentukan perencanaan
pengiriman barang (single commodity) dari tempat asal ke tempat tujuan, dengan
total biaya transportasi yang minimal. Oleh karena itu, dalam total biaya
transportasi terdapat 3 (tiga) variable, yakni sebagai berikut.
(1) Jumlah barang yang tersedia di tempat (sumber) asal, yakni kapasitas
pengiriman.
(2) Daya tampung di daerah atau tempat tujuan, yakni daya tampung tempat
tujuan.
(3) Biaya transportasi per unit barang yang akan dikirimkan.
Bila barang yang dikirimkan berjumlah x buah dan biaya per unit b rupiah,
maka total biaya pengiriman dari tempat sumber barang i ke berbagai tempat
tujuan j harus minimum dengan mengikuti model LP :
m n
t=∑ ∑ b ij . x ij →
Tujuan: i=1 j=1 minimum
Perlu diingat bahwa:

a) Jumlah barang
x ij yang dikirimkan harus lebih kecil dari jumlah barang

yang tersedia di tempat asal sebesar


Si .
Kalimat matematikanya:
n
∑ x ij≤S 1 , j=1,2,...n
j=1 dimana
b) Jumlah barang yang “dikapalkan” ke tempat tujuan harus sama atau dapat
juga lebih besar dari permintaan (P).
Kalimat matematikanya:
n
∑ x ij≥P j ,
i=1 dimana i=1,2,...n
Apabila kalimat-kalimat matematika tersebut dikumpulkan, menjadi berikut:
m n
t=∑ ∑ b ij . x ij →
Fungsi tujuan i=1 j=1 minimum
Fungsi kendala :
n
∑ x ij≤S 1 , j=1,2,...n
j=1 dimana
n
∑ x ij≥P j ,
i=1 dimana i=1,2,...n
Catatan:
S i= Jumlah penawaran (S) barang dari tempat asal sebanyak i tempat asal

S i= Jumlah permintaan (P) barang dari berbagai tempat tujuan sebanyak j


tempat tujuan
Apabila jumlah barang yang dikirimkan dari tempat asal i sama dengan
jumlah barang yang diminta oleh tempat tujuan j, maka kalimat matematikanya:
n
∑ x ij=S 1 , j=1,2,...n
j=1 dimana
n
∑ x ij=P j ,
i=1 dimana i=1,2,...n
Kondisi ini disebut model transportasi yang seimbang (balance transportation
model).
C. Contoh Pemecahan Masalah dengan Metode Transportasi
1. Pemecahaan dengan Cara Matematis
Berdasarkan perhitungan matematika apabila jumlah variable lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah persamaan yang berkaitan dengan variable tersebut,
berarti variable-variabel tersebut tidak dapat dicari. Variabel yang dapat dicari
yaitu apabila misalnya terdapat 3 variabel dan 4 persamaan yang berhubungan
satu dengan lainnya.
2. Pemecahaan dengan Cara Stepping Stone (Pindah Batu)
Stepping Stone adalah memindahkan batu dari sel satu ke sel lain, setahap demi
setahap. Sebelumnya patokan sel pada sudut kiri atas diisi terlebih dahulu. Mari
kita buat Matriks Alokasi yang pertama dengan mengisi sel di pojok kiri atas.
3. Pemecahaan dengan Metode MODI (Modified Distribution Method)
Metode MODI atau singkatan dari metode Modified Distribution Method,
merupakan modifikasi perhitungan biaya transfortasi cara stepping stone
(memindahkan batu). Artinya, MODI ini merupakan perbaikan dari cara stepping
stone tersebut, karena secara umum lebih singkat.
Langkah dari MODI adalah sebagai berikut:
a) Mengisi sel berdasarkan northwest corner, sebagai langkah awal yakni
mengisi sel yang terdapat disudut kiri atas terlebih dahulu. Selanjutnya
dengan memperhatikan kapasitas-kapasitas maupun daya tamping setiap
kolom, sel sel berikutnya diisi.
b) Sel-sel yang berisi “batu” dinilai dengan rumus sebagai berikut:
Nilai tempat awal (A) + nilai tempat tujuan (T) + nilai sel (A,T) = 0
Ke T
Dari
A Sel (A, T)

Nilai tempat tujuan T bila mempunyai j kolom, kita beri symbol Kj, sedangkan
sel-sel yang merupakan perpotongan baris Bi, dan kolom Kj disebut sel (Bi, Kj),
sehingga rumus umumnya menjadi:
Nilai Bi + Nilai Kj + Nilai (Bi, Kj) = 0
c) Untuk menerapkan rumus tersebut, pada tahap pertama B, dari baris i
diberi nialai sebesar 0 (nol)
d) Setelah seluruh sel-sel yang terisi “dinilai” untuk menghitung besarnya B i
dan Kj, selanjutnya dengan rumus yang sama dinilai sama pula semua sel
yang kosong. Tujuannya untuk mencari sel yang bernilai paling rendah,
dan kemudian menjadi sel yang harus diisi. Disinilah kelebihan MODI
dengan stepping stone, yaitu sel yang diisi perlu “dinilai” terlebih dahulu
sedangkan pada stepping stone cara menilai sel-sel yang harus diisi
dihitung secara lebih panjang prosesnya dan lebih lama.
e) Bila sol-sel kosong teah terisi, berarti diperoleh matriks baru yang berbeda
alokasinya dengan matriks awal, selanjutnya matriks baru tersebut perlu
dinilai lagi dengan prosedur yang sama dari (a) sampai (e).
4. Pemecahan dengan VAM (Vogel’s Approximation Method)
Metode Vogel’s atau VAM tampaknya merupakan perbaikan dari cara-cara
perhitungan diatas, selain lebih mudah juga lebih praktis dan cepat.
Prosedur VAM terdiri dari:
a) Cari dan hitung besarnya selisih angka biaya transport peringkat terkecil
dengan angka biaya transport yang lebih besar pada peringkat berikutnya
dalam setiap baris dan kolom masing – masing.
b) Angka selisih tersebut dalam butir (a) ditempatkan diujung masing-masing
baris atau diujung puncak kolom masing – masing.
c) Angka-angka tersebut, baik yang berada di ujung baris maupun puncak
kolom yang paling besar selisihnya. Angka yang dipilih menunjukan baris
atau kolom yang sel-selnya akan dipilih untuk diisi sesuai dengan
kapasitas ataudaya tampungnya
d) Hanya sel-sel baris atau kolom yang mempunyai biaya transportasi paling
kecil mendapat prioritas untuk memperoleh alokasi untuk diisi.
e) Bila baris atau kolom yang selnya diisi telah penih sebesar kapasitas atau
daya tampungnya, maka baris atau kolom seharusnya “arsir” sebagai
“tanda” agar tidak diganggu dalam proses perhitungan berikutnya. Akan
tetapi, apabila baris atau kolom belum penih, karena masih lebih kecil dari
kapasitas atau daya tampungnya maka biarkan saja tidak perlu diarsir.
f) Tahap berikutnya, menjalani prosedur secara cermat dari (a) sampai
dengan (e)
5. Dummy
Dalam dunia nyata sering terjadi ketidaksamaan antara jumlah kapasitas daerah
sumber (asal) dengan daya tamping daerah tujuan.
Dapat saja KA  Dt atau KA  Dt
KA = kapasitas daerah asal (a)
Dt = daya tamping tempat tujuan (t)
Bila hal itu terjadi, maka kapasitas dan daya tamping harus disamakan terlebih
dahulu. Caranya dengan menambahkan dummy (kepada salah satu yang lebih
kecil).
6. Model Penghematan Paling Kecil ( Least Cost Model)
Selain cara-cara diatas hamper semua orang mempraktkan model
trasportasi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari – hari. Setelah itu, harus
mencari biaya, maka yang terkecil lebih dahulu dipilih. Selain itu, harus mencari
biaya yang masih murah berikutnya, walauoun lebih besar. Inilah prinsip logika
dari least cost stone model tersebut. Cara ini sebenarnta hanya merupakan
perbaikan dari stepping stone berbasis northwest corner ( sel di pojok kiri atas)
untuk “menilai” dalam mengisi sel.jadi, least cost ialah cara untuk memulai
pengisian sel pada matriks permulaan. Lanjutan penyelesaiannya untuk mancari
matriks yang optimum dapat dilakukan dengan stepping stone atau “MODI”. Jadi,
sekali lagi least cost model ini cara permulaan menisci sel pada matriks
permulaan.
Pemilihan sel (Bi, Kj) untuk diisi paling dahulu, karena sel (Bi, Kj) tersebut
mempunyai nilai biaya transportasi yang paling kecil, yakni 10. Selanjutnya, sel
lain yang diisi mengikuti logika daya tamping kolom dan kapasitas baris masing-
masing. Untuk mengikuti matriks optimum, anda dapat memprosesnya dengan
stepping stone atau MODI. Hasilnya harus sama dengan cara pada halaman
sebelumnya.
7. Maksimum Penghematan (Maximum Net Saving, MNS)
Adapun cara Maksimum Penghematan adalah sebagai berikut:
a) Susunlah masing-masing kapasitas daya tamping lengkap dengan biaya
transportasi dari setiap tampat asal ke setiap tempat tujuan.
b) Perhatikan masing-masing kolom dan baris. Lalu cari selisih biaya
transportasi dari setiap transportasi terbesar dengan terkecil pada setiap
kolom dan baris. Angka tersebut Selisih Penghemataan Maksimum (SPM).
c) Setiap SPM pada masing-masing kolom dan baris dikalikan dengan unit
daya tamping.
d) Urutkan nilai penghematan maksimum (NPM) semua kolom.
e) Kolom dengan prioritas nomor 1 mempunyai kesempatan pertama untuk
diisi sel-selnya.tentukan sel untuk diisi harus sel yang mempunyai biaya
transportasi paling kecil dalam kolom bersangkutan.
f) Total biaya transportasi minimum adalah jumlah perkalian unit barang
dengan biaya transportasi dari seluruh sel yang terisi.

II. MODEL TERMINAL ANTARA (TRANSHIPMENT MODEL)


A. Arti Terminal Antara
Pengiriman barang dari tempat-tempat asal (sumber) ke berbagai tempat
tujuan (destination) harus melalui beberapa tempat atau terminal antara. Masalah
ini disebut dengan model terminal antara (Transhipment-Model). Model ini dapat
memecahkan masalah pengiriman (barang) dari pabrik ke berbagai daerah
pemasaran melalui agen perantara. Agen-agen ini dapat dikatakan sebagai
terminal antara sebelum barang mencapai pengecer (retailers).
B. Contoh Kasus
Dibawah ini adalah contoh kasus di mana suatu perusahaan agrobisnis
mempunyai dua pabrik minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dikirimkan ke
tiga daerah pemasaran melalui distributor. Kapasitas pabrik a (2000 ton) dan
pabrik b (2400 ton). Sedangkan daya tamping daerah pemarasan e (1600 ton), f
(1800 ton) dan g (1000 ton). Kedua agen distributor kita memakai jasa c dan d
sebagai terminal antara x. berdasarkan hal tersebut kita membuat ilustrasi
sederhana tentang alokasi minyak sawit dari pabrik ke daerah pemasaran melalui
agen (terminal-antara) seperti ditunjukkan Gambar dibawah. Selain itu, antara
daerah pemasaran satu dengan yang lainnya dapat saling mengirimkan barang
sesuai dengan kebutuhannya.

C. Matrikulasi Data
Selanjutnya, bagaimana memasukkan data tersebut kedalam matriks?
Perhatikan hal berikut ini. Tempat a dan b (pabrik) hanya mengeluarkan saja
(outgoing); tempat g hanya menerima saja (incoming). Daerah yang lain
mempunyai anak panah, menerima (incoming) dan mengeluarkan (outgoing),
yakni c, d, e dan f.
Jadi, a dan b sebagai pabrik hanya murni mengeluarkan produk yang
dihasilkan saja (men-supply), sedangkan daerah g hanya menerima saja (demand)
atau pure demand. Tempat lainnya c dan d berfungsi menerima lalu memasok
sebelum barang-barang mencapai tujuan akhir. Untuk mengkontruksi hal-hal
tersebut ke dalam bentuk LP (linear programming), perhatikan langkah-langkah
berikut.
1. Gunakan symbol X ij sebagai jumlah barang yang dikirimkan dari satu
tempat ke tempat yang lain.
Misalnya X ab=¿ jumlah barang yang dikirimkan dari adan b dan
seterusnya.
2. Kendala ditentukan oleh “kapasitas” dan “daya tamping”masing-masing
tempat. Misalnya A berkapasitas 2.000, sedangkan e = 1.600 lalu untuk
membedakan antarapenyalur (sumber) dengan penerima (tempat tujuan),
maka tempat penyalur (sumber) dengan penerima (tempat tujuan), maka
tempat penyalur (asal) diberi tanda (+), sedangkan sisi kanan (penerima
atau tujuan) bertanda (-). Jadi, dalam kasus di atas a dan b bertanda (-),
sedangkan e, f dan g bertanda (+). Selanjutnya, mari kita susun matriks
seperti tabel dibawah ini.
Keterangan:
1. Sel (a, Xac) dan (Aa. Xad) berisi angka 1, karena terdapat pengiriman
barang dari a ke c dank e d. sama halnya sel (b, Xbc) dan sel (b, Xbd) dan
sel-sel yang lain.
2. Sel (c, Xac) = -1, karena c menerima (penerima) setelah dikeluarkan
(penyalur) dari a.
Sel (d, Xad) = -1, karena d menerima (penerima) setelah dikeluarkan
(penyalur) dari a dan sama halnya untuk sel-sel lain yang berisi angka -1.
3. Setiap kolom + 1 – 1 = 0 (vertikal)
4. ∑ +1 dan ∑ −1 = 0 (horizontal = baris). Disini 11+(-11) = 0.
5. Kolom terakhir a = 2.000, b = 2.400 sebagai sumber, sedangkan e =
-1.600, f = -1.800, dan g = -1.000 sebagai penerima.

D. Konversi Dalam Bentuk Linear Programming


Berdasarkan model LP (Linear Programming) dari terminal antara
(transshipment) tersebut dapat dikonversikan ke dalam bentuk persamaan
sebagai berikut.
a: Xac + Xad = 2.000
b: Xbc + Xbd = 2.400
g: Xdg + Xfg = -1.000
atau Xdg +Xfg = 1.000
sisa persamaan yang lain adalah
c: Xac + Xbc = Xcd + Xce + Xcf
d: Xad + Xbd + Xcd = Xdf + Xdg
e: Xce = Xef – 1.600
f: Xfg = Xcf + Xdf + Xef – 1.800
Berikutnya tambahan dummy (boneka) X ij untuk c, d, e, dan f ( karena c, d e,
dan f berfungsi menerima lalu mengirimkan) yaitu Xce, Xdd, Xee dan Xff
sehingga diperoleh:
c: Xcc + Xac + Xbc = Xcc + Xcd + Xce + Xcf
d: Xdd + Xad + Xbd + Xcd = Xdd + Xdf + Xdg
e: Xee + Xce = Xee + Xef – 1.600
f: Xff + Xfg = Xff + Xcf + Xdf + Xef – 1.800
Agar lebih menarik, mari kita urut setiap variabel persamaan tersebut menurut
indeks sesuai urutan abjad. Misalnya Xcc + Xcd + Xce + Xcf, dan lain-
lainnya.
c = Xcc + Xac + Xbc = Xcc + Xcd + Xce + Xcf
d = Xdd + Xad + Xbd + Xcd = Xdd + Xdf + Xdg
e = Xee + Xce = Xee + Xef – 1.600
f = Xff + Xfg = Xcf + Xdf + Xef + Xff – 1.800
Lihat c
Selanjutnya, mari kita main-main dengan huruf-huruf tersebut! Andaikan saja:
Xcc + Xcd + Xce + Xcf = Bilangan (B) yang cukup besar (lihat c), maka:
C : Xac + Xbc Xcc = B
Lihat d
Lalu , bila: Xdd + Xdf + Xdg = B, maka
d : Xad + Xbd + Xcd + Xdd = B
Lihat e
Bila Xee + Xce = B, maka
e : Xee + Xef = 800 + B
(mengapa -800 menjadi + 800, karena distributor B yang besar)
Lihat f
Bila Xff + Xfg = B, maka
F = Xcf + Xdf + Xef + Xff = 900 + B
Untuk memudahkan anda, selanjutnya lebih baik kita kumpulkan persamaan-
persamaan tersebut seperti berikut.
a: Xac + Xad = 2.000
b: Xbc + Xbd = 2.400
c: Xac + Xbc + Xcc =B
d: Xad + Xbd + Xcd + Xdd =B
e: Xee + Xce = 800 + B
f: Xcf +Xdf + Xef + Xff = 900 + B
g: Xdg + Xfg = 1.000
persamaan-persamaan tersebut dikumpulkan dalam satu “kandang” yang
bernama matriks seperti pada tabel 6.2 berikut

Catatan:
Biaya Xcc, Xdd, Xee = 0 karena dari c ke c, d ke d, dan e ke e tanpa biaya
alias nol. M adalah biaya yang tidak ada karena tidak ada alokasi barang.
Dari matriks diatas, maka dengan value judgement (logika) dicari biaya
transportasi terkecil selain 0 (nol) seperti berikut.
Kolom c : Biaya transportasi terkecil adalah 4, yakni Xbc yang berarti
sejumlah barang (x) dikirimkan dari b ke c. berapa banyaknya? Lihat secara
horizontal, yakni sebanyak 2.400 unit.
Kolom d : Biaya transportasi terkecil adalah 8, yakni Xad, yang berarti dari
a ke d. berapa banyak? Lihat secara horizontal, yakni sebanyak 2.000 unit.
Hal itu dapat digambarkan seperti pada gambar berikut.

Lalu dari terminal antara c dan d kemana dikirimkan dan berapa banyak?
Kolom e : biaya terkecil selain nol adalah 16, yakni Xce. Artinya dari c
harus ke e. berapa banyak? Lihat vertikal, yakni 1.600. akan tetapi, karena
yang dikeluarkan lagi oleh terminal c sebanyak 2.400, maka pada baris c
terdapat Xef, artinya c mengirim ke f sebanyak (2.400-1.600) atau 800 unit.
Kolom f : biaya transportasi terkecil adalah 8, Xdf yang berarti pengiriman
dari d dikirim ke f sebanyak 1.800 unit.
Kolom g : biaya transportasi terkecil adalah 6, yaitu Xfg yang berarti
pengiriman f ke g sebanyak 1.000 unit.
Berdasarkan hal itu kita dapat membuat gambar alur pengiriman secara lebih
lengkap, yakni seperti gambar berikut.
Daerah pemasaran f menerima 800 unit (dari c) dan 1.800 unit (dari d).
padahal f hanya butuh 1.800 unit saja, sehingga kelebihan sebanyak 800 unit
(2.600 unit-1.800 unit) harus dikirimkan ke pasar g. padahal pasar g hanya
memerlukan 1.000 unit. Dilain pihak d menerima 2.000 unit yang dapat
disalurkan untuk memenuhi pasar g.
Masalahnya apakah total biaya transportasinya dalam gambar 6.3 sudah paling
minimum? Hal ini masih dapat coba-coba (trial and error) sehingga diperoleh
alur pengiriman barang dengan total biaya paling kecil, dapat dilihat pada
gambar 6.4.
Ingat tentang model transportasi yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,
bahwa besarnya biaya transportasi adalah jumlah unit barang dikalikan dengan
biaya transportasi per unitnya.
Menurut pendapat penulis, model terminal antara (transshipment) ini
digunakan bila seluruh jaringan distribusi pabrik besar kea gen kecil sampai
dengan pengecer
Dibawah kendali satu manajemen. Sehingga total biaya transportasi dari pabrik
keagen besar lalu keagen kecil sampai dengan pengecer dan konsumen menjadi
minimum. Akan tetapi, apabila manajemen pabrik hanya bertanggung jawab
sampai agen (terminal pertama) saja, maka tidak perlu menggunakan model
terminal antara (transshipment) ini. Pihak pabrik hanya berkepentingan
meminimumkan total biaya transportasi dai gudang-gudang pabrik kea gen besar.
Selanjutnya, tanggung jawab agen besar kea gen kecil, lalu agen kecil ke para
pengecer, dan seterusnya sampai kekonsumen.

Beberapa kasus dalam model transshipment


1. Model Tak-Seimbang
Model transshipment menggambarkan total penawaran sama dengan total
permintaan, tetapi pada kenyataannya kadang terjadi total penawaran lebih
besar daripada total penawaran lebih besar dari pada total permintaan.
Pemecahan masalah ini akan dijelakan sebagai berikut.
1.1. Masalah Total Penawaran Lebih Besar dari Total Permintaan
Total penawaran lebih besar dari total permintaan, artinya
total kelebihan barang pada sumber melebihi total kebutuha barang
pada tempat tujuan.
Pada model transshipment untuk mengatasi keadaan
tersebut perlu ditambahkan kapasitas tempat tujuan khayal pada
total permintaan atau menambahkan tempat tujuan khayal yang
ditempatkan sebagai kolom pada table transportasi. Penambahan
ini berguna utuk membentuk model yang seimbang.
Jadi apabila ada simpul sebanyak n dan tiap simpul
diotasika dengan Pi , i=1,2 , … , n , dan misalkan pula x ij1 adalah
jumlah barang yang dikirimkan dari simpul Pi , i=1,2 , … , n , kie
tempat tujuan khayal, dengan biaya pengiriman tiap unit adalah nol
maka total penawaran lebih besar dari pada total permintaan dapat
ditulis sebagai berikut.
n n

∑ ai +c >∑ b j +c
i=1 j=1

a i=0untuk i=r +1 , r +2 , … , n
b j=0 untuk j=1,2 ,… , p

1.2. Masalah Total Penawaran Lebih Kecil dari Total Permintaan


Total penawaran lebih kecil dari pada total permintaan,
artinya total kebutuha barang pada tempat tujua melebihi total
kelebihan barang pada sumber.
Pada model transshipment utuk mengatasi keadaan tersebut
perlu penambahan kapasitas sumber khayal pada total penawaran
atau penambahan sumber khayal yag ditempatkan sebagai baris
pada table transportasi. Penambahan ini berguna untuk membentuk
model yang seimbang.
Jadi apabila ada simpul dinotasikan dengan Pi , i=1,2 , … , n ,
dan misalkan pula x j 1 i adalah jumlah barang yang dikirimkan dari
simpul Pi , i=1,2 , … , n , kie tempat tujuan khayal, dengan biaya
pengiriman tiap unit adalah nol maka total penawaran lebih besar
dari pada total permintaan dapat ditulis sebagai berikut.
n n

∑ ai +c <∑ b j +c
i=1 j=1
a i=0untuk i=r +1 , r +2 , … , n
b j=0 untuk j=1,2 ,… , p

2. Masalah Biaya Pemindahan Sama dengan Nol


Untuk biaya pemindahan pada titik transshipment sama dengan
nol, ada cara lain yang dapat digunakan yaitu suatu cara yang mengabaika
arus pemindahan barang di itik transshipment. Sehingga seakan – akan
tidak ada persinggahan barang, walaupun kenyataannya pengiriman
barang dari sumber ke tempat tujuan melewati simpul-simpul lain. Untuk
mengirimka barang dari suatu sumber ke suatu tempat tujuan banyak rute
yang bisa ditempuh, karena perusahaan menginginkan biaya yang miimum
maka perlu dicari suatu rute diantara rute-rute yang ada dari setiap sumber
ke setiap tempat tujuan dengan biaya pengiriman tiap unit yang terkecil
(least cost). Pencarian least cost dapat menggunakan beberapa metode
antara lain, masalah lintasan minimum (minimum path problem), spanning
tree dengan panjang minimum (spanning tree of minimum length).
Setelah mendapatkan least cost untuk pengiriman barang dari
setiap sumber ke setiap tempat tujuan, dapat kita buat table transportasi
dimana baris menerangkan tempat tujuan. Masing-masing least cost
ditempatkan pada masing-masing kotak yaitu disudut kiri atas kotak,
dimana masing-masing kotak menunjukkan hubungan setiap sumber ke
setiap tempat tujuan.
Cara ini mudah digunakan untuk jarinngan kerja berskala kecil,
sedang untuk penerapan skala besar, model transshipment lebih banyak
memberi keuntungan, karena model transshipment tidak menghitung biaya
pengiriman barang dari sumber Pi , i=1,2 , … , r , ke tempat tujuan
P j , j= p+1 , p +2 ,… , n . Sehingga semakin banyak busur (arc) semakin
banyak perhitungan yag harus dilakukan untuk mencari least cost pada tiap
pengiriman barang dari masing-masing sumber ke masing-masing tempat
tujuan.

3. Masalah Sumber Sejati dan Tempat Tujuan Sejati


Pada jarigan kerja tertentu kita dapat menjumpai sumber yang
hanya bertugas mengirimkan barang dan tempat tujuan yang hanya
menerima barang. Sehingga untuk kasus ini sumber dapat dibedakan
menjadi sumber sejati yang hanya mengirimkan barang yang berlebih dan
sumber sebagai titik transshipment yang menerima dan mengirimkan
barang ke simpul lain. Tempat tujuan juga dibedakan menjadi tempat
tujuan sejati yang hanya menerima barang dan tempat tujua sebagai titik
transshipment. Untuk penghubung karena bertugas sebagai persinggahan
barang maka dapat disebut titik transshipment. Jadi simpul dapat
dibedakan menjadi sumber sejati yang hanya mengirimkan barang, titik
transshipment yang bertugas menerima dan mengirimkan barang dan
tempat tujuan sejati yang hanya menerima stok dari simpul lain.
Model program linearnya agak berbeda dengan model program
linear transshipment dasar, hal ini disebabkan adanya sumber da tempat
tujuan yag tidak memiliki arus pemindahan karena tidak sebagai titik
transshipment, sehingga biaya pemindahan barang tiap uit untuk sumber
dan tempat tujuan tersebut tidak ada. Misalnya ada simpul sebanyak n,
masing-masing dinotasikan dengan Pi , i=1,2 , … , n , yang dibedakan
menjadi, sumber Pi , i=1,2 , … , r , penghubung Pi i=r +1 ,r +2 , … , p , dan
tempat tujuan Pi , i= p+1 , p+ 2, … , n . Sumber dapat dibedakan menjadi
sumber sejati Pi , i=1,2 , … , s , dan sumber titik transshipment
Pi , i=s+1 , s +2 , … ,r . Tempat tujuan dibedakan menjadi tempat tujuan
sejati Pi , i=l+1 ,l+2 , … n , dan tempat tujuan sebagai titik transshipment
Pi , i= p+1 , p+ 2, … , l . Sehingga secara umum dapat diklasifikasikan
menjadi sumber sejati Pi , i=1,2 , … , s , titik transshipment
Pi , i=s+1 , s +2 , … ,l , dan tempat tujuan sejati Pi , i=l+1 ,l+2 , … n .
Kita perhatikan kembali bahwa titik transshipment terbagi atas tiga
bagia yaitu sumber yang tak-sejati, tempat tujuan yang tak-sejati dan
penghubung. Titik transshipment yang merupakan sumber tak-sejati
memiliki kelebihan stok, titik transshipment yang merupaka tempat tujuan
tak-sejati membutuhkan stok dan titik transshipment yang merupakan
penghubug tidak memiliki kelebihan stok maupun membutuhkan stok.
4. Masalah Tidak Semua Rute dapat Dilalui
Masalah transshipment yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya menggambarkan bahwa semua busur (arc) ij dapat dilalui,
tetapi pada prakteknya mugki tidak semua busur ij dapat dilalui yaitu
hanya busur ij tertentu yang dapat menjadi rute pengiriman barang, hal ini
disebabkan berbagai alasan, seperti biaya yang terlalu mahal, atau medan
yag tidak mungkin dilalui.
Untuk memecahkan masalah ini, dapat dibuat table trasportasi
yang agak berbeda degan table transportasi pada model transshipment.
Jika misalkan masing-masing kotak pada table transportasi menunjukkan
hubungan dari simpul yang satu ke simpul yang lain maka busur yang
tidak bisa dilalui ditunjukkan dengan kotak yang diberi bayangan (arsiran),
artinya tidak ada hubungan dari suatu simpul ke suatu simpul yang lain.
Misalnya ada simpul sebanyak n dan tiap simpul dinotasikan
dengan Pi , i=1,2 , … , n , kotak ij menunjukkan hubungan dari simpul Pi , ke
P j, dapat ditunjukkan dengan kotak ij yang bisa dilalui, artinya ada
hubungan dari Pi , ke P j, dapat ditunjukkan dengan kotak ij yang siap
untuk diisi solusi fisibel basis.
OPTIMALISASI MODEL TRANSSHIPMENT
Telah diketahui bahwa penyelesaian masalah transshipment
maupun masalah transportasi adalah untuk mendapatkan total biaya
pengiriman minimum. Karena masalah transshipment dapat diselesaikan
dengan penyelesaian masalah trasportasi maka dapat dikatakan bahwa
untuk memperoleh total biaya pengiriman minimum dari masalah
transshipment dapat menggunakan suatu metode yang diterapkan pada
model transshipment, metode tersebut adalah teknik sederhana masalah
transportasi. Dasar dari metode ini adalah teorema complementary
slackness yang melibatkan masalah primal dan masalah dual. Jadi pada
dasarnya masalah transshipment dapat dikembalikan ke program linear
yang mengenal masalah dual dan masalah primal.
Program linear primal
min z 1=CX
Dengan kendala
AX ≥ B
Dan X ≥ 0
Program linear dual
mak z 2=BT W
Dengan kendala
AT W ≤ C T
Dan W ≥ 0
W =¿

Teorema 6.1 (complementary slackness)


Misalkan x j∗¿, untuk j=1,2 ,… , n dan w i∗¿ untuk i=1,2 , … , m adalah solusi
fisibel dari masing-masing masalah primal dan masalah dual. Keduanya
optimal jika dan hanya jika
n

( )
w i∗ ∑ aij x j∗−b i =0 ,i=1, … , m
j=1

x j∗¿
III. Model Penugasan Pekerjaan (Job Assignment Model)
A. Arti Penugasan
Penugasan berarti berhubungan dengan pemberian tugas pekerjaan
terhadap karyawan. Model penugasan ini berkaitan dengan alokasi
karyawan atau mesin yang tersedia. Mungkin saja tersedia beberapa tugas
pekerjaan dan beberapa karyawan atau mesin yang siap dioperasikan.
Penugasan karyawan atas suatu pekerjaan akan menimbulkan biaya.
Tujuannya dalah menugaskan karyawan-karyawan untuk mengerjakan
pekerjaan dimana setiap karyawan mendapatkan satu tugas, sehingga total
biaya penugasan menjadi minimum. Situasi ini disebut dengan istilah
penugasan.

Berikut ini adalah tabel matriks yang menggambarkan hubungan


antara sejumlah M (karyawan) atau mesin dengan sebanyak N (pekerjaan)
yang tersedia dengan biaya yang ditimbulkannya masing-masing, yakni b
(biaya) atau c (cost).

Masalah penugasan kerja seyogianya model transportasi, dimana


pekerjaan merupakan sumber asal, sedangkan karyawan merupakan
tujuan. Akan tetapi penawaran atau sumber hanya tersedia 1, demikian
pula permintaandari tempat tujuan juga hanya tersedia satu. Biaya
transport dari “pekerjaan” ke “karyawan” adalah biaya yang harus
dibayarkan kepada karyawan yang bersangkutan. Hanya saja sebelum
suatu model dipecahkan dengan metode transportasi, hendaknya diamati
lebih dahulu apakah m > n atau m < n. Selain itu, apabila terdapat
karyawan yang tidak dapat disalurkan ke salah satu pekerjaan, maka biaya
(bij)-nya disamakan dengan m, yakni symbol biayanya terlalu mahal. Kita
asumsikan bahwa m=n dapat diformulasikan secara umum sebagai berikut.

n m
Fungsi Tujuan: Minimumkan Z=∑ ∑ b ij X ij
i=1 j=1

Dengan bij adalah biaya yang harus dibayarkan, sedangkan Xij adalah
jumlah karyawan yang ditugaskan.
Fungsi Kendala :
n

∑ X ij=1, di mana i=1,2,...,n


i=1

∑ X ij=1, di mana j=1,2,…,n


j=1

X ij =0 atau 1
Jika X ij =0 berarti tidak ada karyawan yang ditugaskan pada pekerjaan
tertentu
X ij =1 berarti ada karyawan yang ditugaskan pada pekerjaan
tertentu

B. Contoh Kasus 1
Perhatikan table 7.2 berikut. Berdsarkan alokasi tersebut sel-sel tertentu,
yakni sel (1-1) + sel (2-2), dan sel (3-3)memperoleh alokasi 1 pekerja
sesuai dengan kebutuhannya (masing-masing pekerjaan memperoleh
hanya 1 alokasi karyawan).
Masalahnya apakah alokasi tersebut telah optimum dalam arti
menghasilkan total biaya atau alokasi yang paling kecil? Bagaimana
caranya?
Model penugasan memberi petunjuk untuk menambah atau mengurangi
angka-angka pada setiap sel dgn angka tertentu. Bila konstanta ρi dan φj
merupakan angka pengurang untuk setiap sel ke j dan baris ke i maka
akan diperoleh angka biaya transportasi pada setiap sel, yakni
C ij ( baru ) =Cij ( lama )−ρi−φ j
Sehingg berdasarkan program linier tujuan akan tambah menjadi:

Z(baru) = ∑ ∑ ( Cij −ρi −φ j ) X ij


i j

∑ ∑ Cij X ij −∑ ρi ∑ X ij −∑ φ j ∑ x
i j i j i j

Jumlah Probabilitas adalah 100% = 1, sehingga:


∑ X ij =1 dan ∑ X ij
i j

Pada contoh table 7.2, angka pengurang pada setiap baris adalah angka
biaya terkecil pada masing-masing baris.
Berdasarkan hal tersebut maka angka-angka biaya karyawan pada setiap
sel dalam matriks table 7.2 berubah melalui cara berikut.
Baris 1 : (10-10) = 0, (14-10) = 4, (18-10) = 8, semua angka
dikurangi angka 10 yaitu angka yang paling kecil pada
barisan 1.
Baris 2 : (28-20) = 8, (20-20) = 0, (24-20) = 4, semua angka
dikurangi angka 20 yakni angka yang paling kecil pada
barisan 2.
Baris 3 : (30-26) = 4, (26-26) = 0, (32-26) = 6, angka 26 yang
paling kecil dalam baris 3 sebagai pengurang angka-angka
yang lain.

Masukkan angka-angka baru tersebut, sehingga diperoleh matriks baru


dalam table 7.3 berikut.

Lalu periksa baris dan kolom yang masih belum mempunyai angka
0. Lalu angka-angka dalam kolom 3 inipin dikurangi dengan angka
terkecilnya, yakni dikurangi dengan angka 4 sehingga matriksnya berubah
lagi menjadi berikut.

Semua baris dan kolom pada tabel7.4 tersebut telah mempunyai angka nol,
sehingga table telah optimum. Tabel ini menyimpulkan:
a. Pekerjaan 1 diserahkan kepada karyawan 1
b. Pekerjaan 3 diserahkan kepada karyawan 2
c. Pekerjaan 2 diserahkan kepada karyawan 3

Cara menghitungnya mudah, kan tetapi dapat terjadi bahwa tidak semua
karyawan memperoleh penugasan yang layak seperti contoh diatas.
C. Contoh Kasus 2
Tabel 7.5 akan menjelaskan contoh penugasan yang tidak layak.

Dengan mengurangi angka pada setiap sel pada baris-baris dengan angka
paling kecil bersangkutan, seperti cara diatas maka diperoleh table 7.6
berikut ini.

Kolom 3 tidak mempunyai angka nol dan angka terkecil pada


kolom 3 adalah 6. Jadi, semua angka pada kolom 3 dikurangi 6, sehingga
diperoleh table 7.7.
Disini sulit memilih penugasan yang layak sehingga perlu langkah
berikut. Baris atau kolom yang mempunyai nilai angka nol sebanyak 2
buah dicoret saja sehingga diperoleh table 7.8.

Langkah berikutnya adalah sebagai berikut.


1. Dari angka-angka yang tidak dicoret pilih angka paling kecil. Pada
table 7.8 angka tersebut adalah 2
2. Angka terkecil tersebut dijadikan factor pengurang untuk angka-
angka yang tidak dicoret, tetapi menjadi factor penambah untuk
angka yang dicoret kecuali angka 0, sehingga diperoleh hitungan
berikut.
Sel (1,2) = 6-2 = 4
Sel (1,3) = 4-2 = 2
Sel (1,4) = 4-2 = 2
Sel (3,2) = 2-2 = 0
Sel (3,3) = 8-2 = 6
Sel (3,4) = 6-2 = 4

Sebaliknya, pada angka yang dicoret tambahkan nilai 2 sehingga


diperoleh perhitungan berikut.
Sel (2,1) = 4+2 = 6
Sel (4,1) = 6+2 = 8
Sel (4,2) = 4+2 = 6
Jadi, berdasarkan table 7.9 yang telah optimum dapat diperoleh keputusan sebagai
berikut.
Pekerjaan 1 diberikan kepada karyawan 1
Pekerjaan 2 diberikan kepada karyawan 2
Pekerjaan 3 diberikan kepada karyawan 3
Pekerjaan 4 diberikan kepada karyawan 4
IV. Model- Model Persediaan (Inventory Model)
A. Arti Persediaan
Berdasarkan jenis operasi perusahaan, arti persediaan dapat
diklasifikasikan menjadi 2 :
1. Pada perusahaan manufaktur yng memproses input menjadi output,
persediaan adalah simpanan bahan baku dan barang setengah jadi
(work in process) untuk diproses menjadi barang jadi (finished goods)
yang mempunyai nilai tambah lebih besar secara ekonomis, untuk
selanjutnya dijual kepada pihak ketiga (konsumen).
2. Pada perusahaan dagang, persediaan adalah simpanan sejumlah barang
jadi yang siap untuk dijual kepada pihak ketiga (konsumen).
Dari kedua jenis persediaan tersebut, titik fokus bahasan adalah persediaan
dalam arti untuk perusahaan manufaktur. Walaupun pada beberapa hal tertentu
berlaku pula untuk perusahaan nonmanufaktur.
B. Sistem Persedian Bahan
Dalam manajemen persediaan dikenal beberapa sistem persediaan.
1. Sistem JIT (Just in Time)
Jepang, setelah Perang Dunia II berhasil membangun industrinya. Lalu
dalam penyediaan atau persediaan bahan dapat digunakan sistem JIT (Just in
Time). Artinya, membeli pada saat diperlukan. Akan tetapi, JIT tersebut
memerlukan kondisi seperti mudahnya mencari dan menyediakan bahan
kebutuhan dari pasar bebas dengan cepat sesuai kebutuhan. Sistem JIT merupakan
upaya meminimumkan persediaan (bernuansa stockless atau tanpa persediaan).
Oleh karena itu, perusahaan manufaktur tersebut biasanya didirikan dekat dengan
perusaahan pemasok bahan. Mereka dapat membuat kontrak untuk memasok
bahan dalam jumlah sedikit dan dalam waktu kapan saja diperlukan.
JIT sering disebut juga bahan yang tradisonal, contohnya bisnis usaha
rumah tangga. Mereka membeli bahan-bahan hari ini lalu dari sore hingga malam
diproses menjadi kue atau mie. Besok pagi, produk tersebut dijual ke pasar.
2. Sistem ABC
Pada sistem ini, jenis-jenis bahan dikelompokkan berdasarkan harga atau
nilai murah dan mahalnya jenis bahan. Jadi bahan yang bernilai besar dapat
dikelompokkan dalam A, selanjutnya yang bernilai rupiahnya kecil
dikelompokkan ke dalam B, sisnya pada kelompok C.
Hubungan antara persentase jumlah jenis kelompok A,B, dan C dengan
persentase jumlah nilai uang tersebut dapat digambarkan dalam bentuk kurva
ABC seperti tercantum dalam Gambar 8.1. Dalam gambar tersebut ditunjukkan
bahwa persediaan jenis bahan kelompok A secara fisik berjumlah 20%, tetapi nilai
rupiahnya 80%. Sedangkan kelompok B secara fisik 30%, tetapi nilai uangnya
15%. Sisanya kelompok bahan C, secara fisik berjumlah 50%, tetapi nilai uangnya
hanya sebanyak 5%. Bila nilai rupiah dijumlahkan, semuanya menjadi 80% +
15% + 5% = 100%.
Jadi sistem ABC mengindikasikan bahwa kelompok dalam A harus
mendapat prioritas utama dalam pengawasannya, dalam arti pengawasan ekstra
ketat.
Contoh sederhana tentang sistem ABC.
Pertama, buatlah daftar se,ua bahan berdasarkan kebutuhan per tahunnya,
berikut nilai harga masing-masing jenis bahan.
Kedua, kalikan jumlah kebutuhan per tahun dengan harga per unitnya sehingga
diperoleh nilai rupiah (dolar) dari kebutuhan per bulan untuk tiap jenis bahan.
Ketiga, buatlah urutan (ranking) dari nilai rupiah terbesar ke yang terkecil.

Catatan :
a. Kumulatif % dari total rupiah :
Bila lebih kecil 80% → kelas A
80-95% → kelas B dan bila
Lebih besar 95% → kelas C
b. *) 42.900/59.860 = 71,7%
**) 52.900/59.860 = 88,4%

1. Sistem Persediaan Garis Merah (Red Lines)


Pengertian sistem persediaan garis merah (red lines) pada prinsipnya
berpatokan kepada batas garis merah yang dicantumkan pada tempat (wadah)
bahan disimpan. Dalam praktiknya, garis merah dapat dibuat pada buku
persediaan setiap jenis bahan kara saldo administratif haruis cocok.
Apabila pengendalian persediaan administratif menggunakan komputer
maka dapat diprogram untuk setiap jenis bahan dengan cara memerintahkan agar
segera dipesan kembali bila saldo administratif telah mencapai garis merah.
2. Sistem Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point System)
Seyogiyanya semua sistem persediaan (JIT, ABC, dan Red Line) harus
mengenal istilah pesan kembali. Hal ini dikarenakan persediaan bahan yang
tersedia telah digunakan sehingga harus dilakukan pengisian kembali melalui
pemesanan kembali (reorder). Pemesanan harus kembali dilakukan tergantung
fluktuasi waktu penggunaan bahan. Apabila lead time 2 minggu berarti bahan
yang dipesan baru akan datang dan masuk ke gudang persis 2 minggu setelah
tanggal dilakukan pemesanan kembali. Istilah lead time demand (LD) adalah
jumlah penggunaan bahan selama menunggu pesanan (lead time), sedangkan
istilah life of the order quality adalah lamanya waktu pemakaian bahan yang telah
dipesan.
Pada saat reorder point, pemesanan kembali bahan harus dilakukan jika
jumlah sis persediaan telah mencapai batas garis reorder level.
Apabila menggunakan perangkat lunak komputer, berarti saat persediaan
berada pada garis batas atau reorder level, komputer akan secara otomatis
memberi warning berupa perintah untuk segera memesan kembali persediaan
bahan yang diperlukan.
Pada gambar berikut ditunjukkan bahwa banyaknya (jumlah) bahan yang
dipesan kembali sebesar AE unit dan yang datang (delivered) sejumlah sama,
yaitu BF unit, panjang AE = panjang BF (jajaran genjang ABFE).
Keterangan :
Order requesed = jumlah pesanan yang diminta (AE)
Order delivered = jumlah pesanan yang datang (BF)
C = titik pemesanan kembali
ABCD = kurva penggunaan bahan (usage curve)

a. Total Biaya Penyimpanan (TBp)


Jumlah persediaan yang disimpan sama dengan jumlah bahan yang dipesan
(di-order), yakni Q unit. Akan tetapi, Q unit bahan persediaan digunakan untuk
proses produksi . Jumlah persediaan manakah yang digunakan untuk menghitung
total biaya penyimpanan? Apakah maksimum (penuh) atau jumlah pada saat
persediaan 0 (nol) unit ? Masalah tersebut dijawab dengan Q rata-rata. Berapa Q
rata-rata tersebut ? Q rata-rata adalah Q unit + 0 (nol) unit dibagi 2 (dua ).
Q+ 0(nol) Q
Q rata –rata = =
2 2
Jadi total biaya penyimpanan bahan (TBp) = Q/2 × Bp
QBp
TBp =
2
b. Total Biaya Order (TBo)
Total biaya pemesanan (order) adalah frekuensi pesan dikalikan biaya order tiap

K
kali pesan. Bentuk umum frekuensi pembelian = sedangkan ongkos (biaya)
Q
order = Bo.
K
Jadi, Total Biaya Order (TBo) = × Bo
Q
KBo
TBo= …(Rumus 2)
Q
a. Total Biaya Sediaan (TBS) atau Total Inventory Cost (TIC)
Berdasarkan rumus 1 dan 2 diperoleh Total Biaya Sediaan (TBS) = TBp + TBo
QBp KBo
TBs= + …(Rumus 3)
2 Q
b. Jumlah Pemesanan Ekonomis (Economically Order Quantity, EOQ)
Total Biaya Sediaan (TBS) yang paling ekonomis terjadi pada saat TBp = TBo.
2 KBo
Qe=
√ Bp
…(Rumus 4)

Qe adalah Q pada kondisi paling ekonomis.


K dinyatakan sebagai R (requirement, artinya kebutuhan), Bo = Co
(ordering cost) atau biaya pemesanan; Bp dinyatakan sebagai Cc (Carrying Cost)
atau Holding Cost (Ch) artinya biaya penyimpanan.
2 RCo
Maka, Qe=
√ Ch
Kembali pada rumus TBS(Total Biaya Sediaan), maka kita dapat mensubsitusikan
Rumus (3) sebagai berikut.
QBp KBo
TBS=TBp+TBo= +
2 Q
Q2 Bp+2 KBo 2 KBo
TBS=
2Q
sedangkan Q=
Bp √
2 KBo × Bp
¿
[ Bp
+2 KBo ] =
2 KBo+2 KBo
=
4 KBo
2 KBo 2 KBo 2 KBo
2
√ Bp
2
√ Bp
2
√ Bp
2 KBo
¿
4 KBo
2 KBo
×
Bp
2 KBo
2

2

Bp
2
Bp √
2 KBo
¿
4 KBo
2 KBo
√Bp

Bp
2 KBo
¿
2 KBo
2 KBo
√Bp

Bp
2 KBo Bp
¿ 2 KBo
√ Bp
×
2 KBo

¿ Bp
√ 2 KB o
Bp
=¿

Jadi , TBS= √2 KBoBp


2 KBo × B p2
√ Bp
=¿ √ 2 KBoBp ¿¿

…(Rumus 5)

C. SISTEM PEMESANAN KEMBALI DENGAN ECONOMICALLY


ORDER QUANTITY (EOQ)
Diatas telah disinggung bahwa jumlah persediaan tidak dalam jumlah
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit karena keduanya mengandung risiko.
Terlalu sedikit dapat berpeluang terjadinya kehabisan persediaan bahan (out of
stock) yang berakibat terhentinya proses produksi dan berimplikasi pada
kehilangan langganan (pangsa pasar). Selain itu, perusahaan mengeluarkan biaya
tetap. Dilain pihak, apabila jumlah persediaan terlalu besar, berarti terlalu besar
modal kerja yang terikat pada asset sehingga perlu gudang yang besar dengan
risiko biaya pergudangan menjadi tinggi. Mengingat jumlah persediaan
dipengaruhi jumlah pesanan, berarti persediaan yang ekonomis terjadi jika jumlah
pesanan yang dilakukan pun secara ekonomis (Economically Order Quantity) atau
EOQ.
Akan tetapi, sebelum mengonstruksi rumus (formula) EOQ, perlu
diketahui tentang unsur biaya yang mempengaruhi persediaan di gudang, yakni
sebagai berikut.
a. Biaya pemesanan atau biaya order (ordering cost atau set up cost), symbol
biaya order adalah Bo (Biaya Order)
b. Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost), simbol biaya
penyimpanan adalah Bp (Biaya Penyimpanan).
c. Jumlah kebutuhan per tahun (requirement), simbolnya adalah K
(Kebutuhan).
d. Jumlah atau kuantitas bahan yang dipesan dengan simbol Q (Kuantitas).
Jadi, terdapat 4 variabel yang mempengaruhi persediaan bahan. Dengan
demikian, berarti 4 variabel tersebut yang digunakan untuk mengonstruksi
formula EOQ.
Maka menjadi,
2 R . Co 2 KBo
TIC=
√ Ch √
atau TBS=
Bp
D. SISTEM PEMESANAN KEMBALI (SPK) DAN EOQ
Perhatikan Gambar 8.5 berikut ini yang menunjukkan secara grafis tentang
kombinasi system pemesanan kembali (SPK) dengan EOQ. Garis A’C’D” dalah
garis pemesanan kembali, yakni jika persediaan sampai pada garis ini, pihak
menajemen harus mulai melaksanakan pemesanan kembali.

Keterangan:
Stock on hand = persediaan bahan di tangan
On order = bahan dalam pemesanan
Reorder Point = titik pemesanan kembali
Safety stock = cadangan penyelamat
Lead time = lamanya pesanan, dihitung sejak tanggal pesanan sampai dating
di gudang.
Selama pesanan (lead time) persediaan bahan tetap digunakan sejumlah A’
sampai B’. Pada B’, bahan yang dipesan sejumlah EOQ (sebesar B’B”) masuk ke
gudang sehingga persediaan yang ditinggal BB’ bertambah sebanyak BB’B”
(sebesar EOQ, karena B’B” = A’A”). Sekarang telah tersedia bahan sejumlah
BB’B” unit.
Bahan sejumlah BB’B” tersebut digunakan sebelum periode BD, selama
B”C”D. Akan tetapi pada saat persediaan mencapai titik C” telah pula dilakukan
pesanan kembali sebanyak EOQ yakni C’C”. Pesanan pada titik C”, dating selama
lead time yaitu pada titik D” sehingga persediaan pada titik D menjadi DD’D”D”’
unit. Demikian seterusnya.

E. MEMUTUSKAN JUMLAH PEMBELIAN BERDASARKAN


POTONGAN HARGA (DISCOUNT)
Banyak cara untuk meminimumkan biaya persediaan bahan yaitu melalui
pengurangan harga, potongan harga (discount), rabat atau bebas pengiriman
tergantung pada jumlah minimum bahan yang dipesan. Misalnya, jumlah pesanan
yang diperlukan lebih besar dari EOQ yang normal. Kita perlu membandingkan
antara biaya ekstra dari biaya penyimpanan persediaan dengan biaya persediaan
karena memperoleh potongan harga berdasarkan (basis) tahunan.
Rumus 1
Annual saving∈material cost= Annual usage ( units ) × Price Saving
atau
Keiiritan biaya bahan setahun = Pemakaian bahan setahun (unit) × potongan
harga
Rumus 2
Annual extra holding cost=¿ [( discount order quantity × discount price ) −( normal quantity ordered × f
atau
Biaya penyimpanan ekstra =

1
× [ ( jumlah pembelian yang memperoleh potongan × potongan harga )−( jumlah pesanan normal ×ha
2
Contoh: suatu perusahaan pemasok bahan baku menawarkan daftar penawaran
harga seperti Tabel 8.3.

Tabel 8.3 Daftar harga Bahan N


Jumlah Pesanan Harga (dalam jutaan)
1 unit Rp1,00
500 unit Rp0,95
1000 unit Rp0,90

Perusahaan Anda mempunyai kebutuhan baku setahun sebanyak 1.200 unit


dengan jumlah pesanan normal sebesar 200 unit per order. Biaya penyimpanan
(Bp) sebesar 20% dari nilai persediaan setahun. Masalah yang harus dipecahkan,
dalam jumlah pembelian berapa unit akan dilakukan agar didapatkan biaya
pengadaan bahan paling murah?
Apabila membeli 500 unit
a. Pengiritan (saving) biaya bahan setahun = 1200 × (Rp1,00-Rp0,95) =
Rp60 juta (Rumus 1)
Kebutuhan setahun 1200 unit harga normal Rp1,00 per unit. Harga
potongan Rp0,95 per unit, jika membeli 500 unit.
b. Biaya penyimpanan kebutuhan selama setahun 1200 unit, harga normal
Rp1,00 per unit harga potongan Rp0,95 per unit jika membeli 500 unit

1 20
ekstra per tahun =
2
( 500 ×0,95−200× Rp1,00 ) ×( )
100
=Rp 27,5 juta

(Rumus 2)
Jumlah pembelian yang mendapat potongan harga adalah 500 unit, harga
yang telah dipotong Rp0,95. Jumlah pesanan normal 200 unit dan harga
normal Rp1,00 per unit
Pengiritan biaya dalam 1 tahun = (a) – (b)
= Rp60 juta – Rp27,5 juta
= Rp32,5 juta
Apabila Pesanan 1.000 Unit
a. Pengiritan biaya bahan setahun = 1.200 × (Rp1,00-Rp0,90) = Rp120 juta
b. Biaya penyimpanan setahun
1
¿ [ ( 1.000× Rp0,90 )−( 200 × Rp 1,00 ) ] =Rp 350 juta
2
Pengiritan biaya pengadaan bahan setahun = (a) – (b)
= Rp120 juta – Rp70 juta
= Rp50 juta
Dalam masalah ini dipilih untuk melakukan pemesanan bahan sebanyak
1.000 unit setiap kali order. Artinya, menajemen memutuskan untuk membeli
“dengan discount”. Syaratnya antara lain mempunyai gudang yang berkapasitas
cukup menampung 1.000 unit tersebut. Selain itu, perlu upaya untuk menjaga
lebih intensif agar kerusakan bahan tetap minimum, pengaturan gudang bahan
agar masuk dan keluarnya lancer. Melatih para karyawan gudang untuk lebih
cermat dan cepat.
Sebagai tambahan, kita dapat menggunakan istilah keiritan atau
kehematan atau penghematan sebagai terjemahan dari kata saving.
V. MODEL ANTRIAN (WAITING LINE MODEL)
A. Ruang Lingkup Antrian
“Antrian” atau “queueing” atau “waiting line” adalah kegiatan yang timbul
karena jumlah fasilitas pelayanan jasa lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah
orang yang memerlukan pelayanan bersangkutan. Misalnya, mobil antri membeli
Bahan Bakar Minyak (BBM).
Masalah yang berkaitan dengan antrian adalah waktu menunggu agar tidak
terlalu lama dan tidak terlalu boros waktu. Sedangkan masalah panjang antrian
berkaitan dengan tempat (space) untuk menunggu dan cara untuk mengatasinya
adalah model antrian.
Teori antrian adalah teori yang membahas seluk beluk antri yang dilakukan
oleh orang atau benda atas kehendak manusia.
B. Disiplin Antrian
Antri adalah berdiri berderet dalam suatu barisan memanjang dari depan
kebelakang. Dalam hal ini disiplin yang harus ditaati pada saat antri adalah bahwa
orang yang datang lebih dulu adalah orang yang harus dilayani lebih dulu atau
first come,first served.
C. Jenis Antrian
a. jalur tunggal, satu tahap pelayanan.
Contoh : Tempat praktik umum seorang dokter.
b. jalur tunggal, beberapa tahap pelayanan
Contoh : saat beli karcis kereta api, kita juga akan antri untuk masuk peron
melalui pintu pemeriksaan. Selanjutnya naik keatas kereta api sampai stasiun
tujuan, dan antri keluar melalui pintu stasiun dengan menyerahkan karcis bekas.
c. Jalur ganda, satu tahap pelayanan
Contoh : Antrian pasien disuatu rumah sakit, dimana terletak beberappa
dokter (paramedis) yang menangani pasien lebih dari seorang (beberapa orang).
d. Jalur ganda, beberapa tahap pelayanan bertahap ganda
Contoh : Perusahaan perakitan mobil, dimana terdapat beberapa jalur
perakitan sehingga pada saat yang sama dapat dirakit beberapa mobil pada jalur
yang berbeda.
D. Sifat Dasar Antrian
- Pola Kedatangan ( The Arrival Pattern)
- Pola Pelayanan ( The Service Pattern);
- Intesnsitas lalu lintas atau kegunaan (The traffic intensity or utilization);
- Jumlah jalur Pelayanan (The Number of Service Channel);
- Disiplin Antrian (thev queue discipline).
a. Pola kedatangan
Dapat datang secara berkelompok dalam jumlah besar atau kecil bahkan
sendiri-sendiri. Demikian pula, keadaan datangnya bisa teratur atau tidak teratur,
dalam arti interval waktu kedatangannya secara sembarang ataupun tetap. Dalam
hal ini pola kedatangan dalam suatu antrian sangat bervariasa dan berbeda satu
sama lain. Untuk pola kedatangan random maka bentuk distribusinya poisson.
Tingkat kedatangan dalam satuan waktu dinyatakan dalam lambda ¿, dan
menurut statistik dapat dibuktikan bahwa tingkat kedatangan mengikuti distribusi
poisson rata-rata jarak antara (interval kedatangan) yaitu ¿.
b. Pola Pelayanan
simbol yang digunakan untuk rata-rata tingkat pelayanan dalam model
antrian adalah myu (μ ¿ yang merupakan lamanya pelayanan dalam satuan waktu.
Tingkat pelayanan mengikuti suatu distribusi eksponensial. Jika rata rata
pelayanan μ maka penyebaran (distribusi) waktu pelayanan mengikuti suatu
distribusi eksponensial yang negatif, dengan waktu pelayanan adalah 1/ μ.
Secara umum kondisi atau asumsi yang berlaku untuk model antrian
adalah :
a. tingkat kedatangan menurut distribusi poisson (poisson arrival rate).
b. waktu pelayanan diasumsikan mengikuti distribusi eksponensial (eksponensial
service time).
c. displin, yang datang dahulu harus memperoleh pelyanan lebuh dulu,
d. tingkat rata-rata pelayanan μ lebih besar daripada rata-rata tingkat kedatangan
λ.
E. Formula Model Antrian Jalur Tunggal Satu Tahap Pelayanan
Secara umum dapat dikatakan bahwa variabel pokok dari suatu antrian
adalah hanya tingkat kedatangan yang diberi tanda λ dan tingkat pelayanan diberi
tanda μ. Kita akan gunakan bentuk antrian jalur tunggal dan satu tahap pelayanan.
Misalnya, dalam suatu fasilitas atau tempat antrian pada waktu permulaannya
tidak terdapat orang atau mobil yang antri atau A=0, bila beberapa saat kemudian
dapat terjadi kemungkinan, misalnya kedatangan 1 orang dalam periode ∆ t maka
kemungkinan tersebut beesarnya adalah
λ x ∆ t= λ ∆t
sedangkan kemungkinan dilakukannya pelayanan dalam waktu ∆ t adalah
tingkat pelayanan dikalikan dengan waktu ∆ t atau μ dikalikan dengan
pertambahan waktu. Dengan kata lain probabilitas suatu pelayanan dalam waktu
∆ t adalah μ( ∆ t).
Kemungkinan kedatangan dalam suatu interval waktu sebesar ∆ t adalah
μ( ∆ t). Padahal waktu yang sama ∆ t dari unit pelayanan (μ ¿ terdapat
kemungkinan 1 orang meninggalkan antrian berarti kemungkinannya adalah
μ( ∆ t). Mengingat interval waktu ∆ t sangat kecil sehimgga kita menganggap
bahwa kedatangan dan kepergian lebih dari satu unit selama waktu ∆ t adalah 0.
Oleh karena itu, “∆ t m erupakan angka yang sangat kecil sekali atau sama
dengan nol untuk jumlah kedatangan n lebih besar dari satu. Dengan demikian
secara umum jumlah yang antri selama interval waktu ∆ t mempunyai tiga
kemungkinan yang akan terjadi, yakni ;
1. Jumlah bertambah satu orang dalam antrian karena adanya satu orang
datang tetapi tidak ada yang berangkat meninggalkan tempat pelayanan.
2. Jumlah berkurang satu orang karena tidak ada orang yang datang, tetapi
ada satu orang yang meninggalkan antrian karena telah selesai dilayani.

3. Jumlah tetap sama karena hanya ada satu orang yang datang dan satu pula
yang meninggalkan antrian karena telah selesai dilayani.

TABEL 12.1 Proses Menghitung Kemungkinan Kedatanga\n dalam antrian :


kondisi A=0 dan A=1
Semula tidak ada Beberapa saat
yang antri kemudian ∆ t
Jumlah yang antri Jumlah yang antri
kemungkinan
pada saat permulaan, setelah ∆ t kemudian
yakni pada t atau (t+∆ t ¿ dapat
A (Antrian)=0 (a) A=nol (a) 1- λ ∆ t
Keadaan (a)
(b) A=1
(b) λ ∆ t
Keadaan (b)

TABEL 12.2 Proses Menghitung Kemungkinan Kedatangan dalam antrian :


kondisi A=0 dan A=1 dan A=2
Semula tidak ada Beberapa saat
yang antri kemudian ∆ t
Jumlah yang antri Jumlah yang antri
kemungkinan
pada saat permulaan, setelah ∆ t kemudian
yakni pada t atau (t+∆ t ¿ dapat
A (Antrian)=0 (a) A=nol (a) μ( ∆ t)
Keadaan (a)
(b) A=1 (b) 1-( μ ∆ t+ ¿ λ
Keadaan (b) ( ∆t )
(C) A=2 (1+1)
Keadaan (c) (c) λ ¿)

TABEL 12.3 Proses Menghitung Kemungkinan Kedatangan dalam antrian :


kondisi A=1 dan A=2 dan A=3
Semula tidak ada Beberapa saat
yang antri kemudian ∆ t
Jumlah yang antri Jumlah yang antri
kemungkinan
pada saat permulaan, setelah ∆ t kemudian
yakni pada t atau (t+∆ t ¿ dapat
A (Antrian)=0 (a) A=1 (a) μ( ∆ t)
Keadaan (a)
(b) A=2 (b) 1-( μ ∆ t+ ¿ λ
Keadaan (b) ( ∆t )
(C) A=3 (2+1)
Keadaan (c)
(c) λ ¿)

TABEL 12.4 Proses Menghitung Kemungkinan Kedatangan dalam antrian secara


umum
Semula tidak ada Beberapa saat
yang antri kemudian ∆ t
Jumlah yang antri Jumlah yang antri
kemungkinan
pada saat permulaan, setelah ∆ t kemudian
yakni pada t atau (t+∆ t ¿ dapat
A (Antrian)=0 (a) A=n-1 (a) μ( ∆ t)
Keadaan (a)
(b) A=n (b) 1-( μ ∆ t+ ¿ λ
Keadaan (b) ( ∆t )
(C) A=n+1)
Keadaan (c)
(c) λ ¿)

F. PEMBENTUKAN RUMUS UMUM ANTREAN


Menghitung Probabilitas (Kemungkinan) Antrean
Sekarang mari kita kembangkan berbagai kemungkinan rumus yang
terdapat pada tabel 12.1 dengan cara berikut.
Berdasarkan tabel 12.1 dan tabel 12.2, ternyata bahwa untuk terjadinya A=0 pada
keadaan akhir, yakni saat (t+∆ t)
a. Apabila semula A=0 kemudia setelah beberapa saat tidak ada orang yang
datang maka A tetap sama dengan nol (A=0) setelah waktu (t+∆ t).
Kemungkinannya 1-λ (∆ t )
b. Apabila A=1 [ada permulaan t, kemudian setelah beberapa saat ¿) tanpa
ada yang datang, tetapi disertai adanya keberangkatan 1 orang
meninggalkan pelayanan maka terjadi A=0. Adapun besarnya
kemungkinan adalah µ(∆ t)
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa kemungkinan
terjadinya keadaan A nol dalam antrean setelah waktu ∆ t dari permulaan yang
berbeda, yaitu A=0 dan A=1 adalah sebagai berikut.
P0=[1-λ (∆ t )]P0+µ(∆ t)P1 ................................................(1)
Dengan cara yang sama(analog) dapat pula dihitung kemungkinan untuk
memperoleh keadaan dimana jumlah yang antre sebesar 1 orang atau A=1 setelah
waktu (t+∆ t), yakni keadaan (b) pada tabel 12.1, tabel 12.2, tabel 12.3 sehingga
kemungkinan memperoleh keadaan akhir yang antre tinggal 1 orang atau A=1 dari
berbagai keadaan permulaan yang berbeda adalah
P1=λ (∆ t )]P0 +[1-λ (∆ t )]P1+µ(∆ t)P2...............................................(2)
Berdasarkan rumus nomor 2 tersebut dapat ditransformasikan secara
umum menjadi rumus berikut.
Pn=λ (∆ t )]Pn-1 +[1-λ (∆ t )]Pn+µ(∆ t)Pn+1................................(3)
Mari kita lanjutkan dengan mencari hubungan dari berbagai kemungkinan
P1 dan P0 dengan menggunakan persamaan nomor 1, yakni sebagai berikut.
P0 =[1-λ (∆ t )]P0+µ(∆ t)P1
µ(∆ t)P1 =P0- [1-λ (∆ t )]P0
µ(∆ t)P1 =P0- [1-λ (∆ t )]P0
µ(∆ t)P1 =P0- +λ (∆ t )]P0
µ(∆ t)P1 =λ (∆ t )]P0
µ(∆ t)P1 =λ (∆ t )]P0
µP1 =λP0
λ P0
Jadi P 1= ........................................(4)
µ
Dengan cara yang sama kita dapat mencari pula hubungan berbagai
kemungkinan, yakni antara Pn-1,Pn,Pn+1 dengan menggunakan persamaan nomor 3.
Caranya dengan analisis dibawah ini.
Pn =λ (∆ t )]Pn-1 +[1-λ (∆ t )]Pn+
µ(∆ t)Pn+1=Pn−λ (∆ t)]Pn-1 +[1-λ (∆ t )]Pn+µ(∆ t)Pn+1
µ(∆ t)Pn+1=Pn −λ (∆ t)]Pn-1 +[1-λ (∆ t )]Pn+µ(∆ t)Pn+1
µ(∆ t)Pn+1=λ (∆ t )]+µ(∆ t)Pn+1- Pn λ (∆ t )Pn-1
µ(∆ t)Pn+1=( λ+ µ) ∆ t Pn-λ ∆t Pn-1
µ(∆ t)Pn+1=( λ+ µ)P n-λPn-1

λ +µ λ
Pn+ 1= Pn− P n−1.................................(5)
µ µ
Selanjutnya, dengan mensubtitusikan atau memasukkan nilai n=1, maka
persamaan nomor 5 tersebut kan menjadi persamaan berikut.
λ +µ λ
Pn+ 1= Pn− P n−1 atau
µ µ

λ+ µ λ
P 2= P1− P1−1.................................................(6)
µ µ
λ
Tapi ingat, bahwa persamaan nomor 4 menyatakan bahwa P1= P
µ 0
Jadi, apabila persamaan nomor 6 digabung dengan persamaan nomor 4 akhirnya
menjadi berikut.
λ+ µ λ
P 2= P1− P0 ,tetapi
µ µ
λ+ µ λ λ
P 2= P [ P ]− P
µ 1 µ 0 µ 0
λ λ+ µ
P 2= [ −1]P 0
µ µ
λ λ µ
P2= [ + −1] P0
µ µ µ
λ λ
P2= [ +1−1] P0
µ µ
λ λ
P2=[ ] x [ ]P0
µ µ

λ 2
P2=[ ] P0.............................................................(7)
µ

2
λ
Sedangkan persamaan nomor 7 adalah p2 = []p
μ 0
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa :
n
λ
pn = []
p
μ 0 ...........................................(8)
Sampai disini anda perlu tahu atau mungkin sudah tahu bahwa berbagai
kemungkinan seperti diterangkan diatas adalah 100%. Dengan demikian, jumlah

kumpulan dari berbagai kemungkinan terjadinya


pn adalah sama dengan satu
karena 100%=1.
~
∑ pn=1
Maka,: n=0 ....................................(9)
Substitusikan ke persamaan nomor 9 kedalam persamaan nomor 8, maka akan
diperoleh :
n
λ
pn = []
p
μ 0 (persamaan nomor 8)
~
∑ pn=1
Padahal n=0 (persamaan nomor 9)
~ n ~ 2
λ λ
Sehingga
=∑
n=0
[]μ
p 0=1= p0 ∑
n=0 μ
[]
1
p0 = ~ n
λ
Jadi

n=0
[] μ ...............................(10)
~ n
λ
Anda ingat bahwa nilai

n=0
[]
μ tersebut merupakan suatu deret ukur yang tak

1
λ
1−
terhingga yang apabila dihitung akan menghasilkan nilai sebesar μ
Oleh karena itu , persamaan nomor 10n dapat diubah menjadi sebagai berikut
1
p0 =
1
λ
( ) 1−
μ
λ
p =1−( )
0
μ .......................................(11)
Bila persamaan nomor 11 dimasukkan pada persamaan nomor 8 maka hasilnya
adalah
n
λ
pn = []
p
μ 0 (persamaan nomor 8)

p0 =1− ( μλ ) (persamaan nomor 11)


n

Jadi,
pn =
λ
μ ( ) (1− μλ ) ..........................(12)
Persamaan nomor 12 tersebut nerupakan rumus umum untuk menghitung
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu antrian.

2. Jumlah Rata-Rata Dalam Sistem (Ls)


Pengertian jumlah rata-rata dalam sistem (ls) adalah rata-rata jumlah dalam
antrean ditambah satu unit yang sedang dilayani. Ls tersebut merupakan
hubungan sederhana antara jumlah n (yang antre) dan berbagai kemungkinan P n
untuk seluruh n yang dapat terjadi. Atau dalam bahasa matematikanya dinyatakan
sebagai berikut.

Ls   n.Pn
n 0 .....(13)
Ls adalah jumlah rata-rata dalam sistem.
Apabila persamaan nomor 12 disubtitusikan ke dalam persamaan nomor 13 akan
diperoleh:

Ls   n.Pn
n 0 .....(13)
n
  
disederhanakan Pn    1   (persamaan 12)
  
n

  
maka : Ls   n   1  
n0     
n
   
Ls  1    n  
   n 0   

Akan tetapi mengingat Ls   n.Pn merupakan deret ukur tak terhingga yang
n 0



nilainya sama dengan 2
maka prose perhitungan berikutnya adalah seperti ini.
 
1   
 
  
1    
Ls   
2
 
1   
 

  
1   
Ls    
   
1    1   
   


Ls 
 
1   
 


Ls 
 

 


Ls 
 

 
Ls  
  

Ls 
 
.....(14)
Jika kita ingin menghitung jumlah rata-rata dalam sistem diselesaikan
dengan peramaan 14.
3. Jumlah Rata-Rata Dalam Antrean (La)
Jumlah rata-rata dalam antrean ( La) berkaitan erat dengan lamanya tingkat
pelayanan () dan tingkat kedatangan (). Rasio antara tingkat kedatangan dengan
tingkat pelayanan disebut tingkat kesibukan, yakni

K

Dengan demikian, jumlah rata-rata menunggu dalan antrean (La) adalah jumlah
rata-rata yang menunggu dalam sistem dikalikan dengan tingkat kesibukan
pelayanan. Jadi,
 
La  Ls    Ls 
  
 2
maka, La 
 (   )
4. Rata-Rata Waktu Menunggu Dalam Sistem (Ws)
Rata-rata waktu menunggu dalam sistem (Ws) dipengaruhi oleh 2 hubungan
faktor, yakni jumlah yang antre dalam sistem (Ls) dibandingkan dengan tingkat
kedatangan dalam sistem (). Jadi rata-rata waktu menunggu dalam sistem adalah
Ls 
Ws  padahal Ls 
  
 1
Jadi, Ws  
  
1
Ws 
 
5. Rata-Rata Waktu Menunggu Dalam Antrean (Wa)
Rata-rata waktu menunggu dalam antrean (Wa) dipengaruhi oleh jumlah rata-
rata dalam antrean (La) dibandingkan dengan tingkat kedatangan dalam antrean
().
La 2
Wa  padahal La 
  (   )
2 1
Jadi, Wa  
 (   ) 

Wa 
 (   )
6. Perbedaan Rata-Rata Jumlah Antrean Dengan Sistem
Diketahui bahwa perbedaan antara jumlah rata-rata dalam sistem (Ls) dengan
jumlah rata-rata dalam antrean (La) adalah 1, yaitu banyaknya orang yang sedang
menerima pelayanan (service). Jadi, Ls – La = 1.
7. Perbedaan Rata-Rata Waktu Antrean Dengan Sistem
Perlu diketahui pula bahwa perbedaan antara waktu rata-rata dalam sistem
(Ws) dengan waktu rata-rata dalam antrean (Wa) adalah
1 1
atau Ws  Wa 
 
8. Tingkat Kesibukan Pelayanan
Apabila tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan sama besar, berarti K=1.
Hal ini berarti bahwa secara teoritis tingkat kesibukan pelayanan yang paling
tinggi adalah 100 %. Selain itu, perlu diingat bahwa  harus lebih besar daripada
.
9. Waktu Pelayanan Yang Konstan
Rumus-rumus sebelumnya hanya dapat diaplikasikan pada pekerjaan yang
waktu pelayanannya tidak konstan.
a. Rata-rata jumlah dalam antrean dengan pelayanan waktu yang konstan (Lak)
Lak 1
Lak   La 
2 2
1
Jadi, Lak untuk waktu pelayanan yang konstan merupakan La.
2
2 1
Lak  
    2
2
Lak 
2     

b. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean dengan waktu pelayaan yang


konstan (Wak).
Wak 1
Wak   Wa 
2 2
1
Jadi, Wak untuk waktu pelayanan yang konstan merupakan Wa.
2
 1
Wak  
   2

Wak 
2     

Contoh Soal:
1. Pada suatu swalayan “Rayhan FZ”, pada satu kassa terdapat antrean orang
yang akan membayar. Dari pengamatan yang dilakukan, tingkat kedatangan
berdasarkan distribusi Poisson, edangkan tingkat pelayanan berdistribusi
eksponensial. Rata-rata kedatangan konumen adalah 1 orang dalam 240
detik. Adapu rata-rata pelayanan kasir adalah 180 detik.
Hitunglah:
a. Tingkat Kesibukan Kasir
b. Tingkat Pengangguran Kasir
c. Jumlah rata-rata yang antre dalam antrean
d. Jumlah rata-rata yang antre dalam sistem
e. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean
f. Rata-rata waktu menunggu dalam sistem
g. Probabilitas terjadinya 5 orang dalam antrean
Jawaban:
a. Tingkat kedatangan adalah 1 orang dalam 240 detik, berarti 1 orang dalam 4
menit atau 15 orang dalam 60 menit atau 15 orang perjam.
Jadi, λ=15 orang perjam
Rata-rata waktu pelayanan adalah 180 detik. Berarti 1 orang setiap 3 menit.
Jadi pelayanan dalam satu jam adalah
μ=20 orang per jam
Tingkat kesibukan kasir adalah
λ
K=
μ
K = 15 orang per jam / 20 orang per jam
K = ¾ =0,75
K = 75%
Berarti tingkat kesibukan kasir adalah 75% (sang kasir cukup capek)
b. Tingkat nganggur kasir berarti = 1-K Atau 100% - 75% = 25%
c. Jumlah rata-rata yang antre dalam antrean

λ2
La =
μ( μ− λ)
152
La =
20(20−15)
225
La =
20(5 )
La =2 ,25
Orang yang antre
d. Jumlah rata-rata orang yang antre dalam sistem
λ
L1=
μ (μ−λ )
15
L1=
(20−15 )
15
La =
5
La =3
Artinya, jumlah rata-rata yang antre termasuk yang sedang dilayani kasir
berjumlah 3 orang
e. Rata-rata yang menunggu dalam antrean adalah
λ
W a=
μ( μ−λ )
15
W a=
20(20−15 )
15
W a=
20(5)
W a =0, 15
Artinya, rata-rata waktu menunggu dalam antrean adalah 0,15 jam atau
15
×60 menit=9 menit
100
f. Rata-rata waktu menunggu dalam sistem adalah
λ
W 1=
( μ−λ )
1
W 1=
(20−15)
1
W a=
5
W a=12 menit
Artinya, rata-rata menunggu dlam sistem adalah 12 menit
g. Kemungkinan terjadinya jumlah orang yang antre sebanyak 5 orang dalam
antrean adalah

λ n λ
Pn = ( )( )
μ
1−
μ
5
15 15
P5 = ( )( )
20
1−
20
5
3 1
P5 = ( )( )
4 4
243 1
P5 = ×
1024 4
P5 =0 , 0593
Artinya, kemungkinan terjadinya jumlah orang yang antre sebanyak 5 orang
dalam antrean hanya sebesar 5,93%.
2. Tingkat kedatangan kendaraan bermotor pada pintu masuk gerbang tol
“RFZ” adalah sebesar 120 mobil perjam. Adapun tingkat pelayanan penjual
karcis tol adalah sebesar 150 mobil perjam. Hanya tersedia satu gerbang tol
saja yang beroperasi. Tingkat kedatangan dan tingkat pelyanan masing
masing mengikuti penyebaran Poisson dan Eksponensial.
Hitunglah:
a. Tingkat kesibukan oelayan karcis tol (K)
b. Rata-rata jumlah mobil yang antre pada antrean (La)
c. Rata-rata waktu menunggu mobil dalam antrean (Wa)
Jawaban :
a. λ = 120, dimana λ adalah tingkat kedatangan per jam
µ = 150, dimana µ adalah tingkat pelayanan per jam
tingkat kesibukan K = λ/µ = 120/150 = 0,80
artinya, tingkat kesibukan petugas karcis tol adalah 80%, sedangkan waktu
mengganggur (idle time) sebesar 100%-80%=20%.
Sebelum menjawab lebih lanjut,kita ketahui bahwa kerja seorang petugas
tol dengan mesin otomatis, berarti tingkat pelayanan konstan. Jadi, rata-
rata jumlah mobil dalam antrean adalah
λ2
Lak =
2 μ( μ−λ )
1202 14 . 400
Lak = =
2(150 )(150−120 ) 300×30
14 . 400
Lak =
9000
Lak =16
Artinya, rata-rata jumlah yang antre adalah 16 mpbol
b. rata-rata waktu menunggu dalam antrean
λ
W ak =
2 μ( μ−λ )
120 120
W ak = =
2(150 )(150−120 ) 300×30
120
W ak =
9000
W ak =0.013 jam
Artinya, waktu menunggu setiap mobil dalam antrean adalah 0.013 x 60
menit = 0,78 menit.
Kebijakan yang dapat diambil oleh manajemen tyol RFZ adalah jumlah mobil
yang antre dan waktu menunggu dalam tol masih ada dalam batas yang wajar.
Akan tetapi, melihat tingkat kesibukan petugas tol yang cukup tinggi, yakni
80% dapat mengakibatkan kelelahan mental yang cepat selama bertugas.
Sehingga pimpinan gerbang tol yang dapat mengambil kebijakan tentang
kemungkinan menambah gerbang Tol.
3. PT Arya Rini adalah perusahaan manufaktur penghasil pesawat terbang
komersial mempunyai data sebagai berikut. Rata-rata datangnya pesanan
pembuatan pesawat terbang adalah 5 buah per tahun. Sedangkan rata-rata
lamanya pembuatan tiap pesawat 2 bulan. Kedatangan pesawat mengikuti
sebaran poisson, sedangkan pembuatan mengikuti sebaran eksponensial.
Hitunglah :
a. Tingkat kesibukan devisi produksi dari perusahaan tersebut.
b. Rata-rata jumlah pesanan yang menunggu dalam antrean
c. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean
Jawaban :
Waktu proses pembuatan pesawat terbang relative konstan sehingga kita akan
menggunakan rumus-rumus dengan waktu pelayanan konstan.
a. Kedatangan pesanan berarti λ =5 per tahun
Lamanya pembuatan pesawat adalah 2 bulan, berarti 6 buah pesawat
pertahun. Tingkat kesinukan divisi produksi adalah
K=λ/µ = 5/6 = 0.83
Kesibukannya adalah 83% berarti tingkat menganggur atau idle time nya
divisi produksi sebesar 100% -83% = 17%
b. Rata-rata jumlah pesanan yang menunggu dalam antrean adalah

λ2
Lak =
2 μ( μ−λ )
52 25
Lak = =
2(6 )(5−6 ) −12
Lak =−2 , 08 buah
c. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean adalah
λ
W ak =
2 μ( μ−λ )
5
W ak =
2(6)(5−6 )
5
W ak =
−12
W ak =−0 ,4166 tahun
Berarti waktu menunggunya 0,4166 x 12 bulan = 4,99 bulan
H. JALUR GANDA DALAM TAHAP PELAYANAN TUNGGAL
Bila teori dan contoh soal diatas hanya meliputi model antrean dengan
jalur tunggal dan satu tahap pelayanan, maka sekarang kita akan mencoba
mengamati dan menelaah model antrean yang mempunyai jalur ganda dan
satu tahap pelayanan.
Contoh model antrean yang mempunyai model ganda dan satu tahap
pelayanan adalah
- Jalur tol yang mempunyai beberapa jalur penjualan karcis
- Swalayan yang mempunyai beberapa kassa dan tempat pembayaran
- Rumah sakit yang mempunyai beberapa tempat pemeriksaan pasien
- Pelabuhan yang mempunyai beberaa tempat bongkar muat
- Perusahaan manufaktur yang mempunyai beberapa tempat fasilitas
pemeliharaan dan perbaikan mesin
- Bank yang mempunyai beberapa loket pengambilan dan pembayaran
uang, dan
- Kantor pos yang mempunyai beberapa loket tempat penjualan benda pos
Dibandingkan dengan model antrean yang hanya mempunyai jalur tunggal
dan hanya mempunyai satu tahap pelayanan, tentu saja model antrean dengan
model ganda dan satu tahap pelayanan, mempunyai pengaruh terhadap waktu
menunggu dan panjang antreannya.
Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diingat bahwa pada antrean
dengan pola “jalur ganda dan satu tahap pelayanan”, berlaku asumsi sebagai
berikut.
- Tingkat kedatangan mengikuti distribusi poisson
- Tingkat pelayanan mengikuti distribusi eksponensial
- Yang datang lebih dahulu, dilayani lebih dahulu
- Tingkat pelayanan µ harus lebih besar daripada tingkat kedatangan λ
Apabila jumlah tempat pelayanan sebanyak J buah, berarti tingkat
pelayanan efektif sebesar J x µ harus lebih besar daripada tingkat
kedatangan λ. Dalam bahasa matematikanya Jxµ>λ.

I. FORMULASI MODEL ANTREAN JALUR GANDA


1. Tingkat Kesibukan
Bagaimana pengaruh banyaknya jalur dan tempat fasilitas pelayanan pada
model antrean? Tingkat kesibukan pada model jalur dan fasilitas tunggal


K
dinyatakan dengan  seperti dinyatakan di atas.

Tentu saja tingkat kesibukan tempat pelayanan akan berkurang sesuai


dengan bertambahnya tempat pelayanan. Misalnya, apabila tempat
pelayanan bertambah menjadi 2 buah berarti tingkat kesibukan berkurang

K  
K K
menjadi 2 atau  dibagi 2 atau 2

Hal itu berarti apabila terdapat pelayanan sebanyak J buah maka



K
2
2. Kemungkinan Tidak Ada yang Antre
Pada model antrean jalur tunggal satu tahap pelayanan telah dihitung
kemungkinan tidak adanya yang datang dalam antrean. Artinya,
kemungkinan yang datang adalah nol sehingga kemungkinan petugas
pelayanan menganggur. Demikian pula pada model antrean jalur ganda
dengan satu tahap pelayanan perlu pula dihitung kemungkinan yang

datang dalam jalur antrean sebesar nol, atau P0 . Sama dengan nol berarti
kemungkinan petugas pelayanan menganggur.
Mengingat terdapat J buah jalur, sehingga terdapat J! (faktorial)
kemungkinan-kemungkinan, bukan? Dan mengingat di antara J jalur
tersebut hanya sebesar (J-1) yang mempunyai berbagai kemungkinan
lainnya, maka jumlah jalur sebesar (J-1) ini atau sering diberi simbol n ini

pun mempunyai sejumlah kemungkinan P0 pada model antrean ganda


dapat diformulasikan menjadi:
1
P0  n J
 
j 1   
   

n 0 n   
J ! 1  
  .J 
3. Rata-Rata Jumlah dalam Antrean (La)
Mengenai rumus rata-rata jumlah dalam antrean tentu saja dipengaruhi
oleh tingkat kemungkinan karena jumlah jalurnya terapat J buah maka
dengan sendirinya tiap jalur dan fasilitas pelayanan dalam antreannya

dipengaruhi oleh kemungkinan tidak memperoleh kedatangan alias P0 .


Jadi, rumusnya adalah sebagai berikut.
J 1


La     P0
2
 
 J  1 ! J  
 
4. Rata-rata Jumlah dalam Sistem
Besarnya rata-rata jumlah dalam system untuk model antrean jalur ganda
satu tahap palayanan adalah

Ls  La 

5. Rata-Rata Waktu Menunggu dalam Antrean
Rata-rata waktu menunggu dalam antrean dapat diformulasikan sebagai
berikut.
J 1


Wa     P0
2
 
  J  1 ! J  
 
Disini terlihat bahwa rata-rata menunggu dalam antrean (Wa) dipengaruhi

oleh kemungkinan tidak ada yang datang atau P0


6. Rata-Rata Waktu Menunggu dalam Sistem
Rata-rata waktu menunggu dalam system dapat diformulasikan sebagai
berikut.

Ws  Wa 

7. Kemungkinan Menunggu

Kemungkinan menunggu diberi simbol Pt dimana t adalah singkatan dari


tunggu.
Rumusnya adalah
J


Pt     P0
  
J !1  
 J 
Keterangan:
J= jumlah jalur
n= indeks jumlah jalur, dimana n=J-1
8. Rata-Rata Jumlah dalam Antrean (La)
Mengenai rumus dari rata-rata jumlah dalam antrean tentu saja
dipengaruhi oleh tingkat kemungkinannya. Karena jumlah jalurnya
terdapat J buah maka dengan sendirinya tiap jalur dan fasilitas pelayanan
dalam antreannya dipengaruhi oleh kemungkinan tidak memperoleh

kedatangan alias P0 .
Jadi, rumusnya adalah sebagai berikut.
J 1


La     P0
2
 
 J  1 ! J  
 
9. Rata-Rata Jumlah dalam Sistem
Sedangkan bedarnya rata-rata jumlah dalam system untuk model antean
jalur ganda dan tahap pelayanan adalah

Ls  La 

10. Rata-Rata Waktu Menunggu dalam Antrean
Rata-rata waktu menunggu dalam antrean dapat diformulasikan sebagai
berikut.
J


Pt     P0
  
J !1  
 J 
Disini terlihat bahwa rata-rata menunggu dalam antrean (Wa) dipengaruhi

oleh kemungkinan tidak memperoleh kedatangan atau P0 .


11. Rata-Rata Waktu Menunggu dalam Sistem
Rata-rata waktu menunggu dalam system dapat diformulasikan sebagai
berikut

Ws  Wa 

12. Kemungkinan Menunggu

Kemungkinan tunggu diberi simbol Pt dimana t adalah singkatan dari


“tunggu”.
Rumusnya adalah
J


Pt     P0
  
J !1  
 J 
J. STUDI KASUS DAN PENYELESAIANNYA
(1) Suatu perusahaan jasa travel Aurora mempunyai 5 loket pelayanan
penjualan tiket pesawat terbang ke berbagai Negara. Tingkat pelayanan
merupakan distribusi Eksponensial, dimana lama pelayanan tergantung
pada jauhnya Negara yang dituju. Adapun rata-rata waktu pelayanan 1
menit per konsumen. Jumlah konsumen yang datang selama 7 jam kerja
adalah 350 orang dengan tingkat kedatangan konsumen merupakan
distribusi Poisson.
Hitunglah:
a. Tingkat pelayanan per jam!
b. Tingkat kesibukan bagian penjualan tiket!
c. Kemungkinan tidak ada konsumen yang menunggu dalam antrean!
d. Rata-rata jumlah konsumen yang menunggu dalam antrean!
e. Rata-rata jumlah konsumen yang menunggu dalam sisten!
f. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean!
g. Rata-rata menunggu dalam system!
h. Kemungkinan menunggu!
Jawaban:
a. Tingkat pelayanan dalam 1 jam adalah
60 menit
  60 orang per jam
1 menit
b. Tingkat kesibukan penjualan tiket

K
J
Padahal jumlah konsumen yang datang selama 7 jam kerja adalah 350
orang arau 50 orang per jam.
 = 50
J = 5 loket dan  = 60
50
K  0,16
Jadi, 5(60)

Kesibukannya adalah 16% dan tingkat menganggur (idle time)-nya


84%. Berarti, setiap petugas penjualan loket tidak sibuk. Dalam
keadaan demikian manajer operasi harus mengurangi jumlah loket.
c. Kemungkinan tidak ada konsumen yang menunggu dalam antrean atau
tingkat menganggur (idle time) petugas adalah 84%.

d. Rata-rata jumlah konsumen yang menunggu dalam antrean atau La


adalah
J 1


La     P0
2
 
 J  1 ! J  
 
 50
  0,83
Telah dihitung bahwa  60

 0,83
51

La   0, 4371
 5  1 ! 5  0,83
2

 0,83
6

  0, 4371
4! 4,17 
2

0,33
  0, 4371
417,33
0,14
  0, 0003
417,33
Jadi, jumlah orang yang menunggu dalam antrean sangat kecil. Jika
demikian, maka manajer swalayan harus mengurangi loket yang buka.
e. Rata-rata jumlah menunggu dalam system adalah

Ls  La 

 0, 0003  0,83
 0,8303  dibulatkan Ls  1
Disini pun menunjukkan tidak ada orang yang antre dalam system,
kecuali satu orang dalam pelayanan
f. Rata-rata waktu menunggu dalam antrean adalah
J 1


Wa     P0
2
 
  J  1 ! J  
 
 0,83
5 1

  0, 4371
50  5  1 ! 5  0,83 
2


 0,33  0, 4371
50  4  ! 4,17 
2

0,1442

50  417,36 
 0, 000007
Berarti tidak ada orang atau konsumen yang antre.
g. Rata-rata waktu menunggu dalam system adalah

Ws  Wa 

50
 0, 000007   0, 000007  0,83  0,830007
60
h. Kemungkinan menunggu adalah
J


Pt     P0
  
J ! 1  
 J 
 0,83
5

  43, 71%
 50 
5!1  
 60  5 
17, 05
  0,17%
120  0,83

Kesimpulan yang dapat diambil dari biro travel tersebut sebagai berikut.
- Dengan tingkat kesibukan sebesar 0,16 atau 16% berarti bahwa petugas
pelayanan penjualan tiket mempunyai waktu menganggur (idle time)
sebesar 100%-16%=84%. Hal ini disebabkan jumlah konsumen yang datang
relatif lebih sedikit dibandingkan loket yang tersedia.
- Sebaiknya apabila tingkat kedatangan konsumen rendah, kegiatan
menganggur para penjual tiket dialihfungsikan dengan menutup loket
tertentu dan pegawai tersebut diminta untuk mengerjakan pekerjaan lain.
- Dalam kondisi seperti diatas, para konsumen yang datang tidak perlu antre
panjang. Konsumen tentunya merasa senang.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Teori pemodelan di bidang operasi riset antara lain model transportasi,
model terminal antara, model penugasan pekerjaan, model persediaan, dan
model antrean.
2. Saran

Anda mungkin juga menyukai