PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laboratorium merupakan bagian dari sarana kesehatan yang digunakan untuk menunjang
upaya peningkatan kesehatan yang melaksanakan suatu pemeriksaan yang dapat menegakkan
diagnosis suatu penyakit, penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Hasil akhir
pemeriksaan laboratorium dikeluarkan dalam bentuk Lembar Hasil Uji (LHU) yang
digunakan untuk penetapan diagnosis, pemberian pengobatan, dan pemantauan hasil
pengobatan, serta penentuan prognosis. Oleh karena itu, pelayanan laboratorium selain perlu
meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan dalam arti kuantitatif, juga
dapat melayani pemeriksaaan yang diminta dalam arti kualitatif dapat memberikan hasil
pemeriksaan yang bermutu sehingga dapat dipercayan¹.
Setidaknya terdapat 5 alasan penting mengapa pemeriksaan laboratorium diperlukan
yaitu untuk skrining, diagnosis, pemantauan progresifitas penyakit, monotoring pengobatan
dan prognosis penyakit. Dengan pengukuran dan pemeriksaan laboratorium akan didapatkan
data ilmiah yang dapat digunakan untuk menghadapi masalah pasien yang telah
terindetifikasi melalui pemeriksaan klinis dan menjadi bagian penting dari data pokok pasien.
Laboratorium Patologi Anatomi berperan penting dalam menetapkan diagnosa yang
akurat, untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil.
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari tiga tahap yaitu : tahap preanaliti, analitik dan
paska analitik. Preanalitik dapat dikatakan sebagai persiapan awal, dimana tahap ini sangat
menentukan kualitas pada tahap analitik.
Tahap praanalitik adalah tahap awal sampel untuk siap diperiksa, dimulai dari persiapan
pasien, pengambilan sampel, pemberian identitas sampel, kondisi penyimpanan sampel dan
penanganan sampel untuk dianalisa dengan identifikasi sampel yang sesuai jenis
pemeriksaan. Dalam tahap praanalitik juga perlu diperhatikan yaitu kelengkapan formulir
pengantar pemeriksaan, persyaratan wadah dan kondisi sampel (volume tepat (Depkes RI,
1997). Minat klinisi untuk memeriksa jaringan baik yang diperoleh dengan cara biopsi atau
operasisemakin meningkat. Pada tahap preanalitik yaitu berupa pengelolaan jaringantersebut
umumnya sudah memadai, namun masih ada pengelolaannya tidak memdai sehingga bahan
tersebut tidak sempurna sampai ke laboratorium patologi. Informasi yang kurang, sedian
yang tidak adekuat dan pengolahan jaringan yang tidak baik akan memberikan hasil yang
kurang sempurna dari Patologi Anatomi.
Maksud dari tulisan ini adalah untuk mengemukakan beberpa faktor yang menjadi
kendala dalan pengelolaan spesimen (preparensi jaringan) pada tahap preanalitik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Lokasi jaringan dan cara jaringan diambil misalnya biopsi,operasi, kerokan, insisi, oleh
karena lokasi yang berbeda akan membuat interpretasi yang berbeda pula. Kesimpulan
dan saran dan Patologi juga akan berbeda apabila bahan tersebut diambil secara biopsi
dengan suatu operasi radikal, misalnya mastektomi, atau pengangkatan uterus beserta
adnexanya.
2. Biopsi
Biopsi aspirasi jarum halus atau Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah suatu
metode atau tindakan pengambilan sebagian jaringan tubuh manusia dengan suatu alat
aspirator berupa jarum suntik yang bertujuan untuk membantu diagnosis berbagai tumor.
Untuk tumor pada organ dalam misalnya paru, ginjal, limfa dan lain-lain dilakukan dengan
bantuan CT scan.
Tumor paru berdasarkan lokasinya dibagi menjadi dua yaitu tumor paru sentral dan
perifer. Tehnik diagnostik tumor paru perifer ada 2 tehnik diagnostik tradisional dan lanjut.
Tehnik diagnostik tradisional seperti transthoracic needle aspiration dan transbronchial lung
biopsy (TBLB), sedangkan tehnik lanjut berupa Endobrachial Ultrasound ( EBUS) dan
elektromagnetik navigation bronchoscopi (ENB).
Gambar lokasi tumor paru sentral dan perifer
TTNA menunjukan sensitivitas yang tinggi sebagai prosedur diagnostik untuk tumor
paru perifer. Ketepatan dengan TTNA fluroscopi atau CT Scan untuk mendiagnosis suatu
keganasan 85 %- 95% dan merupakan pilihan untuk tumor perifer dengan ukuran tumor <
3cm. Pada tumor dengan ukuran lebih kecil ketepatan diagnosisnya menjadi lebih rendah.
(gambar lokasi,2012)
Kesalahan pada proses pra analitik dapat memberikan kontribusi paling besarpada
kesalahan dilaborotarium sekitar (46-77,1%). Pelaksanaan pengambilan spesimen yang tidak
tepat, kurangnya pengetahuan dan kitidakpatuhan dari petugas dilaporkan sebagai penyebab
kesalahan pra analitik yang beruhubungan dengan kualitas spesimen. (jurnal kedokteran
brawijaya,2015)
Berdasarkan studi yang dilakukan Plebani dan Carraro dalam Westgard (2008), kontribusi
kesalahan laboratorium menunjukkan bahwa ada 60% kesalahan pra analitik, 15% kesalahan
analitik dan 25% kesalahan post analitik.
Berkaitan dengan memperoleh sampel yang tepat, pada waktu yang tepat, pada pasien
yang tepat pengolahan yang tepat, dan pengiriman sampel, dan penggunaan sampel
yang tepat untuk pengukuran analitik. Botol/wadah sampel harus sesuai dengan nama
pasien, ID,umur, jenis kelamin, tanggal pengumpulan dan waktu pengumpulan.
Spesimen yang cacat, spesimen hilang, pengambilan sampel yang tidak
memadai(leong)
Kesalahan pelabelan spesimen didalam laboratorium bisa terjadi pada pengolahan
spesimen, kesalahan pelabelan wadah dengan nomor salah (salah pasien). Slide benar,
pelabelan salah, transkripsi ke laporan salah. Tingkat kesalahan pada kasus ini 0,59%.
Kesalahan pelabelan ini mungkin terjadi karena proses batch dengan spesimen yang mirip
atau fungsi dari tingkat pelatihan staf. Penghindaran proses bacth dan penggunaan tehnologi
baru seperti kode batang pada wadah spesimen, permintaan ulang bentuk, kaset, dan slide
atau pengunaan frekuensi radio tehnologi untuk mengurangi kejadian spesifik secara
signifikan.(label salah,2010).
Penelitian terbaru menyebutkan bahwa spesimen yang rusak / cacat sekitar 4-10 %,
salah identifikasi 27-28 %, dan pelaporan yang keliru 28-44%.