Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur merupakan salah satu respon trauma tubuh yang dapat menyebabkan

gangguan pada aktivitas pasien. Karena pada pasien patah tulang bisa

mengakibatkan penurunan fungsi tubuh, kehilangan fungsi atau kehilangan bagian

tubuh dan juga kecacatan. Dengan adanya penurunan fungsi pada tubuh maka

pasien memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.Fraktur

atau patah tulang adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang normal yang

terjadi karena tekanan atau ruda paksa pada tulang yang berlebihan pada

ekstremitas atas (Monica; 2001).

Fraktur biasanya sering disebabkan karena trauma, tetapi bisa juga

disebabkan karena fraktur patologik pada tulang yang sakit hanya oleh

renggangan otot ringan pada aktivitas sehari-hari, fraktur juga dapat disebabkan

oleh pukulan langsung. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu

kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa

terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Kozier, 2010).

Menurut Word health Oganization (WHO), pada tahun 2008 sebanyak 13

juta orang atau 2,7% mengalami fraktur yang mengalami peningkatan pada tahun

2010 menjadi 21 juta orang atau 3,5% (WHO, 2012). Berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Depkes RI tahun 2013 di Indonesia angka kejadian fraktur yang disebabkan oleh

cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma tajam atau
tumpul terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2007 yaitu dari 7,5% menjadi

8,2% (RISKESDAS, 2007 & 2013). Sedangkan angka kecelakaan lalu lintas di

Provinsi Aceh, sepanjang tahun 2016 tercatat meningkat sekitar 52% dibanding

tahun 2015. Jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas di Aceh selama 2015 sebanyak

1.976 kasus dan ditahun 2016 meningkat sebanyak 3.006 kasus. Angka kenaikan

mencapai 1.030 kasus atau 52%. Sedangkan korban yang meninggal dunia akibat

kecelakaan lalu lantas ditahun 2015 sebanyak 821 orang dan ditahun 2016

sebanyak 854 orang (Kemenkes RI, 2013). Menurut Walidatul bulan Januari

sampai Juli 2016 di Rumah Sakit Umum Meraxa Kota Banda Aceh terdapat 307

pasien fraktur karena kecelakaan lalu lintas, dimana fraktur ekstremitas bawah

merupakan fraktur dengan angka kejadian paling tinggi, yaitu 52,3% (Walidatul,

2017).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk menulis karya

tulis ilmiah mengenai fraktur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Apa yang dimaksud dengan fraktur?

2. Apa etiologi fraktur?

3. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik pada fraktur?

4. Apa penatalaksanaan pada fraktur?


1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan fraktur

2. Untuk mengetahui apa etiologi fraktur

3. Untuk mengetahui apa sajakah pemeriksaan diagnostik pada fraktur

4. Untuk mengetahui apa penatalaksanaan pada fraktur

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat bagi peneliti

Penulisan makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang fraktur.

2. Manfaat bagi instansi pendidikan

Makalah ini dapat menjadi referensi dan media pembelajaran tentang

fraktur.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang. Fraktur beragam

dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun fraktur terjadi

pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang mengalami

trauma yang terus menerus dan pada pasien lansia (LeMone, 2010). Fraktur

adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma,

beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang

menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer, 2000).

2.2 Etiologi Fraktur

Menurut (Oerswari, 2000). penyebab fraktur adalah :

a. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang

pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur

terbuka dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan

patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang

patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran

vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat

jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,

penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

2.3 Pemeriksaan Diagnostik Fraktur

Menurut (Doengoes, 2000 Dalam Wijaya & Putri, 2013)

pemeriksaan diagnostik fraktur diantaranya :

a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi atau luasnya fraktur.

b. Scan tulang, tonogramm, scan CT/ MRI : memperlihatkan fraktur, juga

dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal

setelah trauma.

e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kliren

ginjal.

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multiple, atau cedera hati.

2.4 Penatalaksanaan Fraktur

a. Jenis Pembedahan

Penanganan fraktur pada ekstremitas bawah dapat dilakukan secara

konservatif dan operasi sesuai dengan tingkat keparahan fraktur dan

sikap mental pasien (Smeltzer & Bare, 2002). Operasi adalah tindakan
pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau

menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Jong, 2005). Menurut

(Smeltzer & Bare, 2002) prosedur pembedahan yang sering dilakukan

pada pasien fraktur ekstremitas bawah meliputi:

1) Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (open reduction and

internal fixcation/ORIF). Fiksasi internal dengan pembedahan

terbuka akan mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan

pembedahan untuk memasukkan paku, sekrup atau pin kedalam

tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang secara

bersamaan. Sasaran pembedahan yang dilakukan untuk

memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan, stabilitas,

mengurangi nyeri dan distabilitas.

2) Fiksasi eksterna, digunakan untuk mengobati fraktur terbuka

dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini dapat memberikan

dukungan yang stabil untuk fraktur comminuted (hancur dan

remuk) sementara jaringan lunak yang hancur dapat ditangani

dengan aktif. Fraktur complixated pada femur dan tibia serta pelvis

diatasi dengan fiksator eksterna, garis fraktur direduksi,

disejajarkan dan dimmobilisasi dengan sejumlah pin yang

dimasukkan kedalam fragmen tulang. Pin yang telah terpasang

dijaga tetap dalam posisinya yang dikaitkan pada kerangkanya,

fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi dini

dan latihan awal untuk sendi disekitarnya.


3) Graft tulang yaitu penggantian jaringan tulang untuk stabilitas

sendi, mengisi defek atau perangsang untuk penyembuhan. Tipe

graft yang digunakan tergantung pada lokasi fraktur, kondisi tulang

dan jumlah tulang yang hilang karen injuri. Graft tulang mungkin

dari tulang pasien sendiri (autografi) atau tulang dari tissue bank

(allograft).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah :

1. Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas dari tulang.

2. Etiologi dari fraktur adalah kekera langsung, kekerasan tidak langsung

maupun tarikan dari otot.

3. Pemeriksaan diagnostik fraktur adalah pemeriksaan laboratorium (Darah

lengkap, kreatini klirens dan koagulasi darah), pemeriksaan rontgen

tulang, scan tulang dan arteriogram.

4. Penatalaksaan fraktur terdiri dari 4 R yaitu, Rekognisi, Reduksi, Retensi

dan Rehabilitasi

3.2 Saran

1. Diperlukan tulisan yang lebih lengkap mengenai fraktur


BAB IV
ILUSTRASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Rusliah

No CM : 1-07-50-11

Usia : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Bireuen, 10 Oktober 1975

Alamat : Kayee Lheu

Tanggal Berobat : 08 Oktober 2018

Kiriman : dr. Delta Sp. BO (RSUD Fauziah Bireuen)

Diagnosa : Fraktur 1/3 medial radius Sinistra

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Nyeri ditangan sebelah kiri

2. Keluhan Tambahan :Tangan sulit digerakkan

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri di

tangan sebelah kiri sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan setelah pasien

kecelakaan lalu lintas. Nyeri dirasakan terutama saat tangan digerakkan

sehingga membuat pasien sulit untuk bergerak. Nyeri seperti ditusuk-tusuk.

Awalny, setelah kecelakaan pasien dibawa ke IGD RSUDZA, akan tetapi

keluarga menolak untuk dilakukan tindakan sehingga pasien PAPS pada

tanggal 21 Juni 2018 untuk berobat ke dukun patah. Namun nyeri dirasakan
tidak berkurang sehingga pasien memutuskan untuk berobat kembali ke

Rumah Sakit.

4. Riwayat Penyakit Sebelumnya : Tidak ada

5. Riwayat Pengobatan : Pasien sebelumnya oernah berobat di

dukun atah selama 3 bulan

6. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada

7. Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien sehari-hari bekerja sebagai Ibu

Rumah Tangga

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos mentis


Keadaan umum : Baik
1. Vital Sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC

2. Fungsional
Nyeri (diukur dengan menggunakan VAS) : 3 (0-10)

3. Skrining Nutrisi

Tinggi Badan : 157 cm

Berat Badan : 60 kg

IMT : 24,34 kg/m2 (Gizi Normal)

4. Status Generalis:
Kulit : Warna sawo matang
Kepala : Normocephali

Rambut : Warna hitam distribusi merata

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen minimal

Hidung : Sekret (-/-), hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir pucat (-), faring tidak hiperemis

Leher : JVP (5-2 mmH2O), trakea lurus di tengah, KGB tidak membesar

Toraks : simetris kanan dan kiri

Jantung : bunyi jantung I > bunyi jantung II, regular, bising (-)

Paru : simetris, sonor (-/-), vesikuler (+/+), ronki (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen : soepel, bising usus (+), nyeri (-), defans muskular (-)

Ektremitas : edema (-/-) pucat (-/-)

Status Lokalis : at regio antebrachii sinsitra

Look : luka (-), jejas (-), deformitas (-)

Feel : Nyeri tekan (+)

Movement : ROM terbatas

D. Terapi

Meloxicam 2 x 15 mg

Ranitidin 2x30 mg
DAFTAR PUSTAKA

Jong, S. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. (Wijaya & Putri 2013, Ed.). jakarta: EGC.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Lemone, P., & Karen, B. (2010). Medical Surgical Nursing Patient-Centered


Collaborative Care. New Jersey: Pearson Education Prerice.

Mahoney Fl, Barthel DW: Evaluasi Fungsional: Indeks Barthel. Md Negara Med
(Agung I 2006) J14:02, 1965.

Mansjoer, Arif, D. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3 Jilid 1). Jakarta: Media
Aesculapius.

Oswari E. (2000). Bedah dan Keperawatannya. (Wijaya & Putri 2013, Ed.).
Jakarta: PT Gramedia.

Riskesdas Nasional. (2013). Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

Riskesdas Nasional. (2007). Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI

Smeltzer, & Bare. (2002). Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih
Bahasa : Agung waluyo. jakarta: EGC.

Walidatul, Halimuddin. (2016). Pasien Fraktur dan Hari Rawatan Kasus


Kecelakaan Lalu Lintas Banda Aceh. Banda Aceh: JIM Unsyiah

WHO. (2012). World Health Statistick. www. who. int.

Anda mungkin juga menyukai