PENDAHULUAN
Diagnosis dini dan terapi dini bersifat krusial untuk kontrol TB yang efektif.
Diagnosis yang terlambat meningkatkan risiko kematian dan penularan TB dalam
masyarakat. Penegakan diagnosis TB melalui identifikasi agen infeksi sulit dilakukan.
Pengambilan sampel sulit dilakukan, meskipun sampel telah didapatkan dapat
ditemukan hasil negatif palsu dikarenakan lesi bersifat paucibasiler pada anak.2
1.2.Batasan Masalah
Penulisan case report session ini merujuk pada berbagai kepustakaan dan
literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor risiko TB pada anak antara lain pajanan dengan orang dewasa yang
menderita TB aktif (kontak TB positif), daerah endemik, kemiskinan, lingkungan tidak
sehat dengan higiene dan sanitasi yang tidak baik, tempat penampungan umum (panti
asuhan, penjara atau panti perawatan lai) yang banyak terdapat pasien TB dewasa dan
anak dengan imunkompromais.
Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap dewasa
infeksius terutama dengan BTA sputum positif. Semakin erat kontak anak dengan
orang tersebut, semakin besar pula kemungkinan bayi terpajan droplet infeksius. Pasien
TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau dewasa sekitarnya. Hal ini
dikarnakan kuman TB jarang ditemukan pada sekret endobrokial anak dikarenakan
jumlahnya yang sedikit (pausibasiler), sakit TB primer pada anak biasanya berlokasi
pada parenkim yang jauh dari bronkus dan sedikit bahkan tidak adanya produksi
sputum anak.
2.4 PATOGENESIS1,5
*Catatan:
4. TB pasca primer terjadi dengan mekanisme reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau
reinfeksi (infeksi sekunder) oleh kuman TB dari luar (eksogen), ini disebut TB tipe
dewasa (adult type TB).
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB
dalam droplet yang berukuran sangat kecil (< 5mikrom) akan terhirup dan mencapai
alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imun nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imun spesifik. Namun pada
sebagian kasus lainnya, tidak seluruh kuman dapat dihancurkan sehingga makrofag
alveolus akan memfagosit kuman TB sehingga sebagaian besar kuman TB
dihancurkan. Namun sebagian kecil kuman TB yang tidak dihancurka berkembang
biak dalam makrofag hingga menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB
membentuk lesi pada lokasi tersebut yang dinamakan sebagai fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB kemudian menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yakni kelenjar limfe yang memiliki saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan inflamasi pada saluran limfe
(limangitis) dan pada kelenjar limfe (limfadenitis). Kelenjar limfe yang terlibat
dipengaruhi oleh lokasi fokus primer, apabila fokus primer terletak pada lobus bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe perihiler, namun jika
fokus primer berada pada lobus atas, maka kelenjar limfe yang terkena adalah kelenjar
limfe paratrakeal. Gabungan fokus primer, limfangitis dan limfadenitis dikenal sebagai
kompleks primer.
Saat kompleks primer telah terbentuk, TB dinyatakan telah terjadi dan telah
terbentuk respon imun seluler terhadap TB. Hal ini dibuktikan dengan adanya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloproteion yakni hasil uji tuberculin positif. Selama
masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Apabila imunitas baik, proliferasi kuman
TB akan terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TB dapat tetap bertahan hidup dalam
granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas seluler spesifik.
Gejala TB pada anak dpat berupa gejala sistemik atau gejala sesuai organ
terkait. Gejala TB bersifat khas yakni menetap lebih dari 2 minggu walaupun sudah
diberikan terapi yang adekuat.
1. Gejala Sistemik
a. Penurunan berat badan atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau
terjadi gagal tumbuh meskipun telah diberikan perbaikan gizi yang baik
dalam 1-2 bulan
b. Demam lama (≥2 minggu) 7ubercul berulang tanpa sebab yang jelas.
Keringat malam apabila tidak disertai gejala sistemik lainnya tidak bersifat
spesifik untuk TB
c. Batuk lama (≥2 minggu), bersifat non remitting (tidak pernah sembuh,
makin lama makin parah) dan penyebab lain batuk dapat disingkirkan.
Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika atau obat asma (apabila
ada indikasi)
d. Lesu atau malaise, anak kurang aktif.
2. Gejala spesifik
Pada TB ekstraparu dapat dijumpai gejala dan tanda klinis khas sesuai dengan
organ yang terkena.
a. Tuberkulosis kelenjar
Biasanya ditemukan pada regio colli berupa pembesaran kelenjar getah
bening yang tidak nyeri, kenyal, multiple dan tidak bersepon terhadap
pemberian antibiotik, juga dapat terbentuk rongga dan discharge.
b. Tuberkulosis sistem saraf pusat
Dapat berupa meningitis TB maupun tuberkuloma otak.
c. Tuberkulosis sistem skeletal
Dapat berupa spondylitis TB, tulang panggul (coxitis), lutut (gonitis) dan
tulang kaki tangan.
d. Tuberkulosis mata
Dapat berubah konjungtivitis fliktenularis dan tuberkel koroid
e. Tuberkulosis kulit
Berupa skrofuloderma yang ditandai dengan adanya skin bridge
f. Tuberkulosis pada organ lain, dicurigai apabila ditemukan gejala pada
organ tanpa sebab yang jelas serta adanya kecurigaan infeksi TB.
2.6 PEMERIKSAAN1,6
1. Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan penting untuk
menegakan diagnosis TB pada anak maupun dewasa. Pemeriksaan
sputum pada anak terutama dilakukan pada anak berusia lebih dari 5
tahun, HIV positif dan gambaran kelainan paru luas. Namun karena
pengambilan sputum pada anak sulit, pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Cara mendapatkan sputum pada anak dapat melalui beberapa cara yakni
berdahak, bilas lambung dan induksi sputum.
a. Pemeriksaan BTA sputum atau spesiem lain
b. Tes cepat molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan bersifat cepat yakni kurang lebih 2 jam. Dapat
digunakan untuk mendeteksi resistensi kuman terhadap rifampisin.
Hasil negatif pada pemeriksaan ini tidak menyingkirkan diagnosis
TB
c. Pemeriksaan biakan
Merupakan gold standard dalam diagnosis TB dengan
ditemukannya kuman mycobacterium tuberculosis pada biakan.
2. Pemeriksaan Penunjag
a. Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakan diagnosis
TB anak khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak
jelas. Uji tuberculin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan
0,1ml PPD RT-23 2TU atau PPD S5TY secara intrakutan dibagian
volar lengan bawah, hasil dibaca setelah 24-72 jam penyuntikan.
Pengukuran dilakukan terhadap indurasinya. Uji tubrkulin
dinyatakan positif apabila indurasi diameter ≥10mm. 4Uji tuberkulin
tidak dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB sehingga
hasil positif pada uji ini tidak dapat menentukan apakah seseorang
sakit TB atau tidak. Sebaliknya, hasil uji tuberkulin belum tentu
menyingkirkan diagnosis TB. Pemeriksaan untuk mengetahui
infeksi TB lainnya adalah immunoglobulin release assay (IGRA). 1
b. Foto Thorax
Merupakan pemeriksaan penunjang pada TB anak, namun
gambaran foto toraks pada TB tidak khas kecuali gambaran TB
milier. Gambaran radiologis yang menunjang TB adalah:
- Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa
infiltrate
- Konsolidasi segmental/lobar
- Efusi pleura
- Milier
- Atelectasis
- Kavitas
- Kalsifikasi dengan infiltrate
- Tuberkuloma
c. Pemeriksaan histopatologi
Pada pemeriksaan ini akan tampak gambaran granuloma dengan
nekrosis perkejuan ditengahnya dan dapat juga ditemukan
gambaran sel datia Langerhans dana tau kuman TB.
2.7 ALUR DIAGNOSIS1
Secara umum penegakan diagnosis TB anak didasarkan pada 4 hal,
yaitu:
1. Konfirmasi bakteriologis TB
2. Gejala klinis khas TB
3. Adanya bukti infeksi TB (tuberculin positif atau kontak erat
dengan pasien TB)
4. Gambaran foto toraks sugestif
Keterangan:
**) kontak TB paru dewasa dan kontak TB paru anak terkonfirmasi bakteriologis
***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak ada respon dengan pengobatan adekuat,
evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada kondisi:
a. TB meningitis
b. Sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar
c. Perikarditis TB
d. TB milier dengan gangguan napas berat
e. Efusi pleura TB
f. TB abdomen dengan asites
LAPORAN KASUS
Nama : NO
Suku : Minang
Agama : Islam
3.2 Anamnesis
tua pasien.
1. Keluhan Utama
Demam sejak ± 2 minggu yang lalu. Demam tidak tinggi, hilang timbul, tidak
Batuk sejak ± 2 minggu yang lalu, tidak berdahak, tidak disertai pilek.
Sesak napas sejak ± 2 minggu yang lalu. Sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi
cuaca dan makanan. Sesak semakin meningkat sejak 1 minggu ini, anak lebih
Nyeri dada sejak ± 2 minggu yang lalu. Nyeri dada dirasakan terutama saat
Penurunan nafsu makan sejak ± 2 minggu yang lalu. Anak biasanya makan 3
kali sehari, 1 porsi. Semenjak 2 minggu yang lalu, anak hanya memakan
Riwayat penurunan berat badan ada sebanyak 4,5 kg dalam 1 minggu terakhir.
Berat badan sebelumnya 34 kg dan berat badan saat ini 29,5 kg.
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama ada. Ibu dan ayah pasien
Pasien rujukan dari RSUD M.Zein Painan dan telah dirawat selama 3 hari.
hemithorax dextra dan sudah mendapat terapi O2 3L/I, IVFD KAEN 1B 22tpm,
5. Riwayat Persalinan
Ibu hamil cukup bulan. Persalinan dengan vacum atas indikasi pre-eklampsi
ditolong oleh dokter. Berat badan lahir anak 3700 gram, anak langsung menangis
6. Riwayat Makan
Daging :1x/minggu
Ikan : 5x/minggu
Telur : 2 x/minggu
Sayur : 7 x/minggu
Buah : 3x/minggu
7. Riwayat Imunisasi
BCG : 0 bulan
DPT : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, Booster: 6 tahun
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
Bicara : 9 bulan
Perkarangan : sempit
Sampah : dibakar
Ibu Ayah
Nama Efra Yunita Desmal
Umur 35 37
Pendidikan terakhir SMA SMA
Pekerjaan IRT Petani
Penghasilan - ±1-3 juta
Perkawinan pertama pertama
Penyakit - -
11. Saudara Kandung
Status generalis
- Suhu : 370 C
- Status gizi
BB menurut U : 75,64 %
TB menurut U : 100,6 %
BB menurut U : 73,75 %
- Anemia : ada
Kelenjer Getah Bening Tidak teraba pembesaran getah bening koli, aksila,
inguinal
ada.
Gigi dan mulut Mukosa bibir dan mulut basah, stomatitis ada.
Paru
Jantung
Abdomen
Pr : Timpani.
Ekstremitas Akral hangat, perfusi baik, capillary refilling time <2 detik.
3.4 Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Rutin
Hb : 8,8 g/dl
Leukosit : 14.250/mm3
- Efusi pleura dextra ec Susp. TB Paru DD/ -infeksi kuman banal; -keganasan
1. Laboratorium Khusus
3.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana kegawatdaruratan
Tatalaksana nutrisi/dietetik
MB TKTP
Tatalaksana medikamentosa
Isoniazid 1x300 mg po
Rifampisin 1x450 mg po
Pirazinamid 1x900 mg po
Vit B6 1x10 mg po
Prednison 2-2-2 po
FOLLOW UP
18-02- S/ sesak berkurang
18 Batuk berkurang
Nyeri dada berkurang
O/ tanda vital dalam batas normal
Mata: konjungtiva anemis
Thorax: gerakan kanan tertinggal, vesikuler, suara napas melemah mulai
dari RIC VI dextra, perkusi pekak mulai RIC VI dextra, ronkhi +/+-,
wheezing -/-
A/ efusi pleura dextra ec susp TB paru DD/infeksi kuman banal
Anemia mikrositik hipokrom ec penyakit kronik
P/ terapi lanjut
Gene Xpert
Analisa Cairan Pleura
BTA Sputum
19-02- O/ thorax: vesikuler, suara napas melemah mulai RIC V dextra
18 kebawah, perkusi pekak mulai RIC V kebawah. Ronkhi +/+, Wheezing -
/-
20-02- O/ LED :128
18 Hasil analisis cairan pleura:
Volume : 3cc
Kekeruhan : positif
Warna : kuning
Jumlah sel : 1.075/mm
PMN : 20%
MN : 80%
GeneXpert:
MTB not detected
21-02- P/ Etambutol 1x500 mg
18
24-02- O/Thorax: vesikuler, suara napas melemah mulai RIC IV dextra
18 kebawah. Perkusi pekak mulai RIC IV kebawah. Ronkhi +/+, Wheezing
-/-
BAB IV
DISKUSI
Pasien mengeluhkan demam sejak dua minggu yang lalu, tidak tinggi, hilang
timbul, tidak menggigil dan tidak berkeringat banyak. Batuk berdahak sejak dua
minggu yang lalu tidak berdahak. Adanya demam dan batuk yang berlangsung lebih
dari dua minggu menunjukan adanya infeksi kronik pada paru pada pasien, sehingga
dapat disingkirkan gangguan jantung pada pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya
keringat malam sejak dua minggu yang lalu, penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan, serta nyeri dada yang dirasakan terutama saat batuk. Keringat malam
disebabkan oleh produksi tumor necrosis factor (TNF) sebagai respon terhadap
inflamasi, produksi TNF meningkat pada malam hari, peningkatan TNF pada malam
hari menimbulkan manifetasi keringat malam. Penurunan nafsu makan disebabkan
oleh gangguan regulasi hormon yang mempengaruhi nafsu makan pada TB.
Menurunnya asupan makan dan adanya infeksi menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan pada pasien.
Hb pasien 8,8 memberikan kesan anemia. MCV MCH dan MCHC dibawah
normal memberikan kesan anemia mikrositik hipokrom. Untuk mengetahui anemia
mikrositik hipokrom pada pasien disebabkan oleh penyakit kronis atau defisiensi Fe
dapat dilakukan penilaian index Mentzer. Index Mentzer adalah index yang digunakan
untuk mengidentifikasi anemia mikrositik hipokrom dengan validitas yang baik. Index
Mentzer didapatkan dari hasil MCV/RBC. anemia disebabkan oleh defisiensi Fe
apabila index Mentzer >14. Pada pasien didapatkan Index Mentzer 12, sehingga
diagnosis anemia karena defisiensi Fe dapat disingkirkan.8
Pada pasien diberikan terapi Oksigen 3L/menit, IVFD KAEN 1B 22tpm makro,
Isoniazid 1x300 mg po, Rifampisin 1x450 mg po, Pirazinamid 1x900 mg po, Vit B6
3x10 mg po, Prednison 2-2-2 po, Paracetamol 300 mg p.o. (T≥38,5˚C). Terapi TB pada
anak dengan BTA negatif menggunakan panduan INH, rifampisin dan pirazinamid
pada fase inisial diikuti rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan. Pemberian OAT
dapat diberikan dalam sediaan terpisah atau kombinasi dosis tetap.1 Pada follow up
didapatkan hasil analisis cairan pleura yang mendukung adanya infeksi bakteri. Efusi
pleura pada pasien dapat disimpulkan disebabkan oleh infeksi kuman TB. Adanya efusi
pleura TB dikategorikan sebagai TB berat dan terapi OAT pada TB berat menggunakan
fibrotik dan mempercepat penyerapan cairan efusi. Steroid dapat memperpendek fase
diberikan sebagai antipiretik dan hanya diberikan ketika suhu diatas 38,5 C.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta; 2016.
23(6): 317-322
screening tool for iron deficiency anemia in 6-12 year old children.