ASFIKSIA NEONATORUM
1.1 Definisi
Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara
spontasn dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau
persalinan ( Sofian, 2012 ).
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir ( Sarwono, 2011 ).
Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono,
2010 ).
Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan janin (fetal
distress) intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan antara
kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolism janin
menuju metabolism anaerob, yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan
lagi CO2 (Manuaba, 2008).
1.2 Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang
yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi
asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Nurarif & Kusuma,
2013) :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Faktor Disebabkan Keterangan
Maternal Hipotensi Aliran darah menuju plasenta akan
syok dengan berkurang sehingga O2 dan nutrisi makin
sebab apapun tidak seimbang untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme.
Anemia
Kemampuan transportasi O2 turun
maternal
sehingga konsumsi O2 janin tidak
Penekanan terpenuhi
Metabolisme janin sebagian menuju
respirasi atau
metabolisme anaerob sehingga terjadi
penyakit
timbunan asam laktat dan piruvat serta
paru
Malnutrisi menimbulkan asidosis metabolic
Asidosis dan Semuanya memberikan kotribusi pada
dehidrasi pertumbuhan konsentrasi O2 dan nutrisi
Supine makin menurun.
hipotensi
Uterus Aktivitas Menyebabkan aliran darah menuju
kontraksi plasenta makin menurun sehingga O2
memanjang/ dan nutrisi menuju janin makin
hiperaktivita berkurang
Timbunan glukosanya yang
s
Gangguan menimbulkan energy pertumbuhan
Vaskuler melalui O2 dengan hasil akhir CO2 atau
habis karena dikeluarkan melalui paru –
paru atau plasenta janin, tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan.
Metabolisme beralih menuju
metabolisme anaerob yang menimbulkan
asidosis
Plasenta Degenerasi Fungsi plasenta akan berkurang sehingga
vaskuler tidak mampu memenuhi kebutuhan O2
Solusio
dan nutrisi metabolisme janin
plasenta Menimbulkan metabolisme anaerob dan
Pertumbuhan
akhirnya asidosis dengan pH darah
hypoplasia turun.
primer
Tali Kompresi Aliran darah menuju janin berkurang
Pusat Tidak mampu memenuhi nutrisi O2 dan
tali pusat
Simpul nutrisi
Metabolisme berubah menjadi
mati/lilitan
metabolisme anaerob
tali pusat
Hilangnya
jelly
Wharton
Janin Infeksi Kebutuhan metabolisme nutrisi makin
tinggi, sehingga ada kemungkinan tidak
dapat dipenuhi oleh aliran darah dari
plasenta
Anemia janin
Aliran nutrisi dan O2 tidak cukup
menyebabkan metabolisme janin menuju
metabolisme anaerob, sehingga terjadi
timbunan asam laktat dan piruvat
Kemampuan untuk transportasi O2 tidak
cukup sehingga metabolisem janin
berubah menjadi menuju anaerob yang
menyebabkan asidosis.
1.3 Klasifikasi
Tabel penilaian APGAR SCORE
Skor APGAR
Tanda
0 1 2
Frekuensi Tidak ada < 100 x/menit > 100 x/menit
Jantung
Usaha Tidak ada Lambat tak teratur Menangis kuat
bernafas
Tanus otot Lumpuh Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan, eks biru Seluruh tubuh
kemerahan
Klasifikasi klinis APGAR SCORE :
a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit,
tonus otot buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
b. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot
kurang baik atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis.
Respirasi lambat, tidak teratur.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 – 9
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/
pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.
1.4 Patofisiologi
Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan
akan terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi
terganggu, maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada
gangguan sistem organ vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang
mengakibatkan kematian ( Manuaba, 2008 ).
Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi
lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
dipengaruhi lagi. Maka timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ
menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauteri dan bila kita periksa kemudian banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan dapat terjadi atelektasis. Bila janin
lahir, alveoli tidak berkembang ( Manuaba, 2008 ).
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan
pernafasan yang dalam, denyut jantung menurun terus menerus, tekanan darah bayi
juga mulai menurun, dan bayi akan terlihat lemas. Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekuner. Selama apneu sekunder denyut
jantung, tekanan darang dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan
buatan tidak di mulai segera ( Manuaba, 2008 ).
Akral dingin
Resiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh (00005)
1.6 Manifestasi Klinis
Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan
tanda – tanda sebagai berikut ( Nurarif & Kusuma, 2013 ) :
a. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan
umum normal denyut janin berkisar antar 120-160 x/menit dan selama his
frekuensi ini bisa turun namun akan kembali normal setelah tidak ada his.
b. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O2
merangsang usus sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2
karena asidosis menyebabkan turunnya pH.
1.8 Komplikasi
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
a. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi aliran darah ke otak yang menurun. Keadaaan ini akan
menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak.
Hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfksia. Keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfksia akan mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2. Hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena
perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal, diantaranya : hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Sedangkan akibat tindakan dari pemakaian bag and mask yang berlebihan dapat
menyebabkan pneumotoraks, dimana pada pengembangan paru yang berlebihan
dapat menyebabkan alveolus pecah atau robekan pada mediastinum sehinga
udara akan mengisi rongga pleura / mediastinum.
1.8 Penatalaksanaan
a. Tindakan Keperawatan:
1) Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar
lendir mudah mengalir, bila perlu digunakan laringioskop untuk
membantu penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda achiles.
3) Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat: Berikan oksigen dengan tekanan positif dan
intermiten melalui pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan
udara yang telah diperkaya dengan oksigen. Tekanan O2 yang
diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila pernafasan spontan tidak
timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang menekan
pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan: Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir,
rangsang nyeri) selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan
kodok (Frog breathing) 1-2 menit yaitu : kepala bayi ektensi
maksimal beri oksigen 1-2 l/mnt melalui kateter dalam hidung,
buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah
secara teratur 20x/menit. Penghisapan cairan lambung untuk
mencegah regurgitasi.
Johnson, M., et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.
New Jersey: Upper Saddle River.
Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2008. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amir Huda & Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 1&2.Yogyakarta :
Mediaction Publishing.
Ralph dan Rosenberg. 2006. Nursing Diagnosis: Definition and Clasification 2005-
2006. Philadelphila, USA.