Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Definisi
Jatuh adalah salah satu ancaman bagi lansia. Diluar negeri, satu dari tiga lansia
mengalami jatuh setiap tahunnya. Lebih jauh lagi, terdapat studi yang menemukan
bahwa risiko jatuh adalah bahaya lansia yang paling mungkin terjadi dan cedera
akibat jatuh sebagai kondisi nomor dua yang memberi dampak terburuk.
Meskipun begitu, data yang sama menunjukkan bahwa risiko jatuh jugalah yang
menjadi ancaman yang paling mungkin diantisipasi. Oleh karena itu, penelitian
tentang jatuh pada lansia memiliki potensi baik untuk dikembangkan dalam
rangka antisipasi (Ashar, 2016).
Jatuh pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ada yang
mengelompokkannya menjadi mobilitas (mobility), perilaku pengambilan risiko
(risk taking behavior), serta kondisi lingkungan (physical environtment). Terdapat
pula yang mengelompokkannya menjadi faktor internal,dari diri lansia, dan
eksternal, dari luar diri lansia. Faktor eksternal ini erat kaitannya dengan kondisi
bahaya pada rumah (home hazard) Jatuh pada lansia telah menjadi pembahasan
yang luas di luar negeri. Meski begitu, kebanyakan studi tentang jatuhnya lansia
diIndonesia didominasi bidang keperawatan dan membentuk pengetahuan
mengenai faktor internal. Pembahasan mengenai faktor eksternal di Indonesia
masih belum baik. Kondisi budayadi Indonesia yang berbeda dengan negara
diluar negeri diduga akan memunculkan kekhasan kondisi rumah, termasuk pada
elemen faktor eksternal risiko jatuh. Untuk itu, diperlukan studi lebih dalam
mengenai faktor eksternal dari risiko jatuh. Tujuan besar dari studi ini adalah
untuk menemukan kriteria bangunan yang dapat mengurangi risiko dan dampak
jatuh pada lansia(Depkes, RI 2015).

B. Etiologi
1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat mencetuskan
fraktur.
2. Perubahan refleks baroreseptor cenderung membuat lansia mengalami
hipotensi postural, menyebabkan pandangan berkunang-kunang,
kehilangan keseimbangan, dan jatuh.
3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap keadaan gelap
dan penurunan penglihatan perifer, ketajaman persepsi kedalaman, dan
persepsi warna dapat menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan,
dan dapat mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.
4. Gaya berjalan dan keseimbanganberubah akibat penurunan fungsi sistem
saraf, otot, rangka, sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua perubahan ini
mengubahpusat gravitasi, mengganggu keseimbangan tubuh dan
menyebabkan limbung, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuh.
Perubahan keseimbangan dan properosepsi membua lansia sangat rentan
terhadap perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin dan mengkilat).
Akhirnya, usia yang sangat tua atau penyakit parah dapat mengganggu
fungsi refleks perlindungan dan membuat individu yang bersangkutan
berisiko terhadap jatuh (Lord, 2015).

C. Faktor Resiko
1. Faktor intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh termasuk proses
penuaan dan beberapa kondisi penyakit, termasuk penyakit jantung, stroke
dan gangguan ortopedik serta neurologik.
Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada lansia adalah
kebutuhan eliminasi individu. Beberapa kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang
menuju, menggunakan atau kembali dari kamar mandi. Perubahan status
mental juga berhubungan dengan peningkatan insiden jatuh.
Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh adalah permukaan
lantai yang meninggi, ketinggian tmpat tidur baik yang rendah maupun yang
tinggi dan tidak ada susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar mandi
dan lorong (Mauk, 2010).
2. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh. Jatuh umumnya
terjadi pada minggu pertama hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw
megenali lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.
Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada lansia dan dapat
digolongkan sebagai faktor risiko eksternal.obat yang memengaruhi sistem
kardiovaskular dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya jatuh,
biasanya akibat kemungkina hipotensi atau karena mengakibatkan perubahan
status ,emtal. Laksatif juga berpengaruh terhadap insida jatuh.
Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik cenderung
menggunakan alat bantu gerak seperti kursi roda, tongkat tunggal, tongkat
kaki empat dan walker. Pasien yang menggunakan alat banu lebih mungkin
jatuh dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan alat bantu.
Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan konfusi, yang
merupakan faktor ekstrinsik terjadinya jatuh (Mauk, 2010).

D. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane,
2011; Van – der – Cammen, 2015)
1. Perlukaan ( injury )
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus,
lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak.
E. Pencegahan Terhadap Jatuh
1. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan, gaya berjalan,
diberikan latihan fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik, koordinasi
keseimbangan serta mengatasi faktor lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi
bagaimana keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah tempat
dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh, begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot
ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan, apakah lansia
menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, dan mengangkat kaki
dengan benar saat berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat
penurunan.
2. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak aman, misalnya dengan
memindahkan benda berbahaya, peralatan rumah dibuat yang aman (stabil,
ketinggian disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga) serta lantai
yang tidak licin dan penerangan yang cukup.
3. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit yang baru. Apabila
keadaan lansia lemah atau lemas tunda kegiatan jalan sampai kondisi
memungkinkan dan usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Maryam,
2012).

F. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
a. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor
risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini
harus terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,
neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik,
arsitek dan keluarga penderita.
b. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,
sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif.
Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial sehingga
diperlukan terapi gabungan antara obat rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan
perbaikan kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk
mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas
fisik, penggunaan alat bantu gerak.
c. kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki nfungsionalnya.
Sayangnya sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat
sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan terus –
menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status fumgsional.
Penelitian yang dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat terhadap
pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun, didapatkanpeningkatan kekuatan otot
dan ketahanannya baru terlihat nyata setelah menjalani terapi rehabilitasi 3
bulan, semakin lama lansia melakukan latihan semakin baik kekuatannya.
d. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan difokuskan
untuk mengatasi / mengeliminasi penyebabnya/faktor yang mendasarinya.
Penderita dimasukkan dalam program gait training, latihan strengthening dan
pemberian alat bantu jalan. Biasanya program rehabilitasi ini dipimpin oleh
fisioterapis. Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke, fraktur
kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.
e. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan pada penyakit
kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat – obat yang menyebabkan
hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan, dll.
f. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah /
tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh (Reuben, 2012).

G. Pendekatan Diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini
1) Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau
keluarganya ( Kane,2010).
Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, lain.
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-
tiba, vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism,
osteoporosis, sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit
sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat –
tempat kegiatanny.
DAFTAR PUSTAKA

Ashar, PH. 2016. Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh Pada Lansia Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
(Skripsi). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Depkes RI (2015). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas


Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, AJ. (2011). Investments and portofolio
Management. Global Edition. New York : The McGraw-Hill Companies,
Inc.

Maryam, RS., Ekasari, MF., Rosidawati., Jubaedi, A., dan Batubara, I (2012).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Mauk, KL. (2010). Gerontological Nursing Competencies for Care, 2nd edition.
Sudbury: Jones and Barlett Publisher.

Leonard, J.B. (2012). ―Integrative learning: a grounded theory‖. Issues in


integrative studies No. 30, 48-74.

Reuben, A., Koch, D.G., Lee, W.M., 2010, Drug-Induced Acute Liver Failure:
results of a U.S. Multicenter Prospective Study, Hepatology, 52:2065- 2076.

Anda mungkin juga menyukai