Anda di halaman 1dari 31

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah kondisi medis dimana

tekanan darah dalam arteri meningkat melibihi batas normal. Meningkatnya

tekanan darah di dalam arteri terjadi melalui beberapa cara yakni jantung

memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya, pembuluh darah kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga

tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui pembuluh

darah. Karena itu pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh

yang sempit dari pada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah

(Haryono, 2013).

Menurut WHO, tekanan darah yang normal bagi orang dewasa adalah 120/80

mmHg. Akan tetapi, jika tekanan darah sistolik yaitu antara 120-139 dan tekanan

distolik antara 80-89, dan itu juga disebut dengan tekanan darah yang normal.

WHO memperkirakan hipertensi menyebabkan 9,4 juta kematian dan mencakup

7% dari beban penyakit di dunia.Berdasarkan data WHO pada tahun 2014

terdapat sekitar 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia. Prevalensi tertinggi

terjadi diwilayah Afrika yaitu sebesar 30%. Prevalensi terendah terdapat

diwilayah Amerika sebesar 18%. Secara umum, laki-laki memiliki prevalensi

hipertensi yang lebih tinggi dibandingkan wanita (World Health Organization).

1
Penurunan fungsional tubuh akibat proses penuaan pada lansia menjdai salah satu

risiko lansia dapat rentan terhadap berbagai penyakit atau masalah kesehatan yang

ada dan memperngaruhi kualita hidupnya. Salah satunya penyakit atau masalah

kesehatan yang paling tinggi dan menempati urutan pertama pada masalah

kesehatan lansia di Indonesia yaitu penyakit hipertensi sebesar 57,6% (Kemenkes

RI, 2016).

Dari hasil RISKESDAS pada tahun 2013 mencatat prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 25,8% dengan prevalensi hipertensi secara umum yang paling

tertinggi terdapat di Bangka Belitung (30,9%) diikuti Kalimantan Selatan (30,8%)

dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui

kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%. Jadi ada 0,1% yang minum

obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang

minum obat hipertensi sebesar 0,7%. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia

sebesar 26,5% (Balitbang Kemenkes RI, 2013).

Penyakit hipertensi meningkat dengan bertambahnya umur dan tertinggi pada

umur >65 tahun. Prevalensi hipertensi cenderung lebih tinggi meski sedikit pada

perempuan dibanding laki-laki, semakin tinggi tingkat pendidikan, prevalensi

penyakit hipertensi semakin rendah. Penyakit hipertensi ditemukan pada

penduduk dengan semua jenis pekerjaan. Tingginya angka kejadian hipertensi,

dipengaruhi oleh dua jenis faktor, yaitu faktor yang tidak bisa diubah seperti

umur, jenis kelamin, keturunan/gen. Faktor yang bisa diubah diantaranya stres,

kebiasaan merokok dan lain-lain (Suiraoka, 2012).

2
Sebagian besar penyebab penyakit hipertensi tak diketahui. Berbagai faktor terkait

dengan genetik dan pola hidup, seperti aktivitas fisik yang kurang, asupan

makanan asin dan kaya lemak, serta kebiasaan merokok dan minum alkohol

berperan dalam hal ini (Depkes, RI 2011).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, data hipertensi pada lansia yang

diperoleh pada tahun 2015-2016 di Puskesmas Tombatu Kecamatan Tombatu

Utara di 21 desa terdapat 1584 lansia. Jumlah kunjungan lansia pada tahun 2015

di dapat 503 dan jumlah kunjungan pada tahun 2016 di dapat 543. Data tahun

2016 jumlah lansia yang terdiagnosis hipertensi dan mendapat pengobatan

berjumlah 503 lansia.

Berdasarkan data diatas maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai

“Faktor yang berhubungan dengan kekambuhan Hipertensi pada Lansia di

Puskesmas Tombatu Kecamatan Tombatu Utara Kabupaten Minahasa Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu

“Faktor apakah yang berhubungan dengan kekambuhan Hipertensi pada lansia di

Puskesmas Tombatu?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran faktor yang berhubungan dengan kekambuhan

Hipertensi pada lansia di Puskesmas Tombatu.

D. Manfaat Penulisan

3
1. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan judul penelitian ini.

2. Tempat Penelitian

Sebagai bahan pertimbangan untuk bagian pengelolahan Puskesmas demi

peningkatan derajat kesehatan khususnya pasien dengan Hipertensi.

3. Profesi Keperawatan

Digunakan sebagai bahan masukkan dan informasi dalam bidang

keperawatan di masa mendatang.

4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan diukur

paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Secara umum, seseorang

dapat mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari

140/90 mmHg. Hipertensi sering juga diartikan sebagai suatu keadaan

dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik

lebih dari 80 mmHg (Muhamad Ardiansyah 2012).

2. Klasifikasi

WHO (World Health Organization)

K l a s i f i k a s i Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

N o r m o t e n s i < 1 4 0 < 9 0

Hipertensi ringan 1 4 0 - 1 8 0 9 0 - 1 0 5

Hipertensi perbatasan 1 4 0 - 1 6 0 9 0 - 9 5

Hipertensi sedang dan berat > 1 8 0 > 1 0 5

Hipertensi sistolik terisolasi > 1 4 0 < 9 0

Hipertensi sistolik perbatasan 1 4 0 - 1 6 0 < 9 0

Tabel 1 : Klasifikasi Hipertensi(World Health Organization).

JNC-7 Blood Pressure Classification

Blood Pressure Classification Systolic blood pressure Diastolic blood pressure

( m m H g ) ( m m H g )

5
N o r m a l < 1 2 0 < 8 0

Pre-hypertension 1 2 0 - 1 3 9 8 0 - 8 9

Stage 1 hypertension 1 4 0 - 1 5 9 9 0 - 9 9

Stage 2 hypertension ≥ 1 6 0 ≥ 1 0 0

Tabel 2 : JNC 7

3. Etiologi

1. Hipertensi primer

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi yang 90%

tidak diketahui penyebabnya beberapa faktor yang diduga berkaitan

dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :

1) Genetik, individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan

hipertensi, beresiko lebih tinggi untuk mendapatkan penyakit ini

ketimbang mereka yang tidak.

2) Jenis kelamin dan usia; laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita

pasca monopause beresiko tinggi mengalami hipertensi

3) Diet, konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara

langsung berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.

4) Berat badan/obesitas (25% lebih berat di atas berat badan ideal)

juga sering berkaitan dengan berkembangnya hipetensi

5) Gaya hidup mereokok dan komsumsi alkohol dapat meningkatkan

tekanan darah (bila gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap

diterapkan).

6
2. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang penyebabnya

diketahui. Beberapa gejala atau penyakitnya yang menyebabkan

hipertensi jenis ini antara lain:

1) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aortacongetial yang

(mungkin) terjadi pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta

abdominal. Penyempitan ini menghambat aliran darah melalui

lengkungan aorta dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah di

atas area kontriksi.

2) Penyakit parenkim dan vascular ginjal. Penyakit ini merupakan

penyebab utama hipertensi sekunder. Penggunaan kontrasepsi

hormonal (estrogen). Oral kontrasepsi yang berisi entrogen dapat

menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-

mediate olume expansion. Dengan penghentian oral kontrasepsi,

tekanan darah kembali normal setelah beberapa bulan.

3) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks

adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder, Adrenal-mediate

hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan

katekolamin. Pada aldosteron, primer, kelebihan aldosteron

menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldosteonisme primer

biasanya timbul dari adenoma korteks adrenal yang benign (jinak).

Pheohromocytomas pada medula adrenal yang paling umum dan

meningkatkan sekresi katekolamin yang berlebihan. Pada sindrom

7
cushing, terjadi kelebihan glukokortikoid yang dieskresi dari

korteks adrenal. sindrom cushing mungkin disebabkan oleh

hiperplasi adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.

4) Stress, yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah

untuk sementara waktu. Jika stress telah berlalu maka tekanan

darah biasanya akan kembali normal.

5) Kehamilan

6) Luka bakar

7) Peningkatan volume intravaskuler

8) Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokontriksi

yang kemudian meningkatkan tekanan darah (Muhamad

Ardiansyah 2012).

4. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output dengan

total tekanan perifer. cardiac output (curah jantung) diperoleh dari

perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel

jantung) dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer

dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat

sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah,

antara lain barorepseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem

renin angiotensin dan autoregulasi vaskuler.

8
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi sering

dijumpai dengan aorta dan dindiing ventrikel kiri. Baroreseptor ini

memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor meniadakan

peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan jantung oleh

respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan

tonus simpatis. Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan

tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan

tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Sampai saat

ini, belum diketahui secara pasti mengapa kontrol ini gagal pada

hipertensi. Hal ini ditunjukan untuk menaikan re-setting sensivitas

baroreseptor, sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun

tidak ada penurunan tekanan.

Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila

tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah dapat meningkat

melalui mekanisme fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena

ke jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila ginjal

berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan arteri dapat mengakibatkan

dieres dan penurunan tekanan darah. Kondisi patologis yang mengubah

ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air ini

akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam mengatur tekanan darah.

Ginjal memproduksi renin, yaitu suatu enzim yang bertindak pada substrak

protein plasma untuk memisakan angiotensin I, yang kemudian diubah

9
oleh enzim pengubah (converting enzyme) dalam paru menjadi bentuk

angiotensin II, dan kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan

III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan

merupakan mekannisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron.

Aldosteron sendiri memiliki peran vital dalam hipertensi terutama pada

aldosteron primer. Selain membantu meningkatkan aktivitas sistem saraf

simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai efek inhibiting atau

penghambat pada ekskresi garam (natrium) yang mengakibatkan

peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya

tahanan perifer vascular pada hipertensi esensial.

Peningkatan tekanan darah secara terus menerus pada pasien hipertensi

esensial akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ

vital. Hipertensi esensial juga mengakibatkan hiperplasia medial

(penebalan arteriola-arteriola). Karena pembuluh darah menebal, maka

perfusi jaringan menuurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal

ini menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung.

Autoregulasi vascular merupakan mekanisme lain yang terlibat dalam

hipertensi. Autoregulasi vascular ini adalah suatu proses untuk

mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh yang relatif konstan. Jika

aliran berubah, proses-proses autoregulasi akan menurunkan tahanan

vascular akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan aliran.

Autoregulasi vascular tampaknya menjadi mekanisme penting dalam

10
menimbulkan gejala hipertensi berkaitan dengan kelebihan asupan garam

dalam air (Muhamad Ardiansyah 2012).

5. Manifestasi klinis

Sebagai menifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami hipertensi

selama bertahun-tahun. Gejalanya berupa :

1. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat

peningkatan tekanan darah interaknium

2. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak

dari hipertensi

3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan

saraf pusat

4. Nokturia (sering berkemih dimalam hari) karena adanya peningkatan

aliran darah ginjal filtrasi glomerulus

5. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler (Muhamad Ardiansyah 2012).

6. Penatalaksanaan

1. Farmakologi

Terapi obat pada penderita hipertensi dimulai dengan salah satu obat

berikut:

1) Reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai dosis tunggal.

2) Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg perhari dengan dosis tunggal

pada pagi hari.

11
3) Propanol mulai dari 10 mg dua kali sehari ynag dapat dinaikkan 20

mg dua kali sehari (kontra indikasi untuk penderita asma).

4) Kaptropil 12,5 - 25 mg sebanyak dua sampai tiga kali sehari

(kontra indikasi pada kehamilan selama janin hidup dan penderita

asma).

5) Nifedipin mulai dari 5 mg dua kali sehari, bisa di naikkan 10 mg

dua kali sehari.

2. Non farmakologi

Langkah awal biasanya adalah dengan mengubah pola hidup penderita,

yakni dengan cara :

1) Menurunkan berat badan sampai batas ideal

2) Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan, atau

kadar kolesterol darah tinggi

3) Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram

natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan

asupan kalsium, magnesium dan kalium yang cukup)

4) Mengurangi konsumsi alkohol

5) Berhenti merokok

6) Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat penderita hipertensi

esensial yang tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan

darahnya terkendali (Muhamad Ardiansyah 2012).

12
7. Komplikasi

1. Stroke

Stoke dapat timbul akibat pendarahan karena tekanan tinggi diotak

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak. Stroke dapat

terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi

otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke

daerah-daerah yang diperdarahinya menjadi berkurang. Arteri-arteri

otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah, sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.

2. Infark miokardium

Dapat juga terjadi infark miokardium apabila arteri koroner mengalami

arterosklerotik tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah

melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan

hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat

terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-

perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel, sehingga

terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko

pembentukan bekuan darah.

3. Gagal Ginjal

Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler-kapiler glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus,

13
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, neuron akan

terganggu, dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan

rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urine,

sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang. Hal ini

menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.

4. Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat). (Muhamad Ardiansyah

2012).

B. Kekambuhan Hipertensi

1. Kekambuhan

Kambuh merupakan keadaan klien dimana muncul gejala yang sama

seperti sebelumnya dan mengakibatkan klien harus rawat kembali.

Modifikasi pola hidup merupakan langkah pencegahan yang baik agar

penderita hipertensi tidak kambuh (Winata 2009).

2. Faktor Kekambuhan Hipertensi

1. Faktor Risiko

1) Faktor Genetik

Faktor genetik ini memainkan peran penting dalam hipertensi

primer (esensial). Penelitian yang berkembang tengah

memokuskan pada faktor genetik yang mmpengaruhi sistem renin-

angiotensin-aldosteron. Sistem inlah yang membantu dalam

14
pengaruh tekanan darah dengan mengontrol keseimbangan garam

dari arteri.

2) Faktor Usia

Hipertensi umumnya berkembang di usia antara 35-55 tahun.

makin tua usia seseorang, maka pengaturan metabolism zat

kapurnya (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya

zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya, darah

menjadi lebih padat dan tekanan darah pun meningkat.

3) Faktor Keturunan

Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, terdapat riwayat hipertensi

dalam keluarga. Jika kedua orangtua menderita hipertensi, maka

dugaan hipertensi esensial lebih besar. Kasus hipertensi juga

banyak ditemukan pada kembar monozigotik, apabila salah satunya

menderita hipertensi. Ini menunjukkan bahwa faktor genetik

berperan dalam kemunculan penyakit hipertensi.

4) Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit hitam dari

pada yang berkulit putih. Penyebabnya secara pasti belum

diketahui, tetapi pada orang berkulit hitam ditemukan kadar renin

yang lebih rendah dan sensivitasnya terhadap vasopressin lebih

besar.

5) Jenis Kelamin

15
Pada umumnya resiko hipertensi pada pria yang lebih tinggi dari

pada wanita. Namun, pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden

pada wanita akan meningkat. Ini berkaitan dengan masa pra

menopause yang dialami wanita yang mengakibatkan tekanan

darah cenderung naik. Sebelum menopause wanita relatif

terlindung dari penyakit kardiovaskuler karena adanya hormon

estrogen. Sementara itu, kadar estrogen menurun pada wanita yang

memasuki masa menopause. Dengan demikian, resiko hipertensi

pada wanita usia diatas 65 tahun menjadi lebih tinggi.

2. Faktor Lingkungan

1) Stres

Keadaan non spesifik yang dialami penderita akibat tuntutan emosi, fisik atau

lingkungan yang melebihi daya dan kemampuan untuk mengatasi

dengan efektif.

Gangguan kepribadian yang bersifat sementara dapat terjadi pada

orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres. Apabila

stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan peninggian

tekanan darah yang menetap (Sutanto, 2010).

Skala Depresi Getriatik Yesavage atau biasa disebut dengan

Getriatic Depression Scale (GDS) Short Version, merupakan

insrumen yang disusun secara khusus untuk memeriksa depresi.

Instrumen ini tersiri atas 15 pertanyaan dengan jawaban YA atau

TIDAK.

16
2) Merokok

Seperti yang diketahui oleh masyarakat pada umumnya, rokok

mengandung ribuan zat kimia berbahaya bagi kesehatan tubuh. Zat

kimia berbahaya tersebut nikotin, tar dan karbon monoksida. Tar

sendiri merupakan zat yang meningkatkan kekentalan darah. Ini

mengakibatkan jantung harus memompa darah lebih kuat lagi.

3) Kurang aktivitas/Olahraga

Banyakdihubungkandenganpengelolaanpenyakittidakmenular,

karenaolahragaisotonikdanteraturdapatmenurunkantahananperifer

yang akanmenurunkantekanandarah (untukhipertensi)

danmelatihototjantungsehinggamenjaditerbiasaapabilajantungharusme

lakukanpekerjaan yang lebihberatkarenaadanyakondisitertentu.

Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena

bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak

aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung

mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras

dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang

mendesak arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki selama 30-60

menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga jantung dan

peredaran darah. (Dewi & Familia, 2010).

Menurut (WHO, 2005) aktivitas olahraga dikelompokkan menjadi 3

kelompok, yaitu;

1. Baik, (jika dilakukan ≥30 menit/hari)

17
2. Cukup, (jika dilakukan 30 menit/hari)

3. Kurang, (jika dilakukan ≤30 menit/hari).

C. Konsep Dasar Lansia

1. Definisi lansia

Terdapat beberapa definisi tentang lansia. Pertama, menurut

Constantinidas (1998), bahwa individu yang berusia lanjut adalah

individu yang mengalami proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untuk memeperbaiki diri/menganti dan

memepertahankan fungsi normalnya sehungga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang dideritanya.

Menurut UU No. 13 Tahun (1998), lansia adalah seseorang yang

mencapai usia 60 tahun ke atas.

2. Batasan Lansia

Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi : usia pertengahan

(middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun; kemudian lansia

(elderly), antara 60-74 tahun; selanjutnya lansia tua (old), yaitu antara

75 sampai 90 tahun; dan terakhir adalah usia sangat tua (very old),

yaitu di atas 90 tahun.

3. Perkembangan Kehidupan Lansia

Perkembangan kehidupan lansia yang diharapkan mencakup

penyesuaian terhadap penurunan kekuatan dan kesehatan fisik,

membangun suatu perkumpulan dengan sekelompok seusia,

18
mengambil dan beradaptasi terhadap peran sosial dengan cara yang

fleksibel, serta membuat pengaturan hidup atau kegiatan fisik yang

menyenangkan (Noorkasiani, 2009).

4. Gangguan kesehatan pada lansia

Terdapat beberapa hal yang penting dan karakteristik penyakit pada

lansia yang perlu diperhatikan untuk memberikan keperawatan yang

baik, yaitu;

1) Penyakit pada lansia biasanya bersifat multi matalogi, yang menyerang

berbagai organ dan sistem, yang biasanya berlangsung secara kronis.

2) Pada lansia sudah terjadi pula berbagai penurunan fungsi dan

antonomil tubuh akibat proses menua.

3) Penyakit pada lansia biasanya sudah disertai dengan kecatatan dan

disabilitas.

4) Penyakit pada lansia selalu mengandung aspek bio-psiko-sosial

(Noorkasiani, 2009).

19
D. Hipertensi Pada Lansia

1. Pengertian umum

Lansia adalah orang dengan usia di atas 60 tahun. Pada usia ini lebih dari

separuh populasinya mempunyai tekanan darah yang lebih dari normal.

Hal ini yang mempermudah terjadinya resiko penyakit jantung. Kenaikan

tekanan darah di pandang sebagai konsekuansi dari proses penuaan.

Sementara itu, yang dimaksud dengan hipertensi pada orang tua adalah

seseorang dengan usia lebih dari 60 tahun yang mempunyai tekanan

sistolik konsisten tinggi (140 mmHg atau lebih) dengan tekanan diastolik

dalam batas normal (lebih rendah dari 85 mmHg). Kondisi ini disebut

isolated systolik hypertension (ISH). Karena terjadi pada individu usia

lanjut maka hipertensi ini mempunyai kmungkinan banyak problem medik

seperti tingginya resiko stroke, payah jantung, atau paling tidak kualitas

jantung menurun yang terkait dengan proses penuaannya (Santoso, 2010).

2. Hipertensi dan faktor resiko jantung-pembuluh darah pada lansia

Faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan hipertensi pada lansia,

yaitu;

1) Keturunan hipertensi (genetik hipertensi)

2) Gaya hidup yang tidak seimbang

3) Kolestrol tinggi

20
Dari faktor-faktor tersebut, hipertensi menjadi faktor resiko utama

untuk penyakit jantung-pembuluh darah pada orang tua (Santoso,

2010).

3. Efek hipertensi pada lansia

Efeknya pada stadium awal tidak menyebabkan komplikasi atau gejala.

Namun, efek selanjutnya ketika hipertensi berlangsung lama dan berat,

(hipertensi berat atau hipertensi yang tidak tetap diobati dalam jangka

panjang) bisa merusak organ seperti jantung,ginjal, mata dan otak

(Santoso, 2010).

4. Penyebab hipertensi pada lansia

Penyebab hipertensi yang terkait dengan proses penuaan berupa:

1) Perubahan struktur pembuluh darah

2) Kekakuan pembuluh darah dan menurunnya daya lentur (elastisitas)

dari pembuluh darah

3) Penurunan fungsi ginjal yang alamiah

Efek dari peningkatan kekakuan ini sendirimengakibatkan kenaikan

tekanan darah sistolik dan berperan utama pada tingginya prevalensi

hipertensi pada kelompok usia tua (Santoso 2010).

5. Terapi

Terapi dapat dibagi menjadi dua yaitu; terapi bukan obat (modifikasi pola

hidup dan terapi obat).

21
1) Terapi bukan obat

Jika penderita usia tua terdapat problem kegemukan yang dihubungkan

dengan hipertensi, maka penurunan berat badan dapat menurunkan

tekanan darah. Akan tetapi, pada orang tua umumnya ada kesulitan

menurunkan berat badan karena semua organ tidak memungkinkan.

Untuk mengatasinya, maka disarankan mengikuti diet seimbang

sehingga diharapkan bisa mempertahankan berat badannya agar tidak

bertambah terus.

2) Terapi dengan obat

Biasanya diberikan obat yang tidak menurunkan tekanan pembuluh

darah perier, yang menurunkan volume kuncup jantung dan tidak

menurunkan HDL kolesterol. Diuretik (pil air) biasanya dipilih untuk

memulai terapi hipertensi pada lansia. Diuretik meningkatkan

pengeluaran sodium (garam) dan air oleh ginjal dalam bentuk urine

serta menurunkan volume darah yang dipompa tiap denyutan. Diuretik

juga dapat mengurangi kandungan sodium pembuluh darah yang

mengakibatkan penurunan tahanan terhadap darah. Agar tidak

gampang mengalami efek samping obat, biasanya dimulai dengan

dosis terendah dulu (Santoso, 2010).

22
KERANGKA KONSEP

Kekambuhan
Kambuh
Hipertensi

pada lansia Tidak Kambuh

23
BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu

suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat

gambaran suatu keadaan secara objektif mengenai kekambuhan hipertensi pada

lansia.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Lokasi penelitian diPuskesmas Tombatu Kecamatan Tombatu Utara

Kabupaten Minahasa Tenggara.

2. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2018.

C. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini hanya menggunakan monovariabel yaitu, Kekambuhan

Hipertensi pada lansia.

24
D. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Uk u r Alat Ukur H a s i l U k u r Skala

Kakambuhan Hipertensi pada lansia Keada n nilai tekanan darah lansia pada sa t dilakukan pemeriksa n terjadi peningkatan lebih dari nilai/standar normal yang disebabkan oleh : stresPemeriksaan
, merokok, kurang aktivitas/olahraga Tensi meter dan kuesioner K a m b u h Ordinal

S : > 1 5 0

D : > 1 0 0

Tidak Kambuh

S : < 1 4 0

D : < 9 0

a. Stress : W awancar a Kuesioner Skor 0-4 : tidak depresi/normal Ordinal

Suatu keada n non spesif k yang dialami lansia akibat untutan emosi,fis k atau lingkungan yang melebihi daya kemampuan lansia. Skor 5-9 : depresi ringan

Skor 10-15 : depresi sedang/berat

b. merokok : Wawancara,Observasi Kuesioner P e r o k o k Ordinal

Kebiasaan merokok yang dihisap oleh lansia yang diakumulasi dalam sehari

c. kurang aktivitas/olahraga : W awancar a Kuesioner Baik, (jika dilakukan ≥30 menit/hari) Ordinal

Fisik lansia yang dilakukan rutin setiap hari Cukup, (jika dilakukan 30 menit/hari)

Kurang, (jika dilakukan ≤30 menit/hari).

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Suyanto, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang menderita hipertensi yang

terdiagnose medis diPuskesmas Tombatu Kecamatan Tombatu Utara

Kabupaten Minahasa Tenggara pada tahun 2016 adalah 503lansia.

25
2. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian menggunakan teknik purposive

sampling yaitu cara pengambilan sampel sesuai dengan kebutuhan peneliti

pada lansia yang menderita hipertensi, yang datang berkunjung diPuskesmas

Tombatu di ambil sampel berjumlah 50 responden.

Kriteria Inklusi:

1. Lansia ≥60 tahun yang terdiagnose hipertensi yang bersedia menjadi

responden

2. Lansia yang berkunjung di Puskesmas saat penelitian

Kriteria Ekskusif:

1. Ada komplikasi penyakit

2. Tidak kooperatif

F. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, dimana pada pengukuran

ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk menjawab

pertanyaan secara tertulis (Nursalam, 2011).

Kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan. Kuesioner ini menggunakan skala

ordinal dimana setiap pertanyaan di jawab dengan YA atau TIDAK. Responden

yang menjawab YA di beri bobot 1 sedangkan yang menjawab TIDAK diberi

bobot 0.

26
G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

wawancara terpimpin (Kuesioner) dan studi dokumentasi.

H. Pengelolahan Data

Setelah data terkumpul, maka langkah dilakukan berikutnya adalah pengolahan

data. Proses pengumpulan data adalah :

1. Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari

kousioner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian dilakukan

koreksi apakah telah terjawab dengan lengkap. Editing dilakukan di

lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera

dilengkapi.

2. Coding

Kegiatan ini memberi kode angka pada kousioner terhadap tahap-tahap

dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data

selanjutnya.

3. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban

kousioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke

tabel

4. Cleaning

Yaitu pengecekan kembali data yang sudah di entri apakah ada kesalahan

atau tidak.

27
I. Rencana Jalannya Penelitian

Tahap persiapan :

1. Kegiatan yang dilakukan meliputi melakukan survey ke lokasi

penelitian, pengajuan judul dan pembuatan atau konsultasi proposal.

2. Dilakukan seminar proposal dilanjutkan dengan proposal dan

pengujian kuesioner.

3. Pengesahan proposal

Tahap Pelaksanaan :

1. Pengajuan izin penelitian kepada Kepala Puskesmas

2. Mengidentiikasi calon responden yang akan dijadikan sampel

penelitian

3. Pengajuan surat permohonan untuk bersedia menjadi subjek penelitian

kepada calon responden

4. Menjelaskan kepada responden tentang teknik pengumpulan data

5. Pengajuan surat persetujuan data dilakukan pada bulan

6. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kesinambungan serta

keseragaman data

7. Semua data yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan kalkulator

dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

Tahap Penyelesaian :

1. Konsultasi Karya Tulis Ilmiah

2. Ujian KTI dilanjutkan dengan revisi KTI

3. Pengesahan KTI

28
J. Analisa Data

Analisa data dilakukan dengan mengumpulkan data yang ada kemudian ditabulasi

dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus

distribusi frekuensi relatif sebagai berikut :

𝑓
𝑃= × 100
𝑛

Keterangan :

P : Persentase

f : Frekuensi

n : Jumlah responden

100 : Nilai konstanta (Sugiyono, 2009).

K . Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,

mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia maka segi etika

penelitian harus diperhatikan antara lain sebagai berikut;

1. Informed Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum penelitian

dilakukan dengan memberi lembar peretujuan untuk menjadi responden.

29
Tujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengtahui

dampaknya. Jika responden bersedia, maka mereka harus menandatangani

persetujuan.

2. Anonimity (tanpa nama)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh

penelitian hanya kelompok data tertentu yang akan disajikan atau

dilaporkan pada hasil penelitian.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Merupakan etika dalam pemberian jaminan kerahasiaan hasil penelitian,

baik informasi masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

30
DAFTAR PUSTAKA

31

Anda mungkin juga menyukai