Anda di halaman 1dari 15

Hindawi Publishing Corporation

ISRN Allergy

Volume 2014, Article ID 354250

Review artikel

Dermatitis Atopik : Riwayat perjalanan penyakit, Diagnosis, dan Pengobatan

Simon Francis Thomsen

Department of Dermatology, Bispebjerg Hospital, Bispebjerg Bakke 23, 2400 Copenhagen


NV, Denmark

Artikel ini dapat diakses secara terbuka didistibusikan dibawah Creative Common Attribution
License, yang dapat digunakan secara bebas, distribusi, dan direproduksi dalam media
apapun.

Dermatitis atopik adalah inflamasi penyakit kulit dengan onset awal dan seumur hidup
dengan prevalensi sekitar 20%. Etiologi dari dermatitis atopik tidak diketahui, tetapi temuan
baru dari mutasi fillagrin menjanjikan bahwa perkembangan dermatitis atopik asma pada
masa kanak-kanak dapat dihentikan. Dermatitis atopik tidak selalu mudah diobati dan setiap
dokter seharusnya familiar dengan dasar aspek pengobatan. Jurnal ini memberikan sebuah
gambaran mengenai riwayat, gejala klinis dan pengobatan dermatitis atopik.

I. Definisi
Dermatitis atopik adalah penyakit yang paling umum, kronis, kambuhan, penyakit
peradangan kulit yang terutama terjadi pada anak-anak muda. Atopi didefinisikan
sebagai kecenderungan diwariskan untuk menghasilkan antibodi Immunoglobulin
E (IgE) sebagai respon pertama terhadap lingkungan seperti serbuk sari, debu
rumah, tungau dan alergen makanan. Dermatitis berasal dari bahasa Yunani
“derma” yang berarti kulit dan “itis” yang berarti peradangan. Dermatitis dan
eksim sering digunakan secara sinonim, meskipun istilah eksim kadang-kadang
digunakan untuk fase akut (dari bahasa Yunani, ekzema : mendidih) disini ada
perbedaan yang dibuat. Selama bertahun-tahun, banyak nama lain telah diajukan
untuk penyakit, misalnya, Prurigo Besnier (Gatal Besnier), dinamai oleh dokter
asal Perancis yaitu Ernest Besnier (1831-1909). Sensitisasi alergi dan peningkatan
antibodi E (IgE) dapat ditemukan pada setengah dari semua pasien dengan
penyakit tersebut, dan karena itu dermatitis atopik bukan hal yang pasti.

II. Epidemiologi
Dermatitis atopik mempengaruhi sekitar seperlima dari semua individu selama
masa hidup mereka, namun prevalensi penyakit sangat bervariasi diseluruh dunia.
Di beberapa negara, prevalensi meningkat secara substansial antara tahun 1950
dan 2000 begitu banyak sehingga disebut sebagai “epidemi alergi”. Namun, saat
ini untuk gejala eksim sudah menurun di beberapa negara dengan prevalensi yang
sebelumnya sangat tinggi, seperti Inggris dan Selandia Baru. Hal ini menunjukkan
bahwa epidemi penyakit alergi tidak meningkat secara terus menerus di seluruh
dunia. Namun demikian, dermatitis atopik tetap suatu masalah kesehatan yang
serius, dan di banyak negara terutama di negara berkembang, penyakit ini masih
sangat meningkat.

II.1 Riwayat perjalanan penyakit


Sekitar 50% dari semua orang-orang dengan dermatitis atopik akan
menunjukkan gejala dalam tahun pertama kehidupan, dan mungkin sebanyak 95%
gejala akan muncul dibawah usia 5 tahun. Sekitar 75% dengan onset masa kanak-
kanak dapat terjadi remisi spontan sebelum masa remaja, sedangkan sisanya 25%
menetap menjadi eksim ke masa dewasa ataupun dapat kambuh setelah beberapa
tahun bebas gejala. Banyak orang dengan dermatitis atopik pada onset dewasa
atau dermatitis atopik yang kambuh di masa dewasa berkembang menjadi eksim
sebagai manifestasi utama. Pada beberapa pasien, hal ini merupakan masalah yang
serius karena dapat mempengaruhi pilihan mereka dalam pekerjaan dan beberapa
kasus bahkan dapat menyebakan mereka keluar dari pekerjaannya.
Sekitar 50-75% dari semua anak-anak dengan onset awal terjadinya dermatitis
atopik memiliki sensitisasi terhadap satu atau lebih alergen, seperti alergi
makanan, tungau, debu rumah atau hewan peliharaan, sedangkan dermatitis onset
lambat lebih jarang memiliki sensitisasi terhadap suatu alergen. Namun asupan
makanan atau paparan terhadap alergen di udara jarang menjadi penyebab
eksaserbasi pada dermatitis atopik, banyak pasien dengan dermatitis atopik
tersensitisasi pada alergi makanan tanpa menunjukkan munculnya eksim.
Dermatitis atopik, penyakit yang lebih berat pada anak. Seorang anak dengan
dermatitis atopik kategori sedang hingga berat mungkin memiliki resiko terkena
asma sebanyak 50% dan 75% resiko mengalami demam.

II.2 Faktor Resiko


Resiko berkembangnya dermatitis atopik jauh lebih tinggi dalam anggota
keluarga yang memiliki penyakit serupa. Sebagai contoh, tingkat kesesuaian
dermatitis atopik pada monozygotic kembar adalah sekitar 75%, berarti bahwa
resiko penyakit dalam saudara kembar adalah 75%. Sebaliknya resiko dizygotic
kembar hanya 30%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik memainkan peran
dalam kerentanan untuk terjadinya dermatitis atopik. Namun, karena tidak
lengkap penyesuaian antara monozygotic kembar yang berbagi gen, lingkungan,
dan faktor perkembangannya juga turut berperan dalam terjadinya dermatitis
atopik. Dengan demikian, dermatitis atopik adalah penyakit genetik yang
kompleks dan timbul dari interaksi beberapa gen dan lingkungannya.

II.2.A Genetik
Banyak gen telah dikaitkan dengan dermatitis atopik, terutama gen
pengkodean struktural protein epidermal dan pengkodean elemen kunci dari
kekebalan sistem. Penemuan genetik terbaru dan menarik ini didokumentasikan
adanya hubungan yang kuat antara dermatitis atopik dan mutasi pada gen
filaggrin, diposisikan pada kromosom 1. Gen filaggrin adalah resiko genetik yang
dikenal terkuat sebagai faktor terjadinya dermatitis atopik. Sekitar 10% populasi
dari orang Barat membawa mutasi pada gen filaggrin, sedangkan sekitar 50% dari
semua pasien dengan dermatitis atopik juga terdapat mutasi pada gen filaggrin.
Mutasi-mutasi gen filaggrin menimbulkan gangguan fungsional protein filaggrin
dan merusak batas perlindungan dikulit. Gejala klinis dari gangguan ini seperti
kulit kering dengan retakan kulit dan resiko yang lebih tinggi terjadinya eksim.
Tidak semua pasien dengan dermatitis atopik memiliki mutasi-mutasi ini dan
variasi genetik lainnya juga turut serta berperan dalam menimbulkan penyakit
tersebut. Penyakit ini terjadi karena melibatkan semua gabungan varian genetik,
lingkungan dan perkembangan faktor resiko yang akhirnya menyebabkan
dermatitis atopik.

II.2.B Lingkungan
Meskipun banyak perbedaan faktor resiko lingkungan yang telah dianggap
sebagai pencetus penyebab untuk dermatitis atopik, hanya beberapa yang secara
konsisten diterima. Misalnya, adalah bukti mendasar bahwa gaya hidup orang
Barat mengarah ke beberapa laporan terjadinya peningkatan kejadian eksim
selama kurun waktu tahunan meskipun hal ini tidak menunjukkan adanya faktor
lingkungan tertentu ataupun langkah-langkah pencegahan fungsional. Banyak
anjuran tentang hipotesis kebersihan yang menjelaskan peningkatan pesat kejadian
eksim. Hipotesis ini menyatakan bahwa penurunan paparan dini pada infeksi
prototipikal seperti hepatitis A dan TBC, telah meningkatkan kerentanan
terjadinya penyakit atopik. Hipotesis ini didukung oleh pengamatan kepada anak
yang termuda diantara saudara kandung memiliki resiko terendah mendapatkan
dermatitis atopik dan anak-anak yang tumbuh dilingkungan pertanian tradisional
yang dimana mereka terkena berbagai microflora misalnya dari susu sapi yang
dipasteurisasi dan peternakan lebih terlindungi dari penyakit alergi. Sebaliknya
perkembangan penyakit mungkin berkolerasi dengan durasi lamanya pemberian
ASI, sedangkan beberapa penelitian mengaitkan posisi sosial orang tua dengan
peningkatan resiko dermatitis atopik pada anaknya. Meskipun pengamatan tidak
mudah untuk ditafsirkan, hal ini juga membawa pengaruh dukungan tentang
hipotesis kebersihan atau setidaknya secara umum teori yang menyebabkan eksim
secara genetik dapat diterima pada individu yang rentan atau lingkungan yang
bersifat merugikan.

III. Patofisiologi
Dua hipotesa telah diajukan untuk menjelaskan tentang lesi inflamasi di dermatitis
atopik. Hipotesis pertama mengenai ketidakseimbangan sistem kekebalan,
hipotesis kedua mengenai pelindung kulit yang rusak. Meskipun kedua hipotesis
ini tidak saling berhubungan satu sama lain tetapi mereka dapat saling
melengkapi.
III.1 Hipotesis Imunologi
Teori ketidakseimbangan imunologi berpendapat bahwa dermatitis atopik
hasil dari ketidakseimbangan sel T, terutama sel T helper jenis sel 1,2,17 dan 22
dan juga regulasi sel T. Pada alergi (dermatitis atopik) khususnya eksim yang akut
terdapat perbedaan Th2 dari awal CD4+ sel T yang mendominasi. Hal ini
menyebabkan peningkatan produksi interleukins terutama IL-4, IL-5 dan IL-13
yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan IgE, dan diferensiasi Th1
secara sejalan turut dihambat.

III.2 Hipotesis Pelindung kulit


Teori dari rusaknya pelindung kulit yang lebih baru dilakukan pengamatan
kepada individu dengan mutasi pada gen filaggrin, meningkatkan faktor resiko
terjadinya dermatitis atopik. Gen filaggrin mengkode protein struktural di stratum
corneum dan di lapisan granulosum yang membantu mengikat keratinocytes
secara bersamaan. Hal ini menjaga lapisan kulit tetap terlindung dan terhidrasi.
Dengan adanya kerusakan pada gen, produksi filaggrin menjadi berkurang,
pelindung kulit akhirnya mengalami disfungsi dan kehilangan air di daerah
transepidermal, yang menyebabkan terjadinya eksim. Hal ini menunjukkan bukti
bahwa adanya gangguan pada pelindung kulit, akan menghasilkan kulit kering,
mengarah terjadinya peningkatan penetrasi alergen kedalam kulit, mengakibatkan
sensitisasi alergi, asma dan demam. Untuk mencegah kulit kering dan eksim awal
yang aktif dapat diberikan emollients, hal ini bertujuan sebagai pencegahan utama
perkembangan penyakit eksim menjadi penyakit alergi lainnya.

IV. Histopatologi
Biopsi kulit yang diambil dari tempat lokalisasi dengan akut eksim atopik
mempunyai karakteristik adanya edema interselular, infiltrasi perivaskular
terutama limfosit, dan retensi nuklei keratinocytes ketika mereka naik hingga ke
lapisan corneum yang disebut parakeratosis. Eksim kronis didominasi oleh
stratum corneum yang menebal, disebut hyperkeratosis, stratum spinosum juga
dapat menebal yang disebut acanthosis tapi jarang terjadi adanya infiltrasi dari
limfosit.
Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk dermatitis atopik

Gejala awal
- Gatal
- Eksim dengan morfologi yang khas dan adanya pola pada usia tertentu

Beberapa tanda penting


- Onset usia
- Atopi (riwayat pribadi atau keluarga)
- Kulit kering

Ciri-ciri yang terkait


- Respon atipikal vaskular (yaitu, wajah pucat, dermografis yang tampak putih)
- Keratosis pilaris, palmar hiperlinear, ichthyosis
- Perubahan okular dan periorbital
- Temuan daerah lainnya (misalnya, lesi perioral dan periauricular)
- Penekanan perifolikular, likenifikasi dan ekskoriasi

V. Diagnosis dan Gejala klinis


Munculnya lesi kulit pada individu dengan dermatitis atopik tidak berbeda dari
eksim lain seperti kontak eksim. Dalam bentuk akut, eksim ditandai dengan
adanya tanda infiltrasi kemerahan dengan edema, vesikel, basah, pengerasan kulit,
likenifikasi, ekskoriasi, papula dan nodul mendominasi bentuk subakut dan kronis.
Dengan demikian, pendekatan diagnostik ini dibangun berdasarkan karakteristik
lain seperti tempat distribusi eksim yang terkait dengan pasien. Pasien dengan
dermatitis atopik adalah orang dengan; onset awal eksim yang gatal terlokalisasi
di daerah lipatan seperti siku dan lutut pada pasien atopik ataupun pada orang
dengan kecenderungan keluarga yang memiliki penyakit atopik.

Paling banyak digunakan kriteria diagnostik dermatitis atopik dikembangkan oleh


Hanifin dan Rajka pada tahun 1980 dan kemudian direvisi oleh American
Academy of Dermatology (Tabel 1). Kriteria ini terutama bermanfaat dalam
praktek klinis, diagnostik lain yang banyak digunakan dalam epidemiologi
penelitian ini dikembangkan oleh partai pekerja di UK pada tahun 1994 (Tabel 2).
Keparahan eksim dapat dinilai menurut beberapa sistem skoring seperti SCORAD
dan EASI.

Tabel 2. Pendekatan Terapi pada Dermatitis Atopik

Pengobatan topikal
- Kortikosteroid
- Calcineurin inhibitors

Fototerapi
- Sinar ultraviolet A (UVA)
- Sinar ultraviolet B (UVB)
- Sinar ultraviolet A + Psoralene (PUVA)

Pengobatan sistemik
- Kortikosteroid oral
- Azathioprine
- Siklosporin A
- Metotreksat

V.1 Manifestasi Umum


Meskipun deskripsi ini cocok dengan banyak macam penyakit, presentasi
klinis dermatitis atopik lebih rumit dengan variasi yang lebih besar dalam
morfologi dan distribusi eksim yang dikombinasikan dengan berbagai ciri lainnya.
Namun, banyak pasien dengan dermatitis atopik memiliki kecenderungan kulit
yang kering (xerosis) karena kandungan air rendah dan kehilangan air yang
berlebihan melalui lapisan epidermis. Kulit yang pucat terjadi karena kenaikan
ketegangan kapiler di lapisan dermal dan kemampuan untuk mengeluarkan
keringat berkurang. Terdapat peningkatan respon awal kolinergik, yang disebut
dermografis putih atau “skin-writing”, yang mengakibatkan rasa gatal-gatal
didaerah tersebut. Telapak tangan dan kaki mungkin menunjukkan hiperlinear dan
rambut pasien menjadi kering serta mudahpatah. Sering terdapat lipatan tambahan
dibawah kelopak mata (Dennie-Morgan) yang berlebihan pada saat terjadinya
aktivitas peningkatan penyakit. Daerah di sekitar mata menjadi gelap karena
sudah terjadi peradangan yang menyebabkan hiperpigmentasi. Dermatitis atopik
dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap klinis, meskipun hal ini sulit untuk
direproduksi oleh masing-masing pasien.

V.1.A Dermatitis Atopik pada Masa Bayi


Bayi yang mengalami eksim lokalisasi yang tersering terdapat didaerah wajah,
kulit kepala, ekstensor lengan dan kaki, tetapi juga dapat menyebar kedaerah
lainnya. Karakteristik lesi ditandai adanya eritema, vesikel, ekskoriasi, basah, dan
terbentuknya krusta.

V.1.B Dermatitis Atopik pada Masa Kanak-kanak


Pada balita dan anak-anak, luka eksim cenderung bergeser ke lokasi yang
berbatasan dengan lipatan siku dan lutut serta pergelangan tangan dan pergelangan
kaki, walaupun hal ini dapat terjadi di semua tempat. Secara umum, eksim
menjadi kering dan terbentuk likenifikasi dengan ekskoriasi, papula dan nodul.

V.1.C Dermatitis Atopik pada Masa Remaja dan Dewasa


Pada pasien dewasa, lesi sering terjadi didaerah wajah, leher dan kepala.
Sebagian besar pasien sekitar 30% berkembang menjadi eksim atopik di daerah
tangan yang dapat menganggu kegiatan bekerjanya.

V.2 Manifestasi Khas


Beberapa pasien dapat menunjukkan gambaran umum kondisi kulit yang
jinak, misalnya pitriasis alba yang merupakan kondisi yang ditandai dengan
keringnya kulit, bercak pucat pada wajah dan lengan atas, dan keratosis pilaris
yang bermanifestasi sebagai papula keratotic yang kecil, kasar terutama pada
lengan atas dan paha. Atopik pada musim dingin yang terjadi didaerah kaki yang
disebut dengan dermatitis plantaris sicca adalah suatu kondisi yang biasanya
terlihat pada anak-anak sekolahan yang ditandai dengan adanya eksim yang
simetris pada bantalan daerah telapak kaki. Eksim daun telinga, eksim dari puting,
dan eksim yang mengelilingi pinggiran mulut (cheilitis) dapat sangat menganggu
dan sering melibatkan infeksi yang berhubungan dengan staphylococci.
Keratoconus dan katarak kadang-kadang mempersulit dermatitis atopik.

V.3 Faktor Penyulit


Banyak pasien dengan dermatitis atopik akan menetap menjadi kronis, dapat
kambuh sewaktu-waktu. Namun beberapa eksposure dapat memperparah
terjadinya eksim dan harus dihindari. Sejumlah besar pasien sensitif terhadap
pakaian wol, yang memperburuk rasa gatal dan rasa tidak nyaman. Air panas juga
dapat memperburuk gatal-gatal dan berendam di dalam bathtub harus dihindari.
Beberapa infeksi, terutama staphylococci, adalah penyebab tersering yang
mengalami eksaserbasi karena makanan, terutama dalam kasus-kasus yang mana
pasien alergi dengan makanan. Menghindari makanan harus dianjurkan jika pasien
telah diketahui memiliki riwayat alergi makanan. Kejadian lain yang dapat
memperparah eksim adalah kontak urtikaria, yang merupakan reaksi setelah
terjadinya kontak antara kulit dan makanan misalnya, buah jeruk atau tomat. Kulit
disekitar mulut adalah daerah yang sering mengalami reaksi alergi. Terakhir
banyak pasien melaporkan bahwa stress hidup memperburuk eksim mereka.

V.4 Diagnosis Banding


Beberapa penyakit muncul ruam kulit yang menyerupai dermatitis atopik.
Namun, harus dilakukan evaluasi secara berhati-hati baik evaluasi morfologinya
dan lokalisasi ruamnya dengan informasi tentang pasien yang mengarah pada
diagnosis. Penyakit yang kadang-kadang mirip dengan dermatitis atopik adalah
skabies, dermatitis seboroik dan dermatitis kontak.

V.5 Komplikasi
Beberapa mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur dapat menyulitkan
eksim (penyebab infeksi). Pasien dermatitis atopik terdapat kolonisasi
Staphylococcus aureus, terutama pada eksim yang tidak terkontrol. Munculnya
bakteri seperti itu tidak memerlukan pengobatan antibiotik. Namun jika
Staphylococci menjadi invasif, lesi basah, dapat terjadi impetigo, yang akhirnya
diperlukan pengobatan topikal, atau antibiotik oral. Beberapa anjuran tentang
membersihkan kulit dengan obat antibiotik, seperti chlorhexidine yang dapat
menurunkan jumlah bakteri pada kulit. Namun, chlorhexidine dapat menyebabkan
sensitisasi sekunder. Karena kekurangan produksi peptida antimikroba pada kulit,
pasien dengan dermatitis atopik juga mempunyai resiko yang lebih besar
mendapatkan infeksi virus, misalnya molluscum contagiosum yang disebabkan
oleh virus pox, dengan gambaran bentuknya kecil, umbilicated, berbentuk kubah,
papul berwarna seperti mutiara. Infeksi kulit yang lain pada dermatitis atopik
adalah virus herpes. Jika virus herpes menyebar dapat menyebabkan eksim
herpeticum, gambarannya dapat terlihat seperti letusan vesikuler yang luas,
biasanya muncul didaerah wajah, kulit kepala dan dada bagian atas. Eksim
herpeticum memerlukan pengobatan antivirus sistemik.

VI. Terapi
Dermatitis atopik tidak dapat disembuhkan, dan banyak pasien akan menetap
menjadi kronis. Dengan demikian, pengobatan dermatitis atopik bertujuan untuk
meminimalkan eksaserbasi yang disebut eksim, mengurangi durasi dan derajat
eksim jika sudah terjadi.

Tujuan pertama untuk pencegahan, tujuan kedua berkaitan dengan pengobatan.


Pencegahan terbaik dicapai dengan mencoba mengurangi kekeringan pada kulit,
terutama melalui penggunaan krim pelembab atau emollient dan menghindari
iritasi spesifik dan tidak spesifik seperti alergen dan pakaian yang bukan berbahan
katun. Ketika kekeringan mulai berkurang, goresan dikulit juga akan berkurang
dan akan mengurangi resiko infeksi kulit. Dianjurkan menghindari mandi dengan
air panas untuk mencegah kekeringan pada kulit, dan ketika selesai mandi harus
segera diberikan emollient agar epidermis tetap lembab dan menambah fungsi
pelindung kulit. Hal tersebut dijamin akan mengurangi eksim ketika eksim terjadi
atau apabila eksim ringan berubah menjadi semakin memburuk. Pengelolaan
eksaserbasi eksim memerlukan pengobatan yaitu kortikosteroid dalam bentuk
krim. Selain pengobatan topikal, eksim berat atau kronis sering kali memerlukan
obat-obatan immunosupresant sistemik atau terapi cahaya (ultraviolet, sinar UV).
VI.1 Emollients
Penggunaan emollient pada pengobatan dermatitis atopik sangat penting.
Pengobatan ini harus diterapkan beberapa kali sehari, dan penggunaan secara rutin
telah terbukti mengurangi kebutuhan penggunaan krim kortikosteroid. Alasan
utama penggunaan emolient secara intensif adalah kemampuannya untuk
meningkatkan hidrasi epidermis, terutama dengan mengurangi penguapan ketika
ia bertindak sebagai penutup lapisan atas kulit. Pemberian emollient tersebut,
tidak berpengaruh secara langsung pada eksim. Namun, penampakan pada kulit
menjadi membaik dan rasa gatal berkurang. Pelembab lainnya memiliki sifat yang
lebih kompleks untuk mengembalikan komponen struktural (lemak) lapisan luar
kulit, sehingga mengurangi retak dan robekan pada kulit. Yang lainnya bertindak
dengan menarik molekul air dari udara untuk melembabkan kulit. Pilihan
penggunaan emollient tergantung pada masing-masing pasien. Umumnya
diberikan pada pasien berkulit tebal (dengan kandungan lemak yang tinggi) atau
salep yang digunakan untuk kulit kering, sedangkan krim dan lotion dengan kadar
air yang lebih tinggi digunakan hanya untuk eksim ringan. Seperti krim harus
dioleskan beberapa kali dalam sehari karena cepat menyerap kedalam kulit. Hal
ini penting untuk diketahui bahwa pemberian emollient tanpa parfum atau alergen
potensial lainnya kemungkinan dapat memprovokasi sensitisasi alergi sekunder.
Orang-orang dengan eksim kronis dan eksim yang kering memanfaatkan tar dalam
bentuk krim kemudian ditutup dengan perban.

VI.2 Kortikosteroid Topikal


Kortikosteroid topikal adalah pengobatan utama untuk dermatitis atopik
derajat sedang hingga berat, pada anak dan dewasa. Kortikosteroid dibedakan
menjadi beberapa jenis menurut kemampuannya dalam melakukan vasokonstriksi.
Untuk memudahkannya, dibagi menjadi empat jenis, yaitu ringan, sedang, kuat
dan sangat kuat.
Tabel 3. Kortikosteroid Topikal

Ringan (kelas I)
- Hidrokortison

Sedang (kelas II)


- Hidrokortison -17-butirat
- Clobetason-17-butirat

Kuat (kelas III)


- Betametason-17-valerat
- Flutikason propionat
- Betametason
- Mometasonfuroat
- Desoximetason
- Fluokinonid
- Fluokinolonasetonid

Sangat kuat (kelas IV)


- Klobetasol propionat

VI.2.A Bagaimana seharusnya kortikosteroid diterapkan ?


Kebanyakan pasien mendapatkan manfaat dari pengobatan dengan obat
kortikosteroid golongan ringan hingga sedang, sedangkan hanya sebagian kecil
dengan penyakit yang parah membutuhkan obat kortikosteroid golongan kuat.
Krim kortikosteroid ringan dan sedang disediakan untuk anak-anak, sementara
orang dewasa dapat diobati dengan obat yang lebih kuat. Krim kortikosteroid
golongan ringan dan sedang harus digunakan terutama untuk mengobati eksim
didaerah tubuh yang berkulit tipis, seperti wajah, ketiak, genital dan daerah
anogenital, sedangkan kortikosteroid kuat digunakan untuk mengobati eksim
diseluruh tubuh. Tidak seperti obatan-obatan yang digunakan untuk mengobati
asma dan rhinitis alergi, krim untuk dermatitis atopik tidak sama dengan tetap
jumlah penggunaan obatnya tiap dioleskan. Sebaiknya aturan penggunaan unit
jari (FTU) harus diterapkan. Unit jari adalah jumlah krim atau salep yang
dikeluarkan dari tube obat sepanjang jari-jari orang dewasa, satu unit jari dari
ujung jari yang berbatasan dengan garis akhir jari. Satu FTU cukup untuk
mengobati daerah kulit dua kali ukuran tangan dewasa. Satu FTU sama dengan
kira-kira 0,5 gram krim, jumlah yang dibutuhkan untuk mengobati seluruh
permukaan tubuh orang dewasa sebanyak 20 g, sedangkan anak-anak yang berusia
1 hingga 2 tahun membutuhkan sekitar 7 g.

Tabel 4. Fingertip Unit

Area yang butuh perawatan FTU (dewasa) FTU (anak 1-2 tahun)
Wajah dan leher 2.5 1.5
Satu tangan dan jari-jari 1 0.5
Satu lengan, tangan, dan jari 4 1.5
Dada dan perut 7 2
Punggung dan bokong 7 3
Satu tungkai dan kaki 8 2

VI.2.B Proaktif dan reaktif pengobatan


Kortikosteroid krim baik digunakan untuk mengobati dermatitis atopik dan
untuk terapi perawatan, pencegahan, kambuhan ketika sedang fase akut. Untuk
mengobati eksim akut, dapat dioleskan krim satu kali sehari dengan dosis terendah
pada eksim selama 1 hingga 2 minggu. Ketika eksim membaik, yaitu ruam sudah
tenang dan rasa gatal telah mereda penggunaan krim kortikosteroid dapat
diturunkan secara perlahan-lahan, dioleskan krim sebanyak 2 atau 3 kali dalam
seminggu dan dipertahankan selama 1 sampai 2 minggu. Pendekatan lain adalah
dengan menggunakan krim golongan potensi rendah dan dioleskan sehari-hari
hingga 1 sampai 2 minggu. Namun, pasien mungkin merasa pendekatan
pengobatan ini lebih sulit untuk diterapkan. Dalam teori, pengobatan dapat
dihentikan pada akhir periode jika ruam sudah terkontrol, tetapi banyak pasien
dengan eksim mengalami kekambuhan dan membutuhkan perawatan tambahan
lainnya. Jika hal ini terjadi, dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan, dengan
pemberian krim kortikosteroid dua atau tiga kali seminggu di daerah tersebut,
misalnya lipatan siku cenderung menjadi aktif kembali jika pengobatan
dihentikan. Strategi ini disebut sebagai strategi pengobatan proaktif, dibandingkan
dengan strategi yang reaktif, yang merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
secara intermiten tergantung dari keaktifan eksimnya. Strategi pengobatan
proaktif semakin dianjurkan karena keseluruhan krim kortikosteroid yang
digunakan lebih kecil daripada dengan strategi perawatan reaktif, selain itu resiko
eksaserbasi eksim lebih kecil ketika menggunakan strategi pengobatan proaktif.

VI.2.C Efek samping


Pasien dan dokter sama-sama memiliki rasa takut akan efek samping dari
penggunaan kortikosteroid topikal. Namun, meskipun kortikosteroid topikal dapat
menyebabkan penipisan kulit, teleangiectasis dan strecth mark, ketika digunakan
dengan benar, resiko efek samping sangat kecil. Hal ini sangat penting diketahui
agar dokter dapat meyakinkan orangtua yang memiliki anak-anak dermatitis
atopik dan menjelaskan efek samping dari pengobatan ini namun orangtua tidak
menghalangi pengobatannya, karena kurangnya penggunaan kortikosteroid ini
dapat menyebabkan memburuknya eksim. Termasuk pasien dan orangtua dalam
rencana perawatan. Daripada mendikte apa yang terbaik untuk anak, dokter harus
mendiskusikan masalah dengan orangtua agar menghindari dan mengganggu
hubungan antara dokter-pasien-orangtua, yang pada akhirnya akan menyebabkan
komplikasi untuk anaknya.

VI.3 Calcineurin Inhibitors


Krim pimecrolimus dan salep tacrolimus juga disebut sebagai calcineurin
inhibitor topikal, formulasi lebih baru digunakan untuk pengobatan akut dan terapi
perawatan dari dermatitis atopik. Pimecrolimus memiliki potensi ringan krim
kortikosteroid, sedangkan tacrolimus sesuai dengan potensi sedang hingga kuat
untuk kortikosteroid topikal. Efek samping dari kortikosteroid seperti, penipisan
kulit, tidak kelihatan oleh efek calcineurin inhibitor, dan oleh sebab kemungkinan
itu dapat diberikan pengobatan harian untuk waktu yang lama. Calcineurin
inhibitor topikal dapat juga digunakan dalam strategi perawatan proaktif.
VI.4 Fototerapi
Eksim yang luas memiliki manfaat dengan pengobatan sinar UV. Sinar UVB
yang sempit cocok untuk mengobati orang dewasa dengan eksim yang sulit
diatasi. Sinar UVA yang luas dan dikombinasi sinar UVA dengan obat psoralene
dapat digunakan untuk mengobati eksim yang berat. Karena sulit mengobati
dermatitis atopik, oleh karena itu eksim harus dibersihkan selama 1 hingga 2
bulan dengan fototerapi sebanyak 3 sampai 5 kali seminggu, sebaiknya
dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal. Namun demikian, fototerapi juga
dapat menyebabkan penuaan dini dan meningkatkan resiko kanker kulit dalam
jangka panjang, untuk itu pengobatan ini harus dilakukan secara berhati-hati.

VI.5 Terapi imunosupresan sistemik


Pengobatan jangka pendek dengan kortikosteroid oral dianjurkan untuk eksim
yang parah, dermatitis atopik luas sebaiknya dikombinasikan dengan
kortikosteroid topikal. Seringkali infeksi staphylococcus memicu eksim, antibiotik
oral harus diberikan secara bersamaan. Karena resiko efek samping, melanjutkan
pengobatan dengan kortikosteroid oral tidak dianjurkan. Sebaliknya, penurunan
dosis secara perlahan-lahan harus dilakukan dengan diberikan pengenalan obat
kedua yaitu immunosupresant misalnya, azathioprine, metotreksat, atau
siklosporin A untuk eksim yang sangat parah, kronis, dan dermatitis atopik
kambuhan.

VI.6 Pengobatan jenis lain


Imunoterapi spesifik pada pasien dengan dermatitis atopik mempunyai efek
pada saluran pernafasan atas jika pasien sering terkena rhinitis alergi, sedangkan
efek keaktifan eksim diabaikan. Antihistamin oral direkomendasikan untuk gatal,
tetapi tidak berpengaruh pada eksim. Antihistamin non sedasi harus digunakan,
tetapi ketika malam hari keluhan rasa gatal sangat menganggu dapat diberikan
antihistamin sedasi.

Anda mungkin juga menyukai