DI SUSUN OLEH
Desi Christin Saragih 165070201111032
KELOMPOK 1 REGULER 2
DEFENISI
1) Non obesitas
2) Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel
beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan
perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau
anak dengan obesitas.
EPIDEMIOLOGI
FAKTOR RESIKO
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008,
hlm. 73).
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami
hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi
energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).
c. Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik),risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali
lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama)
yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak
seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen
HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2
tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing
memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga
dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67).
d. Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan
akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja
pankreas.Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak
hingga berdampak pada penurunan insulin. ( Smeltzer and
Bare,1996, hlm. 610).
ETIOLOGI
a) Faktor genetik
PATOFISIOLOGI
DM TIPE 1 DM TIPE 2
Onset(Umur) Biasanya < 40 tahun Biasanya > 40 tahun
Keadaan klinis saat Berat Ringan
Diagnosis
Kadar Insulin Tak ada insulin Insulin normal atau
Tinggi
Berat badan Biasanya kurus Biasanya gemuk atau
Normal
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, olahraga, tablet,
Insulin
Sumber:Suyono S,2007
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Metode GOD, akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD
spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen
(tak spesifik).Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin,
asam urat, dan asam askorbat.
Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki
akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode
referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.
KOMPLIKASI
a. Komplikasi akut
2) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik
yang penting pada diabetes ketoasidosis :
(1) Dehidrasi
(2) Kehilangan elektrolit
(3) Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki
sel akan berkurang pula. Selain itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali, kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia.
Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan
mensekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan
(poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK) Merupakan
keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia yang
disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan
osmotik, cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan
adanya glukosuria dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan
hipernatremia dan peningkatan osmolaritas.
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik dari diabetes mellitus dapat menyerang semua sistem
organ tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan
adalah penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.
1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering
terjadi pada diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan
pasien-pasien non diabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan
tersebut cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan
frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes. Berbagai
tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi
lesi ateerosklerotik. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh
darah arteri koroner, maka akan menyebabkan penyakit jantung
koroner. Sedangkan aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh
darah serebral, akan menyebabkan stroke infark dengan jenis TIA
(Transiennt Ischemic Attack). Selain itu ateerosklerotik yang terjadi
pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan
menyebabkan penyakit okluisif arteri perifer atau penyakit vaskuler
perifer.
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali
pembuluh darah dari berbagai jenis pembuluh darah arteri serta
vena yang kecil, arteriol, venula dan kapiler.
b) Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi
ginjal ajkan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran
protein darah ke dalam urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam
pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan tekanan tersebut
diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk terjadinya
nefropati
c) Neuropati Diabetikum
Dua tipe neuropati diabetik yang paling sering dijumpai adalah :
(1) Polineuropati
Sensorik Polineuropati sensorik disebut juga neuropati perifer.
Neuropati perifer sering mengenai bagian distal serabut saraf,
khususnya saraf extremitas bagian bawah. Kelainan ini
mengenai kedua sisi tubuh dengan distribusi yang simetris dan
secara progresif dapat meluas ke arah proksimal. Gejala
permulaanya adalah parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan
dan peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar (khususnya pada
malam hari). Dengan bertambah lanjutnya neuropati ini kaki
akan terasa baal. Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan
ringan dan penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat
penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan
infeksi pada kaki tanpa diketahui.
(2) Neuropati Otonom (Mononeuropati)
Neuropati pada system saraf otonom mengakibatkan berbagai
fungsi yang mengenai hampir seluruh system organ tubuh.
Ada lima akibat utama dari neuropati otonom (Smeltzer, B, alih
bahasa Kuncara, H.Y, dkk., 2001 : 1256-1275) antara lain :
Kardiovaskuler Tiga manifestasi neuropati pada sistem
kardiovaskuler adalah frekuensi denyut jantung yang
meningkat tetapi menetap, hipotensi ortostatik, dan infark
miokard tanpa nyeri atau “silent infark”.
Pencernaan Kelambatan pengosongan lambung dapat
terjadi dengan gejala khas, seperti perasaan cepat
kenyang, kembung, mual dan muntah. Konstipasi atau
diare diabetik (khususnya diare nokturia) juga menyrtai
neuropati otonom gastrointestinal.
Perkemihan Retensi urine penurunan kemampuan untuk
merasakan kandung kemih yamg penuh dan gejala
neurologik bladder memiliki predisposisi untuk
mengalami infeksi saluran kemih. Hal ini terjadi pada
pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, mengingat
keadaan hiperglikemia akan mengganggu resistensi
terhadap infeksi.
Kelenjar Adrenal (“Hypoglikemik Unawarenass”)
Neuropati otonom pada medulla adrenal menyebabkan
tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.
Ketidakmampua klien untu mendeteksi tanda-tanda
peringatan hipoglikemia akan membawa mereka kepada
resiko untuk mengalami hipogllikemi yang berbahaya.
Disfungsi Seksual Disfungsi Seksual khususnya
impotensi pada laki-laki merupakan salah satu komplikasi
diabetes yang paling ditakuti. Efek neuropati otonom
pada fungsi seksual wanita tidak pernah tercatat dengan
jelas
TATALAKSANA MEDIS
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mangurangi faktor
resiko kardiovaskular. Masalah yang potensial pada pasien yang
menggunakan insulin adalah hipoglikemia yang dapat terjadi beberapa
jam setelah latihan. Untuk menghindari hipoglikemik pasca
latihan,khususnya jika latihan yang dilakukan tersebut berat, maka pasien
tersebut harus mengkonsumsi camilan pada akhir latihan. Disamping itu,
mungkin pasien harus mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak
pada saat latihan.Pasien-pasien yang ikut dalam latihan yang panjang
harus memeriksa kadar glukosa darahnya sebelum, selama, dan sesudah
periode latihan tersebut. Mereka harus mengkonsumsi camilan yang
mengandung karbohidrat jika diperlukan, untuk mempertahankan kadar
glukosa darah. Serta orang disekitar seperti peserta dan pengamat latihan
harus menyadari bahwa individu yang melakukan latihan tersebut
menderita diabetes,dan mereka juga harus mengetahu bantuan apa yang
diberikan jika terjadi hipoglikemi yang berat.
Pada penyandang diabetes tipe II yang juga obesitas, latihan dan
diet akan memperbaiki metabolisme glukosa serta meningkatkan
penghilangan lemak tubuh. Latihan yang digabungkan dengan penurunan
berat badan akan memperbaiki sensitivitas insulin dan menurunkan
kebutuhan pasien akan insulin atau obat hipoglikemia oral. Pada
akhirnya,toleransi glukosa dapat kembali normal. Penderita diabetes tipe II
yang tidak menggunakan insulin atau obat oral mungkin tidak memerlukan
makanan ekstra sebelum melakukan latihan.
5. Pendidikan
Diabetes tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentak dengan mapan. Pemberdayaan penyandang
diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.
Untuk mencapai perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
REFERENSI
Guyton, Arthur C dan John E. Hall.2006.Textbook of Medical
Physiology 11th ed.Pennsylvania:Elsevier.Hal.976.
Smaltzer, Suzane C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner &Suddarth.Jakarta:ECG
Kaku, Kohei.Research and Revie: Pathophysiology of Type 2
Diabetes and Its Treatment Policy.Jepang: JMAJ 53(1): 41–46,
2010.
American Diabetes Association and The Europan Association for
The Study Diabetes.Diabetes Care 2008; 31:1-11.
Edoc.Patofisiologi DM 2.2018. Diakses pada tanggal 27 Agustus
2018.Pukul 20.00 WIB.
https://edoc.site/patofisiologi-dm-tipe-2-3-pdf-free.html
ADA.Diabetes Basic Symtoms.2015 Diakses pada tanggal 27
Agustus 2018.Pukul 20.45 WIB.
.http://www.diabetes.org/diabetes-basics/symptoms/
WebMD.Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2.2017.Diakses pada tanggal
27 Agustus 2018.Pukul 20.35 WIB.
https://www.webmd.com/diabetes/guide/types-of-diabetes-
mellitus#1