Anda di halaman 1dari 45

Search

UNCATEGORIZED

Mobilisasi Masyarakat dalam Promosi Kesehatan

Posted on January 11, 2010

MOBILISASI MASYARAKAT

Definisi :

Mobilisasi masyarakat adalah upaya untuk melibatkan atau menggerakkan masyarakat dalam mengambil
tindakan untuk mencapai suatu tujuan khusus.

Mendorong masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan mereka sendiri akan lebih baik dibanding
ketika kita memberi solusi langsung kepada masyarakat.

Mobilisasi à Partisipasi Masyarakat

Masyarakat menjadi subjek bukan objek

Seorang kader merupakan penggerak utama masyarakat untuk berpartisipasi dalam segala upaya
promosi kesehatan. Dalam melaksanakan aktivitasnya, kader perlu bekerjasama dengan pihak lain untuk
mencapai keberhasilan program. Untuk itu seorang kader mutlak dituntut memiliki ketrampilan dalam
membangun jaringan dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stake holder) yang ada di masyarakat
seperti : organisasi kemasyarakatan (formal dan informal), perangkat desa, sekolah, dan tenaga
kesehatan lokal.

Khusus untuk organisasi kemasyarakatan di desa, kader perlu melakukan pendekatan dan hubungan
yang baik kepada pimpinan organisasi tersebut.

Dalam berinteraksi dengan masyarakat, sering terjadi perbedaan pandangan dan kepentingan yang
berujung pada konflik. Untuk itu seorang kader juga harus mampu mengidentifikasi potensi konflik yang
ada di masyarakat sekaligus mengelolanya dengan baik.

Manajemen Konflik

Konflik adalah interaksi antara orang-orang yang merasa tidak cocok dengan tujuan dan campur tangan
yang satu terhadap yang lain dalam mencapai tujuan.

Konflik merupkan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam interaksi manusia. Meskipun konflik
sering dikonotasikan dengan efek negatif namun konflik juga memiliki sisi positif, tergantung bagaimana
konflik itu bisa dikelola dengan baik.

Efek positif dapat berupa :

Berkembangnya rangsangan memacu kreatifitas

Pengakuan hukum atas sistem yang ada

Rasa kebersamaan diantara para partner konflik untuk mencapai tujuan bersama

Penyesuaian keseimbangan kekuasaan

Efek negatif dapat berupa :


Hancurnya hubungan yang sudah terbangun

Perasaan sakit, marah, dan dendam

Frustasi / stress

Penderitaan fisik

Konflik bisa terjadi disebabkan :

Perbedaan tujuan dan kepentingan

Keinginan mendapatkan pengakuan/penghormatan

Ketidakjelasan aturan

Ketidakjelasan informasi

Berdasarkan situasi yang dihadapi ada 5 gaya untuk mengelola konflik :

Menghindar

ü Masalahnya relatif kecil

ü Kita tidak memperoleh kesempatan memuaskan keinginan kita

ü Potensi mengganggu lebih besar dari keuntungan

ü Membiarkan pihak lain tenang

ü Perlu waktu untuk mengumpulkan informasi guna mencari solusi yang lebih baik

ü Bila orang lain dapat menyelesaikan konflik lebih efektif


ü Masalah tersebut dapat menyinggung pihak lain

Kompetisi

ü Bila dibutuhkan kecepatan dalam pengambilan keputusan

ü Persoalan amat penting dan harus diterapkan tindakan yang kita tahu tegas (tidak populer)

ü Kita tahu bahwa kita yang benar

ü Melawan pihak yang banyak mengambil keuntungan dari pihak yang lemeh

Akomodasi

ü Memuaskan pihak lain lebih penting daripada memuaskan kita

ü Membina kredit sosial untuk hubungan jangka panjang

ü Kita tahu bahwa kita salah

ü Bila harmoni dan kestabilan jauh lebih penting

ü Untuk meramalkan kerugian bila kita dalam posisi kalah

ü Memberi kesempatan pada kita untuk belajar dari kesalahan

Kolaborasi
ü Kerjasama kedua belah pihak amat penting sehingga perlu dicari keputusan bersama

ü Menggabungkan pengetahuan dan pendapat orang-orang yang berbeda pandangan

ü Mendapat kesepakatan dengan memasukkan pihak lain dalam konsensus

ü Bekerja dengan perasaan lebih diutamakan

Kompromi

ü Bila sasaran penting dan tak perlu usaha besar

ü Bila pihak lain dapat diajak sebagai mitra untuk mencapai sasaran bersama

ü Penyelesaian sementara perlu segera dilakukan

ü Untuk mencapai keputusan yang berguna dalam waktu yang terbatas

ü Solusi pengganti jika solusi konflik lain tidak berhasil

Leave a comment

MOBILISASI MASYARAKAT

LEAVE A REPLY

You must be logged in to post a comment.

Post navigation
PENYAKIT MENULAR ; SCHISTOSOMIASIS (BILHARZIA)

PENYAKIT MENULAR ; DISENTRI

DRS SOEHARDI TJ, MSC

berempat Saat ini saya berdomisili di Bandung.Sebelum pensiun menjabat sebagai Field Coordinator
International Organi- zation for Migration (Badan PBB) di Tapaktuan Aceh Selatan. Awalnya saya bekerja
di Departemen Kesehatan,juga sebagai Dosen di Universitas Islam Riau,dan Dosen di STIKES Dharma
Husada , lalu bergabung di beberapa International NGO bekerja di Aceh sampai Papua, di Perusahaan
Multi Nasional (Becton Dickinson dan ECOLAB ) dan sempat mendapatkan berbagai pelatihan di
beberapa Negara seperti Amerika Serikat, Australia, New-Zealand, Thailand dan Singapore.

USTADZ YUSUF MANSYUR

OBAT KUAT PALING TOP

tongkat arab widged

PENYUBUR PRIA & WANITA

Penyubur kandungan dan penyubur Sperma

DIALOQUE ISLAM >< KRISTEN

disc-debat

PELUANG BISNIS BESAR

1500 Skripsi Full Content

KAMI JUAL SEMUT JEPANG


semut jepang

KETEGORI ARTIKEL

Anti Kanker (12)

Artikel Islami (61)

Artikel ttg Asam Urat (3)

Berita Kesehatan (17)

Digital Huda (16)

Gaya Hidup Sehat (67)

Intermezzo Obat Strss (6)

Internet Marketing (6)

Jantung dan Kardiovaskuler (7)

Kesehatan Lingkungan (5)

Kesehatan Remaja dan Wanita (2)

Kumpulan Puisi Hertadi Sudjo (48)

Lowongan Kerja Kesehatan (15)

Medical Instruments (2)

Minuman/makanan berkhasiat (39)

Pemberdayaan Pemulung (5)

Pengobatan Herbal (58)

Penyakit Kanker (8)

Penyakit Kecacingan (1)

Penyakit Menular (29)

Produk Kesehatan (1)

Public Health (35)


Radikal Bebas & Antioksidan (9)

Solid Waste Management (13)

Tahukah Anda Kenapa ? (2)

Tanaman Obat (115)

Tips untuk Penderita Diabetes/Kencing Manis (29)

Uncategorized (79)

JUMLAH ARTIKEL = 585

JUMLAH ARTIKEL = 585

STATISTICS

Activello Theme by Colorlib Powered by WordPress

H0404055's Blog

Dari Mobilisasi Masyarakat Menuju Partisipasi Masyarakat

h0404055

8 tahun yang lalu

Iklan

1. Pendahuluan

Latar Belakang

Mobilisasi Masyarakat dapat didefinisikan sebagai sebuah proses untuk melibatkan masyarakat untuk
mengidentifikasi prioritas, sumber daya, kebutuhan dan solusi masyarakat, untuk mempromosikan
partisipasi yang representatif, tata pemerintahan yang baik, akuntabilitas dan perubahan secara damai.
Salah satu keunggulan dari pendekatan semacam ini adalah bahwa pendekatan tersebut bertitik berat
pada penguatan jalur-jalur komunikasi antara komunitas dan institusi-institusi yang mendukungnya:
sector pemerintah, sektor bisnis dan sektor publik.

Unsur-unsur penting dalam program Mobilisasi Masyarakat yang sukses:

Melibatkan Pemerintah Lokal

Partisipasi pemerintah merupakan faktor yang kritis dalam suatu program mobilisasi yang sukses.
Program tersebut memungkinkan warga untuk menemukan suara mereka di dalam komunitas mereka.
Selagi warga menjelajahi dan menentukan kebutuhan mereka, program ini menciptakan jalur komunikasi
antara komunitas dan perwakilan pemerintah mereka. Tujuannya bukanlah untuk menciptakan struktur
pengambilan keputusan yang parallel, melainkan untuk bekerja menggunakan jalur yang udah ada.
Pemahaman mengenai jalur-jalur ini merupakan kunci bagi masyarakat untuk dapat mengambil langkah
selaanjutnya: mengakses kebijakan dan kepemimpinan tingkat nasional.

2. Bekerja sama dengan Sektor Sipil Lokal

Alasan prinsipil untuk mengikutsertakan aktor-aktor sipil seperti LSM lokal mencakup:

a. Meneruskan kehadiran program bahkan setelah program Mercy Corps selesai

b. Kemampuan untuk menyediakan hubungan advokasi antara masyarakat dan pemerintah

c. Kemampuan untuk mengembangkan kepercayaan dan hubungan secara lebih cepat melalui mitra lokal

Menyediakan seperangkat sumber daya dan pengetahuan asli tambahan mengenai praktek
pembangunan dalam konteks yang ada

Dalam banyak kasus, tujuan jangka panjang dari mobilitas masyarakat tidak dapat dicapai secara
berkelanjutan dalam kerangka waktu yang dimiliki oleh proyek – pendirian LSM atau Ornop sangatlah
kritis bagi masa depan dan kelangsungan program ini.

3. Mengintegrasikan Pembangunan Ekonomi


Kajian masyarakat dan penilaian partisipatif menyoroti pentingnya kesempatan kerja dan pembangunan
ekonomi jangka panjang bagi kesehatan dan masa depan masyarakat. Mercy Corps menitikberatkan
diciptakannya hubungan yang kuat antara prakarsa-prakarsa mobilisasi masyarakat dan pembangunan
ekonomi dalam rangka memperoleh dampak yang lebih besar dari program-program tersebut.

Mempromosikan Perubahan secara Damai

Mercy Corps bertujuan untuk menguatkan kemampuan untuk menganalisa dan menangani konflik di
seluruh tingkatan dalam masyarakat. Asumsi-asumsi yang membingkai suatu rancangn program
mobilisasi mencakup:

Warga yang bergotong royong untuk menciptakan sesuatu akan mempunyai rasa kepemilikan bersama
dan oleh karenanya kemungkinan untuk terjadinya perselisihan di masa depan akan lebih kecil. Hal ini
menantang asumsi sejarah bahwa kelompok yang berbeda tidak dapat bergotong royong.

Kelangkaan infrastruktur dan kurangnya sumber daya sering menjadi sumber konflik dan ketegangan.
Mobilisasi masyarakat bertitik berat pada pemenuhan kebutuhan sumber daya yang pada akhirnya akan
mengurangi ketegangan.

Program mobilisasi menciptakan jalur-jalur baru dan memperkuat jalur komunikasi dan dialog yang
sudah ada.

Program-program menciptakan kesadaran bagi masyarakat akan apa yang sebenarnya mampu dicapai
pada berbagai tahap

5. Keberlanjutan

Kesuksesan mobilisasi masyarakat sebaiknya diukur bukan dari keberlangsungan kelompok masyarakat,
akan tetapi melalui kemampuan dari masyarakat untuk bergerak di seputar isu yang timbul dan untuk
mengidentifikasi solusinya. Program-program menyediakan bantuan yang ditargetkan bagi kelompok-
kelompok yang memiliki keinginan dan visi bersama, dan membantu merumuskan dan membangun
struktur mereka. Struktur-struktur harus diadaptasi berdasarkan kebutuhan dan sumber daya yang unik
yang dimiliki oleh masing-masing komunitas. Pada saat hubungan dengan masyarakat berakhir, Mercy
Corps hendak meninggalkan warisan berikut ini:

Anggota kelompok masyarakat mampu memfasilitasi pertemuan, melibatkan masyarakat (termasuk


kelompok minoritas), membangun musyawarah dan mengembangkan anggaran dan rencana proyek.
Mereka juga dapat mengadvokasikan kebutuhan-kebutuhan mereka kepada pemerintah.
Masyarakat mampu memprioritaskan kebutuhan, mengatur sumber daya dan mengadvokasikan
kebutuhan mereka kepada pemerintah, LSM internasional, dsb.

LSM/Ornop lokal dapat menggunakan teknik-teknik mobilisasi dalam program mereka sendiri.

Pemerintah lokal mampu mendengarkan dan memahami kebutuhan konstituen mereka, menanggapi
permintaan-permintaan dan membantu dalam mengakses sumber daya

Tidak ada pendekatan standar terhadap mobilisasi. Meskipun kebanyakan program mobilisasi
masyarakat mempunyai elemen-elemen yang sama, setiap program seharusnya bergerak sesuai dengan
konteks negara, permintaan masyarakat, dan persyaratan donor. Menggabungkan semua bahan-bahan
kunci tersebut menciptakan program mobilisasi yang sukses.

DIAGRAM PROSEDUR

Pengalaman terdahulu telah menunjukkan bahwa terus bekerja dengan masyarakat melalui lebih dari
satu tahap meningkatkan kepercayaan diri dan saling percaya di dalam masyarakat dan antara
masyarakat dan Mercy Corps. Penekanan pada akuntabilitas dan transparansi selama tahap pertama
membangun kepercayaan dan menciptakan antusiasme atas cara kerja sama yang demikian. Fakta
bahwa Mercy Corps bekerja dengan sangat dekat dengan Kelompok-Kelompok Masyarakat juga
membantu masyarakat dan anggota kelompok individual mengatasi ketakutan mereka, dan kurangnya
pengetahuan atau pengalaman mengenai beberapa aspek implementasi proyek.

Tahap Start-UP (Mulai) – Implementasi dengan masukan MC yang signifikan di seluruh tingkat

Tahap 2. “Kelulusan” Masyarakat Meneruskan Proses dengan Bantuan MC yang Terbatas

Tahap 3 – Masyarakat kini semakin mampu menyusun prioritas, merencanakan, mengidentifikasi sumber
daya, dan mengorganisir pemecahan masalah tanpa bantuan Mercy Corps. Secara ideal, proses berlanjut
tanpa keterlibatan kami secara langsung.

II. Pembahasan
Mewujudkan Partisipasi Masyarakat melalui Pendekatan – pendekatan Partisipasi terhadap masyarakat

Apa Itu Partisipasi?

Esensi pendekatan partisipatif bagi pengembangan masyarakat secara implisit terangkum dalam puisi
karya Lau Tze, seorang pujangga klasik Cina. “Pergi dn temuilah masyarakatmu, hiduplah dan tinggallah
bersama mereka, cintai dan berkaryalah bersama mereka. Mulailah dari apa yang telah mereka miliki,
buat rencana lalu bangunlah rencana itu dari apa yang mereka ketahui, sampai akhirnya, ketika
pekerjaan usai, mereka akan berkata: “Kamilah yang telah mengerjakannya.”

Usaha-usaha penerapan pendekatan partisipatif di Indonesia telah memunculkan beragam persepsi dan
interpretasi yang berbeda-beda tentang arti partisipasi. Persepsi dan interpretasi yang berkembang
selama ini bahwa:

masyarakat bertanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dari program yang telah
ditetapkan pemerintah,

anggota masyarakat ikut menghadiri pertemuan-pertemuan perencanaan, pelaksanaan dan pengkajian


ulang proyek, namun kehadiran mereka sebatas sebagai pendengar semata,

anggota masyarakat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan tentang cara melaksanakan
sebuah proyek dan ikut menyediakan bantuan serta bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proyek
tersebut,

Anggota masyarakat berpartisipasi aktif dalam semua tahapan proses pengambilan keputusan, yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan/monitoring sebuah program

Pendekatan Partisipasi

Proses partisipasi masyarakat selalu menjadi perhatian utama dalam pembangunan Indonesia.
Partisipasi merupakan bagian penting dari budaya bangsa dengan menggunakan “consensus approach”
(musyawarah mufakat) dalam pengambilan keputusan. Selain itu prinsip-prinsip partisipasi “dari, oleh
dan untuk rakyat” telah termaktub dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1970-an.
Partisipasi adalah proses pemberdayaan masyarakat sehingga mampu menyelesaikan sendiri masalah
yang mereka hadapi, melalui kemitraan setara, transparansi, kesetaraan kewenangan, kesetaraan
tanggung jawab dan kerja sama.

Pengalaman penerapan pendekatan partisipatif di Indonesia dan di negara-negara lain telah


menunjukkan dampak yang signifikan dalam proses pembangunan, terutama untuk pembangunan
jangka panjang.

Pendekatan partisipatif dapat diterapkan dalam proses pembangunan, mulai dari sistem manajemen
internal dalam lembaga pembangunan dan pelayanan baik di lembaga pemerintah dan non-
pemerintahan – melalui proses umum mengeidentifikasi, mengadakan dan menerapkan proyek- hingga
aktivitas proyek itu sendiri. Pengembangan tim kerja dengan menggunakan alat-alat TQM (Total Quality
Management – Manajemen Mutu Menyeluruh) dan PCM (Project Cycle Management – Manajemen
Daur Proyek) mampu meningkatkan kinerja operasional lembaga secara dramatis. Metode PRA
(Participatory Rural Appraisal – Kajian Keadaan Pedesaan Partisipatif) bisa meningkatkan kemampuan
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat, dan memperkuat rasa memiliki masyarakat
terhadap kegiatan proyek selanjutnya. Teknik Pelatihan Partisipatif (Participatory Training Techniques –
PTT) dan Pemberdyaan Masyarakat (Community Empowerment – CE) merupakan pendekatan yang
sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kapasitas seluruh pihak terkait
(stakeholder) yang dilibatkan dalam menjalankan proyek. Alat-alat Monitoring dan Evaluasi Partisipatif
(Participatory Monitoring and Evaluation – PM&E) tidak hanya menyediakan informasi berkualitas tinggi
tentang dampak proyek, baik positif dan negatif, tetapi juga membangun komitmen dan dukungan.

Walaupun telah banyak lembaga yang sukses menggunakan pendekatan partisipatif untuk
mengimplementasikan proyek pembangunan di Indonesia -baik di sektor pemerintahan dan non-
pemerintahan-, namun masih bersifat parsial dan lokal. Masih banyak kendala institusional dalam
mengaplikasikannya secara lebih luas di Indonesia, bahkan pemahaman bersama tentang makna
partisipasi itu sendiri masih sangat rancu. Ada yang mengatakan bahwa partisipasi sudah memadai jika
petani ternak berpartisipasi merasakan manfaat dari proyek. Ada pula yang beranggapan, proyek belum
bersifat partisipatif jika seluruh pihak terkait belum berposisi sama dalam kemitraan setara dan sama-
sama terlibat dalam seluruh aspek-aspek perancangan, implementasi dan evaluasi proyek.

Sehingga departemen dan berbagai bagian atau seksi di dalam departemen pada lembaga pemerintahan
menerapkan konsep ini secara berbeda-beda, sehingga menimbulkan kebijakan dan pendekatan yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Sistem pemerintah dalam memonitor kemajuan dan keberhasilan
berfokus pada banyaknya keberhasilan input yang diberikan, ketimbang dampak nyata proyek bagi
kelompok sasaran. Hal ini diperparah dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) proyek yang sangat
mendetail. Sistem perencanaan dan implementasi proyek yang sangat sentralistik, hirarkis dan birokratis,
terbatasnya kesempatan pihak terkait lain untuk berpartisipasi, dan kerangka dasar kebijakan serta
ketentuan yang ada kerap kali hanya melegalisasi organisasi pemerintah sebagai satu-satunya penyedia
pelayanan. Inipun seringkali diartikan secara kaku.

Bahkan tanpa kendala sistem ini sekalipun, staf pemerintah belum memiliki keahlian partisipatif yang
dibutuhkan, dan mereka sudah terbiasa mengerjakan apa yang diperintahkan atasannya, sehingga sulit
bagi mereka untuk menyesuaikan diri pada pendekatan baru ini.

Namun demikian, Proyek DELIVERI dan berbagai proyek lainnya telah menunjukkan bahwa pendekatan
partisipatif bisa diterapkan pada lembaga-lembaga pemerintah. Era baru desentralisasi memberikan
kesempatan besar untuk menerapkan pendekatan ini secara lebih luas. Dan panduan ini memberikan
gambaran umum bagaimana melakukannya melalui serangkaian pelatihan dan kegiatan praktis untuk
meningkatkan keterampilan dan mengubah sikap di kalangan pegawai pemerintah. Rincian yang lebih
mendetail mengenai pendekatan spesifik disediakan pada buku panduan lainnya, yang mengacu pada
buku ini dan bisa dilihat pada bagian akhir buku ini

Manfaat-Manfaat Yang Diharapkan Dari Pendekatan Partisipasi

Ada banyak literatur yang membahas tentang berbagai dampak yang menguntungkan pendekatan
partisipatif bagi proyek di tingkat masyarakat, dan sistem manajemen organisasi dan pelatihan
manajemen, khususnya dalam hal kesinambungannya (sustainablity). Namun sebagian besar literatur
tersebut lebih bersifat kualitatif dibanding kuantatif, dan hanya ada sedikit bukti- bukti empirik, terutama
dalam hal dampak berskala besar sebagai akibat pengukuran berskala kecil, pendekatan lokal secara
nasional. Dilihat dari beberapa segi, ini menguntungkan karena pendekatan partisipatif (terutama dalam
monitoring dan evaluasi) cenderung menghasilkan data yang spesifik untuk setiap situasi, dan mustahil
untuk melakukan agregasi data tersebut secara luas.

Dampak pendekatan partisipatif secara umum adalah sebagai berikut:

Program dan pelaksanaannya lebih aplikatif terhadap konteks sosial, ekonomi dan budaya yang sudah
ada, sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini menyiratkan kebijakan desentralisasi.
Menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab diantara semua pihak terkait dalam merencanakan dan
melaksanakan program, sehingga dampaknya dan begitu pula program itu sendiri berkesinambungan.

Perlunya memberikan peran bagi semua orang untuk terlibat dalam proses, khususnya dalam hal
pengambilan dan pertanggungan jawab keputusan sehingga memberdayakan semua orang yang terlibat
(terberdayakan).

Kegiatan-kegiatan pelaksanaan menjadi lebih obyektif dan fleksibel berdasarkan keadaan setempat.

Transparansi semakin terbuka lebar akibat penyebaran informasi dan wewenang.

Pelaksanaan proyek atau program lebih terfokus pada kebutuhan masyarakat.

Dalam proses yang dikembangkan secara internasional dan diadaptasi ke dalam kebutuhan lokal, Mercy
Corps bekerja sama dengan masyarakat dalam rangkaian pertemuan dan dengan perwakilan masyarakat
yang terpilih untuk menentukan prioritas, kebutuhan dan tanggung jawab. Salah satu hal yang membuat
pekerjaan di Aceh – dan di seluruh Indonesia – menjadi hal yang tidak biasa adalah tingkat struktur
kelembagaan yang sudah ada dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Kebanyakan
pedesaan, tanpa memandang besar kecilnya, memiliki pusat kesehatan dan masyarakat, asosiasi orang
tua-guru, kelompok belajar agama, dan dewan kebudayaan. Struktur-struktur ini menawarkan banyak
kesempatan untuk berbagai kerja sama dan inisiatif, dan dapat juga digunakan untuk meningkatkan
program, dan oleh karenanya dapat menjangkau lebih banyak orang secara lebih efisien dari yang
dimungkinkan. Pada saat yang bersamaan, bekerja sama dengan organisasi-organisasi ini bertujuan
untuk memperkuat struktur mereka, membantu mereka dalam proses pemulihan dan membangun
kapasitas mereka

III. Penutup

Kesimpulan

Mobilisasi akan sukses bila di dukung oleh partisipasi pemerintah.

Mobilitas masyarakat tidak dapat dicapai secara berkelanjutan dalam kerangka waktu yang dimiliki oleh
proyek – pendirian LSM.

Kesuksesan mobilisasi masyarakat bukan dari keberlangsungan kelompok masyarakat, akan tetapi
melalui kemampuan dari masyarakat untuk bergerak di seputar isu yang timbul dan untuk
mengidentifikasi solusinya.
Pendekatan partisipatif dapat diterapkan dalam proses pembangunan, mulai dari sistem manajemen
internal dalam lembaga pembangunan dan pelayanan baik di lembaga pemerintah dan non-
pemerintahan.

Saran

Perlunya mewujudkan mobilisasi masyarakat menuju partisipasi masyarakat untuk mengembangkan


potensi yang telah ada di masyarakat itu sendiri.

Pemerintah harus mendukung terhadap proses mobilisasi masyarakat sampai pada tahap partisipasi
masyarakat

Iklan

Kategori: ORGANISASI

Tinggalkan sebuah Komentar

H0404055's Blog

Kembali ke atas

Iklan

Dokter Nasional

Mobilisasi masyarakat : kekuatan besar dalam sistem kesehatan Indonesia

dokter nasional

7 years ago

Advertisements

Partisipasi dalam pelayan kesehatan merupakan prinsip utama dari Deklarasi Alma Ata yang mengangkat
tema “Health for All”. Dalam deklarasi dikatakan bahwa semua orang memiliki hak dan kewajiban untuk
berpartisipasi baik secara individual maupun grup dalam hal perencanaan, implementasi, dan evaluasi
program layanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan kualitas kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.
Namun ternyata banyak yang belum menyadari akan hal ini. Sebagian besar masyarakat cenderung
hanya menjadi pengguna pasif dalam sistem layanan kesehatan. Padahal hal ini sangatlah berguna dalam
upaya peningkatan kualitas sistem kesehatan di Indonesia.

Menyikapi hal tersebut, upaya mobilisasi masyarakat sangatlah diperlukan. Apa itu mobilisasi
masyarakat? Mobilisasi masyarakat adalah proses pemberdayaan masyarakat yang melibatkan berbagai
sektor / ragam profesi dalam pelaksanaan berbagai program kesehatan. Sebagai contohnya adalah
posyandu yang telah berjalan cukup baik hingga saat ini. Dengan adanya peningkatan peran masyarakat
ini, masyarakat diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyadari apa yang dibutuhkan mereka dan
mengajukannya ke pemerintah / lembaga setempat. Dengan adanya hal ini diharapkan timbul persepsi
dan kerja sama yang lebih baik antara masyarakat dengan pemerintah / lembaga penyedia layanan
kesehatan. Selain itu, mobilisasi masyarakat juga akan menciptakan kemandirian masyarakat dalam
menjaga dan meningkatkan kesehatan serta kualitas hidup mereka sehingga mereka tidak lagi
bergantung sepenuhnya pada pemerintah / lembaga.

Dalam rangka menggalakan mobilisasi masyarakat, sangatlah diperlukan peran dari seluruh komponen
masyarakat dan pemerintah. Pemerintah harus bersedia dalam menyediakan fasilitas / sarana guna
mendukung program mobilisasi ini dan bantuan dari lembaga non pemerintah juga sangat dibutuhkan.
Selain itu yang tak kalah pentingnya dalam proses mobilisasi ini adalah adanya rasa saling percaya satu
sama lain. Berikut ini adalah diagram 7 langkah untuk menghilangkan rasa tidak percaya, “from fear to
trust” :

Semoga dengan adanya partisipasi seluruh pihak dan rasa saling percaya, kesehatan di Indonesia dapat
semakin meningkat dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia pun menjadi lebih baik lagi.

-pn-
Advertisements

Categories: opini masalah kesehatan

Leave a Comment

Dokter Nasional

Create a free website or blog at WordPress.com.

Back to top

Advertisements

Radhika

Senin, 20 Februari 2012

Peran Serta Masyarakat dalam pembangunan kesehatan

Peran Serta Masyarakat dalam pembangunan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), peran serta atau partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh
anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Peran serta
dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah
kesehatan mereka sendiri. Hal ini masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, memecahkan,
melaksanakan dan mengevaluasikan program-program kesehatan. Institusi kesehatan hanya sekedar
memotivasi dan membimbingnya. Peran serta setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontibusi atau
sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat
terbentuk dalam tenaga (daya) dan pemikiran (ide). Dalam hal ini dapat diwujudkan dalam 4M yakni,
manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda) dan mind (ide atau gagasan).
Dasar-dasar filosofi peran serta masyarakat

Hubungannya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, peran serta masyarakat dapat diarahkan untuk
mencukupi kelangkaan tersebut. Dengan kata lain peran serta masyarakat dapat menciptakan fasilitas
dan tenaga kesehatan. Peran serta masyarakat didasarkan pada idealisme berikut :

a. Community fell need

b. Organisasi pelayanan masyarakat kesehatan yang berdasarkan peran serta masyarakat.

c. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri

Metode peran serta masyarakat

a. Peran serta dengan paksaan

Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-
ungdangan, peraturan-perturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya
dan mudah, tetapi masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan kesadaran
tetapi ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program yang
ada.

b. Peran serta dengan persuasi dan edukasi

Artinya suatu parisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar tetapi bila tercapai hasilnya akan
mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan
dan sebagainya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Elemen-elemen peran serta masyarakat

a. Motivasi

Persyaratan utama masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit
berpartisipasi disegala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luarnya
hanya meragsang saja. Untuk itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang
tumbuhnya motivasi.

b. Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan informasi kepada
masyarakat. Media masa, seperti TV, radio, poster, film dan sebagainya. Semua itu sangat efektif untuk
manyampaikan pesan yang akirnya dapat menimbulkan partisipasi.

c. Kooperasi

Kerja sama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah
mutlak diperlukan. Adanya team work antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.

d. Mobilisasi

Hal ini berarti bahwa peran serta itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partipasi
masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai ke akhir mungkin, dari identifikasi masalah,
menentukan prioritas masalah, perencanaan program, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan
evaluasi program.

Strategi peran serta masyarakat

Strategi peran serta menurut Notoatmojo (2007) yang dapat dipakai adalah sebagai berikut:

a. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini


terutama ditunjukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal.

b. Pengorganisasian masyarakat dan pembentukan tim

1) Dikoordinasikan oleh lurah atau kepala desa.

2) Tim kerja yang dibentuk tiap RT, anggota tim adalah pemuka masyrakat RT yang bersangkutan dan
pimpinan oleh ketua RT.

c. Survei diri

Tiap tim kerja di RT melakukan survei di masyrakatnya masing-masing dan diolah serta dipresentasikan
kepada warganya.

d. Perencanaan program

Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasi survei diri dari tim
kerja, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah akan dipecahkan. Merencanakan
program ini perlu diarahkan terbentuknya dana sehat dan kader kesehatan. kedua hal ini merupakan
sangat penting dalam rangka pengembangan peran serta masyarakat. Dana sehat tersebut selain dari
bentuk peran serta masyarakat, juga merupakan motor penggerak program.

e. Training (Pelatihan)
Training para kader harus dipimpin oleh dokter puskesmas meliputi medis dan manajemen kecil-kecilan
dalam mengolah program-program kesehatan tingkat desa serta pencatatan, pelaporan, dan rujukan.

f. Rencana evaluasi

Menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria keberhasilan suatu program, secara sederhana dan
mudah dilakukan oleh masyrakat atau kader itu sendiri (Notoatmojo, 2007).

A. Pengertian

Peranserta masyarakat memiliki makna yang amat luas. Semua ahli mengatakan bahwa partisipasi atau
peranserta masyarakat pada hakekatnya bertitik tolak dari sikap dan perilaku namun batasannya tidak
jelas, akan tetapi mudah dirasakan, dihayati dan diamalkan namun sulit untuk dirumuskan.

B. Tujuan Peranserta Masyarakat

Tujuan program peranserta masyarakat adalah meningkatkan peran dan kemandirian, dan kerjasama
dengan lembaga-lembaga non pemerintah yang memiliki visi sesuai; meningkatkan kuantitas dan
kualitas jejaring kelembagaan dan organisasi non pemerintah dan masyarakat; memperkuat peran aktif
masyarakat dalam setiap tahap dan proses pembangunan melalui peningkatan jaringan kemitraan
dengan masyarakat.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Peranserta Masyarakat

1) Manfaat kegiatan yang dilakukan.

Jika kegiatan yang dilakukan memberikan manfaat yang nyata dan jelas bagi masyarakat maka kesediaan
masyarakat untuk berperanserta menjadi lebih besar.

2) Adanya kesempatan.

Kesediaan juga dipengaruhi oleh adanya kesempatan atau ajakan untuk berperanserta dan masyarakat
melihat memang ada hal-hal yang berguna dalam kegiatan yang akan dilakukan.

3) Memiliki ketrampilan.

Jika kegiatan yang dilaksanakan membutuhkan ketrampilan tertentu dan orang yang mempunyai
ketrampilan sesuai dengan ketrampilan tersebut maka orang tertarik untuk berperanserta.
4) Rasa Memiliki.

Rasa memiliki suatu akan tumbuh jika sejak awal kegiatan masyarakat sudah diikut sertakan, jika rasa
memiliki ini bisa ditumbuh kembangkan dengan baik maka peranserta akan dapat dilestarikan.

5) Faktor tokoh masyarakat.

Jika dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh - tokoh masyarakat atau
pemimpin kader yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik pula berperanserta.

D. Tingkatan Peranserta

1) Peranserta karena perintah / karena terpaksa.

2) Peranserta karena imbalan. Adanya peranserta karena imbalan tertentu yang diberikan baik dalam
bentuk imbalan materi atau imbalan kedudukan.

3) Peranserta karena identifikasi atau rasa ingin memiliki

4) Peranserta karena kesadaran. Peranserta atas dasar kesadaran tanpa adanya paksaan atau harapan
dapat imbalan

5) Peranserta karena tuntutan akan hak dan tanggung jawab

E. Wujud Peranserta

1) Tenaga, seseorang berperanserta dalam kegiatan kelompok dengan menyumbangkan tenaganya,


misalnya menyiapkan tempat dan peralatan dan sebagainya.

2) Materi, seseorang berperanserta dalam kegiatan kelompok dengan menyumbang-kan materi yang
diperlukan dalam kegiatan kelompok tersebut, misalnya uang, pinjaman tempat dan sebagainya (Depkes
RI, 1990).

F. Peran Kader Masyarakat sebagai Wujud Peran Serta

Kader Posyandu adalah warga masyarakat yang terlibat dalam dalam seksi 7 dan seksi 10 LKMD (Tim
penggerak PKK) yang tergabung dalam Pokja IV yang membidangi masalah kesehatan dan KB dan aktif
dalam kegiatan Posyandu. Kader gizi adalah anggota masyarakat yang bekerja secara sukarela dan
mampu melaksanakan upaya peningkatan gizi keluarga (UPGK) serta mampu menggerakkan masyarakat
untuk ikut serta dalam kegiatan UPGK.

G. Peranan Kader dalam penyelenggaraan Posyandu

1) Memberitahukan hari dan jam buka Posyandu kepada para ibu pengguna Posyandu (ibu hamil, ibu
yang mempunyai bayi dan anak balita serta ibu usia subur) sebelum hari buka Posyandu.

2) Menyiapkan peralatan untuk penyelenggaraan Posyandu sebelum Posyandu dimulai seperti


timbangan, buku catatan, KMS, alat peraga penyuluhan dll.

3) Melakukan pendaftaran bayi, balita, ibu hamil dan ibu usia subur yang hadir di Posyandu.

4) Melakukan penimbangan bayi dan balita.

5) Mencatat hasil penimbangan kedalam KMS

6) Melakukan penyuluhan perorangan kepada ibu-ibu di meja IV, dengan isi penyuluhan sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan.

7) Melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum meja I atau setelah meja V (kalau
diperlukan).

8) Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan balita serta
pasangan usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan agar datang ke Posyandu.

Nicharla Rianty S. di Senin, Februari 20, 2012

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya
Foto saya

Nicharla Rianty S.

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

prasetyo angel

Senin, 09 April 2012

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM KESEHATAN.

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat besasr perananya dalam mewujudkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Keberhasilan dari pengembangan kesehatan harus di dukung oleh semua
sector, baik masyarakat maupun tim kesehatan. Pembangunn kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran hidup sehat, kemampuan untuk melakukan hidup sehat. Agar tercipta derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Maka dari itu diperlukan sebuah pendekatan pemeliharaan, l. Maka dari itu
diperlukan sebuah pendekatan pemeliharaan, pencegahan penyakit,penyembuhan penyakit,dan
pemulihan kesehatan yang menyeluruh,terpadu,dan berkesinambungan,tidak lupa pula partisipasi dari
masyarakat untuk mengembangkan derajat kesehatan tersebut.

Dalam rangka memajukan derajat kesehatan masyarakat maka diperlukan sebuah program-
program yang dapat meningkatkan derajat kesehatan maka darai itu penulis tertarik untuk mengambil
judul PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM KESEHATAN.

B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan judul makalah ini maka rumusan masalahnya adalah peran partisipasi
masyarakat,dasar-dasar filosofi partisipasi masyarakat,metode partisipasimasyarakat,nilai-nilai partisipasi
masyarakat,elemen-elemen partisipasi masyarakat,strategi partisipasimasyarakat,metode.

C.TUJUAN

Untuk mengetahui bagaimana konsep promosi kesehatan yang ada dalam masyarakat serta hal-
hal yang membahas tentang program kesehatan masyarakat.

D.MANFAAT

Manfaat dari penulisan ini adalah:

1. Agar asyarakat ikut berpartsipasi dalam program kesehatan

2. Agar masyarakat mengetahui tentang berbagai macam factor-faktor penyebab masalah kesehatan

BAB II

ISI

1.Faktor-faktor umum masalah kesehatan di Indonesia

a) Terbatasnya sumber dana dan sumber daya alam,yang menyebabkan pendapatan perkapita
rendah.

b) Angka kelahiran yang masih tinggi dan angka kematian yang relattif menurun,akan menghasilkan
komposisi penduduk yang tidak seimbang. Dengan jumlah anak-anak muda yang tinggi akan
menghasilkan resiko ketergantungan yang tinggi pula.

c) System pendidikan tenaga kesehatan yang kurang adekuat akan menghasilkan tenaga
kesehatanyang rendah,baik kualitas maupun kuantitas.

d) Pola penyakit yang mudah menular,yakni TBC,diare,penyakit kulit,dan sebagainya.


e) Penyakit kekurangan gizi (malnutrition),dan penyakit-penyakit yang umum menyerang masyarakat.

f) Perbandingan antarapertambahan penduduk dan pendapatan nasional (gross national


product)sangat tidak seimbang

Dengan melihat faktor-faktor diatas dengan dana dan daya yang minimal,namun dapat memecahkan
masalah kesehatan,salah satu pendekatan adalah melibatkan masyarakat consumer(community
participation).

Dalam hal ini masalah kesehatan bukan hanya tanggug jawab pemerintah tapi juga merupakan tanggug
jawab masyarakat. Untuk menghimbau masyarakat agar menyelenggarakan fasilitas pelayanana
kesehatan mereka sendiri seperti pepatah cina yang mengatakan ”give a man a fish and you feed him for
a day,teach a man to catch on fish and you feed him for a life” hal ini berarti kita lebih baik mengajarkan
mereka untuk menyelenggarakan fasilitas-fasilitas kesehatan mereka sendiri daripada sekedar
memberikan fasilitas kesehatan kepada mereka.

2.Peranan Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.

Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktiv memikirkan,merencanakan,melaksanakan,dan


mengevalluasi program-program kesehatan masyarakat. Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi
dan memberikan bimbingan kepada masyarakat.

Di dalam partisipasi masyarakat dituntut suatu kontribusi bukan hanya dalam hal dana atau
financial tapi dapat juga berbentuk daya(tenaga),dan ide(pemikiran).dalam hal ini dapt di wujudkan
dengan 4M yakni Manpower,Money,Material,Mind.

Bagan macam-macam kontribusi

Health status (derajat kesehatan )

Health service (pelayanan kesehatan )

MANPOWER

MONEY

MATERIAL

MIND/IDEA
3. Dasar-dasar filosofi partisipasi masyarakat

Dalam hubunganya dengan fasilitas dan tenaga kesehatan, partisipasi masyarakat dapat juga
diarahkan untuk mencukupi kelangkaan tersebut.

Partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan tenaga kesehatan. Yang didasarkan dengan
idealism:

a. Community felt need

Apabila pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat sendiri,ini berarti masyarakt itu memerlukan
pelayanan tersebut. Sehingga yang di perlukan untuk masyarakat di ciptakan pula oleh masyarakat.

b. Organisasi pelayanan kesehatan masyarakat yang berdasarkan partisipasi masyarakat adalah salah
satu bentuk pengorganisasian masyarakat. Hal ini berarti fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari
masyarakat sendiri.

c. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya tenaganya dan
penyelenggaraannya akan ditangani oleh masyarakat itu sendiri yang didasari dengan sukarela.

Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa filisofi partisipasi masyarakat dalam kesehatan adalah
terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat,dari masyarakat dan oleh masyarakat.

4.Metode partisipasi masyarakat

Banyak cara yang dapat di lakukan untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat.

Pada pokoknya ada 2 cara yaitu:


a. Partisipasi dengan paksaan(enforsement partisipation)

Artinya memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik melalui perundang-undangan,
peraturan-peraturan maupun dengan perintah lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya, dan
mudah.tapi masyarakat akan merasa takut, merasa di paksa, dan kaget karena bukan di dasari dari
kesadaran (awerenees),tetapi ketakutan. Yang dapat mengakibatkan masyarakat tidak memiliki rasa puas
atau kepemilikan atas program kesehatan yang di bangun.

b. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi

Yakni sesuatu partisipasi yang didasari atas kesadaran. Susah untuk ditumbuhkan, dan memakan waktu
yang lumayan lama. Tetapi bila tercapai hasilnya masyarakat akan mempunyai rasa memiliki,dan rasa
memelihara. Partisipasi ini dmulai dengan penyuluhan,pendidikan dan sebagainya,baik secara langsung
maupun tidak langsung.

5.nilai-nilai partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah suatu pendekatan atau jalan terbaik untuk memecahkan masalah-masalah
kesehatan dnegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Nilai-nilai partisipasi masyarakat tentang
hal tersebut :

a) Partisipasi masyarakat adalah cara yang paling murah. Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam
program-program kesehatan itu berarti dapat memperoleh sumber daya dan dana yang mudah untuk
melengkapi fasilitas kesehatan mereka sendiri.

b) Bila partisipasi itu berhasil,bukan hanya salah satu bidang saja yang dapat dipecahkan,akan tetapi
dapat menghimpun dana dan daya untuk memecahkan masalah dibidang yang lain.

c) Partisipasi masyarakat akan membuat semua masyarakat untuk belajar bertanggung jawab
terhadap derajat kesehatanya sendiri. Apabila masyarakat hanya menerima saja pelayanan kesehatan
yang disediakan pemerintah atau instansi penyelenggara kesehatan laen,masyarakat tidak memiliki rasa
mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kesehatan mereka sendiri. Penyembuhan atau pengobatan
penyakit hanya dianggap sebagai barang pinjaman dari luar saja,sehingga mereka tidak belajar apa-apa
tentang penyakit dan pemeliharaan kesehatan. Pada hal ini masyarakat pada hakikatnya ingin tau dan
ingin belajar tentang hal-hal kesehatan tersebut.

d) Partisipasi masyarakat didalam pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang
dari bawah dengan angsangan dan bimbingan dari atas,bukan sesuatu yang dpaksakan dari atas. Ini
adalah sesuatu pertumbuhan yang alami bukan pertumbuhan semu dan untuk sementara.

e) Partisipasi masyarakat akan menjamin suatu perkembangan yang langsung, karena dasarnya adalah
kebutuhan dan kesadaran masyarakat sendiri.

f) Melalui partisipasi, setiap anggota masyarakat dirangsang untuk belajar berorganisasi, dan
mengambil peran yang sesuai dengan kemampuanya masing-masing.
g) Partisipasi masyarakat sejalan dengan deklarasi alam Ata, September 1978. Pasal 4 deklarasi
tersebut menyatakan bahwa “The people have the right and duty to participace individually and
collectively in planning and implementation of their health care”.

6.Elemen-elemen partisipasi masyarakat

Elemen-elemen partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :

a. Motivasi

Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat akan
sulit berpartisipasi disegala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri sedangkan
pihak luar hanya merangsang saja. Untuk itu maka pendidikan kesehatan sangat dperlukan dalam rangka
merangsang tumbuhnya motivasi.

b. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan informasi yang benar
untuk masyarakat. Media massa seperti TV,radio,poster,film,dan sebagainya. Sebagian adalah dipandang
sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi.

c. Kooperasi

Kerja sama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat untuk menjalin team work antara
masyarakat dan instansi lain agar masyarakat mampu menumbuhkan keinginan berpartisipasi.

d. Mobilisasi

Partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program. Partisipasi masyarakat dapat
dimulai sedini mungkin, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas,perencanaan program,
pelaksanaan sampai dengan monitoring dan program. Tidak hanya terbatas pada bidang kegiatan saja
melainkan bersifat multidisiplin untuk melakukan suatu perubahan.

6.Strategi Partisipasi Mayarakat

Strateg partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :

a) Lembaga sosial desa atau lembaga kerja pembangunan masyarakat desa (LKPMD) adalah suatu
wadah kegiatan antar disiplin ditingkat desa,tiap kelurahan atau desa biasanya mempunyai lembaga
semacam ini. Tugas utama lembaga ini adalah merencanakan,merencanakan, dan mengefaluasi kegiatan-
kegiatan pembangunan didesanya. Termasuk pembangunan dibidang kesehatan. Oleh karena itu,tenaga
kesehatan dari puskesmas dapat memanfaatkan lembaga ini untuk menyalurkan idenya, dengan
memasukan ide-idenya kedalam program LKPMD untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
b) Program yang diberikan oleh puskesmas kelembaga ini tidak harus kesehatan,tetapi juga kegiatan-
kegiatan non kesehatan untuk menambah kawasan masyarakat yang akhirnya akan menyokong program
kesehatan misalnya pertanian,peternakan,pendidikan,dan lain-lain.

c) Puskesmas dapat di jadikan pusat kegiatan kegiatan kesehatan,walaupun pusat segala


perencanaannya adalah di desa (LPKMD), dan tugas tenaga kesehatan adalah sebagai motivator dan
dinamisatornya.

d) Dokter puskesmas atau petugas kesehatan lain dapat membentuk suatu team work yang baik
dengan dinas-dinas atau instansi-instansi lain

e) Dalam pelaksanaa, program-program tersebut dapat dilakukan dari desa ke desa di sebagian
kecamatan tersebut. Hal ini untuk menjamin agar puskesmas dapat memonitor dan
membimbimbingnya dengan baik. Bilamana perlu dapat juga dilakukan membentuk suatu proyek
sebagai percontohan desa alain sebagai pusat pengembangan.

f) Bila desa ini masih terlalu besar,maka dapat dari tingkat RT/RW, yang populasinya lebih kecil,
sehingga memudahkan team kesehatan untuk mengorganisasinya.

8.metode

Metode yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan masyarakat, diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat.pendekatan ini


terutama ditujukan kepada pimpinan masyarakat,baik yang formal maupun informal.

b. Pengorganisasian masyarakat, dan pembentukan panitia (tim).

- Koordinasi oleh lurah atau kepala desa

- Tim kerja yang dibentuk di tiap RT.

Anggota tim ini adalah pemuka-pemuka masyarakat RT yang bersangkutan,dan dipimpin oleh ketua RT.

c. Survey diri (community self survey)

Tiap tim kerja di RT,melakukan survei di masyarakat.

d. Perencanaan program

Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan presentasai survey diri dari tim
kerja,serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah yang akan dipecahkan. Dalam
merencanakan program ini, perlu diarahkan terbentuknya dana sehat dan jader kesehatan. Kedua hal ini
sangat penting dalam rangka pengembangan partisipasi masyarakat. Dana sehat, sebagai bentuk dari
partisipasi dalam hal dana, juga merupakan motor penggerak program (sumber dana).sedangkan kader
kesehatan yang dasarnya adalah sukarela yang merupakan bentuk partisipasi dalam hal daya juga
merupakan dinamisator program.
e. Training

Training untuk para kader kesehatan sukarela harus dipimpi oleh dokter puskesmas. Di samping di
bidang teknis-medis,training juga meliputi managemen kecil-kecilan dalam mengolah program-program
kesehatan tingkat desa serta system pencatatan,pelaporan, dan rujukan.

f. Rencana evaluasi

Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetepkan criteria-kriteria keberhasilan suatu program, secara
sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader kesehatan sendiri tentang keberhasilan
proyek atau kegiatan tersebut.

prasetyo angel di 23.37

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Foto saya

prasetyo angel

saya orang yang baik hati

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

INFORMASI PETERNAKAN

Konsep dan Teori Pemberdayaan Masyarakat


Prasetyo

3 tahun yang lalu

Iklan

Pengertian Pemberdayaan Masyarakat

pmPemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu
kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya
(Depdiknas, 2003). Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem
adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama
(Koentjaraningrat, 2009). Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan
masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar
guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya
(Foy, 1994). Pemberdayaan adalah proses transisi dari keadaan ketidakberdayaan ke keadaan kontrol
relatif atas kehidupan seseorang, takdir, dan lingkungan (sadan,1997).

Menurut Mubarak (2010) pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk memulihkan
atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk mampu berbuat sesuai dengan harkat dan
martabat mereka dalam melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota masyarakat.

Pada Pemberdayaan pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang


memanusiakan manusia. Dalam pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih
mengarah kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam
perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen
program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan dan
perumusannya, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggung
jawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahaptahap
berikutnya (Soetomo, 2006).

PEMBAHASAN

Konsep Pemberdayaan Masyarakat


Istilah konsep berasal dari bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami. Konsep merupakan
abstraksi suatu ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam suatu kata atau symbol. Secara
konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata power yang berarti
kekuasaan atau keberdayaan. Konsep pemberdayaan berawal dari penguatan modal sosisl di masyarakat
(kelompok) yang meliputi penguatan penguatan modal social (. Apabila kita sudah mem Kepercayaan
(trusts), Patuh Aturan (role), dan Jaringan (networking))iliki modal social yang kuat maka kita akan
mudah mengarahkan dan mengatur (direct) masyarakat serta mudah mentransfer knowledge kepada
masyarakat. Dengan memiliki modal social yang kuat maka kita akan dapat menguatkan Knowledge,
modal (money), dan people. Konsep ini mengandung arti bahwa konsep pemberdayaan masyarakat
adalah Trasfer kekuasaan melalui penguatan modal social kelompok untuk menjadikan kelompok
produktif untuk mencapai kesejahteraan social. Modal social yang kuat akan menjamin suistainable
didalam membangun rasa kepercayaan di dalam masyarakat khususnya anggota kelompok (how to build
thr trust).

Oleh karena itu, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai modal soaial dan
kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk
membuat individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pada
dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial (Sipahelut, 2010).
Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga
mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga
mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b)
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c)
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan keputusan yang mempengaruhi mereka
(Suharto 2005).

Jimmu, (2008) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat tidak hanya sebatas teori tentang
bagaimana mengembangkan daerah pedesaan tetapi memiliki arti yang kemungkinan perkembangan di
tingkat masyarakat. Pembangunan masyarakat seharusnya mencerminkan tindakan masyarakat dan
kesadaran atas identitas diri. Oleh karena itu, komitmen untuk pengembangan masyarakat harus
mengenali keterkaitan antara individu dan masyarakat dimana mereka berada. Masyarakat adalah
sebuah fenomena struktural dan bahwa sifat struktural dari kelompok atau masyarakat memiliki efek
pada cara orang bertindak, merasa dan berpikir. Tapi ketika kita melihat struktur tersebut, mereka jelas
tidak seperti kualitas fisik dari dunia luar. Mereka bergantung pada keteraturan reproduksi sosial,
masyarakat yang hanya memiliki efek pada orang-orang sejauh struktur diproduksi dan direproduksi
dalam apa yang orang lakukan. Oleh karena itu pengembangan masyarakat memiliki epistemologis logis
dan yang dasar dalam kewajiban sosial yang individu memiliki terhadap masyarakat yang
mengembangkan bakat mereka.

Adedokun,et all., (2010) menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif akan menimbulkan partisipasi aktif
dari anggota masyarakat dalam pengembangan masyarakat. Ia juga mengungkapkan bahwa ketika
kelompok masyarakat yang terlibat dalam strategi komunikasi, membantu mereka mengambil
kepemilikan inisiatif pembangunan masyarakat dari pada melihat diri mereka sebagai penerima manfaat
pembangunan. Berdasarkan temuan tersebut, direkomendasikan bahwa para pemimpin masyarakat
serta agen pengembangan masyarakat harus terlibat dalam komunikasi yang jelas sehingga dapat
meminta partisipasi anggota masyarakat dalam isu-isu pembangunannya.

Jimu (2008) menunjukkan bahwa pengembangan masyarakat tidak khususnya masalah ekonomi, teknis
atau infrastruktur. Ini adalah masalah pencocokan dukungan eksternal yang ditawarkan oleh agen
pembangunan pedesaan dengan karakteristik internal sistem pedesaan itu sendiri. Oleh karena itu, agen
pembangunan pedesaan harus belajar untuk ‘menempatkan terakhir terlebih dahulu’ (Chambers, 1983
dalam jimu,2008). Secara teori, peran pemerintah pusat dan agen luar lainnya harus menginspirasi
inisiatif lokal bahwa hal itu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Passmore 1972 dalam jimu,2008).
Dalam prakteknya, top-down perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek pembangunan harus
memberi jalan kepada bottom-up atau partisipasi aktif masyarakat untuk mencapai apa yang disebut
‘pembangunan melalui negosiasi’. Hal ini sesuai Menurut Talcot Parsons (dalam Prijono, 1996:64-65)
power merupakan sirkulasi dalam subsistem suatu masyarakat, sedangkan power dalam empowerment
adalah daya sehingga empowerment dimaksudkan sebagai kekuatan yang berasal dari bawah (Bottom-
Up).

Shucksmith, (2013) menyatakan pendekatan bottom-up untuk pembangunan pedesaan (‘didorong dari
dalam’, atau kadang-kadang disebut endogen) berdasarkan pada asumsi bahwa sumber daya spesifik
daerah – alam, manusia dan budaya – memegang kunci untuk perkembangannya. Sedangkan
pembangunan pedesaan top-down melihat tantangan utamanya sebagai mengatasi perbedaan
pedesaan dan kekhasan melalui promosi keterampilan teknis universal dan modernisasi infrastruktur
fisik, bawah ke atas Pengembangan melihat tantangan utama sebagai memanfaatkan selisih melalui
memelihara khas lokal kapasitas manusia dan lingkungan itu. Model bottom-up terutama menyangkut
mobilisasi sumber daya lokal dan aset. Artinya, masyarakat pembangunan harus dianggap bukan
sebagai teori pembangunan, tetapi praktek pembangunan yang menekankan emansipasi dari lembaga
yang tidak pantas dan setiap melemahkan situasi yang mengarah pada perias partisipasi,
pengembangan masyarakat harus menjadi mekanisme untuk menarik kekuatan kolektif anggota
masyarakat tertentu – yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, mampu dan cacat, dll
– untuk mengubah di wilayah mereka.
Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua arah, yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan
keterbelakangan dan memperkuat posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Pemberdayaan
adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan
untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan
merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat
yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki
kepecayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi
dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya (Sipahelut, 2010).

Konsep pemberdayaan menurut Friedman (1992) dalam hal ini pembangunan alternatif menekankan
keutamaan politik melalui otonomi pengambilan keputusan untuk melindungi kepentingan rakyat yang
berlandaskan pada sumberdaya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokrasi dan pembelajaran sosial
melalui pengamatan langsung. Menurut Chambers, (1995) pemberdayaan masyarakat adalah sebuah
konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma
baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable”.

Jika dilihat dari proses operasionalisasinya, maka ide pemberdayaan memiliki dua kecenderungan, antara
lain : pertama, kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan
sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau individu menjadi lebih
berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung
pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi; dan kedua, kecenderungan sekunder, yaitu
kecenderungan yang menekankan pada proses memberikan stimulasi,mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog ( Sumodiningrat, 2002).

Konsep pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh ketrampilan, pengetahuan, dan


kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi
perhatiannya (Pearson et al, 1994 dalam Sukmaniar, 2007). Pemahaman mengenai konsep
pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena
pada hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan
masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri.
Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada
suatu tahapan tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan kualitasnya terus meningkat dari
satu tahapan ke tahapan berikutnya (Mubarak, 2010).
Menurut Wilson (1996) terdapat 7 tahapan dalam siklus pemberdayaan masyarakat. Tahap pertama
yaitu keinginan dari masyarakat sendiri untuk berubah menjadi lebih baik. Pada tahap kedua, masyarakat
diharapkan mampu melepaskan halangan-halangan atau factor-faktor yang bersifat resistensi terhadap
kemajuan dalam dirinya dan komunitasnya. Pada tahap ketiga, masyarakat diharapkan sudah menerima
kebebasan tambahan dan merasa memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan dirinya dan
komunitasnya. Tahap keempat yaitu upaya untuk mengembangkan peran dan batas tanggung jawab
yang lebih luas, hal ini juga terkait dengan minat dan motivasi untuk melakukan pekerjaan dengan lebih
baik. Pada tahap kelima ini hasil-hasil nyata dari pemberdayaan mulai kelihatan, dimana peningkatan
rasa memiliki yang lebih besar menghasilkan keluaran kinerja yang lebih baik. Pada tahap keenam telah
terjadi perubahan perilaku dan kesan terhadap dirinya, dimana keberhasilan dalam peningkatan kinerja
mampu meningkatkan perasaan psikologis di atas posisi sebelumnya. Pada tahap ketujuh masyarakat
yang telah berhasil dalam memberdayakan dirinya, merasa tertantang untuk upaya yang lebih besar
guna mendapatkan hasil yang lebih baik. Siklus pemberdayaan ini menggambarkan proses mengenai
upaya individu dan komunitas untuk mengikuti perjalanan kearah prestasi dan kepuasan individu dan
pekerjaan yang lebih tinggi.

Apabila kita cermati dari serangkaian literature tentang konsep-konsep Pemberdayaan Masyarakat maka
konsep pemberdayaan adalah suatu proses yang diupayakan untuk melakukan perubahan.
Pemberdayaan masyarakat memiliki makna memberi kekuatan/ daya kepada kumpulan masyarakat yang
berada pada kondisi ketidakberdayaan agar menjadi berdaya dan mandiri serta memiliki kekuatan
melalui proses dan tahapan yang sinergis.

Teori Pemberdayaan Masyarakat

Pengertian Teori

Sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis melalui
pengkhususan hubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan/menduga. Teori
pemberdayaan masyarakat memberikan petunjuk apa yang sebaiknya dilakukan di dalam situasi
tertentu. Teori dapat dalam bentuk luas atau ringkas mengenai pola pola interaksi dalam masyarakat

atau menggambarkan pola yang terjadi dalam situasi tertentu (contoh : masyarakat, organisasi, atau
kelompok populasi tertentu).
Sebuah teori dalam pemberdayaan masyarakat dapat ditemukan atau diungakp menggunakan 2
pendekatan. Pendekatan pertama yaitu Deductive Theory Construction yaitu teori yang sudah ada atau
ditemukan diawal kemudian dilakukan penelitian pemberdayaan pada masyarakat. Pendekatan kedua
yaitu Konstructive theory yaitu teori yang belum ada atau masih di duga dan untuk menyusunnya
dilakukan penelitian pemberdayaan pada masyarakat.

Peranan Teori

Teori dalam praktek pemberdayaan masyarakat menggambarkan distribusi kekuasaan dan sumberdaya
dalam masyarakat, bagaimana fungsi fungsi organisasi dan bagaimana sistem dalam masyarakat
mempertahankan diri. Teori di dalam pemberdayaan masyarakat mengandung hubungan sebab dan
pengaruh yang harus dapat di uji secara empiris.

Hubungan sebab dan akibat/outcome yang terjadi karena kejadian/aksi tertentu akan dapat
memunculkan jenis intervensi yang dapat digunakan oleh pekerja sosial/LSM dalam memproduksi
outcome. Dalam kerja sosial (social work), kita dapat menggunakan teori untuk menentukan jenis
aksi/kegiatan atau intervensi yang dapat digunakan untuk memproduksi outcome/hasil. Pada umumnya
beberapa teori digabung untuk memproduksi model outcome.

Teori Pemberdayaan

1. Teori Ketergantungan Kekuasaan (power-dependency)

Power merupakan kunci konsep untuk memahami proses pemberdayaan. Pemikiran modern tentang
kekuasaan dimulai dalam tulisan-tulisan dari Nicollo Machiavelli ( The Prince , awal abad ke-16) dan
Thomas Hobbes ( Leviathan abad, pertengahan-17). Tujuan dari kekuasaan adalah untuk mencegah
kelompok dari berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan juga untuk memperoleh
persetujuan pasif kelompok ini untuk situasi ini. Power merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
interaksi sosial. Kekuasaan adalah fitur yang tidak terpisahkan dari kehidupan sosial. Hal ini selalu
menjadi bagian dari hubungan, dan tanda-tanda yang dapat dilihat bahkan pada tingkat interaksi mikro
(Sadan, 1997).
Lebih lanjut (Abbot, 1996:16-17) menyatakan bahwa pengembangan masyarakat perlu memperhatikan
kesetaraan (equality), konflik dan hubungan pengaruh kekuasaan (power relations) atau jika tidak maka
tingkat keberhasilannya rendah. Setelah kegagalan teori modernisasi muncul teori ketergantungan,
dimana teori ketergantungan pada prinsipnya menggambarkan adanya suatu hubungan antar negara
yang timpang, utamanya antara negara maju (pusat) dan negara pinggiran (tidak maju). Menurut Abbot
(1996: 20) dari teori ketergantungan muncul pemahaman akan keseimbangan dan kesetaraan, yang pada
akhirnya membentuk sebuah pemberdayaan (empowerment) dalam partisipasi masyarakat dikenal
sebagai teori keadilan.

Sebagai contoh : Teori “ketergantungan-kekuasaan” (power-dependency) mengatakan kepada kita


bahwa pemberi dana (donor) memperoleh kekuasaan dengan memberikan uang dan barang kepada
masyarakat yang tidak dapat membalasnya. Hal ini memberikan ide bahwa lembaga/organisasi (non
profit organization) /LSM sebaiknya tidak menerima dana dari hanya satu donor jika ingin
merdeka/bebas.

Pada konteks pemberdayaan maka teori ketergantungan dikaitkan dengan kekuasaan yang biasanya
dalam bentuk kepemilikan uang/modal. Untuk mencapai suatu kondisi berdaya/ kuat/mandiri, maka
sekelompok masyarakat harus mempunyai keuangan/ modal yang kuat. Selain uang/modal, maka ilmu
pengetahuan/ knowledge dan aspek people/sekumpulan orang/ massa yang besar juga harus dimiliki
agar kelompok tersebut mempunyai power. Kelompok yang memiliki power maka kelompok itu akan
berdaya.

2. Teori Sistem (The Social System)

Talcott Parsons (1991) melahirkan teori fungsional tentang perubahan. Seperti para pendahulunya,
Parsons juga menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada
mahkluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons
berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan
strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika
masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik
untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam golongan yang
memandang optimis sebuah proses perubahan.

Parsons (1991) menyampaikan empat fungsi yang harus dimiliki oleh sebuah sistem agar mampu
bertahan, yaitu :
Adaptasi, sebuah sistem hatus mampu menanggulangu situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Pencapaian, sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.

Integrasi, sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Sistem
juga harus dapat mengelola hubungan antara ketiga fungsi penting lainnya.

Pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual
maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Apabila dimasukka dalam aspek pemberdayaan masyarakat, maka teori system social ini mengarah pada
salah satu kekuatan yang harus dimiliki kelompok agar kelompok itu berdaya yaitu memiliki sekumpulan
orang/massa. Apabila kelompok itu memiliki massa yang besar dan mampu bertahan serta berkembang
menjadi lebih besar maka kelompok itu dapat dikatakan berdaya.

3. Teori Ekologi (Kelangsungan Organisasi)

Organisasi merupakan sesuatu yang telah melekat dalam kehidupan kita, karena kita adalah makhluk
sosial. Kita hidup di dunia tidaklah sendirian, melainkan sebagai manifestasi makhluk sosial, kita hidup
berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Struktur organisasi merupakan kerangka antar
hubungan satuan-satuan organisasi yang didalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang
masing-masing mempunyai peranan tertentu. Struktur organisasi akan tampak lebih tegas apabila
dituangkan dalam bentuk bagan organisasi.

Seseorang masuk dalam sebuah organisasi tentu dengan berbagai alasan karena kelompok akan
membantu beberapa kebutuhan atau tujuannya seperti perlindungan, cinta dan kasih sayang,
pergaulan, kekuasaan, dan pemenuhan sandang pangan. Berbagai tujuan tersebut memperlihatkan
bahwa kehidupan saling pengaruh antar orang jauh lebih bermanfaat daripada kehidupan seorang
diri. Seseorang pada umumnya mempunyai kebutuhan yang bersifat banyak yang menginginkan
dipenuhinya lebih dari satu macam kebutuhan, sehingga keberadaan kelompok merupakan suatu
keharusan.

Menurut Lubis dan Husaini (1987) bahwa teori organisasi adalah sekumpulan ilmu pengetahuan
yang membicaraan mekanisme kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Teori organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari
kerjasama pada setiap individu. Hakekat kelompok dalam individu untuk mencapai tujuan beserta
cara-cara yang ditempuh dengan menggunakan teori yang dapat menerangkan tingkah laku,
terutama motivasi, individu dalam proses kerjasama. Pada teori ekologi, membahas tentang organisasi
sebagai wadah untuk sekumpulan masyarakat dengan tujuan yang sama agar tertatur, jelas, dan kuat.
Orientasi organisasi mengacu pada sekumpulan orang/massa yang harus dimiliki kelompok untuk dapat
memiliki power/daya. Kelompok yang memiliki organisasi dengan kuat dan berkelanjutan maka
kelompok ini dikatakan berdaya.

4. Teori Konflik

Konflik akan selalu muncul dan akan selalu dapat ditemukan dalam semua level kehidupan masyarakat.
Dalam interaksi, semua pihak bersinggungan dan sering malahirkan konflik. Belajar dari konflik yang
kemudian disadari menghasilkan kerugian para pihak akan memunculkan inisiatif meminimalisir kerugian
itu. Caranya adalah mengupayakan damai untuk kembali hidup bersama. Dalam konteks demikian,
konflik didefinisikan bukan dari aspek para pelaku konflik, tetapi merupakan sesuatu yang givendalam
interaksi sosial. Malahan konflik menjadi motor pergaulan yang selalu melahirkan dinamika dalam
masyarakat. Dikenal beberapa pendekatan teoritis untuk menjelaskan konflik. Sebagai kenyataan sosial.
Diantaranya pendekatan ketimpangan dalam dunia ekonomi yang menjelaskan bahwa munculnya konflik
dikarenakan ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan yang menciptakan kelangkaan.
Sementara disisi lain, individu bersifat individualis, mementingkan diri sendiri untuk mendapatkan
surplus yang ada. Adanya kesamaan antara individu membuka peluang terjadinya perebutan pada satu
komoditi dan sebaliknya juga membuka kerjasama di antara para pelaku (Chalid, 2005).

Pada proses pemberdayaan yang dilakukan di suatu lingkungan social (masyarakat) akan sangat sering
menemui konflik. Konflik yang terjadi berkaitan erat dengan ketidakpercayaan dan adanya perubahan
kepada mereka. Perubahan terhadap kebiasaan, adat istiadat dn berbagai norma social yang sudah
tertanam sejak lama di dalam masyarakat. Hal ini sesuai pendapat Stewart, 2005 dalam Chalid (2005)
Terdapat tiga model penjelasan yang dapat dipakai untuk menganalisis kehadiran konflik dalam
kehidupan masyarakat, pertama penjelasan budaya, kedua, penjelasan ekonomi, ketiga penjelasan
politik. Perspektif budaya menjelaskan bahwa konflik dalam masyarakat diakibatkan oleh adanya
perbedaan budaya dan suku. Dalam sejarah, konflik cenderung seringkali terjadi karena persoalan
perbedaan budaya yang melahirkan penilaian stereotip. Masing-masing kelompok budaya melihat
sebagai anggota atau bagian dari budaya yang sama dan melakukan pertarungan untuk mendapatkan
otonomi budaya. Terdapat perdebatan tentang pendekatan primordial terhadap realitas konflik.
Sebagian antropolog ada yang menerima dan sebagian menolak. Argumentasi kalangan yang menolak
beralasan bahwa terdapat masalah serius bila hanya menekankan penjelasan konflik dari aspek budaya
semata. Pendekatan budayatidak memasukkan faktor-faktor penting dari aspek sosial dan ekonomi.
Pandangan teori konflik mengacu pada dua aspek, yang pertama tentang ekonomi/uang yaitu berkaitan
dengan modal sebagai sarana untuk kelompok dapat dikatakan berdaya dan mandiri. Aspek kedua
menyangkut tentang organisasi, apbila kelompok dapat memanajemen konflik dengan baik, maka
keutuhan dan kekuatan organisasi/ kelompok orang akan terus kuat dan lestari sehingga mereka akan
memiliki daya dari sisi finansial dan sisi keanggotaan massa.

5. Teori Mobilisasi Sumberdaya

Jasper, (2010) menyatakan gerakan sosial terdiri dari individu-individu dan interaksi di antara anggota
suatu masyarakat. Pendekatan pilihan rasional (rational choice) menyadari akan hal ini, tetapi versi
mereka memperhitungkan individu sebagai yang abstrak untuk menjadi realistis. Pragmatisme,
feminisme, dan yang terkait dengan berbagai tradisi yang mendorong lahirnya studi tentang aksi-aksi
individu (individual action) dan aksiaksi kolektif (collective action) sejak tahun 1960-an, yakni penelitian
tentang perlawanan (social resistence), gerakan sosial (social movement) dan tindakan kolektif
(collective behavior) berkembang di bawah inspirasi dari teori-teori besar tersebut. Dua dari mereka di
antaranya dipengaruhi oleh pandangan Marxisme, terutama sosiologi makro versi Amerika yang
menekankan teori mobilisasi sumber daya (resource mobilization theory) dan interaksi dengan negara.
Rusmanto, (2013) menyimpulkan bahwa untuk mengetahui keinginan seseorang akan sangat terkait
dengan tujuan di akhir orang tersebut. Seseorang dari pertanyaan tersebut mengarah kepada sebuah
tujuan. Dalam hal ini, maka tujuan adalah pusat pendekatan yang strategis sebagai taktik, meskipun
dalam pemahaman umum, telah keliru memahami bahwa strategi merupakan instrumen tujuan yang
bersifat sementara mencerminkan budaya dan emosi.

Pada konteks pemberdayaan masyarakat maka teori mobilisasi menjadi salah satu dasar yang kuat,
karena untuk menjadi seorang atau kelompok masyarakat yang berdaya/ memiliki power selain uang,
knowledge maka people juga mempunyai peranan yang penting. Kumpulan orang akan memberikan
kekuatan, kekuatan itu akan memberikan power pada orang atau masyarakat itu.

6. Teori Constructivist

Glasersfeld (1987) menyatakan konstruktivisme sebagai “teori pengetahuan dengan akar dalam
“filosofi, psikologi dan cybernetics”. Von Glasersfeld mendefinisikan konstruktivisme radikal selalu
membentuk konsepsi pengetahuan. Ia melihat pengetahuan sebagai sesuatu hal yang dengan aktip
menerima yang apapun melalui pikiran sehat atau melalui komunikasi. Hal itu secara aktip
teruama dengan membangun pengetahuan. Kognisi adalah adaptif dan membiarkan sesuatu untuk
mengorganisir pengalaman dunia itu, bukan untuk menemukan suatu tujuan
kenyataan.Konstruktivisme pada dasarnya adalah suatu pandangan yang didasarkan pada aktivitas
siswa dengan untuk menciptakan, menginterpretasikan, dan mereorganisasikan pengetahuan
dengan jalan individual (Windschitl, dalam Abbeduto, 2004).

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan
mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami
hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan
pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Teori
konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses
daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan
strategi dalam belajar juga dinilai penting.

Pada proses pemberdayaan masyarakat pendekatan teori belajar secara konstructivisme perlu di
tanamkan dan diupayakan agar masyarakat mampu menkonstruksi pemahaman untuk berubah.
Pemberdayaan masyarakat hendaknya tetap mempertahankan nilai-nilai yang sudah melekat di
masyarakat selam nilai tersebut baik dan benar. Nilai-nilai kebersamaan, keikhlasan, gotong-royong,
kejujuran, kerja keras harus di bangun dan di konstruksikan sendiri oleh masyarakat untuk menciptakan
perubahan agar lebih berdaya. Keterkaitan dengan konsep pemberdayaan maka aspek ilmu (knowledge)
yang ada di dalam masyarakat perlu dibangun dengan kuat dan di kontruksikan di dalam masyarakat itu
sendiri.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tentang konsep dan teory pemberdayaan maka disimpulkan sebagai berikut :

Konsep pemberdayaan adalah sebuah proses berkelanjutan yang mengupayakan transfer kekuasaan
yang didasari penguatan modal social ( Kepercayaan (trusts), Patuh Aturan (role), dan Jaringan
(networking)), disambut partisipasi dan komunikasi aktif dengan metode bottom-up yang dilandasi sikap
saling percaya dari masyarakat untuk mengubah dan mementukan nasibnya untuk pencapaian suatu
tujuan tertentu (kesejahteraan ekonomi).
Teori pemberdayaan adalah Sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan
sistematis melalui pengkhususan hubungan antar variabel dengan tujuan menjelaskan dan
meramalkan/menduga suatu poses pemberdayaan di dalam masyarakat.

Teori pemberdayaan masyarakat yang digunakan dalam proses pemberdayan antara lain :

Teori Ketergantungan Kekuasaan

Teori Sistem

Teori Ekologi

Teori Konflik

Teori Mobilisasi Sumberdaya

Teori Konstruktivisme

DAFTAR REFERENSI

Abbeduto, Leonard. 2004. Taking Sides: Clashing Views on Controversial Issues in Educational
Psychology Third Edition. McGraw-Hill, Dushkin.

Adedokun, O.M. C.W, Adeyamo, and E.O. Olorunsula. 2010. The Impact of Communication on
Community Development. J Communication, 1(2): 101-105.

Chalid, Pheni. 2005. Otonomi Daerah Masalah, Pemberdayaan dan Konflik. Penebar Swadaya. Cetakan
pertama. Jakarta.

Chambers, R. 1985. Rural Development : Putting The Last First. London ; New York.

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.

Foy, Nancy. 1994. Empowering People at Work, London: Grower Publishing Company.

Friedman, John. 1992. Empowerment The Politics of Alternative Development. Blackwell Publishers,
Cambridge, USA.

Glasserfield, E. (1987). A Constructivist Approach to Teaching. In L. Steffe & J. Gale (Eds.), Constructivism
In Education. Hillsdale, NJ, Lawrence Erlbaum. (pp. 3-16).

Ife, J.W. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives-vision, Analysiis and Practice.
Melbourne : Longman.
Jasper, James M. 2010. Social Movement Theory Today: Toward a Theory of Action?. Sociology
Compass 4/11 (2010): pp.,965-976, 10.1111/j.9020.2010.000329.x,.New York: Graduate Center of the
City University of New York.

Jimu, M.I. 2008. Community Development. Community Development:A Cross-Examination of Theory and
Practice Using Experiences in Rural Malawi. Africa Development,Vol. XXXIII, No. 2, 2008, pp. 23–3.

Koentjaraningrat. 2009: Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambangan. Jakarta. Longman.

Lubis, Hari & Huseini, Martani. 1987. Teori Organisasi; Suatu Pendekatan Makro. Pusat Antar Ilmu-ilmu
Sosial UI: Jakarta.

Mubarak, Z. 2010. Evaluasi Pemberdayaan Masyarakat Ditinjau Dari Proses Pengembangan Kapasitas
Pada Program PNPM Mandiri Perkotaan Di Desa Sastrodirjan Kabupaten Pekalongan. Tesis. Program
Studi Magister Teknik Pemberdayaan Wilayah Dan Kota. Undip. Semarang.

Pearsons, Talcot. 1991. The Social System. Routledge is an imprint of Taylor & Francis, an informa
company.

Prijono, Onny S. dan Pranarka A.M.W. (ed.). 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi.
Jakarta: Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Rusmanto, Joni. 2013. Gerakan Sosial Sejarah Perkembangan Teori Kekuatan dan Kelemahannya.
Zifatama Publishing. Sidoarjo.

Sadan, Elisheva. 1997. Empowerment and Community Planning: Theory and Practice of People-Focused
Social Solutions. Tel Aviv: Hakibbutz Hameuchad Publishers.in Hebrew. [e-book].

Shucksmith, Mark. 2013. Future Direction in Rural Development. Carnegie UK Trust. England.

Sipahelut, Michel. 2010. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Kecamatan Tobelo Kabupaten
Halmahera Utara. Tesis. IPB. Bogor.

Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategi Pembangunan


Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Sukmaniar. 2007. Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Program Pengembangan


Kecamatan (Ppk) Pasca Tsunami Dikecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tesis. UNDIP. Semarang.

Wilson, Terry. 1996. The Empowerment Mannual, London: Grower Publishing Company.

Iklan

Kategori: Peternakan

Tinggalkan sebuah Komentar


INFORMASI PETERNAKAN

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Kembali ke atas

Iklan

Anda mungkin juga menyukai