Anda di halaman 1dari 14

RESUME GEOGRAFI SOSIAL

PENDUDUK DAN KEMISKINAN

Disusun Oleh
Kelompok 3 :

Faiz Zaindra (15045005)


Khrisna Dewita (15045009)
Melfi Andini (15045010)
Santi Kartika Sari (15045018)
Febri Pratama (15045021)
Suci Mutiara Farina (15045038)
Wahyu Nanda Putra (15045088)

JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
Pengertian Penduduk dan Kemiskinan

A. Penduduk

1. Menurut Sutarja Abdulgani (didalam buku geografi dan kependudukan,


1982), berpendapat bahwa penduduk adalah manusia, baik perorangan
maupun kelompok yang tinggal di sutau daerah tertentu atau wilayah
tertentu.

2. Menurut sanchez (di dalam bukunya Pendidikan kependudukan, 2000 ,


Hal 17-19) berpendapat penduduk adalah indvidu-individu yang
membentuk suatu kelompok tertentu seperti jumlah orang yang mendiami
suatu negara, bangsa, negeri bagian ataupun masyarakat

3. Menurut Widiyawati (di dalam bukunya Ledakan penduduk menjelang


tahun 2010, 1987, Hal. 1-2) menyatakan bahwa penduduk adalah
sekelompok masyarakat yang tinggal di daerah tertentu dan saling
berinteraksi satu sama lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kesimpulan : Penduduk adalah Individu yang membentuk kelompok tertentu yang


mendiami daerah atau wilayah yang saling berinteraksi untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.

B. Kemiskinan

1. Menurut Peter Daniels, dkk (di dalam buku An Introduction To Human


Geography hal. 220) Kemiskinan bisa didefinisikan sebagai kondisi
dimana individu atau rumah tangga tidak mampu membayar apa yang
mungkin dirasakan menjadi kebutuhan hidup normal.

2. Menurut Effendi di dalam Cica Sartika, dkk (dikutip dalam Jurnal


Ekonomi (JE) Vol .1(1)), Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan
sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kesejateraan sekelompok orang.

3. Seebohm Rowntree (di dalam jurnal Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2,


Desember 2015), yang menyatakan kemiskinan adalah suatu keluarga
termasuk miskin jika keseluruhan pendapatannya tidak bisa untuk
memenuhi kebutuhan minimum untuk kebutuhan fisik/tubuhnya (yaitu
konsumsi pangan).

4. Menurut PBB (di dalam jurnal SKPD kota Semarang, 2011), kemiskinan
adalah bahwa kemiskinan merupakan kondisi di mana seseorang tidak
dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasarnya, seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar
hidup, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti orang lain.
5. Menurut BPS (di dalam buku Perkembangan Kesejahteraan Rakyat, 2016,
hal 142), kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan
yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis
kemiskinan

Kesimpulan : Kemiskinan adalah kondisi dimana tidak mampu memenuhi


kebutuhan dasar hidupnya.

Kriteria Kemiskinan

Menurut BPS (di dalam buku Perhitungan dan Analisis Kemiskinan


Makro Indonesia, 2016, Hal 5-10), klasifikasi dan jenis-jenis kemiskinan dalam
masyarakat :
a. Kemiskinan absolut, berkaitan dengan standar hidup minimum suatu
masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk garis kemiskinan. Sehingga
kemiskinan absolut ini bisa diartikan dengan melihat seberapa jauh perbedaan
antara tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan secara absolut ditentukan
berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum
seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan
untuk bisa hidup dan bekerja.
b. Kemiskinan relatif, merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan pada distribusi pendapatan. Standar
minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu
dan perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen
atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut
pendapatan/ pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.
Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi
pendapatan/ pengeluaran penduduk.
c. Kemiskinan struktural yaitu kondisi di mana sekelompok orang berada di dalam
wilayah kemiskinan, dan tidak ada peluang bagi mereka untuk keluar dari
kemiskinan. Salah satu contoh adalah kemiskinan karena lokasi tempat tinggal
yang terisolasi, misalnya, orang Mentawai di Kepulauan Mentawai, orang Melayu
di Pulau Christmas, suku Tengger di pegunungan Tengger Jawa Timur, dan
sebagainya.
d. Kemiskinan kultural yaitu budaya yang membuat orang miskin, yang dalam
antropologi kemiskinan sebagai adanya budaya miskin. Kemiskinan kultural
diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang
membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Contoh dari
kemiskinan kultural terjadi pada suku-suku terasing, seperti halnya suku Badui di
Cibeo Banten Selatan, suku Dayak di pedalaman Kalimantan, dan suku Kubu di
Jambi.
Kriteria kemiskinan menurut BPS (di dalam buku Perhitungan dan Analisis
Kemiskinan Makro Indonesia, 2016, Hal 11-16), yaitu :
1. Pendekatan Kebutuhan Dasar
Menurut United Nations (1961), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara
(1986:289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: kesehatan, bahan makanan
dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan,
sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan manusia.

2. Pendekatan Non-moneter
Menurut BPS ada 8 variabel yang dianggap layak dan operasional untuk
penentuan rumah tangga miskin di lapangan yaitu luas lantai perkapita, jenis
lantai, Air minum/ketersediaan air bersih, jenis wc, kepemilikian aset, pendapatan,
pengeluaran, dan konsumsi lauk pauk. Dengan demikian apabila suatu rumah
tangga mempunyai minimal 5 (lima) ciri miskin maka rumah tangga tersebut
digolongkan sebagai rumah tangga miskin

3. Pendekatan Keluarga Sejahtera (BKKBN)


Menurut BKKBN kriteria keluarga yang dikategorikan sebagai keluarga miskin
adalah Keluarga Pra Sejahtera (Pra-KS) dan Keluarga Sejahtera I (KSI). Ada lima
indikator yang harus dipenuhi agar suatu keluarga dikategorikan sebagai Keluarga
Sejahtera I, yaitu:
a) Anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai agama yang dianut masing-
masing.
b) Seluruh anggota keluarga pada umumnya makan 2 kali sehari atau lebih.
c) Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian yang berbeda di rumah,
sekolah, bekerja dan bepergian.
d) Bagian terluas lantai rumah bukan dari tanah.
e) Bila anak sakit atau PUS (Pasangan Usia Subur) ingin mengikuti KB pergi
ke sarana/petugas kesehatan serta diberi cara KB modern.

4. Pendekatan US$ (Bank Dunia)


Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan internasional sebesar 1,25 dollar AS
per kapita per hari. Artinya, penduduk yang dianggap miskin di semua negara di
dunia ini adalah penduduk yang memiliki pengeluaran kurang dari PPP US$ 1,25
per hari.

Menurut Sumitro Djojohadikusumo (di dalam jurnal SKPD kota


Semarang, 2011) pola kemiskinan ada empat yaitu,
a. Pola pertama adalah persistent poverty, yaitu kemiskinan yang telah kronis
atau turun temurun.
b. Pola kedua adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola
siklus ekonomi secara keseluruhan.
c. Pola ketiga adalah seasonal poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti
dijumpai pada kasus nelayan dan petanitanaman pangan.
d. Pola keempat adalah accidental poverty, yaitu kemiskinan terjadi karena
bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang
menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.
Menurut badan Pusat Statistik (di dalam jurnal SKPD kota Semarang,
2011), penetapan penghitungan garis kemiskinan dalam masyarakat adalah
masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp 7.057 per orang per hari. Penetapan
angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan garis
kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per
hari. Sedang untuk pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi
pengeluaran untuk perumahan, pendidikan dankesehatan. Sedangkan ukuran
menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per
kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari sepertiga rata-rata
pendapatan per kapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan
menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari.

Menurut Rina Fitrianita Rizki dan Susiswo (di dalam Jurnal Analisis
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Di Provinsi Jawa Timur Dengan Metode
Eksploratori Komponen Utama, 2013) menyatakan dengan interpretasi bahwa
semakin tinggi tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin tinggi pula
tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Sebaliknya, jika semakin rendah
tingkat buta huruf dan pengangguran, maka semakin rendah pula tingkat
masyarakat dengan ekonomi rendah. Sedangkan semakin tinggi tingkat
pendidikan dan semakin layak jenis atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas
rumah, maka semakin rendah tingkat masyarakat dengan ekonomi rendah. Begitu
juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan dan semakin tidak layak jenis
atap, jenis dinding, jenis lantai dan luas rumah, maka semakin tinggi tingkat
masyarakat dengan ekonomi rendah.

Kesimpulan : Ada banyak pendapat tentang kriteria kemiskinan tetapi intinya


bahwa kriteria kemiskinan itu dapat dilihat dari kriteria dengan melihat dari sisi
pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan non-moneter, pendekatan keluarga
sejahtera (BKKBN), dan pendekatan US$ (Bank Dunia).

Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan

Faktor-faktor penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (1997) di dalam


Cica Sartika, dkk (dikutip dalam Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1)) antara lain :
a. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.
Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan
kualitasnya rendah.
b. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia
yang rendah berarti produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya
rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia karena rendahnya pendidikan,
nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau karena keturunan.
c. Miskin muncul karena akibat perbedaan akses dalam modal.

Menurut Noor Zuhdiyaty ( didalam jurnal Jibeka Volume 11 Nomor 2


Februari 2017: 27–31) Pertumbuhan ekonomi, TPT, dan IPM memiliki hubungan
yang negatif terhadap kemiskinan. Diantara ketiga variabel tersebut hanya
variabel Ipm yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Sementara pertumbuhan
ekonomi tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, hal ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan yang ada kurang berkualitas sehingga tidak mempengaruhi
kemiskinan. Begitu juga dengan pengangguran bahwa tingkat TPT juga tidak
berpengaruh terhadap kemiskinan, hal ini menandakan bahwa mereka yang
menganggur belum tentu memiliki pendapatan yang rendah.

Menurut Nurkse (di dalam jurnal SKPD kota Semarang, 2011), penyebab
kemiskinan bermuara pada teori lingkaran kemiskinan (vicious circle of poverty).
Yang dimaksud lingkaran kemiskinan adalah satu rangkaian kekuatan yang saling
mempengaruhi suatu keadaan di mana suatu negara akan tetap miskin dan akan
banyak mengalami kesukaran untuk mencapai tingkat pembangunan yang lebih
baik. Adanya keterbelakangan, ketertinggalan SDM (yang tercermin oleh
rendahnya IPM), ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan
rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitas mengakibatkan rendahnya
pendapatan yang mereka terima (yang tercermin oleh rendahnya PDRB per
kapita). Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan
investasi. Rendahnya investasi berakibat pada rendahnya akumulasi modal
sehingga proses penciptaan lapangan kerja rendah (tercermin oleh tingginya
jumlah pengangguran). Rendahnya akumulasi modal disebabkan oleh
keterbelakangan dan seterusnya.

Menurut Paul Spicker (2002, Poverty And The Welfare State: Dispelling
The Myths, A Catalyst Working Paper, London: Catalyst) penyebab kemiskinan
dapat dibagi dalam empat kategori:
1. Individual explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik orang
miskin itu sendiri: malas, pilihn yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan,
belum siap memiliki anak dan sebgainya.
2. Familial explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor keturunan, di
mana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat
pendidikan.
3. Subcultural explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik
perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.
4. Structural explanation, menganggap kemiskinan sebagai produk dari
masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau
hak.

Kesimpulan : Kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan


sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Perbedaan
dalam kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitasnya rendah,
yang pada gilirannya upahnya rendah. Ipm yang berpengaruh terhadap
kemiskinan, selain itu ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal
menyebabkan rendahnya produktifitas juga mempengaruhi kemiskinan.

Kemiskinan di Dunia

Menurut Survey Bank Dunia (didalam News and Research, 2016), Afrika
Tengah menjadi negara dengan tingkat kemiskinan tertinggi di dunia pada 2013.
Lebih dari 80 persen populasi di negara ini bertahan hidup dengan tingkat
pengeluaran US$ 1,9 per hari. Negara lain dengan rasio kemiskinan tertinggi
adalah Madagaskar sebesar 78,02 persen dan Republik Demokratik Kongo 75,89
persen.

Statistik Bank Dunia mencatat paling tidak ada sepuluh negara dengan
tingkat kemiskinan tertinggi. Populasi kemiskinan paling ekstrem terdapat di
kawasan Afrika Sub-Sahara. Wilayah ini menyumbang hampir 50 persen
penduduk miskin. Sedangkan sepertiga kemiskinan paling tinggi dapat ditemui di
Asia Selatan.

Gambar 1. Grafik Kemiskinan di 10 Negara Termiskin di Dunia Menurut Bank


Dunia

Sumber : Bank Dunia, 2016

Sedangkan International Monetary Fund (di dalam majalah Global


Finance, 2016), merilis peringkat kemiskinan yang ada di negara-negara dunia
sesuai dengan produk domestik bruto (PDB) berdasarkan paritas daya beli per
kapita (PPP). Berikut 25 daftar tersebut hanya ada lima negara yang tidak berasal
dari benua Afrika.

Tabel 1. Daftar Negara Termiskin di Dunia Menurut International Monetary Fund


No Negara PDB per kapita
1. Republik Afrika Tengah US$ 639 (Rp 8,40 juta)
2. Republik Demokratik Kongo US$ 753 (Rp 9,90 juta)
3. Malawi US$ 819 (Rp 10,77 juta)
4. Liberia US$ 934 (Rp 12,28 juta)
5. Burundi US$ 951 (Rp 12,51 juta)
6. Niger US$ 1.069 (Rp 14,06 juta)
7. Mozambik US$ 1.208 (Rp 15,89 juta)
8. Eritrea US$ 1.210 (Rp 15,92 juta)
9. Guinea US$ 1.388 (Rp 18,26 juta)
10. Madagaskar US$ 1.477 (Rp 19,43 juta)
11. Guinea-Bissau US$ 1.491 (Rp 19,61 juta)
12. Togo US$ 1.525 (Rp 20,06 juta)
13. Mali US$ 1.614 (Rp 21,23 juta)
14. Kiribati US$ 1.640 (Rp 21,57 juta)
15. Ethiopia US$ 1.656 (Rp 21,78 juta)
16. Komoro US$ 1.735 (Rp 22,82 juta)
17. Rwanda US$ 1.782 (Rp 23,44 juta)
18. Burkina Faso US$ 1.824 (Rp 24 juta)
19. Uganda US$ 1,836 (Rp 24,15 juta)
20. Haiti US$ 1.846 (Rp 24,28 juta)
21. Gambia US$ 1.849 (Rp 24,32 juta)
22. Kepulauan Solomon US$ 1.877 (Rp 24,69 juta)
23. Benin US$ 1.957 (Rp 25,75 juta)
24. Afghanistan US$ 2.051 (Rp 26,98 juta)
25. Tanzania US$ 2.054 (Rp 27,02 juta)

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (di dalam buku An Introduction To


Human Geography hal. 220), lebih dari satu miliar dari populasi dunia tinggal di
perkotaan “kumuh” lingkungan tanpa akses terhadap air bersih. Sembilan puluh
lima persen dari jumlah ini terkonsentrasi lingkungan kumuh ditemukan di
“Ketiga Dunia”, dan dengan demikian menjadi sesuatu yang klise geografis untuk
menyandingkan orang-orang yang makmur pusat kota “kebarat” sekarang khas
dari banyak kota kota yang berkembang pesat di dunia dengan 'kawasan kumuh'
tempat tinggal yang sering hanya sepelemparan batu.

Kesimpulan : Populasi kemiskinan paling ekstrem di dunia menurut survey bank


dunia dan International Monetary Fund terdapat di kawasan Afrika Sub-Sahara.
Wilayah ini menyumbang hampir 50 persen penduduk miskin. Sedangkan
sepertiga kemiskinan paling tinggi dapat ditemui di Asia Selatan.

Kemiskinan di Indonesia

Menurut Sutarja Abdulgani (didalam buku geografi dan kependudukan,


1982 hal. 117), membuat gambaran Penduduk Indonesia, yaitu :
1. Memiliki jumlah penduduk yang besar
2. Penduduk bertambah dengan cepat, sekitar 2,5%
3. Penyebaran yang tidak merata
4. Angka ketergantungan yang besar, mencapai 0,873
5. Penduduk Indonesia cenderung tinggal di kota-kota besar (urbanisasi)
Menurut BPS (2016) Dalam lima tahun terakhir, persentase penduduk
miskin di Indonesia secara perlahan mengalami penurunan. Pada Maret 2016,
persentase penduduk miskin menurun 0,36 persen dibandingkan Maret 2015. Dari
segi jumlah, penduduk miskin di Indonesia sempat mengalami kenaikan pada
tahun 2014 dan 2015, meskipun secara persentase mengalami penurunan. Tahun
2016, persentase kemiskinan berhasil ditekan dan selaras dengan jumlah
penduduk miskin yang berkurang 0,58 juta jiwa dibandingkan tahun 2015.

Tabel 2. Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Tempat Tinggal,


2012-2016
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta) Persentase Penduduk Miskin (%)
Perkotaan Perdesaan Perkotaan/Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan/Perdesaan
2012 10,65 18,48 29,13 8,78 15,12 11,96
2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37
2014 10,51 17,77 28,28 8,34 14,17 11,25
2015 10,65 17,94 28,59 8,29 14,21 11,22
2016 10,34 17,67 28,01 7,79 14,11 10,86
Sumber : BPS 2016

Pada tabel 2, menunjukkan bahwa perkembangan penduduk miskin di


Indonesia masih sangat berbeda jauh antara di perkotaan dan perdesaan, walaupun
mengalami penurunan tetapi perdesaan masih tinggi angka kemiskinannya
dibandingkan perkotaan.

Tabel 3. Perkembangan Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Pulau, 2014-2016


Pulau Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Persentase Penduduk Miskin
(%)
2014 2015 2016 2014 2015 2016
Sumatera 6.074,94 6.366,65 6.273,73 11,21 11,55 11,22
Jawa 15.511,99 15.453,41 14.971,86 10,83 10,68 10,23
Bali & Nusa 2.000,69 2.180,44 2.132,55 14,42 15,47 14,96
Tenggara
Kalimantan 984,31 982,42 974,58 6,57 6,42 6,26
Sulawesi 2.155,50 2.117,08 2.113,16 11,71 11,32 11,17
Maluku & Papua 1.552,58 1.492,82 1.539,53 23,15 22,04 22,09
Sumber : BPS 2016

Pada tabel 3, perkembangan penduduk miskin di Indonesia menurut


pulaunya bahwa angka tertinggi penduduk miskin berada di Pulau Jawa, karena
banyak faktor yang mempengaruhi seperti kepadatan penduduk disana, sulitnya
mencari pekerjaan, lahan pertanian semakin berkurang, dan lain sebagainya.
Sedangkan jumlah penduduk miskin paling sedikit di Indonesia berada pada pulau
Kalimantan.

Menurut World Bank Era Baru (di dalam Pengentasan Kemiskinan di


Indonesia, 2007), Indonesia sedang berada di ambang era baru dan tahap penting
dalam sejarahnya. Sesudah terguncang akibat terpaan badai krisis ekonomi, sosial,
dan politik pada akhir 1990-an, Indonesia kini mulai kembali bangkit. Negara ini
sebagian besar telah pulih dari krisis ekonomi dan keuangan yang terjadi pada
tahun 1998, yang telah melemparkan jutaan penduduknya ke jurang kemiskinan
dan menjadikannya sebagai negara berpenghasilan rendah. Namun, belum lama
ini Indonesia sekali lagi berhasil melewati ambang batas kemiskinan dan menjadi
salah satu negara berpenghasilan menengah di dunia. Angka kemiskinan yang
meningkat lebih dari sepertiga kali selama krisis, kembali turun mencapai tingkat
sebelum masa krisis. Berikut kurva kemiskinan di Indonesia menurun pesat
sampai dasawarsa 1990an, dan kembali berkurang sesudah krisis.

Gambar 2. Persentase Perkembangan Kemiskinan di Indonesia Setelah Krisis


Moneter

Sumber : World Bank, 2016

Pada gambar grafik 2, Persentase perkembangan kemiskinan semakin


lama semakin berkurang, walaupun sempat naik pada tahun 2006, tetapi semakin
kesini semakin berkurang angka kemiskinan di Indonesia, karena pengurangan
angka kemiskinan ini merupakan terget pemerintah Indonesia walaupun
presidennya berganti.

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi dan Daerah
Maret 2016
PERSENTASE
JUMLAH PENDUDUK MISKIN PENDUDUK MISKIN
PROVINSI (000) (000)
KOTA DESA K+D KOTA DESA K+D
Aceh 159,5 688,94 848,44 10,82 19,15 16,73
Sumatera Utara 690,8 765,15 1 455,95 9,75 10,97 10,35
Sumatera Barat 118,96 252,59 371,56 5,54 8,16 7,09
Riau 162,45 352,95 515,4 6,4 9 7,98
Jambi 115,35 174,46 289,8 10,86 7,32 8,41
Sumatera Selatan 374,53 726,67 1101,19 12,74 13,99 13,54
Bengkulu 97,34 231,27 328,61 16,19 17,85 17,32
Lampung 233,39 936,21 1 169,60 10,53 15,69 14,29
Bangka Belitung 19,63 53,13 72,76 2,78 7,72 5,22
Kepulauan Riau 87,78 32,63 120,41 5,16 10,54 5,98
DKI Jakarta 384,3 - 384,3 3,75 - 3,75
Jawa Barat 2497,59 1726,73 4224,33 7,67 11,8 8,95
Jawa Tengah 1824,09 2682,81 4506,89 11,44 14,89 13,27
DI Yogyakarta 297,71 197,23 494,94 11,79 16,63 13,34
Jawa Timur 1518,79 3184,51 4703,3 7,94 16,01 12,05
Banten 377,1 281,01 658,11 4,51 7,45 5,42
Bali 96,98 81,2 178,18 3,68 5,23 4,25
NTB 385,22 419,23 804,44 18,2 15,17 16,48
NTT 112,02 1037,9 1149,92 10,58 25,17 22,19
Kalimantan Barat 78,29 303,06 381,35 5,16 9,11 7,87
Kalimantan Tengah 41,07 102,42 143,49 4,6 6,23 5,66
Kalimantan Selatan 60,83 134,87 195,7 3,48 5,89 4,85
Kalimantan Timur 88,04 124,88 212,92 3,93 10,05 6,11
Kalimantan Utara 14,21 26,91 41,12 3,78 9,47 6,23
Sulawesi Utara 60,62 142,2 202,82 5,34 10,97 8,34
Sulawesi Tengah 75,45 345,07 420,52 10,18 15,91 14,45
Sulawesi Selatan 149,13 657,9 807,03 4,51 12,46 9,4
Sulawesi Tenggara 51,01 275,86 326,86 6,74 15,49 12,88
Gorontalo 24,08 179,11 203,19 5,84 24,41 17,72
Sulawesi Barat 22,85 129,88 152,73 8,59 12,56 11,74
Maluku 52,08 275,64 327,72 7,66 26,82 19,18
Maluku Utara 10,57 64,1 74,68 3,32 7,44 6,33
Papua Barat 20,96 204,85 225,8 6,14 37,48 25,43
Papua 37,08 874,25 911,33 4,42 37,14 28,54
Indonesia 10 339,77 17 665,62 28 005,39 7,79 14,11 10,86
Sumber : BPS, 2016

Menurut Cybriwsky dan Ford (di dalam buku An Introduction To Human


Geography hal. 220), profil Jakarta dengan populasi 9 juta, kontras dengan kota
emas. Segitiga daerah perumahan bergengsi (misalnya Cikini, Kuningan dan
Menteng) dengan rumah liar khasnya yang luas dan terkenal dengan kampung
kumuh. Dengan demikian disimpulkan bahwa Jakarta sudah luar biasa perbedaan
antara dunia kemakmurandan kemiskinan, dan tantangan signifikan di depan
pembangunan berkelanjutan sebagai “metropolis global”. (Cybriwsky dan Ford
2001: 209).
Kesimpulan : Indonesia sedang berada di ambang era baru dan tahap penting
dalam sejarahnya. Sesudah terguncang akibat terpaan badai krisis ekonomi, sosial,
dan politik pada akhir 1990-an, Indonesia kini mulai kembali bangkit. Persentase
perkembangan kemiskinan semakin lama semakin berkurang, walaupun sempat
naik pada tahun 2006, tetapi semakin kesini semakin berkurang angka kemiskinan
di Indonesia, karena pengurangan angka kemiskinan ini merupakan terget
pemerintah Indonesia walaupun presidennya berganti. Perkembangan penduduk
miskin di Indonesia masih sangat berbeda jauh antara di perkotaan dan perdesaan,
walaupun mengalami penurunan tetapi perdesaan masih tinggi angka
kemiskinannya dibandingkan perkotaan.

Upaya Mengatasi Kemiskinan di Indonesia

Menurut Tadjuddin Noer Effen di dalam Cica Sartika, dkk (dikutip dalam
Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1)), April 2016) kebijakan makro dalam memerangi
kemiskinan adalah : (1) merangsang pertumbuhan ekonomi daerah, terutama
pedesaan dengan dana bantuan INPRES san BANPRES, (2) penyebaran sarana
sosial, seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, KB, perbaikan lingkungan
(pertumbuhan) dan lain-lain, (3) memperluas jangkauan sarana keuangan dengan
mendirikan beberapa intitusi kredit, (4) peningkatan sarana produksi pertanian,
khususnya infrastruktur, (5) pengembangan beberapa program pengembangan
wilayah,seperti pengembangan kawasan terpadu.

Menurut Kepala BPS (di dalam buku Perkembangan Kesejahteraan


Rakyat, 2016, hal 143), menyebutkan kemiskinan turun disebabkan inflasi umum
relatif rendah, penurunan rata-rata harga kebutuhan pokok, penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT), dan peningkatan rata-rata upah buruh tani dan
bangunan.

Kebijakan penanggulangan kemiskinan menurut Sumodiningrat (di dalam


jurnal Achma Hendra Setiawan, 2011) digolongkan dalam 3 (tiga) kelompok,
yaitu:
1. Kebijakan yang secara tidak langsung mengarah pada sasaran tetapi
memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial ekonomi
penduduk miskin.
2. Kebijakan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi
kelompok sasaran.
3. Kebijakan khusus yang menjangkau masyarakat miskin dan daerah terpencil
melalui upaya khusus.

Menurut Munawar Noor (didalam jurnal ilmiah UNTAG Semarang),


Puncak kesadaran manusia adalah ketika sudah sampai pada keyakinan bahwa
tujuan hidupnya adalah untuk membangun harkat dan martabat sebagai kaum
miskin dan tertindas. Oleh karena itu pembangunan manusia dipandang sebagai
cara yang efektif untuk mengatasi masalah kemiskinan. Kendala dan tantangan
yang dihadapi pemerintah adalah keterbatasan anggaran untuk memenuhi hak-hak
dasar warga Negara, sehingga diperlukan kemauan politik yang kuat dari
pemerintah serta membangun kemitraan dan kerjasama kelembagaan (pemerintah,
masyarakat, dunia usaha) untuk mendukung upaya penanggulangan kemiskinan.

Dikutip dari World Bank (di dalam laporan pembangunan dunia, 2006
Hal.131), kontribusi penurunan ketidaksetaraan terhadap pengurangan kemiskinan
secara umum bersifat tetap. Menurut Datt dan Ravallion (1992), penguraian
perubahan kemiskinan menjadi komponen pertumbuhan dan ketidaksetaraan telah
banyak dilakukan. Komponen redistribusi biasanya lebih kecil daripada
komponen pertumbuhan, dan karena ketidaksetaraan sering muncul, komponen
tersebut sering kali memiliki “tanda” yang salah. Tetapi, ketika ketidaksetaraan
turun, hal ini membantu mengurangi kemiskinan.
Poin yang kedua dan yang berbeda adalah bahwa kemampuan
pertumbuhan untuk mengurangi kemiskinan turun bila ketidaksetaraan
pendapatan awal tinggi. Pengurangan ketidaksetaraan pada masa kini, karenanya,
juga cenderung memberi dampak pada tingkat efektivitas (juga distribusi-netral)
pertumbuhan dalam mengurangi tingkat kemiskinan di masa mendatang. Ini
terjadi karena bentuk sebagian besar distribusi pendapatan berarti bahwa
elastisitas pertumbuhan pengurangan kemiskinan di negara-negara dengan tingkat
ketidaksetaraan tinggi cenderung lebih kecil. Dengan kata lain, karena distribusi
pendapatan awal tidak sama, angka pengurangan kemiskinan di dua negara
dengan tingkat pertumbuhan distribusi-netral yang sama bisa berbeda.

Menurut World Bank Era Baru (di dalam Pengentasan Kemiskinan di


Indonesia, 2007), Indonesia memiliki peluang emas untuk menanggulangi
kemiskinan dengan cepat. Pertama, mengingat sifat kemiskinan di Indonesia,
dengan memusatkan perhatian pada beberapa bidang kunci dapat diperoleh
keberhasilan dalam ‘perang’ melawan kemiskinan dan rendahnya indikator-
indikator pembangunan manusia. Kedua, sebagai negara penghasil minyak dan
gas bumi, Indonesia dalam beberapa tahun ke depan akan meraih keuntungan dari
peningkatan penerimaan negara—sebesar 10 milyar dolar AS pada tahun 2006—
berkat melonjaknya harga minyak dan pengurangan subsidi BBM. Ketiga,
Indonesia bisa memetik manfaat yang lebih besar lagi dari proses demokratisasi
dan desentralisasi yang masih terus berlangsung.

Nawacita Presiden/Wakil Presiden Dijabarkan dalam RPJMN 2015-2019


Ada sembilan agenda (nawacita) yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
pembangunan periode 2015-2019, yaitu:
(1) Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh Warga Negara;
(2) Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan
terpercaya;
(3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka Negara Kesatuan;
(4) Memperkuat kehadiran Negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya;
(5) Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia;
(6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional;
(7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik;
(8) Melakukan revolusi karakter bangsa; dan
(9) memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Kesimpulan : Banyak upaya yang dapat dilakukan pemerintah didalam


penanggulan kemiskian di Indonesia seperti kemiskinan akan turun disebabkan
inflasi umum relatif rendah, penurunan rata-rata harga kebutuhan pokok,
penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dan peningkatan rata-rata upah
buruh tani dan bangunan, selain itu penyebaran sarana sosial, seperti pendidikan,
kesehatan, air bersih, KB, perbaikan lingkungan (pertumbuhan) tidak kalah
penting untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia. Dan pemerintah saat ini juga
terfokus kepada menurunkan kemiskinan yang ada di Indonesia terdapat pada
Nawacita dalam RPJMN 2015-2019 pada point tiga dan lima.

Anda mungkin juga menyukai