Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Beberapa


penyebab dapat menjadi pencetus terjadinya sinusitis, salah satunya adalah
jamur, selain itu ada pula penyebab lain seperti bakteri, ataupun virus.
Jamur adalah suatu organisme yang mirip seperti tumbuhan namun tidak
memiliki klorofil yang cukup oleh karena mereka tidak memiliki klorofil, jamur
harus menyerap makanan dari bahan-bahan organik yang telah mati. Infeksi
jamur pada sinus paranasal jarang terjadi dan biasanya terjadi pada individu
dengan system imun tubuh yang kurang. Namun, baru-baru ini, terjadinya
sinusitis jamur telah meningkat pada populasi imunokompeten.
Insidensi sinusitis jamur mempunyai angka yang beragam diseluruh dunia,
di Eropa Grigoriu et al mendapatkan 81 kasus infeksi disebabkan jamur diantara
600 kasus rinosinosinositis maksila kronis, sedangkan di Asia, Chakrabarti et al
mendapatkan 50 kasus ( 42 % ) kasus rinosinositis disebabkan infeksi jamur
diantaranya 199 pasien.Sedangkan See Goh et al di Malaysia mendapatkan 16
kasus infeksi jamur pada 30 pasien sinusitis maksilaris kronis.
Ketika system imun tubuh menurun, jamur memiliki kesempatan untuk
masuk dan berkembang dalam tubuh. Oleh karena organisme ini tidak
membutuhkan cahaya untuk memproduksi makanannya, maka Jamur dapat
hidup dilingkungan yang lembab dan gelap. Sinus paranasalis yang terdapat
pada hidung menjadi suatu tempat yang alami dan paling strategis dimana
jamur dapat ditemukan. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya sinusitis
jamur. Jenis patogen yang paling umum adalah dari jenis Aspergillus sp dan
Mucor sp.
Infeksi sinus oleh jamur jarang terdiagnosis karena sering luput dari
perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala yang mirip dengan sinusitis
kronik yang disebabkan oleh bakteri, adakalanya gejala yang timbul non-
spesifik, bahkan tanpa gejala, oleh karenanya pemahaman lebih mendalam
terhadap infeksi ini akan sangat membantu dalam menegakan diagnosis dan
penentuan penatalaksanaan yang akan dilakukan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Hidung
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar dibentuk oleh
tulang dan kartilago yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil
yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang
terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os maksila, dan prosesus
nasalis os frontal. Kerangka kartilago terdiri dari sepasang kartilago nasalis lateralis
superior, sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga kartilago alar
mayor, beberapa pasang kartilago alar minor dan tepi anterior kartilago septum.

Gambar 1. Anatomi hidung


Hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah
anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media,
dan konka inferior. Berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut matus
media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.

2.2 Anatomi Sinus Paranasalis


Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung. Ada empat pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu
sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

2
a

b
Gambar 2. a dan b . Anatomi sinus paranasalis

Pembagian Sinus Paranasalis

a. Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk
piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infratemporal maksila, dinding
medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita
dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila
3
berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid.
b. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid.Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 6-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri
biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan dipisahkan oleh sekat
yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu
sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalisnya tidak berkembang. Ukuran sinus
frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2cm. Sinus frontal
biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita
dan fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah
ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.

c. Sinus etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan dianggap
paling penting karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada
orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian
posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tingginya 2,4 cm dan lebarnya
0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.Sinus etmoid berongga-
rongga terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang terdapat di dalam
massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media dan dinding
medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di
meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit
disebut resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid
anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya
ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal dapat
menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat
menyebabkan sinusitis maksila. Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis
4
berbatasan dengan lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea
yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang
sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan
dengan sinus sfenoid.
d. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya
adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi
dari 5 sampai 7,5 ml. Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri
media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai
indentasi) dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di
daerah pons.

Vaskularisasi Hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari tiga sumber utama, yaitu:
a. Arteri Etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan
dinding lateral hidung
b. Arteri Etmoidalis posterior (cabang dari arteri oftalmika), yang mendarahi septum
bagian superior posterior
c. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari
arteri karotis eksterna.

5
Gambar 3. Vaskularisasi septum hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri


maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor,
yang disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya
superfisialis dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis
(epistaksis anterior). Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus.

Kompleks Osteomeatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior. Daerah ini
rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM) terdiri dari
infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus

6
frontalis,bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.

Sistem Mukosilier
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan
lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir
yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infundibulum etmoid
dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari
kelompok sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke
nasofaring di posterosuperior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati
sekret pasca-nasal (postnasal drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.

2.3 Fisiologi Sinus Paranasalis


Secara fisiologis sinus paranasalis memiliki peran yang sangat penting bagi
manusia. Beberapa fungsi sinus paranasal, antara lain:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang
lebih 1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam
untuk pertukaran udara total dalam sinus
b. Sebagai panahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap
bermakana.
d. Membantu resonansi udara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.

7
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin dan beringus.
f. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan
partikel yang turut masuk dalam udara.

2.4 Sinusitis Jamur


2.4.1 Definisi
Sinusitis adalah keadaan inflamasi pada sinus paransal yang sebabkan
oleh infeksi. Jamur merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi pada sinus paransal. Banyak hal yang dapat menimbulkan
infeksi jamur pada sinus paranasal diantaranya adalah pemakaian obat – obatan
yang tidak rasional seperti penggunaan antibiotika dan steriod yang
berkepanjangan, gangguan ventilasi sinus dan lingkungan yang lembab.
Infeksi sinus yang disebabkan jamur jarang terdiagnosis oleh karena
sering luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala mirip dengan
rinosinusitis kronis yang disebabkan oleh bakteri. Apabila kasus sinuisitis
tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan antibiotika dan dekongestan,
perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi jamur pada sinus.

2.4.2 Epidemiologi
Infeksi jamur pada hidung dan sinus paranasal kasusnya jarang
ditemukan , tapi dalam dua dekade terakhir ini telah terjadi peningkatan
frekuensi rinosinusitis yang disebabkan oleh infeksi jamur, meningkat pada
pasien dengan sistem imun menurun maupun orang sehat. Peningkatan frekuensi
infeksi jamur invasif yang berhubungan dengan penderita dengan sistem imun
yang rendah, dan adanya peningkatan pertumbuhan jamur pada hidung dan sinus
paranasal
Pada laporan terdahulu infeksi jamur diperkirakan terdapat pada 10% dari
keseluruhan pasien yang memerlukan pembedahan hidung dan sinus. Ponik au
et al, dalam penelitiannya menduga jamur ditemukan pada 96% pasien dengan
sinusitis kronis.

8
2.4.3 Etiologi
Pada Sinusitis jamur non invasif ada dua bentuk yaitu allergic fungal
sinusitis/ sinusitis alergi jamur dan sinus mycetoma/fungal ball. Kebanyakan
penyebabnya adalah Curvularia lunata, Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan
Drechslera. Aspergillus fumigatus dan jamur dematiaceous kebanyakan
menyebabkan sinus mycetoma.
Pada sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan
invasif kronik indolen. Jamur Saprofit seperti Mucorales, Rhizopus,
Rhizomucor, Absidia, Mucor, Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan
Apophysomyces sp, yang dihubungkan dengan sinusitis jamur invasif akut.
Sedangkan Aspergillus fumigatus adalah jamur yang menyebabkan sinusitis
jamur invasif kronik.

a b

9
Gambar 4. (a) Mikroskopis Aspergillus fumigatus yaitu jamur pada invasif
kronik, (b) Mikroskopis Curvularia lunata yaitu jamur pada non invasif

2.4.4 Patofisiologi
Patofisiologi sinusitis jamur mencakup pengisian sinus dan adanya
perubahan respons imun terhadap jamur. Sindrom invasif dan non invasif pada
sinusitis jamur mempunyai gejala-gejala khas yang jelas. Keduanya dapat terjadi
pada pasien dengan immunocompetent atau imunosupresi, dapat secara akut
atau kronik dan dapat menyebar ke orbita, struktur-struktur mata, dan ke otak.
Purulen, pucat, sering berbau busuk ada pada sinus-sinus yang terkena.
Pertama, host yang atopik terpapar jamur, secara teori masuk melalui
saluran napas yang normal dan berkoloni di kavitas sinus, yang mana
mengandung inisial stimulus antigen. Respon terhadap inisial inflamasi terjadi
sebagai akibat dari reaksi hipersensitivitas (Gell and Coombs) tipe I (IgE
mediated) dan tipe III (immune complex-mediated), menyebabkan edema
jaringan. Hal ini menyebabkan obstruksi ostium sinus.Apabila siklus terjadi
terus-menerus akan menghasilkan produk alergi mucin atau lendir yang mengisi
sinus. Akumulasi debris ini mengobstruksi sinus dan memperberat proses.
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi jamur ke jaringan dan vaskular.
Sering terjadi pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, pasien dengan
imunosupresi seperti leukemia atau neutropenia, pemakaian steroid lama dan
terapi imunosupresan. Imunitas yang rendah dan invasi pembuluh darah
menyebabkan penyebaran jamur sangat cepat dan dapat merusak dinding sinus,
jaringan orbita dan sinus kavernosus. Di kavum nasi, mukosa berwarna biru
kehitaman dan ada mukosa konka atau septum yang nekrotik. Sering berakhir
dengan kematian.
Sinusitis jamur invasif kronik biasanya terjadi pada pasien dengan
gangguan imunologik atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronis progresif
dan bisa juga menginvasi sampai ke orbita atau intrakranial, tetapi gambaran
klinis nya tidak sehebat bentuk fulminan karena perjalanan penyakitnya lebih
lambat. Gejalanya seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret hidungnya kental
dengan bercak-bercak kehitaman.
Sinusitis non invasif atau Sinus mycetoma merupakan kumpulan jamur di
dalam rongga sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak mendestruksi

10
tulang. Sering mengenai sinus maksila. Gejala klinis menyerupai sinusitis kronis
berupa rinore purulen, post nasal drip dan nafas bau. Kadang ada mssa jamur di
kavum nasi.

2.4.5 Klasifikasi
Pembagian Klasifikasi Sinusitis Jamur
Sinusitis jamur ekstramukosa (non invasif)
- Misetoma (Fungal ball)
- Sinusitis alergi jamur

Sinusitis jamur invasif


- Sinusitis jamur akut invasif (fulminan)
- Sinusitis jamur kronis invasif (indolen)

a. Sinusitis Jamur Non Invasif / Fungal Sinusitis Non Invasive


Keadaan ini timbul pada saat infeksi jamur ekstramukosa yang
menyebabkan inflamasi pada sinus. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan, faktor pejamu,terutama pengaruh genetik yang diperantarai oleh
imunoglobulin E (IgE) mediasi alergi.
- Sinus Misetoma / Fungal Ball
Sinus Misetoma atau Fungal Ball merupakan kumpulan hifa jamur yang
berbentuk seperti bola atau massa tanpa disertai adanya invasi jamur ke jaringan
dan reaksi granulomatosa. Fungal ball ini biasanya mengenai satu sisi sinus.
Sinus maksila adalah lokasi yang paling sering menjadi tempat infeksi jamur
tipe ini.

Gambar 5. Nasoendoskopi pasien dengan Fungal ball di sinus maksila

11
Meskipun mekanisme terbentuknya fungall ball belum dapat diketahui
secara pasti, secara teori hal ini dapat timbul pada saat spora jamur terhirup,
spora tersebut masuk kedalam rongga sinus dan menjadi antigen yang dapat
menyebabkan iritasi dan proses inflamasi mukosa sinus sehingga pada akhirnya
terjadi obstruksi ostium sinus. Oleh karena sinus merupakan rongga lembab
yang cocok untuk perkembangan jamur maka terjadi pengumpulan hifa jamur
yang berbentuk seperti bola.

- Alergic Fungal Sinusitis / Sinusitis Alergi Jamur


Sinusitis alergik jamur ini merupakan keadaan kronik yang
dikarakteristikkan
dengan 3 kondisi : (1) Adanya Jamur pada mucin (lendir) alergik yang
dapat diperiksa secara mikologi atau histopatologi, (2) tidak adanya invasi
jaringan subepitel oleh jamur yang dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologi
(3) dijumpai alergi yang diperantarai IgE terhadap jamur tertentu atau family-
nya.
Secara teori, sinusitis alergi jamur timbul setelah terhirup dan
terperangkapnya spora jamur yang memungkinkan antigen jamur tersebut
bereaksi dengan sel mast yang telah disensitisasi IgE. Reaksi imunologik yang
terjadi selanjutnya menyebabkan inflamasi yang kronik dan diikuti dengan
destruksi jaringan. Terjadinya penumpukan eosinofil dan terperangkapnya hifa
jamur pada sekret memungkinkan terjadinya stimulasi antigen secara terus
menerus. Pada saat terjadinya degenerasi eosinofil, granul enzimatik yang kaya
akan major basic protein pun dilepaskan. Major basic protein adalah suatu
mediator peradangan yang toksik terhadap jaringan dan biasanya sering
dijumpai pada penyakit kronis.

12
Gambar 6. Mukus yang kental di Sinus Maksila
Penderita sinusitis alergi jamur dapat mempunyai kriteria sebagai berikut,
antara lain:
 Adanya peningkatan eosinofil pada darah tepi,
 Adanya reaksi test kulit yang positif terhadap jamur penyebab,
 peningkatan kadar serum IgE total,
 adanya antibodi pencetus pada allergen penyebab, dan
 peningkatan IgE spesifik jamur.

b. Fungal Sinusitis Invasive / Sinusitis Jamur Invasif


Kondisi ini terjadi pada saat terdapat invasi jamur ke jaringan sinus.
Sinusitis jamur kelompok ini dibagi menjadi dua bentuk : Sinusitis Jamur
Invasif Kronik (Indolen) Dan Sinuistis Jamur Invasif Akut (Fulminan). Sinusitis
jamur invasif kronik banyak ditemukan pada penderita sinusitis yang
imunokompeten, sedangkan pada tipe fulminan sering ditemukan pada penderita
dengan penurunan sistem imun (imunokompromis).

Gambar 7. Invasif Fungal Sinusitis


- Acute Invasive Fungal Sinusitis ( Fulminant )
Sinusitis jamur invasif memiliki perjalanan penyakitnya sangat cepat,
infeksi jamur tipe ini banyak ditemukan pada individu dengan sistem imun yang
menurun, seperti pada pasien yang mendapatkan transplantasi organ, diabetes
melitus dan pasien yang sedang dilakukan kemoterapi. Perjalanan penyakitnya
hanya memerlukan waktu beberapa hari atau bulan saja. Karena rendahnya
imunitas tubuh penderita, dan sifat jamur yang angioinvasif, perjalanan klinis
biasanya sangat cepat meluas dan dapat menghancurkan sinus yang terlibat

13
kemudian dapat meluas ke daerah sekitarnya seperti orbita, sinus kavernosus,
parenkim otak sehingga dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam
apabila tidak dikenali dan dilakukan penanganan secara cepat.

- Chronic Invasive Fungal Sinusitis ( Indolen )


Sinusitis jamur invasif kronik (indolen) ini perjalanan penyakitnya bisa
membutuhkan waktu berbulan-bulan sampai tahun, dan banyak terdapat pada
penderita dengan imunokompeten, tipe ini dihubungkan dengan gambaran
granulomatosa pada pemeriksaan histopatologi. Sinusitis jamur invasif kronik
ini adalah bentuk yang jarang ditemukan. Tanda khas dari infeksi jamur tipe ini
adalah adanya invasi jamur ke dalam jaringan mukosa sinus. Infeksi jamur tipe
ini dapat diawali oleh misetoma sinus (Fungal ball) kemudian menjadi invasif
oleh karena perubahan status imun penderita.

2.4.6 Diagnosis
2.4.6.1 Anamnesis dan Gejala Klinik
Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan-
temuan klinis. Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis sinusitis jamur yaitu : gejala yang kompleks, perjalanan penyakit
(hari, minggu, tahun), keadaan sistem imun penderita, pemeriksaan fisik
(endoskopi hidung), dan pemeriksaan radiologi, patologi, dan mikologi. Semua
faktor tersebut ada sangat penting dalam menentukan penanganan penderita
pada fase awal.

a. Sinusitis Jamur Non Invasif / Fungal Sinusitis Non Invasive


- Sinus Misetoma / Fungal Ball
Gejala klinik awal fungal ball umumnya tidak khas.Tipe ini tidak
membuat kerusakan mukosa dan tulang. Sering hanya unilateral dan kebanyakan
mengenai sinus maksilaris. Gambaran klinisnya menyerupai sinusitis kronis
yaitu.dapat berupa gangguan penglihatan, kakosmia (selalu mencium bau
busuk), demam, batuk, hidung tersumbat,sekret hidung dan kadang – kadang
disertai nyeri pada wajah dan sakit kepala. Edema wajah unilateral yang disertai
nyeri pipi pada perabaan, atau kelainan pada mata dapat terlihat pada
pemeriksaan.

14
Pada nasoendoskopi menunjukkan adanya sinusitis minimal yang disertai
dengan mukosa eritem, edema, disertai ada atau tidak adanya polip dan sekret
mukopurulen.Diagnosis fungal ball ditegakkan secara Secara makroskopis lesi
pada fungal ball dapat berbentuk mulai dari debris halus yang basah,
berpasir atau bergumpal. Warna yang bervariasi dari putih kekuningan,
kehijauan, coklat hingga hitam
Secara mikroskopis dengan tidak adanya infiltrasi sel radang yang nyata
dan banyaknya kumpulan hifa jamur. Mukosa di sekitarnya menunjukkan
adanya peradangan yang kronis dengan sel plasma ringan hingga menengah dan
infiltrasi sel limfosit. Neutrofil dan eosinofil dapat dijumpai dan kadang –
kadang dapat di jumpai kristal oksalat.
- Sinusitis Alergi Jamur /Alergic Fungal Sinusitis
Gambaran klinis sinusitis alergi jamur dapat mulai dari gejala alergi
ringan, polip dan mucin alergi yang disertai adanya hifa hingga penyakit masif
yang dapat meluas ke arah intrakranial dan orbita yang disertai komplikasinya.
Pada pemeriksaan fisik biasanya sinusitis alergi jamur ini sama seperti sinusitis
kronis, yaitu mukosa sinus yang edema, eritema dan polipoid dan kadang -
kadang dapat disertai adanya polip dan lokasinya sering bilateral.
Pemeriksaan endoskopi pada rongga sinus dapat terlihat sekret mucin
alergi. Secara makroskopis mucin alergi tersebut berupa sekret yang tebal,
berwarna coklat keemasan dengan konsistensi lunak. Secara histologi kondisi
ini ditandai dengan adanya hifa jamur pada sekret dengan disertai eosinofil
yang sangat banyak dan adanya kristal Charcot-Leyden.Sekret tersebut adalah
merupakan “allergic mucin”. Allergic mucin ini dikarakteristikan dengan
kumpulan eosinofil yang nekrotik.

b. Sinusitis Jamur Invasif / Fungal Sinusitis Invasive


- Acute Invasive Fungal Sinusitis ( Fulminant )
Gejala klinisnya diawali dengan demam yang tidak respon dengan
pemberian antibiotik, adanya keluhan pembengkakan pada wajah dan orbita,
hidung tersumbat,rinore, nyeri pada wajah yang disetai kerusakan saraf kranial
unilateral atau perubahan penglihatan akut dengan gangguan pergerakan mata
dan penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan edema di
daerah muka atau periorbita disertai eritema, kemosis, proptosis, dan
15
oftalmoplegia. Adanya gejala tersebut yang disertai penurunan tajam
penglihatan menandakan telah terjadi keterlibatan orbita yang progresif. Pada
pemeriksaan rongga mulut dapat ditemukan eschar pada ginggiva dan palatum.
Pemeriksaan endoskopik dapat ditemukan edema mukosa hidung yang
disertai sekret purulen, tetapi umunya secara khas rongga hidung tampak kering
disertai krusta darah. Adanya eschar atau jaringan nekrotik pada rongga hidung,
merupakan tanda dari rinosinusitis jamur invasif akut.

- Chronic Invasive Fungal Sinusitis ( Indolen )


Gejala dari infeksi jamur tipe ini secara umum sama seperti rinosinusitis
kronis yaitu berupa sakit kepala dan sumbatan hidung. terdapat massa dalam
hidung dan sinus, massa tersebut dapat mengerosi pembatas anatomi ke dalam
pipi, orbita, palatum durum, otak ataupun kelenjar pituitari, nekrosis jaringan yg
sering menyebabkan ulkus pada septum.Keluhan pandangan ganda, termasuk
proptosis sering ditemukan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan biopsi yang menggambarkan adanya
invasi jaringan oleh hifa jamur. Penderita mengeluh hidung tersumbat disertai
gejala sinusitis kronis, terdapat massa dalam hidung dan sinus serta Pada
pemeriksaan fisik, terdapat deformitas wajah, proptosis, dan disfungsi saraf
kranialis. Pemeriksaan endoskopi hidung tampak gambaran yang sangat mirip
dengan fungal ball (misetoma). Tampak inflamasi kronis pada sinus yang
terinfeksi disertai jaringan granulasi yang mudah berdarah.

2.4.6.2 Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan laboratorium
Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien
dengan allergic fungal sinusitis. Pasien dengan allergic fungal sinusitis pada
umumnya menunjukkan reaksi positif skin tes terhadap antigen jamur maupun
non jamur.
- Pemeriksaan radiologik.
Pada CT scan sinusitis jamur invasif akut ditemukan gambaran mukosa
yang tebal atau opaksifikasi sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat.
Tampak destruksi tulang sinus yang agresif tanpa perluasan. Pada CT scan
sinusitis jamur invasif kronik ditemukan hiperdens pada satu atau lebih sinus
16
paranasalis. Tampak gambaran massa yang dicurigai seperti keganasan. Tampak
erosi pada sinus-sinus yang terlibat dan adanya perluasan ke sekitarnya, seperti
ke orbita, fossa kranial anterior dan jaringan lunak maxillofacial.
Pada sinus mycetoma dapat terlihat adanya massa jaringan lunak pada
lumen sinus biasanya terbatas pada satu sinus dan biasanya pada sinus
maksilaris, yang radioopak atau metalik dengan gambaran busa sabun.
Gambaran radioopak ini disebabkan oleh penumpukan kalsium fosfat pada bola-
bola jamur. Pada CT scan nonkontras tampak gambaran hiperdens dan
hipointens pada MRI. Pada sinusitis alergi jamur biasanya terjadi pada multipel
sinus, biasanya unilateral.
Pada CT scan ditemukan gambaran mucin alergi yang hiperdens dalam
lumen sinus paranasalis. Kadang-kadang ditemukan gambaran dinding sinus
yang mengalami erosi. Sedangkan pada MRI biasanya ditemukan gambaran
hiperintens.

- Pemeriksaan Histopatologik
Diagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur
dengan menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS
(Periodic Acid Schiff) atau MSS (Methenamine Silver Stain ) yang lebih baik
untuk pemeriksaan sinusitis jamur terutama untuk kasus sinusitis alergi jamur.
Pada tipe invasif ditemukan invasi hifa ke dalam jaringan, Pada misetoma
ditemukan kumpulan hifa jamur dengan reaksi jaringan yang minimal. Hifa
dapat dilihat pada pewarnaan HE (Hematoksilin-Eosin) Tanda khas sinusitis
alergi jamur adalah polip nasi dan musin alergi. Pada pemeriksaan histopatologi
musin mengandung eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan hifa jamur.
Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu dignosis karena mungkin ada
kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih
mungkin hasil kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh jamur.

2.4.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding sinusitis jamur adalah neoplasma benigna maupun
maligna.Sinusitis jamur invasif dengan neoplasma maligna sulit dibedakan atau
tidak dapat dibedakan dari gambaran radiologi. Tetapi dapat dibedakan dari

17
gambaran histopatologi. Pada sinusitis jamur invasif ada tanda yang khas yaitu
adanya invasi ke jaringan mukosa.

2.4.8 Terapi
a. Sinusitis Jamur Non Invasif / Fungal Sinusitis Non Invasive
- Sinus Misetoma / Fungal Ball
Penanganan utama fungal ball adalah memperbaiki ventilasi sinus yang
diduga terinfeksi. Drainase sinus yang adekuat dan pengembalian fungsi
bersihan mukosilia dapat mencegah terjadinya kekambuhan. Perlu dilakukan
pelebaran atau pembukaan ostium sinus secara endoskopik agar dapat
mengembalikan fungsi sinus secara normal. Apabila sulit untuk melakukan
ekstraksi fungal ball secara utuh melalui ostium, maka dapat dilakukan insisi
eksterna pada ginggivobukal (Luc Operation).
Terapi medis diperlukan untuk mengurangi edema mukosa, termasuk
pemberian mukolitik (guaifenesin / ekspektoran) , irigasi hidung dan steroid.
penggunaan antibiotik diberikan berdasarkan kultur. Hal ini dimaksudkan untuk
mengobati infeksi bakteri yang sering timbul bersamaan dengan fungal ball.

- Alergic Fungal Sinusitis / Sinusitis Jamur Alergi


Penanganan terbaik yang disertai resolusi sempurna pada sinusitis alergi
jamur belum diketahui secara pasti. Drainase sinus yang baik serta perbaikan
fungsi ventilasi merupakan terapi utama.. Pembedahan diyakini dapat
menurunkan jumlah antigen jamur dan secara teori dapat menurunkan stimulus
yang menyebabkan gejala alergi fase cepat dan lambat dan dapat menurunkan
kemotaksis eosinofil ke lumen sinus. Pembedahan juga dapat menyebabkan
kembali normalnya bersihan mukosiliar. Pendekatan bedah harus dikerjakan
dengan menggunakan tehnik bedah sinus endoskopi.
Terapi medikamentosa termasuk pemberian antibiotik yang berdasarkan
kultur, antihistamin, steroid sistemik, imunoterapi, dan anti jamur. Karena
proses inflamasi berhubungan dengan manifestasi klinis, terapi multimodalitas
diperlukan untuk jangka panjang. Bakteri dapat terlibat secara langsung sebagai
pencetus timbulnya sinusitis alergi jamur dengan mempengaruhi frekuensi
gerakan silia.

18
Irigasi hidung juga diyakini dapat menurunkan stasis mukous dan
menurunkan konsentrasi bakteri dan jamur. Topikal steroid intranasal tidak
efektif bila digunakan sendiri tetapi dapat memberikan efek pencegahan jangka
panjang setelah pemberian steroid sistemik. Perlu diingat bahwa pemberian
steroid yang tidak rasional pada sinusitis alergi jamur dapat menyebabkan
penyakit yang berulang.

b. Fungal Sinusitis Invasive / Sinusitis Jamur Invasif


- Acute Invasive Fungal Sinusitis ( Fulminant )
Terapi yang optimal termasuk (1) melakukan penatalaksanaan penyakit
metabolik atau imunologik yang mendasari, (2) penggunaan anti jamur sistemis
yang tepat, (3) pembedahan dengan debrideman luas pada keseluruhan daerah
yang terinfeksi, temasuk daerah mulut ,hidung, sinus paranasal, dan jaringan
orbita (4) mempertahankan drainase daerah hidung, sinus paranasal dan orbita
yang adekuat (5) secara terus menerus memonitor agar tidak terjadi
kekembuhan.
Pada kondisi ini perlu segara dilakukan operasi. Lakukan debridement
radikal pada jaringan yang nekrotik sampai didapatkan jaringan yang normal.
Dimulai pemberian terapi antijamur sistemik setelah operasi debridement.
Dianjurkan amfotericin B dosis tinggi (1-1,5 mg/kg/hari). Itraconazole oral (400
mg/hari) dapat menggantikan amphotericin B setelah masa akut lewat.

- Chronic Invasive Fungal Sinusitis ( Indolen )


Kondisi ini kurang agresif bila dibandingkan dengan tipe akut. Operasi
debridement masih diperlukan. Pembedahan dapat dilakukan dengan teknik
minimal invasif. Biasanya diperlukan tindakan biopsi ulang untuk mengetahui
apakah ada sisa jamur atau penyakit yang berulang. Penggunan anti jamur
dipilih berdasarkan jamur yang menginfeksi Dimulai terapi medikal dengan
pemberian anti jamur sistemik setelah didiagnosis invasi. Dianjurkan
amfotericin B (2gr/hari); dapat diganti dengan ketoconazole atau itraconazole
bila sudah terkontrol. Terapi dengan amphotericin B dianjurkan pada pasien
dengan destruksi tulang, penurunan cairan serebrospinal atau gangguan pada
mata yang tidak dapat dieksisi. Sebagai tambahan pada debridemen post

19
operasi, terapi anti fungal penting pada semua kasus sinusitis invasi pada pasien
dengan penurunan imunitas tubuh.

2.4.9 Komplikasi
Pada alergic fungal sinusitis dapat terjadi erosi pada struktur yang di
dekatnya jika tidak diterapi. Erosi sering dapat terlihat pada pasien yang
mengalami proptosis (eksoftalmus). Pada mycetoma fungal sinusitis jika tidak
diterapi dapat memperburuk gejala-gejala sinusitis yang berpotensi untuk terjadi
komplikasi ke orbita dan sistem saraf pusat. Pada Acute Invasive Fungal
Sinusitis dapat menginvasi struktur di dekatnya yang menyebabkan kerusakan
jaringan dan nekrosis. Selain itu juga dapat terjadi trombosis sinus kavernosus
dan invasi ke susunan saraf pusat. Pada chronic Invasive Fungal Sinusitis dan
pada Chronic Granulomatous Fungal Sinusitis dapat menginvasi jaringan
sekitarnya sehingga terjadi erosi ke orbita atau susunan saraf pusat.

2.4.10 Prognosis
a. Allergic Fungal Sinusitis
Pada kelainan ini prognosis baik jika operasi debridement dan pengisian
udara di sinus adekuat. Follow-up sangat penting. Penggunaan topikal steroid
jangka panjang mengontrol kekambuhan. Sistemik steroid jangka pendek
digunakan bila kekambuhan terjadi.

b. Sinus Mycetoma
Keadaan ini memiliki prognosis yang sangat baik jika fungus ball
dapatdiangkat dan pengisian udara yang adekuat pada sinus dapat dilakukan
kembali.Tidak dibutuhkan follow-up jangka panjang untuk sebagian besar
pasien.

c. Acute Invasive Fungal Sinusitis


Keadaan memiliki prognosis yang kurang baik. Angka
mortalitasdilaporkan 50%, meskipun dengan operasi yang agresif dan
pengobatan. Kekambuhan sering terjadi.

d. Chronic Invasive Fungal Sinusitis

20
Prognosis baik pada pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam
waktu yang lama. Pasien yang menerima anti jamur sistemik dalam waktu
singkat sering kambuh, dengan demikian memerlukan terapi lebih lanjut.

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sinusitis adalah merupakan keadaan inflamasi pada sinus paransal yang
sebabkan oleh infeksi. Jamur merupakan salah satu jenis mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi pada sinus paransal. Banyak hal yang dapat menimbulkan infeksi
jamur pada sinus paranasal diantaranya adalah pemakaian obat – obatan yang tidak
rasional seperti penggunaan antibiotika dan steriod yang berkepanjangan, gangguan
ventilasi sinus dan lingkungan yang lembab.
Dalam dua dekade terakhir ini telah terjadi peningkatan frekuensi rinosinusitis
yang disebabkan oleh infeksi jamur. Pada laporan terdahulu infeksi jamur diperkirakan
terdapat pada 10% dari keseluruhan pasien yang memerlukan pembedahan hidung dan
sinus. Ponik au et al, dalam penelitiannya menduga jamur ditemukan pada 96% pasien
dengan sinusitis kronis.
Pada Sinusitis jamur non invasif kebanyakan penyebabnya adalah Curvularia
lunata, Aspergillus fumigatus, Bipolaris dan Drechslera. Pada sinusitis jamur invasif
Jamur Saprofit selain Mucorales, termasuk Rhizopus, Rhizomucor, Absidia, Mucor,
Cunninghammela, Mortierella, Saksenaea, dan Apophysomyces sp, yang dihubungkan
dengan sinusitis jamur invasif akut. Sedangkan Aspergillus fumigatus adalah jamur yang
menyebabkan sinusitis jamur invasif kronik.
Sinusitis jamur non invasif memiliki gejala klinis menyerupai sinusitis kronis
berupa rinore purulen, post nasal drip, dan napas bau, kadang ada massa jamur juga
dalam kavum nasi. Sedangakan untuk sinusitis jamur invasif gejala nya seperti sinusitis
bakterial, tetapi sekret hidungnya kental dengan bercak- bercak kehitaman.
Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan anamnesis dan temuan-temuan klinis.
Beberapa faktor yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sinusitis jamur
yaitu : gejala yang kompleks, perjalanan penyakit (hari, minggu, tahun), keadaan sistem
imun penderita, pemeriksaan fisik (endoskopi hidung), dan pemeriksaan radiologi,
patologi, dan mikologi. Semua faktor tersebut ada sangat penting dalam menentukan
penanganan penderita pada fase awal.
Penatalaksanaan untuk sinusitis jamur invasif adalah pembedahan, debridemen,
anti jamur sistemik dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Obat standar adalah
amfoterisin B, bisa ditambah rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif. Pada sinusitis

22
jamur non invasif hanya perlu terapi bedah untuk membersihkan massa jamur, menjaga
drainase dan ventilasi sinus. Tidak diperlukan anti jamur sistemik.

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Dila
    Dila
    Dokumen19 halaman
    Dila
    forensikdjoelham
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar Neuro
    Kata Pengantar Neuro
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar Neuro
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • EKSHIBIONISME Refarat
    EKSHIBIONISME Refarat
    Dokumen9 halaman
    EKSHIBIONISME Refarat
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Refarat Meningitis
    Refarat Meningitis
    Dokumen35 halaman
    Refarat Meningitis
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Referat Kista Bartholin
    Referat Kista Bartholin
    Dokumen12 halaman
    Referat Kista Bartholin
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Refarat Meningitis
    Refarat Meningitis
    Dokumen35 halaman
    Refarat Meningitis
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Ekshibionisme 3
    Ekshibionisme 3
    Dokumen20 halaman
    Ekshibionisme 3
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Soal Kulit
    Soal Kulit
    Dokumen5 halaman
    Soal Kulit
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Refarat Anak
    Refarat Anak
    Dokumen19 halaman
    Refarat Anak
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • DX Postes Selulitis
    DX Postes Selulitis
    Dokumen15 halaman
    DX Postes Selulitis
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Cover Kulit
    Cover Kulit
    Dokumen1 halaman
    Cover Kulit
    Ranny Wulandari
    Belum ada peringkat
  • Supraventrikular Takikardi
    Supraventrikular Takikardi
    Dokumen6 halaman
    Supraventrikular Takikardi
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Gejala
    Gejala
    Dokumen2 halaman
    Gejala
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Edukasi Rubeola
    Edukasi Rubeola
    Dokumen3 halaman
    Edukasi Rubeola
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Lapkas KPD
    Lapkas KPD
    Dokumen25 halaman
    Lapkas KPD
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Isi Albinisme Okulokutanea
    Isi Albinisme Okulokutanea
    Dokumen10 halaman
    Isi Albinisme Okulokutanea
    Dewi Salastia Putri
    Belum ada peringkat
  • Referat Parafilia
    Referat Parafilia
    Dokumen17 halaman
    Referat Parafilia
    Nanda Perdana
    67% (3)
  • JADWAL Anak
    JADWAL Anak
    Dokumen2 halaman
    JADWAL Anak
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Tugas Vakum Ekstraksi
    Tugas Vakum Ekstraksi
    Dokumen25 halaman
    Tugas Vakum Ekstraksi
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Referat Sinus Jamur
    Referat Sinus Jamur
    Dokumen22 halaman
    Referat Sinus Jamur
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Unud-843-515068501-Bab II PDF
    Unud-843-515068501-Bab II PDF
    Dokumen31 halaman
    Unud-843-515068501-Bab II PDF
    rizkiemil_
    Belum ada peringkat
  • Referat Meningitis 2011 Azila
    Referat Meningitis 2011 Azila
    Dokumen15 halaman
    Referat Meningitis 2011 Azila
    Milo Ping
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen27 halaman
    Lamp Iran
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Tata Laksana Terkini Demam Tifoid PDF
    Tata Laksana Terkini Demam Tifoid PDF
    Dokumen4 halaman
    Tata Laksana Terkini Demam Tifoid PDF
    Ary Nahdiyani Amalia
    100% (2)
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen1 halaman
    Daftar Tabel
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • SKENARIO
    SKENARIO
    Dokumen23 halaman
    SKENARIO
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat
  • Lap - Kti Bab II
    Lap - Kti Bab II
    Dokumen20 halaman
    Lap - Kti Bab II
    Eva Damayanti T
    Belum ada peringkat
  • Referat Meningitis 2011 Azila
    Referat Meningitis 2011 Azila
    Dokumen15 halaman
    Referat Meningitis 2011 Azila
    Milo Ping
    Belum ada peringkat
  • Sindrom Lennox Gastaut
    Sindrom Lennox Gastaut
    Dokumen22 halaman
    Sindrom Lennox Gastaut
    Nadila Indriasari Yuwelza
    Belum ada peringkat