Anda di halaman 1dari 30

REFLEKSI KASUS

BRONKOPNEUMONIA, CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) NYHA IV

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD.

Disusun Oleh :

Niken Tri Utami

30101307023

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

RSUD KOTA SEMARANG

2017

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG

Nama Mahasiswa : Niken Tri Utami

NIM : 30101307023

Dokter Pembimbing : dr. Pujo Hendriyanto, Sp.PD

IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap : Tn. AHZ Jenis Kelamin : Laki – Laki

Usia : 59 Tahun Suku Bangsa : Jawa

Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan Pendidikan : SMA

Alamat : Pedurungan Tgl Masuk RS : 4 Juli 2017

II.ANAMNESIS

Diambil dari anamnesis pada tanggal 8 Juli 2017 pukul 09.00 WIB di bangsal

Nakula dan status rekam medik.

Keluhan Utama

Batuk darah

Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. AHZ datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kota Semarang, pada

tanggal 4 Juli 2017 pukul 04.50 dengan keluhan batuk darah sejak 3 hari

SMRS. Awalnya saat pertengahan bulan puasa, pasien merasa tidak bisa

mengeluarkan suara akibat ada lendir ditenggorokannya. Lendir tersebut dapat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
keluar baik keluar sendiri atau dipaksa lewat batuk. Keluhan ini terjadi hilang

timbul dengan frekuensi sekitar 3-4 kali sehari. Lendir tersebut berwarna putih

dengan sedikit gelembung seperti busa. 3 hari terakhir SMRS lendir tersebut

keluar bercampur dengan darah. Pasien mengaku saat lendir tidak dikeluarkan,

pasien tidak bisa berbicara dan merasa sesak. Pasien merasa lebih baik saat

setelah lendir tersebut dipaksakan keluar. Selain itu, pasien mengeluh demam 1

hari SMRS, sesak nafas baik aktifitas dan istirahat, nyeri dada seperti ditusuk

dan menjalar ke punggung dan lengan. Nyeri dada dirasakan berdurasi sekitar

5 menit. Pasien belum mengkonsumsi obat untuk mengurangi keluhan-

keluhannya. Namun, sebelum dibawa ke rumah sakit, pasien pernah

memeriksakan keluhannya ke dokter spesialis telinga, hidung, tenggorokan tapi

hasil pemeriksaan dalam batas normal. Pasien mengaku memiliki riwayat

merokok (+), riwayat stroke 4 tahun lalu (+), riwayat penyakit jantung (+),

riwayat hipertensi (+), riwayat DM (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

 Paisen tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

 Riwayat stroke 4 tahun lalu (+)

 Riwayat penyakit jantung (+)

 Riwayat hipertensi (+)

 Riwayat efusi pleura (-)

 Riwayat TB (-)

 Riwayat DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti pasien

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
 Riwayat DM (+)

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang pensiunan karyawan kantor pos. Biaya pengobatan

ditanggung oleh BPJS.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALIS

 Kesadaran : Compos Mentis

 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

 Tanda Vital

 Tekanan darah : 120/90 mmHg

 Nadi : 89 kali/menit

 Suhu : 36 C

 Pernapasan : 24 kali/menit

 Berat Badan : - kg

 Tinggi Badan : - cm

 Kepala : Mesocephal, rambut putih berdistribusi merata.


 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Mata
cekung (-/-). Injeksi konjungtiva (-/-)
 Hidung : Deviasi septum (-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)
 Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik telinga (-/-)
 Mulut
Bibir : Sianosis (-). kering (-), sariawan (-)
Lidah : Lidah kotor (-), deviasi (-), tremor (-), atrofi papil (–)
Gusi & mukosa : warna merah muda, perdarahan (-)
Faring : Hiperemis -, tonsil T1-T1

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
 Leher : Trakea di tengah, kelenjar tiroid tidak membesar.
 Thorax
Dada Bagian Depan
Inspeksi : Bentuk dada bagian depan normal
Tampak retraksi suprasternal, supraclavicular,
dan intercostae, sela iga melebar
Pergerakan dada simetris.
Palpasi : Nyeri tekan -
Perbandingan gerakan nafas sama kuat, pergerakan
dada simetris
Perkusi : redup di basal paru sinistra
Auskultasi
 Kanan : Suara napas vesikuler, rhonki -, wheezing -
 Kiri : Suara napas vesikuler, rhonki basah (+) di basal
paru, wheezing -
 Dada Bagian Belakang
Inspeksi : Bentuk dada bagian belakang normal
Bentuk skapula simetris.
Pergerakan simetris
Tidak ditemukan bekas luka ataupun benjolan.
Palpasi : Perbandingan gerakan nafas sama kuat, nyeri tekan -
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi :
 Kanan : Suara napas vesikuler, rhonki -, wheezing-
 Kiri : Suara napas vesikuler, rhonki basah (+) di basal
paru, wheezing -
 Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba di ICS 6 linea midclavicula sinistra
2cm ke lateral

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Perkusi :
 Batas atas jantung berada di ICS 2 linea sternalis sinistra
 Batas pinggang jantung berada di ICS 3 linea parasternalis sinistra
 Batas bawah jantung kanan berada di ICS 5 linea sternalis dextra.
 Batas bawah jantung kiri berada di ICS 6 linea midclavicula
sinistra 2cm ke lateral
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular takikardi, murmur(-),
gallop(-)
Abdomen
 Inspeksi : permukaan datar, distensi (-), warna sama seperti kulit
sekitar, spider nevi (-) , umbilicus cembung (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Perkusi :

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

 Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), tidak nyari pada kuadran


yang lain

Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
5/5 5/5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium
HASIL NILAI
HEMATOLOGI
4/7/2017 5/7/2017 6/7/2017 NORMAL
Hemoglobin 15,9 g/dl - - 13,2 – 17,3
Hematokrit 46,00 % - - 40 – 52
Jumlah leukosit 10,4 /uL - - 3,6 – 10,6
Jumlah trombosit 414.000 /uL - - 150.000 - 400.000
LED 1 jam 25 mm - - 0 – 10

HASIL NILAI
KIMIA KLINIK
4/7/2017 5/7/2017 6/7/2017 NORMAL
Ureum - 43,1 mg/dL - 17,0- 43,0
Creatinin - 0,7 mg/dL - 0,6 – 1,1
SGOT 29 - - 0-50
SGPT 19 - - 0-50
Albumin - 3,9 g/dL - 3,4 – 4,8
GDS - 95 mg/dL 104 mg/dL 70-115
Natrium 139,0 - - 135,0-147,0
Kalium 4,50 - - 3,50-5,0
Calsium 1,24 - - 1,12-1,32
HbsAg Negatif - - Negatif
HIV Negatif - - Negatif
CKMB - - - 0-24
Cholesterol total - - - <200
Trigliccseride - - - <150
Asam Urat - - - 2,4-7,4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
B. EKG :

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
1. Irama : Sinus
2. Regularitas : Reguler
3. Frekuensi : 1500:17 = 88,2
4. Axis: Normo Axis Deviation
5. Posisi: intermediet
6. Zona Transisi: -
7. Gelombang :
Gel P : <3 kotak kecil
Interval PR : 0,12 (normal : 0.12-0,20 detik)
Gel Q : Q patologis –
Kompleks QRS : 0,08 detik (normal < 0,12 detik)
Segmen ST: ST Elevasi -, ST Depresi –

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Gel T : T inverted -
Gel U : Tidak ada
Kesan : Normo Sinus Rythm

C. X-FOTO THORAX AP

Trakea : tidak deviasi.


COR : apeks bergeser ke laterocaudal
Pulmo : corakan bronkovaskuler meningkat. Tampak bercak
padas perihiler kiri, tampak penebalan hilus kiri.
Diafragma dan sinus costophrenicus kanan normal, diafragma kiri tampak
lebih tinggi dari kanan.
Tulang : tak tampak lesi litik dan sklerotik.
Kesan :
Cor : kardiomegali.
Elongatio dan kalsifikasi aorta.
Pulmo : gambaran bronkopneumonia disertai limfadenopati hilus
kiri.
Tulang : tak tampak kelainan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
D. PROBLEM LIST

Anamnesis:

1. Sputum bercampur darah

2. Demam

3. Batuk

4. Nyeri dada

5. Sulit mengeluarkan dahak

6. Sesak

Pemeriksaan Fisik

7. Retraksi suprasternal, supraclavicular, dan intercosta.

8. Sela iga melebar.

9. Perkusi thorax redup basal paru sinistra.

10. Auskultasi thorax rhonki basah basal paru sinistra.

11. Pulsasi ictus cordis terlihat.

12. Ictus cordis di ICS VI linea midclavicula sinistra 2 cm ke lateral.

Pemeriksaan Penunjang

13. Trombosit : 414.000

14. LED 1 jam : 25

15. X-foto thorax AP: kardiomegali dan bronkopneumonia.

VI. PROBLEM LIST

1. Bronkopneumonia : 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,14,15
2. CHF NYHA IV: 4,6,10,11,12,15

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
VII. INITIAL PLAN

1. Bronkopneumonia

Ass

- Spesifik

- Non spesifik

Ip. Dx: cek sputum (gram, jamur, BTA 3x, kultur).

Ip. Tx:

- Oksigen 2-4 L/menit nasal kanul bila sesak.

- Infus RL 20 tpm.

- Paracetamol 500 mg (3x1) bila suhu > 38˚C

- Injeksi Ceftriaxone 2 g iv

Ip. Mx: TTV, rhonki, keluhan batuk, sesak, SpO2, demam.

Ip. Ex:

- edukasi pada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita

pasien, pasien tidak boleh aktivitas berat.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien menderita peradangan

paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri dan dilakukan

pemeriksaan dahak untuk mengetahui penyebabnya secara pasti.

- Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien diberikan antibiotic

spectrum luas untuk menekan pertumbuhan bakteri. Antibiotik

harus dihabiskan meski gejala sudah tidak ada.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
2. CHF NYHA IV

Ass:

- Etiologi : penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, Patent

Ductus Arteriosus.

- Anatomi : insufisiensi mitral, stenosis mitral.

- Fungsional : CHF NYHA IV.

Ip. Dx: O : ASTO (Anti Streptolisin O), CRP (C-Reactive Protein), ureum

kreatinin, EKG.

Ip. Tx: :

- Infus D5% 12 tpm.

- Oksigen 2 liter/menit.

- Posisi setengah duduk.

- Injeksi furosemid 1 ampul

- Captopril 2x25 mg

- Digoksin 3x1 tab

- Micardis 1x80 mg

- Propanolol 20 mg 3x1

- Diet lunak

Ip. Mx: KU, TTV.

Ip. Ex: edukasi pada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yang

diderita pasien.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Prognosis :

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

VIII. TINJAUAN PUSTAKA

A. BRONKOPNEUMONIA

1. Pendahuluan

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru

yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme

(bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain)

disebut pneumonitis. Berdasarkan kepustakaan, bronkopneumonia adalah

suatu infeksi akut pada paru – paru yang secara anatomi mengenai bagian

lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang

dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus,

jamur dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping

hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya

didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian atas selama beberapa

hari.Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40˚C dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi.

2. Patogenesis

Dalam keadaan sehat tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di

paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat

berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat

tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak

permukaan epitel saluran nafas. Ada beberapa cara mikrooganisme

mencapai permukaan:

a. Inokulasi langsung

b. Penyebaran melalui pembuluh darah

c. Inhalasi bahan aerosol

d. Kolonisasi di permukaan mukosa

Pada pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau

aspirasi. Pneumonia jarang tejadi lewat penyebaran hematogen (misalnya

dari endokarditis trikuspid) atau infeksi lanjutan dari infeksi pleura atau

ruang mediastinum.

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan

infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan

fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri

ke permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui

psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan.

Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4

zona pada daerah parasitik tersebut yaitu:

a. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

b. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi

sel darah merah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
c. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang

aktif dengan jumlah PMN yang banyak.

d. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri

yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan

perdarahan, sedangkan gray hepatization ialah konsolodasi yang luas.

3. Manifestasi Klinik

Beberapa gejala dan tanda klinik yang pada umumnya ditemukan pada
pasien pneumonia:
Tabel 1. Gejala dan tanda yang biasa terdapat pada pasien dengan
Pneumonia
Gejala Tanda

Batuk – 90% Demam – 80%

Dyspneu – 66 % Takipneu – 70%

Sputum – 66% Takikardi – 50%

Nyeri pleuritik – 50% Penemuan fisik paru (dari ronchi – suara


bronchial) – 90%

Tanda dan gejala pada pneumonia bervariasi sesuai etiologinya.


Beberapa sindrom pneumonia:
1. Sindrom pneumonia tipikal
Pneumonia ini disebabkan oleh bakteri tipikal seperti Streptococcus
pneumoniae, Haemophylus influenzae, dan Pseudomonas aeruginosa.
Gambaran kliniknya adalah keluhan maupun tanda kliniknya timbul
mendadak. Keluhannya antara lain: malaise, demam tinggi, dan
simptom pulmonal yang mencolok (sesak nafas, rasa tidak enak di
dada, nyeri pleuritik, batuk produktif dengan sputum berdarah atau

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
purulen). Tanda klinik: demam tinggi, takipneu, takikardi, sianosis, dan
kesadaran menurun (bila berat). Kelainan fisik paru: terjadi konsolidasi
paru (tergantung bagian paru mana yang terkena), stem fremitus
mengeras, perkusi pekak, ronki basah (tergantung stadiumnya), suara
nafas vesikuler diperkeras atau bronkial, dan lain-lain.
2. Sindrom pneumonia atipikal
Pneumonia yang disebabkan oleh organisme atipikal meliputi
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Rickettsia,
Legionella sp, dan juga berbagai virus respirasi lain seperti virus
influenza, adenovirus, dan respiratory synctial viruses (RSV). Keluhan
dan tanda kliniknya timbul perlahan. Keluhannya demam serta batuk
non-produktif. Tampak ada konstitusional yang mencolok: sakit kepala,
malaise mialgia. Kelainan fisik tanda adanya infiltrat paru berupa ronki
basah (halus sampai sedang), sedangkan tanda fisik lain jarang.
4. Diagnosis

Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan

fisis, foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti

ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat

progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:

 Batuk-batuk bertambah

 Perubahan karakteristik dahak / purulen

 Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

 Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas

bronkial dan ronki

 Leukosit > 10.000 atau < 4500

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
5. Penatalaksaan

Pemberian antibiotik penting dalam tata laksana pengobatan CAP.

Kesulitan penentuan diagnosis etiologi, terbatasnya antibiotik yang

tersedia, dan penigkatan resistensi terhadap antibiotik pada umumnya

dilakukan secara empirik berdasarkan pedoman tertentu.

Pada prinsipnya diperlukan pemberian antibiotik dengan spektrum

sesempit mungkin, dan menghindari pemberian antibiotik dengan spektrum

berlebihan bila tidak diperlukan. Oleh sebab itu antibiotika sebaiknya

diberikan sesuai dengan patogen etiologi yang teridentifikasi dari

pemeriksaan mikrobiologi (pathogen-directed therapy). Tujuannya adalah

supaya menghindari terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotik.

Tabel 3. Terapi antibiotik empirik yang direkomendasikan

menurut ATS (American Thoracic Society)/IDSA (Infectious Disease

Society of America).

Tipe Perawatan Rekomendasi Antibiotik


Empirik

Rawat jalan

- Kondisi pasien sebelumnya sehat dan Makrolida, Doksisiklin


tidak ada riwayat pemakaian antibiotik
dalam 3 bulan terakhir.

- Ada penyakit komorbid atau ada riwayat


pemakaian antibiotik dalam 3 bulan Fluorokuinolon, β-Laktam
terakhir dan Makrolida

Rawat inap (non-ICU) Fluorokuinolon, β-Laktam

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
dan Makrolida

Rawat inap (ICU) β-Laktam (cefotaxime,


ceftriaxone, atau ampisilin-
sulbaktam) plus azitromisin
atau fluoroquinolone

Fluorokuinolon dan
aztreonam
direkomendasikan
untuk pasien alergi
penisilin

B. CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) NYHA IV

1. Pendahuluan

Congestive Heart Failure adalah kumpulan gejala klinis akibat

kelainan struktural ataupun fungsional jantung yang menyebabkan

gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh

tubuh. Manifestasi yang khas pada Congestive Heart Failure ialah dispnea,

fatigue dan retensi cairan yang menyebabkan edema paru dan edema

perifer.1Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung

dengan penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan

fungsi diastolik (fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya

akan disebut sebagai Heart Failure with Preserved Ejection Fraction

(HFPEF). Selain itu, myocardial remodeling juga akan berlanjut dan

menimbulkan sindroma klinis gagal jantung.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Pasien CHF memerlukan terapi untuk rehabilitasi,hal ini penting

dalam pengelolaan jangka panjang pada pasien CHF. Edukasi pada pasien

CHF harus dilakukan dengan rutin karena CHF adalah penyakit kronik

yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan

keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi jantung.

Menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi

atau tujuan pengobatan dari CHF.

2. Patogenesis

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan

satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung

sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon

hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan

patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon

hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian

(filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung

menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk

meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh

darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan

aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan

air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergic.

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa

(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).

Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.

Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara

klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang

ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh

terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin

aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya

merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah

yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan

curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan

penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang

mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air

untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan

peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui

hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian

afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih

menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak

terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik

(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume ventrikel

(dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis (hukum

Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit koroner)

selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.

Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya

disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran

darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
refrakter. Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah

satu etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan

menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan

sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan

bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan

presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi

ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian

jantung mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung,

seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik

(emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan

kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih

rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik

dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah

fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.

Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis

akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah

jantung, bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi

jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus

menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal

jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot

jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih

dapat dipertahankan.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi

tergantung pada tiga faktor yaitu:

1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan
oleh tekanan arteriole.

3. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur


pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta
derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan :

a. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal


dyspnea.
b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer. Kematian pada CHF
Aritmia dan gangguan aktivitas listrik Hipertrofi dilatasi jantung
Disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik Tromboemboli PJK yang
berat Berdampak pada aliran darah pada myocard yang belum infark
Gangguan kontraktilitas.
c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
4. Diagnosis

Penegakkan diagnosis Congestive Heart Failure (CHF) berdasarkan

Kriteria Framingham10 yaitu apabila ditemukan paling sedikit 2 kriteria

mayor atau 1 kriteria mayor disertai 2 kriteria minor.

Kriteria Mayor:

● Paroxysmal nocturnal dyspnea


● Distensi vena di leher
● Ronkhi kering
● Kardiomegali dari pemeriksaan radiologis
● Edema pulmo akut
● Bunyi jantung S3 gallop
● Peningkatan tekanan vena sentral (>16 cm H2O pada atrium kanan)
● Hepatojugular reflux
● Penurunan berat badan >4.5 kg dalam 5 hari setelah pemberian terapi
Kriteria Minor:

● Edema tungkai bilateral


● Batuk malam hari
● Dyspneu
● Hepatomegali
● Efusi pleura
● Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
● Takikardi (heart rate>120 kali/menit)
Abnormalitas ekokardiografi yang sering dijumpai pada gagal jantung
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis gagal
jantung dengan fraksi ejeksi normal. Diagnosis harus memenuhi tiga
kriteria:
a. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung.
b. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu
(fraksi ejeksi > 45 - 50%).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
c. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal /
kekakuan diastolik)
5. Penatalaksaan

Gagal jantung kongestif dapat ditangani dengan tindakan

farmakologis untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi

selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara

sendiri-sendiri maupun gabungan dari: beban awal, kontraktilitas dan

beban akhir.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Gambar 2Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik
simptomatik (NYHA fc II-IV). Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 20122

1. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)


Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan volume
plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja jantung dan
kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
2. Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian antagonis aldosterone :

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.


- Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA).
- Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACE dan ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosterone :

- Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L.


- Serum kreatinin> 2,5 mg/dL.
- Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium.
- Kombinasi ACEI dan ARB.

3. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.

4. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan volume
distribusi.

5. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)


Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah vena
menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena.

6. Inhibitor ACE
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti A).

ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,


hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI :

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI :

- Riwayat angioedema.
- Stenosis renal bilateral.
- Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L.
- Serum kreatinin > 2,5 mg/dL.
- Stenosis aorta berat.

7. β - Bloker
Indikasi pemberian penyekat β :

- Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.


- Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA).
- ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan.
- Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat).

Kontraindikasi pemberian penyekat β :

- Asma.
- Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit).
- Pemberian terapi yang tidak direkomendasikan (dengan manfaat yang tidak
terbukti).

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
8. Statin
Walaupun telah banyak penelitian-penelitian besar mengenai statin dengan
data yang membuktikan manfaat statin, namun sebagain banyak penelitian
tersebut tidak memasukan pasien gagal jantung ke dalam subyeknya. Ada
beberapa penelitian mengenai statin pada gagal jantung kronis, namun hasilnya
tidak menyatakan manfaat yang jelas statin, walaupun tidak juga menyatakan
bahaya dari pemberian obat ini.
9. Renin inhibitors
10. Antikoagulan oral
Sampai saat ini belum terdapat data yang menyatakan bahwa
antikoagulan oral terbukti lebih baik dalam penurunan mortalitas dan
morbiditas pada gagal jantung bila dibandingkan denganplasebo atau aspirin.
Sampai saat ini belum ada terapi yang terbukti secara khusus, dapat
menurunkan mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan gagal jantung
diastolik. Diuretik digunakan untuk mengatasi retensi garam dan cairan serta
mengatasi keluhan sesak nafas. Terapi iskemia miokard dan hipertensi yang
adekuat sangat penting dalam penting dalam tatalaksana kelainan ini, termasuk
tatalaksana pengaturan laju nadi, terutam pada pasien dengan fibrilasi atrial.
Semua obat yang tidak dianjurkan pemberiannya ataupun yang harus dihindari
pada pasien dengan gagal jantung sistolik, juga berlaku pada gagal jantung
diastolik, terkecuali CCB dihidropiridin, karena mempunyai efek kontrol laju
nadi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Selain diterapkannya terapi farmakologis, beberapa penderita CHF juga
dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet
rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress
psikis, menghindari rokok, olahraga teratur.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Anda mungkin juga menyukai