Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DISPEPSIA

Disusu oleh:

LINDA SUSANTI

149012018058

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

PRODI NERS

T.A 2018
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung
kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer, 2010).
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yg tak mengenyangkan sesudah makan, yg
berhubungan dgn mual, sendawa, nyeri ulu hati & mungkin kram & begah perut. Kerap
kali kali diperberat karena makanan yg berbumbu, berlemak / makanan berserat cukup
tinggi, & karena asupan kafein yg berlebihan, dyspepsia tiada kelainan lain menunjukkan
adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams & Wilkins, 2011).
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung
kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2010 hal : 488).
Batasan dispepsia
a. Dyspepsia organic, kalau/jika sudah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yg nyata terhadap
organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
pembengkakan/radang pancreas, pembengkakan/radang empedu, & lain – lain.
b. Dyspepsia non-organik / dyspepsia fungsional, / dyspepsia non-ulkus (DNU),
kalau/jika tak jelas penyebabnya. Dyspepsia fungsional tiada diikuti kelainan /
gangguan struktur organ berlandaskan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi,
endoskopi ( teropong saluran pencernaan).

2. Etiologi
Seringnya, dispepsia dikarenakan karena ulkus lambung / penyakit acid reflux.. Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yg terjadi pada saluran cerna atas
dampak proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2010).
Kadar lambung lansia biasanya mengalami menurunnya hingga 85%. Beberapa obat-
obatan, seperti obat anti-inflammatory, bisa menyebabkan dispepsia. Terkadang
penyebab dispepsia belum bisa diketemukan.

Penyebab dispepsia secara rinci ialah:


a. Menelan udara (aerofagi)
b. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
c. Iritasi lambung (gastritis)
d. Ulkus gastrikum / ulkus duodenalis
e. Kanker lambung
f. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
g. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu & produknya)
h. Kelainan gerakan usus
i. Stress psikologis, kecemasan, / depresi
j. Infeksi Helicobacter pylory
k. Perubahan pola makan
l. Pengaruh obat-obatan yg dimakan secara berlebihan & dlm waktu yg lama
m. Alkohol & nikotin rokok
n. Stres
o. Tumor / kanker saluran pencernaan

3. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi
kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi
pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi
asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls
muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
Patway

4. Manifestasi klinik
a. nyeri perut (abdominal discomfort)
b. Rasa perih di ulu hati
c. Mual, kadang-kadang sampai muntah
d. Nafsu makan berkurang
e. Rasa lekas kenyang
f. Perut kembung
g. Rasa panas di dada dan perut
h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
5. Pemeriksaan penunjang
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada
sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan
penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani,
juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
a. Laboratorium : Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan
untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets
mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam
batas normal.
b. Radiologis : Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di
saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap
saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi) : Sesuai dengan definisi bahwa pada
dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
d. USG (ultrasonografi) : Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini
makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu
penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap
saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
e. Waktu Pengosongan Lambung : Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan
pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30
– 40 % kasus.

6. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya komplikasi
yang tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:
a. Perdarahan
b. Kangker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang
berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan

b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:


Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross patofisiologinya
pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap
placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan
antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah
terjadinya muntah)

B. Konsep proses keperawatan


1. Pengkajian keperawatan
a) Identitas
1) Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat
2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
hubungan dgn pasien, alamat

b) Pengkajian
1) Alasan utama datang ke rumah sakit
2) Keluhan utama (saat pengkajian)
3) Riwayat kesehatan sekarang
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Riwayat pengobatan & alergi

c) Pengkajian Fisik
1) Keadann umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene & lain-
lain.
2) Data sistemik
 Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu,
peraba, & lain-lain.
 Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata,
alis, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon
cahaya, & lain-lain.
 Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas,
& lain-lain.
 Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung,
kekuatan, pengisian kapiler, edema, & lain-lain.
 Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi
tempat, orientasi manusia, & lain-lain.
 Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir,
mual & tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan,
perut, kolon & rektum, rectal toucher, & lain-lain.
 Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan & cara jalan,
kemampuan mencukupi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot
kaki, akral, patah tulang, & lain-lain.
 Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, & lain-
lain.
 Sistem reproduksi: infertil, kasus menstruasi, skrotum, testis, prostat,
payudara, & lain-lain.
 Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, & pancaran), BAK, vesika
urinaria.
d) Data penunjang
e) Terapi yg diberikan
f) Pengkajian kasus psiko-sosial-budaya-& spiritual
1) Psikologi
 Perasaan klien sesudah mengalami kasus ini
 Cara menangani perasaan tersebut
 Rencana klien sesudah masalahnya terselesaikan
 Jika rencana ini tak terselesaikan
 Pengetahuan klien tentang kasus/penyakit yg ada
2) Sosial
 Aktivitas / peran klien di masyarakat
 Kebiasaan lingkungan yg tak disukai
 Cara mengatasinya
 Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
3) Budaya
 Budaya yg diikuti karena klien
 Aktivitas budaya tersebut
 Keberatannya dlm mengikuti budaya tersebut
 Cara menangani keberatan tersebut
4) Spiritual
 Aktivitas ibadah yg biasa dikerjakan sehari-hari
 Kegiatan keagamaan yg biasa dikerjakan
 Aktivitas ibadah yg sekarang tak bisa dikerjakan
 Perasaaan klien dampak tak bisa melaksanakan hal tersebut
 Upaya klien menangani perasaan tersebut
 Apa keyakinan klien tentang peristiwa/kasus kesehatan yg sekarang sedang
dialami

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan mukosa,

submukosa, dan lapisan otot lambung


b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, esofagitis dan
anorexia.
c. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri.
Kriteria hasil: klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya rasa
nyeri.
INTERVENSI RASIONAL
1) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 1) Berguna dalam pengawasan
0 – 10) kefektifan obat, kemajuan
2) Berikan istirahat dengan posisi penyembuhan
semifowler 2) Dengan posisi semi-fowler dapat
3) Anjurkan klien untuk menghindari menghilangkan tegangan abdomen
makanan yang dapat yang bertambah dengan posisi
meningkatkan kerja asam telentang
lambung. 3) dapat menghilangkan nyeri akut/hebat
4) Anjurkan klien untuk tetap dan menurunkan aktivitas peristaltik
mengatur waktu makannya. 4) mencegah terjadinya perih pada ulu
5) Observasi TTV hati/epigastrium
6) Diskusikan dan ajarkan teknik 5) sebagai indikator untuk melanjutkan
relaksasi intervensi berikutnya
7) Kolaborasi dengan pemberian obat 6) Mengurangi rasa nyeri atau dapat
analgesik terkontrol
7) Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah makan,
esofagitis dan anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu
Kriteria hasil: klien menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1) Pantau dan dokumentasikan dan 1) Untuk mengidentifikasi indikasi/
haluaran tiap jam secara adekuat perkembangan dari hasil yang
2) Timbang BB klien diharapkan
3) Berikan makanan sedikit tapi 2) Membantu menentukan
sering keseimbangan cairan yang tepat
4) Catat status nutrisi paasien: 3) Meminimalkan anoreksia, dan
turgor kulit, timbang berat mengurangi iritasi gaster
badan, integritas mukosa mulut, 4) Berguna dalam mendefinisikan
kemampuan menelan, adanya derajat masalah dan intervensi yang
bising usus, riwayat tepat Berguna dalam pengawasan
mual/rnuntah atau diare. kefektifan obat, kemajuan
5) Kaji pola diet klien yang penyembuhan.
disukai/tidak disukai. 5) Membantu intervensi kebutuhan yang
6) Monitor intake dan output spesifik, meningkatkan intake diet
secara periodik. klien.
7) Catat adanya anoreksia, mual, 6) Mengukur keefektifan nutrisi dan
muntah, dan tetapkan jika ada cairan.
hubungannya dengan 7) Dapat menentukan jenis diet dan
medikasi. Awasi frekuensi, mengidentifikasi pemecahan masalah
volume, konsistensi Buang Air untuk meningkatkan intake nutrisi.
Besar (BAB).

c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya mual,


muntah dan diare
Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu
untuk memperbaiki defisit cairan.
Kriteria hasil: klien mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan
cairan, dibuktikan stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
INTERVENSI RASIONAL
1) Awasi tekanan darah dan nadi, 1) Indikator keadekuatan volume
pengisian kapiler, status sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
membran mukosa, turgor kulit. 2) Klien tidak mengkomsumsi cairan
2) Awasi jumlah dan tipe masukan sama sekali mengakibatkan dehidrasi
cairan, ukur haluaran urine atau mengganti cairan untuk masukan
dengan akurat. kalori yang berdampak pada
3) Diskusikan strategi untuk keseimbangan elektrolit.
menghentikan muntah dan 3) Membantu klien menerima perasaan
penggunaan laksatif/diuretik. bahwa akibat muntah dan atau
4) Identifikasi rencana untuk penggunaan laksatif/diuretik
meningkatkan/mempertahankan mencegah kehilangan cairan lanjut.
keseimbangan cairan optimal 4) Melibatkan klien dalam rencana
misalnya : jadwal masukan untuk memperbaiki keseimbangan
cairan. untuk berhasil.
5) Berikan/awasi hiperalimentasi 5) Tindakan daruat untuk memperbaiki
IV ketidak seimbangan cairan elektroli
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: menunjukkan kemampuan beraktivitas
Kriteria hasil: klien menyatakan mampu menggerakkan tubuh
INTERVENSI RASIONAL
1) kaji kemampuan klien untuk melakukan 1) Untuk melakukan intervensi
aktivitas dan catat laporan kelelahan. selanjutnya
2) awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan 2) Untuk mengetahui kondisi
sebelum dan sesudah aktivitas. klien
3) beri bantuan dalam melakukan aktivitas 3) Menjaga keamanan klien, dan
menghemat energi klien
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2: Jakarta. EGC.

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, (Edisi III),
EGC, Jakarta.

Inayah Iin. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pencernaan,
Edisi Pertama: Jakarta. Salemba Medika.

Manjoer, A, et al. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3: Jakarta. Medika aeusculapeus.

Suryono Slamet, et al. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Edisi : Jakarta. FKUI.

Price & Wilson. 2011. Patofisiologi, Edisi 4: Jakarta. EGC.

Warpadji Sarwono, et al. 2010. Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. FKUI.

Anda mungkin juga menyukai