Anda di halaman 1dari 8

1.

reproduksi pria

a. Anatomi Wildan, Michela, Bang Redha

b. Embriologi Frederick, Irfan, Kak Desya

c. Histologi Nurani, Saskya, Dita

2. Sistem reproduksi wanita

a. Anatomi Trifosa, Shafira, Ghina

Sumber :

Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 8. Jakarta: EGC,2014


b. Embriologi Bang Redha, Dita, Wildan

c. Histologi Michela, Nurani, Saskya

3. Jelaskan tentang spermatogenesis! Irfan, Frederick, Trifosa

4. Jelaskan tentang oogenesis! Ghina, Shafira, Kak Desya

Dalam oogenesis terjadi langkah-langkah yang sama dalam replikasi kromosom


dan pembelahan seperti pada spermatogenesis, tetapi waktu dan hasil akhir sangat
berbeda. Spermatogenesis selesai dalam waktu dua bulan, sementara tahap-tahap
serupa dalam oogenesis memerlukan waktu antara 12 hingga 50 tahun untuk
menuntaskannya secara siklis dari awal pubertas hingga menopause. Seorang wanita
lahir dengan jumlah sel germinativum yang terbatas dan umumnya tidak dapat
diperbarui, sementara pria pascapubertas dapat menghasilkan ratusan juta sperma setiap
hari. Sel germinativum primordial yang belum berdiferensiasi di ovarium janin,
oogonia (sebanding dengan spermatogonia), membelah secara mitosis untuk
menghasilkan 6 juta hingga 7 juta oogonia pada bulan kelima gestasi, saat proliferasi
mitosis terhenti. Setiap oosit primer hanya menghasilkan satu ovum kaya sitoplasma
disertai tiga badan polar hampir tanpa sitoplasma yang ditakdirkan untuk
berdisintegrasi, sementara setiap spermatosit primer menghasilkan empat spermatozoa
yang memiliki kemampuan hidup sama.
Sumber :

Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 8. Jakarta: EGC,2014

5. Jelaskan tentang hormon-hormon yang berperan dalam sistem reproduksi! Saskya,


Wildan, Nurani

6. Menstruasi

a. Siklus Dita, Michela, Ghina

b. Faktor yang mempengaruhi Irfan, Shafira, Bang Redha

Berdasarkan studi biopsikososial, faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi


tidak hanya faktor biologis yaitu gangguan hormonal dan gaya hidup seperti
olahraga dan nutrisi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial
seperti hubungan dengan teman, keluarga, rekan kerja maupun sekolah serta faktor
psikologis termasuk kecemasan, depresi, dan stres.3Keterlambatan usia menarke
dan usia yang lebih muda juga merupakan faktor terjadinya siklus menstruasi yang
tidak teratur.

Sumber :
Manuaba, I. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC. 2009

Berbagai faktor dapat memengaruhi keseimbangan aksis sumbu hipotalamus-


hipofisis-ovarium-organ target perifer sehingga menyebabkan ketidakteraturan
menstruasi dan masalah fertilitas. Diantara masalah ini adalah kelaparan (contoh
masalahnya adalah anoreksia nervosa), stres, dan olahraga berat. (Untuk efek
olahraga pada siklus ini, lihat fitur penyerta dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada
Fisiologi Olahraga.)
Sumber :
Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 8. Jakarta: EGC,2014

c. Gangguan siklus menstruasi Frederick, Trifosa, Kak Desya

7. Proses fertilisasi Irfan, Ghina, Michela

8. Infertilisasi

a. Definisi Nurani, Trifosa, Bang Redha

b. Epidemiologi Shafira, Kak Desya, Dita

c. Etiologi Frederick, Wildan, Saskya

d. Klasifikasi Michela, Nurani, Shafira

1) Infertilitas primer

Klasifikasi infertilitas primer yaitu ketika seorang wanita yang telah


berkeluarga belum pernah mengalami kehamilan meskipun hubungan seksual
dilakukan secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu
paling kurang 12 bulan.

2) Infertilitas sekunder

Suatu keadaan dimana tidak terdapat kehamilan dalam waktu 1 tahun atau lebih
pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha berhubungan
seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah
hamil.

Sumber :
1. Purba IH. Kecemasan Pasangan Usia Subur Terhadap Infertilitas Sekunder di Dusun
XI Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2010. (KTI).Universitas
Sumatera Utara. Medan.2011.
2. Willem O, Ian C, Silke D,Gamal S,Paul D. Human Reproduction. J of Infertility and
the Provision of infertility medical Services in developing countries. 2008; 14(6): 605-
621.
e. Patofisiologi Ghina, Irfan, Trifosa

f. Manifestasi klinis Kak Desya, Dita, Wildan

g. Faktor risiko Saskya, Bang Redha, Frederick

h. Diagnosis Shafira, Ghina, Michela

i. Tata laksana Wildan, Saskya, Nurani

j. Edukasi Trifosa, Dita, Kak Desya

9. Jelaskan mengenai hubungan seksual pria dan wanita secara fisiologi! Irfan, Frederick,
Bang Redha

10. Hubungan merokok dengan perburukan kualitas sperma! Nurani, Trifosa, Saskya

11. Hubugan obesitas dengan penurunan hormon testosteron ! Frederick, Michela,


Shafira

Obesitas adalah ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi


yang keluar dalam jangka waktu yang lama. Obesitas terjadi akibat multi faktor seperti
gen, hormon, lingkungan, psikologi, aktivitas, asupan makanan, dan penyakit tertentu.1
Obesitas terjadi karena kelebihan simpanan energi dalam bentuk lemak didalam sel
adiposa.2 Lemak secara aktif memproduksi sejumlah hormon serta protein yang
memiliki efek local dan sistemik. Senyawa tersebut antara lain: leptin, angiotensin,
resistin, adiponektin, plasminogen-activator inhibitor I, sitokin, inter leukin-6 (IL-6)
dan Tumor Nekrosis Faktor Alpha (TNF-α).3 Sel adiposa berfungsi sebagai sel endokrin
yang melepaskan beberapa molekul berkaitan dengan obesitas, seperti adiponektin,
resistin dan Retinal Binding Protein-4 (RBP-4).4
Kadar adiponektin menurun pada penderita obesitas sedangkan kadar resistin
dan RBP-4 meningkat, yang mengakibatkan terganggunya homeostasis lemak,
terganggunya hormon testosteron, terjadinya sensitivitas insulin, terganggunya
pengontrolan gula darah, menyebabkan penyakit jantung dan terjadinya gangguan
psikososial. Testosteron (17-hydroxyandrost-4-en-3) adalah hormon androgen utama
dibentuk dari kolesterol yang diproduksi di testis, korteks adrenal dan jaringan perifer.
Testosteron disintesis terutama dalam sel leydig, sedangkan sel leydig diatur oleh
luteinizing hormone (LH). Jumlah testosterone disintesis diatur oleh sumbu
hipotalamus hipofisis testis. Ketika kadar testosteron rendah, gonadotropin - releasing
hormone (GnRH) dilepaskan oleh hipotalamus dan merangsang kelenjar hipofisis
anterior untuk melepaskan LH merangsang testis untuk mensintesis hormon
testosteron.5
Pada obesitas terjadi penurunan adiponektin tetapi peningkatan resistin dan
RBP-4, hal ini yang mengakibatkan terjadinya sel lemak yang berpengaruh terhadap
hormon testosteron.5 Pada pria yang obesitas terdapat lebih banyak sel lemak didalam
tubuhnya. Sel lemak ini melepaskan enzim aromatase yang memfasilitasi perubahan
testosterone menjadi estradiol. Aromatisasi dominan di jaringan perifer dari pada testis.
Testosteron dalam jumlah tertentu dikonversikan menjadi estradiol, dehidrotestosteron
dan etiocholanolone dalam batas normal. Testosteron mengalami aromatisasi menjadi
estrogen pada pria yang mempunyai lemak berlebihan dalam tubuh pria normal,
perbandingan antara testosteron dan estradiol adalah 50:1, makin bertambah berat
badan maka makin cepat penurunan hormon testosteron yang berubah menjadi
estradiol.
Sumber :

1. Hartono A. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2008.


2. Smeltzer, Suzanne C. Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC; 2006.
3. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2009.
4. Mustofa, S. Sindrom metabolik dan defisiensi testosteron, biosintesis testosteron dan
obesitas testosteron. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, 2010.
5. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC; 2012.

12. Hubungan siklus menstruasi tidak teratur dengan gangguan ovulasi ! Ghina, Bang
Redha, Wildan

13. Pemeriksaan penunjang pada kasus! Dita, Kak Desya, Irfan


14. Interpretasi data tambahan:

a. Oligoasthenoteratozoospermia. Kak Desya, Frederick, Wildan, Michela, Irfan

b. Polikistik pada kedua ovarium. Dita, Trifosa, Saskya, Shafira

Sindroma ovarium polikistik (SOPK) merupakan kumpulan gejala dan tanda


dari kelainan hiperandrogen serta anovulasi yang diakibatkan oleh gangguan sistem
endokrin. Kelainan ini dijumpai pada sekitar 20% perempuan umur reproduksi
tanpa disertai adanya penyakit primer pada kelenjar hipofisis atau kelenjar adrenal
yang mendasari ataupun sindroma cushing. Alasan yang paling sering menjadi
penyebab pasien dengan sindroma ini datang ke dokter ialah adanya gangguan pada
siklus menstruasi, infertilitas, dan masalah obesitas serta kelainan lainnya seperti
hirsutisme dan akne. Dengan berkembangnya teknologi, fokus penelitian untuk
mencari penyebab SOPK terus berubah, dari faktor ovarium, poros hipotalamus-
hipofisis-ovarium, hingga gangguan aktivitas insulin. Ketiga faktor ini saling
berinteraksi dalam mengatur fungsi ovarium. SOPK adalah sindroma klinis yang
hingga saat ini belum ada kriteria tunggal yang cukup untuk mendiagnosis penyakit
ini. Saat ini, kriteria diagnosis SOPK yang digunakan secara luas adalah kriteria
Rotterdam 2003.2 Kriteria Rotterdam :

1) Oligo atau anovulasi

2) Hiperandrogenisme, baik secara klinis maupun biokimiawi

3) Gambaran polikistik pada pemeriksaan ultrasonografi, adalah adanya 12


folikel atau lebih yang memiliki diameter 2-9 mm pada masing-masing
ovarium dan/ atau peningkatan volume ovarium ( > 10ml).

Untuk mendiagnosis SOPK dibutuhkan minimal 2 dari 3 kriteria tersebut dan tidak
ditemukan kelainan – kelainan endokrin lainnya, seperti Congenital andrenal
hyperplasia (CAH), hiperprolaktinemia, kelainan tiroid, ataupun tumor yang
menghasilkan hormon androgen.

Sumber :

1. Andon, H., dkk. Sindroma Ovarium Polikistik. Current Updates in Polycystic


Ovary Sindrome, Endometriosis, Adenomyosis. Andon, H., dkk. Sagung Seto,
Jakarta. P 1-52 3. 2013.
2. Richard, S.L., et al. Diagnosis and treatment of Polycystic Ovary Syndrome :
An Endocrine Society Clinical Practice Guideline. Clinical Guideline
Endocrine Society’s. 4. 2013

3. Fritz, M.A, Speroff, L. Chronic Anovulation and the Polycystic Ovary


Syndrome. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility 8th Edition.
Lippincott Williams & Wilkins. P 495-529. 2011.

Anda mungkin juga menyukai