Anda di halaman 1dari 11

a.

Deafness
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli
konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan
akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa
aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut
jantung. Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat
pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian
obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan
pendengaran berupa tuli sensorineural dan gangguan keseimbangan.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural
deafness) serta tuli campuran (mixed deafness). Pada tuli konduktif
terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau
penyakit di telinga luar atau di telinga tengah. Pada tuli sensorineural
(perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VIII
atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campuran disebabkan oleh
kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Tuli campuran dapat
merupakan satu penyakit, misalnya radang telinga tengah dengan
komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua penyakit yang
berlainan, misalnya tumor N. VIII (tuli saraf) dengan radang telinga
tengah (tuli konduktif). Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan.
Suara yang didengar dapat dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising.
 Bunyi (frekuensi 20 Hz - 18.000 Hz) merupakan frekuensi nada
murni yang dapat didengar oleh telinga normal.
 Nada murni (pure tone), hanya satu frekuensi, misalnya dari garpu
tala, piano.
 Bising (noise) dibedakan antara: NB (narrow band), terdiri atas
beberapa frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise),
yang terdiri dari banyak frekuensi.

18
2. Diagnosis Deafness
a. Anamnesis
- Riwayat perjalanan dengan pesawat atau menyelam
- Autofoni
- Rasa penuh di telinga
- Keluar cairan dari telinga
- Tinitus
- Vertigo
- Riwayat trauma kapitis
- Hipertensi
- Post infeksi virus
- Pernah / sedang berkerja di lingkungan bising ≥ 5 tahun
b. Pemeriksaan Fisik
- Tanda vital
- Tragus pain
- Telinga (inspeksi dan otoskopi) : sekret, tanda radang, bekas trauma,
membran timpani, pembengkakan atau nyeri postauricular
- Hidung
- Cavum oris
- Faring
- Sinus
- Limfonodi
- Leher
c. Pemeriksaan Penunjang
- Tes Garpu Tala
- Audiometri
- Jika terdapat sekret, kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopis,
kultur, dan tes resistensi.

1
2
GANGGUAN PENDENGARAN

YA
Sejak Kecil TIDAK

Delay Speech MUNCULNYA GANGGUAN

Mendadak Perlahan-lahan

Terdapat salah satu di bawah Terdapat salah satu di bawah


ini: ini: Nyeri
TIDAK
1. Tuli sensorineural dalam 1. Post-trauma capitis YA
keluarga 2. Infeksi postnatal
2. Kelainan kraniofasial, 3. Otitis media berulang 1. Riwayat perjalanan 1. Hipertensi
termasuk pinna dan liang atau menetap disertai dengan pesawat atau 2. Tinitus
telinga efusi telinga tengah menyelam 3. Vertigo
3. Infekasi intrauterin : minimal 3 bulan 2. Autofoni 4. Post-infeksi virus
TORCH 3. Rasa penuh di telinga
4. BBL < 1500 gr 4. Tinitus
5. Hiperbilirubinemia 5. Vertigo
dengan exchance DIDAPAT
Otoskopi normal
tranfussion
6. Apgar score 1” (0-4),
Otoskopi normal
5”(0-6)
1. Rinne test +
2. Weber test lateralisasi ke
BAROTRAUMA telinga yg lebih sehat
Otoskopi normal atau
3. Schwabach test memendek
dengan atresia liang telinga 4. PTA : T.S ringan -berat

KONGENITAL
SUDDEN DEAFNESS
18
BILATERAL UNILATERAL

TIDAK
YA Usia ≥ 65 th

Anamnesis : Anamnesis: Anamnesis:

1. Tidak diketahui kapan mulai 1. Pernah / sedang berkerja di 1. Penggunaan obat TB, hipertensi,
berkurang lingkungan bising ≥ 5 tahun antibiotik, atau antiinflamasi
2. Tinitus 2. Tinitus 2. Tinitus
3. Cocktail party deafness 3. Mampu memahami suara 3. Vertigo
4. Nyeri telingabila mendengar percakapan bila sumber suara
suara dengan intensitas tinggi berintensitas tinggi
5. Bicara dengan suara keras 4. Bicara dengan suara keras Pemeriksaan :

Otoskopik normal

Pemeriksaan : Pemeriksaan :

1. Otoskopik normal OTOTOKSISITAS


1. Otoskopik normal
2. Rinne +, Weber lateralisasi ke 2. Rinne +, Weber lateralisasi ke
telinga yg lebih sehat, telinga yg lebih sehat,
Schwabach memendek. Kesan : Schwabach memendek. Kesan :
TS TS
3. PTA : TS nada tinggi, bilateral 3. PTA : TS nada tinggi, bilateral
simetris simetris
4. Speech audiometry : gg. 4. Speech audiometry : gg.
Diskriminasi wicara + Diskriminasi wicara +

NIHL 16
PREBISKUSIS
TIDAK NYERI/ NYERI NYERI
MINIMAL

Anamnesis : Anamnesis : Anamnesis : Anamnesis : Anamnesis :

1. Rasa penuh di telinga Nyeri hebat pada telinga Nyeri hebat pada telinga Rasa penuh ditelinga 1. Demam, batuk, pilek
2. Kadang terasa sedikit 2. Rasa penuh ditelinga
gatal atau 3. Keluar cairan dari
mengganjal PF : PF : PF : telinga

1. NT tragus 1. Lesi vesikuler di 1. Penumpukan/


2. KGB membesar wajah dan sekitar deskuamasi epidermis PF :
dengan NT telinga di liang telinga 
1. Perforasi membran
3. Liang telinga sempit, 2. Paresis otot wajah gumpalan
hiperemis, udem, timpani
(bisa ada/tidak)
2. Membran timpani
furunkel.
hiperemis

SERUMEN

KERATOSIS OBTURANS

OTITIS EKSTERNA
HERPES ZOSTER OTIKUS / OTITIS MEDIA
RAMSAY HUNT 17
3. Diagnosis banding deafness
Kelainan telinga yang dapat menyebabkan tuli konduktif, atau tuli
sensorineural.
 Tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau
telinga tengah. Telinga luar menyebabkan tuli konduktif ialah atresia liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang
telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, osteoma liang
telinga. Kelainan telinga tengah ialah tuba katar/ sumbatan tuba eustachius,
otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan dislokasi
tulang pendengaran.
 Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
- Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh : aplasia (kongenital),
labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin,
garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu juga dapat
disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma
akustik, dan pajanan bising.
- Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh : neuroma akustik, tumor
sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak,
dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras dan usia lanjut akan
menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea.
Presbiakusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut.
Trauma kapitis, dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma,
sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss),
disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu
yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.

4. Penatalaksanaan deafness
Penatalaksanaan otalgia bergantung pada penyebabnya. Misalkan
penyebab deafness adalah adanya infeksi pada telinga tengah, yaitu :

18
a. Pada otitis eksterna difusa, pengobatannya adalah memasukkan tampon
antibiotika ke dalam liang telinga, supaya terjadi kontak yang baik antara
obat dengan kulit yang meradang.
b. Terapi otitis eksterna sirkumskripta tergantung pada keadaan furunkel.
Bila sudah menjadi abses, dilakukan aspirasi. Bila dinding furunkel tebal,
dilakukan insisi kemudian drainase. Secara lokal dapat diberikan
antibiotika dalam bentuk salep, seperti:
- polimiksin B (10.000 UI/g), atau
- basitrasin (500 UI/g).
c. Pada otitis ekterna maligna penatalaksanaannya adalah pemberian
antibiotika dosis tinggi terhadap pseudomonas selama enam minggu.
Antibiotika yang sering digunakan:
- Siprofloksasin. Merupakan golongan kuinolon. Tidak digunakan
untuk pasien usia < 18 tahun, tab scored 500 mg.
- Sefepim. Merupakan golongan sefalosporin generasi keempat.
Sediaan serbuk injeksi 1000 mg/vial.
- Gentamisin. Merupakan golongan aminoglikosida, terdapat sediaan
injeksi 10 mg/ml, 40 mg/ml, atau 80 mg/ml.
Bila perlu dilakukan debridement pada jaringan nekrotik di liang
telinga dan cavum timpani, yang terpenting gula darah harus di
kontrol.
d. Pada otitis media supuratif akut (OMA) pengobatannya tergantung
stadium penyakitnya.
- Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung (HCl efedrin 0,5%
untuk anak <12 tahun atau HCl efedrin 1% untuk dewasa) dan
pemberian antibiotika.
- Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik (terapi awal diberikan
golongan penisilin atau ampisilin agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis yang
terselubung gangguan pendengaran dan kekambuhan diberikan
selama 7 hari), obat tetes hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan
miringotomi.

19
- Pada stadium supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi.
- Pada stadium perforasi diberikan obat cuci telinga (H2O2 3% selama
3-5 hari) dan antibiotik adekuat biasanya dalam 7-10 hari perforasi
dapat menutup kembali.
e. Terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif dan medikamentosa. Bila
sekret keluar terus menerus diberi obat pencuci telinga, antibiotika dan
kortikosteroid. Bila sekret telah kering dapat dilakukan miringoplasti atau
timpanoplasti. Sedangkan prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah
pembedahan yaitu mastoidektomi.
f. Otitis media serosa akut penatalaksanaannya adalah pemberian
vasokontriktor lokal, antihistamin, perasat valsava bila tidak ada tanda-
tanda infeksi di jalan napas atas. Bila lebih dari 2 minggu gejala masih
menetap, maka dilakukan miringotomi dan bila masih belum sembuh
maka dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi.
g. Otitis media serosa kronik penatalaksanaannya adalah mengeluarkan
sekret dengan miringotomi dan memasang pipa ventilasi. Pada kasus awal
dapat diberi dekongestan. Bila medikamentosa tidak berhasil baru
dilakukan tindakan operasi. Bila terdapat tanda-tanda infeksi maka dapat
diterapi dengan antibiotika serta obat tetes telinga. Antibiotika yang
dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin, bila pasien alergi
terhadap golongan ampisilin dapat diberikan eritomisin.
h. Pengobatan barotrauma biasanya cukup dengan cara konservatif saja yaitu
memberikan dekongestan lokal atau dengan menggunakan perasaat
valsava selama tidak terjadi infeksi di jalan napas atas. Apabila cairan atau
cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai beberapa
minggu, maka dianjurkan untuk tindakan miringotomi dan bila perlu
memasang pipa ventilasi.
i. Infeksi jamur maka penatalaksanaannya adalah liang telinga dibersihkan
secara teratur. Dapat diberi larutan asam asetat 2-5 % dalam alkohol yang
diteteskan ke liang telinga, atau salep anti jamur seperti nistatin dan
klotrimazol. Pada stadium oklusi diberikan obat tetes hidung dan
pemberian antibiotika. Pada stadium hiperemis diberikan antibiotik, obat

20
tetes hidung, analgetik dan sebaiknya dilakukan miringotomi. Pada
stadium supuratif diberikan antibiotika dan miringotomi. Pada stadium
perforasi diberikan obat cuci telinga dan antibiotik adekuat.
Alat bantu dengar juga salah satu pilihan terapi untuk deafness. Alat
bantu dengar adalah perangkat elektronik kecil yang dikenakan di telinga yang
membuat suara lebih keras dan jelas, meskipun tidak akan mengembalikan
pendengaran sepenuhnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Arif M., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwik S. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi ketiga. Jakarta : Media Aesculapius.

Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B., Ratna D.R. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tengggorokan Kepala & Leher. Edisi keenam. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

22

Anda mungkin juga menyukai