Oleh :
Pembimbing :
dr. Hj. Nirwana Loddo, Sp.A
Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu
Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO 2014, kematian pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 berada pada
urutan ke-8 setelah India (174.000), Nigeria (121.000), Pakistan (71.000), DRC (48.000),
Ethiopia (35.000), China (33.000), Angola (26.000), dan Indonesia (22.000). Menurut
RISKESDAS 2018, prevalensi pneumonia anak naik dari 1,6% menjadi 2% (Kemenkes RI,
2018). Pneumonia di negara berkembang dipengaruhi oleh beberapa faktor intrinsik maupun
ekstrinsik. Berdasarkan penelitian Sarmia dan Suhartatik (2014), menyimpulkan bahwa
faktor dominan penyebab pneumonia berasal dari faktor intrinsik seperti status gizi, imunisasi
lengkap, dan riwayat BBLR dengan kejadian pneumonia pada balita.
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein,
karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk
karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau
kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya
terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya
perut (busung lapar).
WHO pada tahun 2014 telah membuat revisi klasifikasi dan tatalaksana untuk
pneumonia anak. Hal tersebut diikuti oleh keluarnya pedoman tatalaksana pneumonia balita
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2015. Begitu juga pada beberapa
guideline di beberapa Negara mengalami beberapa pembaharuan.
Oleh karena tingginya mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak, diharapkan
dengan pembuatan referat ini dapat mengetahui penanganan dan tatalaksana terbaru dengan
harapan angka mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak dapat menurun.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
B. Identitas Keluarga
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Sopir
Pendidikan terakhir : SD
Umur : 20 tahun
Pekerjaan : IRT
C. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Demam
Seorang anak perempuan umur 1,4 tahun masuk rumah sakit diantar oleh
orang tuanya dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Demam
yang dirasakan terus menerus sepanjang hari , menggigil (-) keringat (-) kejang (-).
Pasien juga batuk berdahak selama 2 hari. Beringus (+). Riw. Sesak (+) sebelum
4
MRS Pasien juga Lemas (+). Menurut ibu pasien, nafsu minum anak kurang. Bab
terakhir hari hari 1 hari yang lalu dan Bak lancar. Pasien minum susu formula sejak
usia 2 bulan.
Ibu pasien mengatakan pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya.
Ibu pasien mengatakan tidak ada dari keluarganya yang mengeluh keluhan
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pasien lahir secara normal
dengan berat badan lahir 2800 gram. Selama hamil ibu pasien sehat dan rutin untuk
Kesan gizi sampai saat ini kurang. Menurut keluarga pasien (ibu pasien) pola
minum pasien sehari – hari dirumah yaitu pasien minum susu formula dan sangat
bekerja sebagai sopir dan tingkat pendidikan sampai SD. Ibu sebagai ibu rumah
6. Status Imunisasi:
Belu
Imunis m Booster
1 2 3 4
asi Perna 18 bln – 2 thn
h
BCG + (1
5
bln)
Hep. B + (0 + (2 + (3 + (4 bln)
bln) bln) bln)
Polio + (1 + (2 + (3 + (4 bln)
bln) bln) bln)
DPT + (2 + (3 + (4
bln) bln) bln)
Campa + (9
k bln)
Hib -
PCV -
Rotavir -
us
Influen -
za
MMR -
Varisel -
a
Hep A -
Tifoid -
HPV -
D. Pemeriksaan Fisik
2. Tanda Vital:
6
RR : 59 x /menit
Suhu : 38,2oC
3. Status Generalis
Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normocephal
Bibir :
Mulut :
Thorax :
- Bentuk : Simetris
- Tasbeh : (-)
Jantung :
7
- PP : Ictus Cordis tidak tampak
Paru :
- PK : sonor / sonor
Abdomen :
- PR :
- PK : timpani
Tonus : normal
8
Reflex patologis : tidak ada
4. Status Gizi
Makanan
Makan biasa , anak jarang makan sebelumnya.
ASI
ASI mulai dari umur 0 hingga 2 bulan.
Antropometri
Berat badan: 6.5 kg
Panjang badan: 78 cm
BB/PB: < - 3SD atau < 70% (Gizi buruk)
E. Diagnosis Kerja
Bronkopneumonia
Gizi buruk
FOLLOW UP PASIEN
18.10 hari. Pasien juga batuk berdahak selama 2 Ambroxo; 3 x 1/3 cth
9
Selera minum : menurun
BAK : baik
RR: 26 x/menit
O T : 39 °C
Wajah : normocephal
Ronkhi (+/+).
Normal.
10
Selera makan : menurun 70mg/8jam/drips
20mg/12jam/iv
BB : 6,5 kg
PB : 78 cm
SG : gizi buruk
Wajah : normocephal
Ronkhi (+/+).
Normal.
11
Konsul gizi
Foto thorax
Usg abdomen
mg/8jam/iv
20mg/12jam/iv
RR: 44 x/menit
5. Ambroxo; syr
T : 36.5 °C 3x1/3 cth
PB : 78 cm
SG : gizi buruk
Wajah : normocephal
Ronkhi (+/+).
12
Retraksi dinding dada (-).
Normal
Bronkopneumonia
A
Gizi buruk
Prot : 70,6 – 5%
Karbo 81 – 25%
Lemak : -
O
13
Status metabolik : dalam batas normal
4.Inj.Gentamicin
O BB : 6.5 kg
PB : 78 cm
SG : gizi buruk
Wajah : normocephal
Ronkhi (+/+).
14
Retraksi dinding dada (-).
Normal
Bronkipneumonia
A
Gizi buruk
19/12/ S Demam (-), batuk (+), sesak (+) muntah 1. Susu formula
4. Folat 1x1
RR: 58 x/menit
T : 37,1 °C
BB : 6,5 kg
PB : 78 cm
SG : gizi buruk
15
Kepala : rambut tipis, dan tidak rontok,
Wajah : normocephal
Ronkhi (+/+).
Normal
Bronkopneumonia
A
Gizi buruk
20/12/ S Demam (-), batuk (+), sesak (+) muntah 1. Injeksi stop
3x1cth
RR: 30 x/menit
T : 36,3 °C
16
BB : 6.5 kg
O
PB : 78 cm
SG : gizi buruk
Wajah : normocephal
Ronkhi (+/+).
Normal
A Bronkopneumonia
Gizi buruk
Diagnosis Akhri :
Bronkopneumonia
Gizi buruk
17
Resume :
Pasien masuk RS Pelamonia dengan keluhan demam. Demam yang dirasakan sejak 2
hari yang lalu. Demam yang dirasakan terus menerus sepanjang hari. Pasien juga batuk
berdahak selama 2 hari. Beringus (+). Riw. Sesak(+) sebelum masuk Rumah Sakit Pasien
juga Lemas (+) Menurut ibu pasien, nafsu minum anak kurang. Bab terakhir 1 hari yang lalu
dan Bak lancar. Pasien minum susu formula sejak usia 2 bulan. Status gizi kurang , suhu ,
nadi , keadaan umum lemas , mulut kering (-) bunyi pernapasan bronkovesikuler, bunyi
tambahan Rh (+/+) Wh (-/-) , retraksi otot pernapasan (+) disertai pernapasan cuping hidung,
Pada pemeriksaan antropometri di dapatkan status gizi <-3 SD dengan berat badan :
6.5 kg , panjang badan : 78 cm , berdasarkan skala perhitungan Z-score. Penampilan anak
yang terlihat kurus, iga mengembang, dan perut cekung sesuai dengan gejala klinis dari gizi
kurang
Hasil pemeriksaan DR
18
PEMERIKSAAN FOTO THORAX
19
BAB III
DISKUSI
20
Pemeriksaan perkusi paru pada bronkopneumonia tidak ditemukan kelainan apa pun.
Pemeriksaan auskultasi pada bronkopneumonia ditemukan ronkhi. Ronkhi nyaring khas
ditemukan pada bronkopneumonia. Ronkhi terjadi akibat gelembung-gelembung udara
melewati sekret pada jalan napas atau jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka. Ronkhi
dideskripsikan sebagai bunyi non-musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang.
Ronkhi kasar maupun halus terjadi tergantung dari mekanisme terjadinya.6,7,8 Pada kasus,
dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kompos
mentis, GCS: E4V5M6, N: 128x/ menit, isi cukup, kuat angkat, P: 59x/ menit, S: 38,2ºC. BP:
Bronkhovesikuler, BT: Rhonki (+/+) basah halus , pernapasan cuping hidung (+) retraksi
otot pernapasan (+).
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya dibawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi
buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau
kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-keduanya (disebut marasmik-
kwashiorkor). Pada anak kwashiorkor akan tampak seperti anak yang gemuk (sugar
baby),wajah membulat dan sembab, pandangan mata anak sayu, terdapat bercak merah muda
yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas, rambut tipis kemerahan
seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut. Sedangkan pada anak marasmus akan
tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-otot (wasting), tinggal
tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, Iga gambang dan perut cekung, otot paha
mengendor (baggy pant), cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa
21
lapar.3 Pada pasien didapatkan iga gambang (+), wasting (+) dan anak sering cengeng dan
rewel.
Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak
langsung. Adapun penilaian secara langsung dibagi menjadi empat penilaian adalah
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak
langsung terbagi atas tiga adalah survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. 3
Pada kasus penilaian status pasien menggunakan antropometri, data diinterpretasikan dengan
menggunakan grafik Z-score. Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB)
menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Pasien dengan BB
6.5 kg dan PB 78 cm, maka didapatkan BB/PB: < - 3SD atau 70% (Gizi buruk).
Secara garis besar penyebab gizi buruk karena asupan makanan yang kurang atau
anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup
mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang
gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait
dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi
malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga
memudahkan terjadinya infeksi. Infeksi yang berat dan lama dapat menyebabkan marasmus,
terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis
dan sifilis kongenital.3Jadi, pada kasus ditemukan adanya hubungan antara
bronkhopneumonia dan gizi buruk.
Pasien dengan gizi buruk diberikan tatalaksana khusus, yaitu Tatalaksana dengan
rekomendasi WHO yang memiliki 10 langkah penatalaksanaan, terdiri atas fase stabilisasi,
transisi, dan fase rehabilitasi.8
22
Tabel 2. Kebutuhan energi, protein dan cairan sesuai fase-fase tata laksana gizi buruk.8
Suplementasi yang diberikan pada langkah pasien gizi buruk adalah vitamin A yang
digunakan sebagai pencegahan defisiensi zat mikro. Pada pasien yang berusia < 6 bulan
dapat diberikan vitamin A dengan dosis 50.000 IU (1/2 kapsul biru), 6-12 bulan 100.000 IU
(1 kapsul biru), dan 1-5 tahun 200.000 IU (1 kapsul merah).8 Pada kasus, pasien diberikan
vitamin A dengan dosis 6000 IU (1x1).
23
Cefotaxime adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang mempunyai
khasiat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel
bakteri. Cefotaxime sangat stabil terhadap hidrolisis beta laktamase, maka Cefotaxime
digunakan sebagai alternatif lini pertama pada bakteri yang resisten terhadap Penisilin.
Cefotaxime memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas terhadap organisme gram positif dan
gram negatif.10
Terapi simptomatik pada bronkopneumonia yaitu, jika keluhan batuk yang menyertai
sesak napas saat pasien datang dapat diberikan obat batuk dari golongan mukolitik, dan
ekspektoran.10 Pada kasus, pasien diberikan obat batuk yaitu Ambroxol 3x1/3 cth. Pemberian
antipiretik seperti Paracetamol dengan dosis 70mg per 8 jam terhadap keluhan demamnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjanis. Pneumonia. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Rahajoe Nastiti, Supriyatno
Bambang, Setyanto DB, editors. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008. hal. 350-365.
2. Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta:
Kemenkes RI; 2010.
3. Krisnansari Diah. Nutrisi dan gizi buruk. Mandala of Health. 2010 Januari; 4(1): 60-68.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3.
Jakarta: Infomedika Jakarta; 1995.hal.1228-1235.
5. Administrated by the Alberta Medical Association. Guideline For The Diagnosis and
Management Of Community Acquired Pneumonia: Pediatrics.[online] 2002.[cited on
2015 March 7]; [screens]. Available from: HYPERLINK
6. Fadhila A. Penegakan diagnosis dan penetalaksanaan bronkopneumonia pada pasien bayi
laki-laki berusia 6 bulan (laporan kasus). Medula. 2013 October; 1(2): 1-10.
7. Anggraini Octaria, Rahmanoe Murdoyo. Bayi usia 3 bulan dengan bronkopneumonia.
Medula. Maret 2014; 2 (3): 66-72.
8. World Health Organization (WHO). Gizi Buruk. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Anak di Rumah Sakit. Tim editor Indonesia, editors. Jakarta: World Health Organization
Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2009. hal. 83-
93.
9. Kalew Robby. Bronkopneumonia. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
SMF Bagian Ilmu kesehatan Anak FK UNPATTI RSUD M.Haulussy. Ambon: 2014.hal.
43-45.
10. Anggraini Octaria, Rahmanoe Murdoyo. Bayi usia 3 bulan dengan bronkopneumonia.
Medula. Maret 2014; 2 (3): 66-72.
25