Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia


tidak secara tiba-tiba manjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada
saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia
merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir. Dimana seseorang mengalami
kemunduran fisik, mental dan sosial scara bertahap (Lilik Ma’rifatul azizah,
2011).
Penduduk Lanjut Usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan
anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan
peningkatan usia harapan hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia baru
berjumlah 7,7 juta jiwa atau 5,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Pada
tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 11,3 juta orang
atau 8,9 persen. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta
jiwa pada tahun 2000 atau 7,2 persen dari seluruh penduduk. Dan
diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 29 juta orang atau 11,4 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia meningkat secara
konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup penduduk Indonesia
berdasarkan data Biro Pusat Statistik pada tahun 1968 adalah 45,7 tahun,
pada tahun 1980 : 55.30 tahun, pada tahun 1985 : 58,19 tahun, pada tahun
1990 : 61,12 tahun, dan tahun 1995 : 60,05 tahun serta tahun 2000 : 64.05
tahun (BPS.2000)
Dengan makin meningkatnya harapan hidup penduduk Indonesia,
maka dapat diperkirakan bahwa insidensi penyakit degeneratif akan
meningkat pula. Salah satu penyakit degeneratif yang mempunyai tingkat
morbiditas dan mortalitas tinggi adalah hipertensi. Hipertensi pada usia lanjut
menjadi lebih penting lagi mengingat bahwa patogenesis, perjalanan

1
penyakit dan penatalaksanaannya tidak seluruhnya sama dengan hipertensi
pada usia dewasa muda. Pada umumnya tekanan darah akan bertambah
tinggi dengan bertambahnya usia pasien, dimana tekanan darah diastolik
akan sedikit menurun sedangkan tekanan sistolik akan terus meningkat.
Penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular mengalami
peningkatan resiko penyebab kematian, dimana pada tahun 1990, kematian
penyakit tidak menular 48 % dari seluruh kematian di dunia, sedangkan
kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal dan
stroke sebanyak 43% dari seluruh kamatian di dunia dan meningkat pada
tahun 2000 kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64 % dari seluruh
kematian dimana 60% disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, stroke dan gagal ginjal. Pada tahun 2020, diperkirakan kematian
akibat penyakit tidak menular sebesar 73% dari seluruh kematian di dunia
dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit jantung dan pembuluh darah, gagal
ginjal dan stroke, dimana faktor resiko utama penyakit tersebut adalah
hipertensi. (Zamhir, 2006).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian
dan kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer
karena hipertensi merupakan pembunuh tersembunyi karena disamping
karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di masa yang
akan datang, juga karena tingkat keganasannya yang tinggi berupa
kecacatan permanen dan kematian mendadak. Sehingga kehadiran
hipertensi pada kelompok dewasa muda akan sangat membebani
perekonomian keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan
membutuhkan waktu yang panjang, bahkan seumur hidup. (Bahrianwar,
2009)
Di Indonesia dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
1995, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8.3% (pengkuran standart
WHO yaitu pada batas tekanan darah normal 160/90 mmHg). Pada tahun
2000 prevalensi penderita hipertensi di indonesia mencapai 21%
(pengukuran standart Depkes yaitu pada batas tekanan darah normal 139 /
89 mmHg). Selanjutnya akan diestimasi akan meningkat menjadi 37 % pada
tahun 2015 dan menjadi 42 % pada tahun 2025. (Zamhir, 2006).

2
Penyebab hipertensi tidak diketahui pada sekitar 95 % kasus. Bentuk
hipertensi idiopatik disebut hipertensi primer atau esensial. Patogenesis pasti
tampaknya sangat kompleks dengan interaksi dari berbagai variabel,
mungkin pula ada predisposisi genetik. Mekanisme lain yang dikemukakan
mencakup perubahan – perubahan berikut: (1). Eksresi natrium dan air oleh
ginjal, (2). Kepekaan baroreseptor, (3). Respon vesikuler, dan (4). Sekresi
renin. Sedangkan 5% penyakit hipertensi terjadi sekunder akibat proses
penyakit lain seperti penyakit parenkhim ginjal atau aldosterronisme primer
(Prince, 2005).
Beberapa organisasi dunia dan regional telah memproduksi, bahkan
memperbaharui pedoman penanggulangan hipertensi. Dari berbagai strategi
dapat disimpulkan bahwa penanggulangan hipertensi melibatkan banyak
disiplin ilmu. Kunci pencegahan atau penanggulangan perorangan adalah
gaya hidup sehat. Masyarakat juga perlu tahu risiko hipertensi agar dapat
saling mendukung untuk mencegah atau menanggulangi agar tidak
menyebabkan peningkatan yang signifikan sampai mencegah terjadinya
komplikasi. (Bahrianwar,2009).
Di Indonesia, Pemerintah bersama Departemen Kesehatan RI
memberi apresiasi dan perhatian serius dalam pengendalian penyakit
Hipertensi. Sejak tahun 2006 Departemen Kesehatan RI melalui Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang bertugas untuk melaksanakan
pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi dan
penyakit degenaritaif linnya, serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera.
(Depkes, 2007).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan
beberapa langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan Juknis
pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi;
melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan
kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific);
mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian
hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain
dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi; memperkuat
logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan surveilans epidemiologi

3
dan sistem informasi pengendalian hipertensi; melaksanakan monitoring dan
evaluasi; dan mengembangkan sistem pembiayaan pengendalian hipertensi.
(Depkes, 2007).
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan
komplikasi, pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang
tersebut perlu mendapatkan perhatian oleh karena berhubungan erat dengan
penatalaksanaan secara keseluruhan. Dahulu hipertensi pada lanjut usia
dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap berbahaya untuk
diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang menunjukkan
turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya oleh
perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari
penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada
lanjut usia menunjukan bahwa hipertensi pada lansia merupakan risiko yang
paling penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan penyakit
ginjal. Banyak data akhir-akhir ini menunjukan bahwa pengobatan hipertensi
pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas. Berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis akan membahas lebih lanjut hipertensi
pada lansia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hipertensi pada lansia?
2. Apa saja klasifikasi hipertensi pada lansia?
3. Bagaimana etiologi hipertensi pada lansia?
4. Bagaimana patofisiologi hipertensi pada lansia?
5. Bagaimana manifestasi hipertensi pada lansia?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia?
7. Apa saja komplikasi hipertensi pada lansia?
8. Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memahami lebih jauh tentang penyakit hipertensi pada lansia.
b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian hipertensi pada lansia.

4
2. Mengetahui klasifikasi hipertensi pada lansia.
3. Mengetahui etiologi hipertensi pada lansia.
4. Mengetahui patofisiologi hipertensi pada lansia.
5. Mengetahui Manifestasi Klinis hipertensi pada lansia.
6. Mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi pada lansia.
7. Mengetahui komplikasi hipertensi pada lansia.
8. Mengetahui penatalaksanaan hipertensi pada lansia.
9. Mengetahui Asuhan Keperawatan hipertensi pada lansia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Jantung

5
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang
intercostalis kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
Atas : pembuluh darah besar
Bawah : diafragma
Setiap sisi : paru-paru
Belakang : aorta desendens, esophagus, columna vertebralis-
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung
oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk
mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya
kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk
reoksigenasi (Black, 1997)

2. Arteri

Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah
yang terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk
organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur
jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).

3. Arteriol

Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi
diameter pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada
jaringan/organ berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah
akan meningkat.

4. Pembuluh darah utama dan kapiler

Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan


langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah
kecil yang membuka pembuluh darah utama.\

6
5. Sinusoid

Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid


tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi
dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid,
darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak
terjadi melalui ruang jaringan.

6. Vena dan venul

Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk
oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan
secara sempurna satu sama lain.(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal
110)

B. Definisi
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan
diastolik. Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan
mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik
90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer,2001).Menurut WHO (
1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Pada Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Brunner &
Suddarth, 1996)

C. Klasifikasi Hipertensi Lansia


Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :
1. Hipertensi primer atau esensial

7
Penyebab pasti masih belum diketahui. Jenis ini adalah yang terbanyak,
yaitu sekitar 90-95% dari seluruh pasien hipertensi. Riwayat
keluarga,obesitas,diit tinggi natrium,lemak jenuh dan penuaan adalah
faktor pendukung. Walaupun faktor genetik sepertinya sangat
berhubungan dengan hipertensi primer, tapi mekanisme pastinya masih
belum diketahui.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder akibat penyakit ginjal atau penyebab yang
terindentifikasi lainya. Hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti
hipertensi renovaskuler, feokromositoma, sindrom cushing,
aldosteronisme primer, dan obat-obatan, yaitu sekitar 2-10% dari seluruh
pasien hipertensi.

Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan Pedoman Joint National Committee 7

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100

Berdasarkan klasifikasi dari JNC-VI maka hipertensi pada usia lanjut dapat
dibedakan:
 Hipertensi sistolik saja (Isolated systolic hypertension), terdapat pada
6-12% penderita di atas usia 60th, terutama pada wanita. Insioden
meningkat seiring bertambahnya umur.
 Hipertensi diastolic saja (Diastolic hypertension), terdapat antara 12-
14% penderita di atas usia 60th, terutama pada pria. Insidensi
menurun seiring bertambahnya umur.
 Hipertensi sistolik-diastolik: terdapat pada 6-8% penderita usia di atas
60th, lebih banyak pada wanita. Menningkat dengan bertambahnya
umur.

D. Etiologi

8
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada Elastisitas dinding aorta menurun, Katub jantung
menebal dan menjadi kaku, Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya., Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, dan
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Dengan perubahan
fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain meliputi diabetes ras
riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti obesitas asupan
garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.
Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat
dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik
kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin
pria atau wanita pasca menopause.
1. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan
wanita.Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam
mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan
estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai
terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.

9
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita
hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih
banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda.
Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55 tahun,
sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering
dikaitkan dengan perubahan hormon setelah menopause.
2. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,
jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah
yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada
usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada
usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat
yang diberikan harus benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan
kasus , hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. hipertensi sering
terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause.
Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan
dengan usia ini adalah produk samping dari keausan
arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat
dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri
ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya
penyesuaian diri.
3. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium Individu dengan
orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.

10
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:
1. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori
mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya
aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat
memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia dapat memicu
timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh
darah, hipertensi. Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko
relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal.
Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat
badan lebih.

2. Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk
hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa
apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat
karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas fisik menaikan
risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk
menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung
mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka
harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras
dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan
yang mendesak arteri.

3. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna
dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.

11
4. Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan
adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6
gram garam) perhari. Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi.

5. Minum alcohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak
jantung dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah.
Kebiasaan minum alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor
resiko hipertensi.
6. Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir
tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah
secara intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal
ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat
perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini
(2009) mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi

12
aktivitas saraf simpatis. Adapun stres ini dapat berhubungan
dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik
personal.

E. Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada
kasus berat dapat ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus).
Menurut Price, gejala hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang,
kaku kuduk, sulit tidur, gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas,
sesak nafas, berkeringat dan pusing (Price, 2005). Gejala-gejala penyakit
yang biasa terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang
dengan tekanan darah yang normal hipertensi yaitu sakit kepala, gelisah,
jantung berdebar, perdarahan hidung, sulit tidur, sesak nafas, cepat marah,
telinga berdenging, tekuk terasa berat, berdebar dan sering kencing di
malam hari. Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai
meliputi gangguan penglihatan, saraf, jantung, fungsi ginjal dan gangguan
serebral (otak) yang mengakibatkan kejang dan pendarahan pembuluh darah
otak yang mengakibatkan kelumpuhan dan gangguan kesadaran hingga
koma (Cahyono, 2008).
Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul
setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun adalah nyeri kepala saat
terjaga, kadang kadang disertai mual dan muntah yang disebabkan
peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin, 2005).
Seperti penyakit degeneratif pada lanjut usia lainnya, hipertensi
sering tidak memberikan gejala apapun atau gejala yang timbul tersamar
(insidious) atau tersembunyi (occult). Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi
klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit
kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah,
Epistaksis, Kesadaran menurun

F. Patofisiologi Hipertensi

13
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

14
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang
diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan
darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi
pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya
perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu
juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi
natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah.
Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ-organ seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 1996 ).

G. Komplikasi
Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke,
infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy-
included hypertension (PIH) (Corwin, 2005).

1. Stroke

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,


lebih dari 24 jam yang berasal dari gangguan aliran darah otak dan
bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah. Stroke dengan defisit
neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau
perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh
darah yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian
otak yang mengalami oklusi (Hacke, 2003). Stroke dapat timbul akibat
pendarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas dari
pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang

15
diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis
dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya
anurisma (Corwin, 2005).

2. Infark miokardium

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik


tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh
tersebut. Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga,
hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran
listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan
peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).

3. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang


progresif dan irreversible dari berbagai penyebab, salah satunya pada
bagian yang menuju ke kardiovaskular. Mekanisme terjadinya hipertensi
pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau
sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995). Menurut Arief
mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian
gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami
hipertensi (Mansjoer, 2001).

4. Ensefalopati (kerusakan otak)

Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi


maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi
pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian,
kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak.
Keterikatan antara kerusakan otak dengan hipertensi, bahwa hipertensi

16
berisiko 4 kali terhadap kerusakan otak dibandingkan dengan orang yang
tidak menderita hipertensi (Corwin, 2005).

H. Penatalaksanaan Medis

1. Pengendalian faktor risiko

Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling


berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor
risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :

a. Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan

Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi


hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan,
pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat
badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus
dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes, 2006b).
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai
kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolestrol mempunyai
risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2009).

b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh

Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan


makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok
teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006b).

c. Ciptakan keadaan rileks

Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat


mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah
(Depkes, 2006b).

d. Melakukan olahraga teratur

17
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat
menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang
akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006b).

e. Berhenti merokok

Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga


dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin
dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke
dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah
arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan peningkatan
tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri.

f. Mengurangi konsumsi alcohol

Hindari komsumsi alkohol berlebihan Laki-laki : Tidak lebih dari 2


gelas per hari . Wanita : Tidak lebih dari 1 gelas per hari

2. Terapi Farmakologi

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan


angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara
seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup
penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa
kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya
mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi.
Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan
penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa
prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut :

a. Pengobatan hipertensi sekunder adalah menghilangkan penyebab


hipertensi.

18
b. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan
tekanan darah dengan harapan memperpanjang umur dan
mengurang timbulnya komplikasi.

c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan


obat antihipertensi.

d. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan


pengobatan seumur hidup..

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim
digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik, penyekat
reseptor beta adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting
enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin
Receptor Blocker, ARB) dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat
reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak dimasukkan dalam kelompok
obat lini pertama. Sedangkan pada JNC sebelumnya termasuk lini
pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini
kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan
vasodilator (Nafrialdi, 2009).

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi


( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND
TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 )
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada
pada penderita.Pengobatannya meliputi :

1) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE
inhibitor
2) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat pilihan
pertama. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika ,

19
beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator

3) Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-
3 jenis lain
4) Step 4
Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan
terapi. Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan
interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas
kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan.

3. Diit Hipertensi

Perbedaan Diit Dengan Makanan Biasa

a. konsumsi lemak dibatasi

b. konsumsi Cholesterol dibatasi

c. konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese

d. Makanan yang boleh dikonsumsi

1) Sumber kalori
Beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-tepungan,
gula.

2) Sumber protein hewan.

Daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang lebih 50 gram


perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak satu butir
sehari, susu tanpa lemak.

3) Sumber protein nabati

20
Kacang-kacangan kering seperti tahu,tempe,oncom.

4) Sumber lemak

Santan kelapa encer dalam jumlah terbatas.

5) Sayuran

Sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti


bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu
siam, oyong, wortel.

6) Buah-buahan

Semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam


jumlah terbatas.

7) Bumbu

Pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang


putih, garam tidak lebih 15 gram perhari.

8) Minuman

Teh encer, coklat encer, juice buah.

e. Makanan Yang Tidak Boleh Dikonsumsi

1) Makanan yang banyak mengandung garam

- Biscuit,krakers,cake dan kue lain yang dimasak


dengan garam dapur atau soda.

- Dendeng, abon,cornet beaf,daging asap,ham, ikan


asin,ikan pindang, sarden ikan teri, telur asin.

- Keju, margarine dan mentega.

2) Makanan yang banyak mengandung kolesterol

21
Makanan dari hewan seperti otak,ginjal,hati,limfadan
jantung.

3) Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh

- Lemak hewan : sapi,babi,kambing,susu


jenuh,cream, keju, mentega.

- Kelapa, minyak kelapa,margarine,alpokat.

- Makanan yang banyak menimbulkan gas: Kool,


sawi, lobak, dll

4. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara
sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks
c. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin / hematocrit

22
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.

b. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal


c. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
d. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab)
atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya
pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g. Pemeriksaan tiroid.
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).
i. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes.
j. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
k. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
m. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.

23
n. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
o. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
J. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian secara Umum
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama,
Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental,
Suku, Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Riwayat atau adanya factor resiko
Riwayat garis keluarga tentang hipertensi, Penggunaan obat yang
memicu hipertensi.
3. Aktivitas / istirahat
Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton. Frekuensi
jantung meningkat, Perubahan irama jantung ,Takipnea
4. Integritas ego
Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau
marah kronik. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan
yang berkaitan dengan pekerjaan).
5. Makanan dan cairan
Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi
kalori.
6. Nyeri atau ketidak nyamanan
Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung), Nyeri hilang
timbul pada tungkai, Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah
terjadi sebelumnya dan Nyeri abdomen.

b. Pengkajian Persistem
1. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.

24
2. Eleminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.
3. Neurosensori
Keluhan pusing. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4. Pernapasan
Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja, Takipnea, ortopnea,
dispnea noroktunal paroksimal., Batuk dengan/tanpa pembentukan
sputum. Riwayat merokok

c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan


dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung
yang tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau
keterbatasan kognitif

d. Intervensi Keperawatan

No DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


1 Gangguan Tujuan: Intervensi :
rasa nyaman Menghilangkan  Pertahankan  Meminimalka
nyeri b.d rasa nyeri tirah baring n stimulasi
peningkatan Kriteria hasil : selama fase dan
tekanan intra  Melaporkan akut. meningkatkan
kranial ketidakyam relaksasi.
anan hilang

25
atau  Berikan  Tindakan yang
terkontrol. tindakan menurunkan
 Mengikuti
nonfarmakologi tekanan
regimen
untuk vaskuler
farmakologi
menghilangkan serebral,efektif
yang
sakit kepala, dalam
diresepkan.
misalnya menghilangkan
kompres dingin sakit kepala
pada dahi, pijat dan
punggung dan komplikasinya.
leher.

 Aktifitas yang
 Hilangkan/
meningkatkan
minimalkan
vasokontraksi
aktifitas
menyebabkan
vasokontraksi
sakit kepala
yang dapat
pada adanya
meningkatkan
peningkatan
sakit kepala,
vaskuler
misalnya batuk
serebral.
panjang,
mengejan saat
BAB.
 Meminimalka

 Bantu pasien n

dalam penggunaan

ambulasi oksigen dan

sesuai aktivitas yang

kebutuhan. berlebihan
yang
memperberat
kondisi klien.

26
 Kolaborasi
 Analgetik
dengan dokter
menurunkan
dalam
nyeri dan
pemberian
menurunkan
obat analgetik,
rangsangan
anti ansietas,
saraf
diazepam dll.
simpatis.

2 pemenuhan Tujuan: kebutuhan Intervensi:


kebutuhan nutrisi terpenuhi  Bicarakan  Kesalahan
nutrisi kurang pentingnya kebiasaan
dari kebutuhan Kriteria hasil: menurunkan makan
tubuh b.d  Klien masukan menunjang
intake nutrisi menunjukk lemak, garam terjadinya
inadekuat an dan gula atero
peningkata sesuai indikasi. sklerosis,
n berat kelebihan
badan masukan
 Menunjukk garam
an perilaku memperbany
meningkatk ak volume
an atau cairan intra
mempertah vaskuler dan
ankan berat dapat
badan ideal merusak
ginjal yang
lebih
memperburuk
hipertensi.
 Kaji ulang
masukan kalori  Mengidentifik
harian dan asi

27
pilihan diet. kekuatan/kele
mahan dalam
program diit
terakhir.
 Dorong klien
untuk  Memberikan
mempertahank data dasar
an masukan tentang
makanan keadekuatan
harian nutrisi yang
termasuk dimakan dan
kapan dan kondisi emosi
dimanamakan saat makan,
dilakukan, membantu
lingkungan dan untuk
perasaan memfokuskan
sekitar saat perhatian
makanan pada factor
dimakan. mana pasien
telah/dapat
mengontrol
 Intruksikan dan perubahan.
bantu memilih
makanan yang
 Menghindari
tepat, hindari
makanan
makanan
tinggi lemak
dengan
jenuh dan
kejenuhan
kolesterol
lemak tinggi
penting dalam
(mentega,
mencegah
keju, telur, es
perkembanga
krim, daging
n atero
dll) dan
genesis.

28
kolesterol
(daging
berlemak,
kuning telur,
produk
kalengan,
jeroan).

 Kolaborasi
dengan ahli
 Memberikan
gizi sesuai
konseling dan
indikasi.
bantuan
dengan
memenuhi
kebutuhan
diet individual

3 Intoleransi Tujuan : tidak Intervensi :


aktifitas b.d terjadi Intoleransi  Kaji toleransi  Parameter
kelemahan aktifitas. pasien menunjukan
umum. terhadap respon
Kriteria Hasil : aktivitas fisiologis
 Klien dapat dengan pasien
berpartisipa menggunkan terhadap
si dalam parameter : stress,
aktivitas frekwensi nadi aktivitas dan
yang di 20x/menit indikator
inginkan diatas derajat
atau frekwensi pengaruh
diperlukan istirahat, catat kelebihan
 Melaporkan
peningkatan kerja jantung.
peningkata TD, dipsnea,
n dalam atau nyeri

29
toleransi dada,
aktivitas kelelahan berat
yang dapat dan
diukur. kelemahan,
berkeringat,
pusing atau
pingsan.  Stabilitas
fisiologis pada
 Kaji kesiapan istirahat
untuk penting untuk
meningkatkan memajukan
aktivitas tingkat
contoh : aktivitas
penurunan individual.
kelemahan/kel
elahan, TD
stabil,
frekwensi nadi,
peningkatan
perhatian pada
aktivitas dan
perawatan diri.  Konsumsi
oksigen
 Dorong
miokardia
memajukan
selama
aktivitas/tolera
berbagai
nsi perawatan
aktivitas
diri.
dapat
meningkatkan
jumlah
oksigen yang
ada.
Kemajuan

30
aktivitas
bertahap
mencegah
peningkatan
tiba-tiba pada
kerja jantung.

 Berikan  Teknik
bantuan sesuai penghematan
kebutuhan dan energi
anjurkan menurunkan
penggunaan penggunaan
kursi mandi, energi dan
menyikat sehingga
gigi/rambut membantu
dengan duduk keseimbanga
dan n suplai dan
sebagainya. kebutuhan
oksigen.

 Dorong pasien  Jadwal


untuk meningkatkan
berpartisipasi toleransi
dalam memilih terhadap
periode kemajuan
aktivitas. aktivitas dan
mencegah
kelemahan.

4 Resiko tinggi Tujuan : Tidak Intervensi:


penurunan terjadi penurunan  Observasi  Perbandingan
curah jantung curah jantung tekanan darah. dari tekanan

31
berhubungan darah
dengan Kriteria Hasil : memberikan
vasokontriksi  Klien gambaran
pembuluh berpartisipa yang lebih
darah. si dalam lengkap
aktivitas tentang
yang keterlibatan
menurunka vaskuler.
n tekanan
darah/beba  Catat  Denyutan
n kerja keberadaan, karotis,
jantung kualitas jugularis,
 Mempertah denyutan radialis dan
ankan TD sentral dan femoralis
dalam perifer mungkin
rentang teramati saat
individu palpasi.
yang dapat Denyut pada
diterima, tungkai
 Memperliha
mungkin
tkan normal
menurun,
dan
mencerminka
frekwensi
n efek dari
jantung
vasokontriksi
stabil dalam
dan kongesti
rentang
vena.
normal
pasien.
 Auskultasi  ICS4 umum
tonus jantung terdengar
dan bunyi pada pasien
napas. hipertensi
berat karena
adanya

32
hipertropi
atrium,
perkembanga
n ICS3
menunjukan
hipertropi
ventrikel dan
kerusakan
fungsi,
adanya
krakels,
mengidapat
 Amati warna mengindikasik
kulit, an kongesti
kelembaban, paru
suhu, dan sekunder
masa terhadap
pengisian terjadinya
kapiler. atau gagal
jantung
kronik.

 Adanya
pucat, dingin,
 Berikan
kulit lembab
lingkungan dan masa
yang nyaman, pengisian
tenang, kapiler lambat
kurangi mencerminka
aktivitas atau n
keributan dekompensas
ligkungan, i/penurunan
batasi jumlah curah jantung.
pengunjung

33
dan lamanya  Membantu
tinggal. untuk
menurunkan
 Anjurkan teknik rangsangan
relaksasi, simpatis,
panduan meningkatkan
imajinasi dan relaksasi.
distraksi.

 Kolaborasi
dengan dokter  Dapat
dalam menurunkan
pembrian rangsangan
terapi anti yang
hipertensi dan menimbulkan
diuretik. stress,
membuat efek
tenang,sehing
ga akan
menurunkan
tekanan
darah.

 Menurunkan
tekanan
darah.

34
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian
hipertensi pada populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan
darah sudah terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
usia lanjut. Salah satu karakteristik hipertensi pada usia lanjut adalah
terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid) dan komplikasi
organ target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal,
gangguan pada sistem saraf pusat dan mata. Dengan menurunkan
tekanan darah sampai target 140/90 mmHg dapat menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia
lanjut harus juga memperhatikan kedua hal tersebut di atas.
Penatalaksanaan hipertensi pada lansia tidak berbeda dengan
penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola
hidup dan pengobatan anti hipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan
obat-obat anti hipertensi telah beredar di pasaran. Pemakaian
berbagai obat tersebut bisa disesuaikan dengan penyakit komorbid
yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.
B. Saran
Proses penuaan yang dialami dapat menimbulkan berbagai
masalah fisik, psikis dan sosial bagi pasien dan keluarga. Oleh
karena itu perawat sebaiknya meningkatkan pendekatan-pendekatan
melalui komunikasi terapeutik, sehingga akan tercipta lingkungan
yang nyaman dan kerja sama yang baik dalam memberikan asuhan
keperawatan gerontik.
Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang paling banyak
berhubungan dengan pasien dituntut meningkatkan secara terus

35
menerus dalam hal pemberian informasi dan pendidikan kesehatan
sesuai dengan latar belakang pasien dan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC,
Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford:
Oxford University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Martono, H. (2004). Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut, Buku Ajar
Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi Ke-3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Stanley, Mickey. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC.
Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Stocklager, Jaime L. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatric Edisi 2. Jakarta : EGC.
Kowalski, Robert E. 2010. Terapi Hipertensi. Bandung : Mizan Pustaka

36

Anda mungkin juga menyukai